Oleh
Kelompok IX
Randi Irmayanto (1506801984)
Ratna Paramita Nomseo (1506802002)
Vindry Yana Cappenberg (1506802343)
B. Vektor
Malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk. Nyamuk Anopheles sebagai vector
penyebaran parasit Plasmodium tinggal di Tipe perairan seperti tambak terbengkalai,
bak benur terbengkalai, kolam, lagun, rawarawa, parit, sungai, sawah, saluran irigasi,
sumur, kubangan, kobakan, kolam pascatambang, bak air dan mata air.
1. Uncomplicated malaria
Gejala yang umum muncul namun dianggap gejala infeksi normal terjadi pada 10
jam pertama:
Stadium dingin (merasa kedinginan, merinding)
Stadium panas (demam, sakitkepala, muntah; gejala kejang pada anak)
Stadium berkeringan(berkeringat berlebih, suhu badan kembali normal,
kelelahan)
Gejala umum berulang tiap dua hari (P. falciparum, P. vivax, and P. ovale) dan
tiap tiga hari (P. malariae). Di Negara dimana jarang ditemukan kasus malaria,
gejala yang muncul sering dikaitkan dengan gejala influenza, atau gejala infeksi
pada umumnya, terutama jika malaria tidak dicurigai. Berbeda dengan
negara/daerah endemic saat mengalami tanda dan gejala tersebut biasanya akan
dilakukan pengobatan malaria mandiri tanpa mengunjungi petugas kesehatan.
Secara fisik akan ditemukan pula:
Peningkatan suhu tubuh
Berkeringat
Kelelahan
Pembengkakan limpa
Ikterik/kuning samar
Pembengkakan hati
Meningkatnya frekuensi nafas
2. Complicated malaria
Disebut Complicated malaria ketika parasit malaria langsung menyerang tubuh
dan menyebabkan dampak serius pada tubuh penderita.
Cerebral malaria, perilaku abnormal, tingkat kesadaran menurun, kejang, koma,
atau keabnormalan saraf lainnya.
Anemia parah disebabkan pemecahan sel darah merah berlebih
Sel darah merah dalam urine (saat perdarahan)
Acute respiratory distress syndrome (ARDS), peradangan paru yang
menyebabkan kesulitan pertukaran gas O2 dengan CO2 di alveoli.
Pembekuan darah abnormal
Tekanan darah rendah disebabkan kolaps pada jantung
Gagal ginjal akut
Hyperparasitemia, dimana lebih dari 5% sel darah merah terinfeksi malaria
Metabolic acidosis (meningkatnya keasaman dalam darah), seringkali diikuti oleh
gula darah rendah (hipoglikemia)
D. Distribusi Malaria
Afrika Sub-Sahara amat tinggi dari beban malaria global. Pada 2015, wilayah ini
adalah rumah bagi 88% dari kasus malaria dan 90% dari kematian akibat malaria.
F. Pencegahan
pengendalian vektor adalah cara utama untuk mencegah dan mengurangi penularan
malaria. Jika cakupan intervensi pengendalian vektor dalam wilayah tertentu cukup
tinggi, maka ukuran perlindungan akan diberikan di masyarakat. WHO
merekomendasikan perlindungan bagi semua orang berisiko malaria dengan
pengendalian vektor malaria yang efektif. Dua bentuk pengendalian vektor -
insektisida kelambu dan penyemprotan residu dalam ruangan - yang efektif dalam
berbagai situasi. kelambu berinsektisida Tahan lama jaring insektisida (LLINs) adalah
kelambu berinsektisida (ITN) untuk program kesehatan masyarakat.
a. Pengendalian Vektor
Untuk meminimalkan penularan malaria maka dilakukan upaya pengendalian terhadap
Anopheles sp sebagai nyamuk penular malaria. Beberapa upaya pengendalian vektor yang
dilakukan misalnya terhadap jentik dilakukan larviciding (tindakan pengendalian larva
Anopheles sp secara kimiawi, menggunakan insektisida), biological control ( menggunakan
ikan pemakan jentik), manajemen lingkungan, dan lain-lain. Pengendalian terhadap nyamuk
dewasa dilakukan dengan penyemprotan dinding rumah dengan insektisida (IRS/ indoors
residual spraying) atau menggunakan kelambu berinsektisida. Namun perlu ditekankan
bahwa pengendalian vector harus dilakukan secara REESAA (rational, effective, efisien,
suntainable, affective dan affordable) mengingat kondisi geografis Indonesia yang luas dan
bionomic vektor yang beranekaragam sehingga pemetaan breeding places dan perilaku
nyamuk menjadi sangat penting. Untuk itu diperlukan peran pemerintah daerah, seluruh
stakeholders dan masyarakat dalam pengendalian vektor malaria.
b. Pemakaian Kelambu
Pemakaian kelambu adalah salah satu dari upaya pencegahan penularan penyakit
malaria. Melalui bantuan Global Fund (GF) komponen malaria ronde 1 dan 6 telah
dibagikan kelambu berinsektisida ke 16 provinsi. Seperti terlihat pada gambar 16,
kelambu di bagikan terbanyak di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Sedangkan di
Sumatera Barat tidak ada laporan, hal ini perlu dievaluasi untuk mengetahui penyebab
tidak adanya laporan. Cakupan kelambu berinsektisida yang dibagikan kepada
penduduk yang berisiko malaria terbanyak pada tahun 2007 adalah di Timor Leste
(25,54%), tahun 2008 dan 2009 adalah Srilanka (23,21% dan 40,39%). Pada tahun
2009 cakupan kelambu di Indonesia masuk sebagai 3 terendah di negara SEARO.
c. Obat Antimalaria
obat antimalaria juga dapat digunakan untuk mencegah malaria. Untuk wisatawan,
malaria dapat dicegah melalui kemoprofilaksis, yang menekan tahap darah infeksi
malaria, sehingga mencegah penyakit malaria. Bagi wanita hamil yang tinggal di
daerah transmisi sedang hingga tinggi, WHO menganjurkan pengobatan pencegahan
intermiten dengan sulfadoksin-pirimetamin, pada setiap kunjungan antenatal
dijadwalkan setelah trimester pertama. Demikian pula, untuk bayi yang tinggal di
daerah-transmisi tinggi dari Afrika, 3 dosis pengobatan pencegahan intermiten dengan
sulfadoksin-pirimetamin dianjurkan, disampaikan bersama vaksinasi rutin.
d. Diagnosis dan Pengobatan
Selain pencegahan, diagnosis dan pengobatan malaria juga merupakan upaya
pengendalian malaria yang penting.
- Pemeriksaan Sediaan Darah (SD)
Untuk diagnosis malaria salah satu yang perlu dilihat adalah pemeriksaan sediaan
darah. Untuk pemeriksaan sediaan darah dari tahun 2008 sampai tahun 2010 terjadi
peningkatan penderita malaria klinis yang diperiksa sediaan darahnya. Pada tahun
2008 dari 1.912.698 malaria klinis diperiksa sediaan darahnya hanya 921.599
(48,18%). Tahun 2009 dan 2010 malaria klinis yang diperiksa sedian darahnya sudah
di atas 50% (tahun 2009 sebesar 75,61%, tahun 2010 sebesar 64,44%). Pencapaian ini
dapat dipertahankan dan terus ditingkatkan dengan dukungan dari pemerintah dan
pemerintah daerah untuk menjamin ketersediaan bahan/reagen lab/mikroskospis
malaria, kemampuan petugas kesehatan, jangkauan pelayanan kesehatan dan
ketersediaan obat malaria. Pada tahun 2009-2010, beberapa provinsi telah melaporkan
bahwa seluruh kasus malaria klinis (100%) diperiksa sediaan da-rahnya, padatahun
2009 sebanyak 6 provinsi dan tahun 2010 sebanyak 3 provinsi.
- Cakupan Pengobatan ACT
Pengendalian malaria selalu mengalami perkembangan, salah satunya dalam hal
pengobatan. Dulu malaria diobati dengan klorokuin, setelah ada laporan resistensi,
saat ini telah dikembangkan pengobatan baru dengan tidak menggunakan obat tunggal
saja tetapi dengan kombinasi yaitu dengan ACT (Artemisinin-based Combination
Therapy).
Pada tahun 2010, dari 1.191.626 kasus malaria klinis yang diperiksasediaan darahnya
terdapat 237.394 kasus yang positif menderita malaria, dan dari yang positif malaria,
211.676 (89,17%) mendapat pengobatan ACT. Pencapaian ini jauh lebih tinggi dari
pada laporan Riskesdas tahun 2010, yang mendapatkan bahwa pengobatan efektif
baru mencapai 33%. Sebahagian besar pengobatan belum efektif, sehingga perlu ada
upaya baik dari pemerintah daerah dan pusat agar lebih yang memperhatikan
aksesibilitas/jangkauan pelayanan penderita malaria dan ketersediaan obat dan tenaga
kesehatan di daerah risiko tinggi malaria.
Dalam beberapa tahun terakhir, 5 negara telah disertifikasi oleh Direktur Jenderal
WHO sebagai memiliki malaria dieliminasi: Uni Emirat Arab (2007), Maroko (2010),
Turkmenistan (2010), Armenia (2011) dan Maladewa (2015). Baru-baru ini 3 negara-
negara lain mulai proses sertifikasi: Argentina, Kyrgyzstan dan Sri Lanka. Vaksin
terhadap malaria Saat ini tidak ada vaksin berlisensi terhadap malaria atau parasit
manusia lainnya. Salah satu vaksin penelitian terhadap P. falciparum, yang dikenal
sebagai RTS, S / AS01, adalah yang paling canggih. Vaksin ini telah dievaluasi dalam
uji coba klinis besar di 7 negara di Afrika dan menerima pendapat positif oleh
European Medicines Agency Juli 2015. Pada bulan Oktober 2015, 2 WHO kelompok
penasihat direkomendasikan implementasi pilot RTS, S / AS01 di sejumlah negara
Afrika. WHO telah mengadopsi rekomendasi ini dan sangat mendukung kebutuhan
untuk melanjutkan dengan pilot ini sebagai langkah berikutnya untuk vaksin malaria
pertama di dunia. proyek percontohan ini bisa membuka jalan untuk penyebaran yang
lebih luas dari vaksin dalam 3 sampai 5 tahun, jika keamanan dan efektivitas dianggap
diterima.
Program control malaria di Indonesia beroperasi di bawah rangka kerja hukum yang
berhubungan untuk mengendalikan malaria. Peraturan Menteri Kesehatan no.
293/MENKES/SK/IV/2009, yang dibuat tanggal 28 April 2009 menargetkan untuk
mengeliminasi malaria pada tahun 2030. Komitmen nasional tidak terlepas dari
dukungan oleh the Minister of Internal Affairs melalui Circular Letter
No.44341/465/SJ tahun 2010 pada implementasi Program Eliminasi Malaria.
1. Kebijakan Operasional
a. Diagnosa malaria harus ditegak kanmelalui pemeriksaan mikroskopik atau
Rapid Diagnostic Test (RDT).
b. Pengobatan dengan terapi kombinasi Artemisinin setelah hasil laboratorium
positif.
c. Pencegahan transmisi malaria melalui Kelambu/Long lasting Insecticidal Nets
(LLINs), Indoor Residual Spraying (IRS), repellents dan tindakan preventif
lainnya yang telah terbukti efektif, efisien dan aman.
d. Program pengendalian malaria harus diimplementasikan dengan prinsip
desentralisasi.
e. Peningkatan komitmen pemerintah tingkat nasional dan regional juga
dibutuhkan dalam kelancaran program.
f. Penguatan inisiatif masyarakat akan kesehatan (Meningkatkan tingkat posko
desa malaria menjadi desa siaga).
2. Strategi
Strategi spesial, pada daerah endemik malaria:
- Akselerasi: strategi pengendalian di daerah endemic (Papua, Papua Barat,
Maluku Utara, Maluku, dan Nusa Tenggara Timur) dengan peningkatan
kualitas pemeriksaan laboratorium dan manajemen kasus, kampanye LLINS
- Intensifitas: fokus area pengendalian malaria (tambang, peerkebunan,
perhutanan, transmigrasi, evakuasi, dll.) di luar daerah Indonesia Timur.
- Eliminasi: di daerah non-endemik, intervensi padakasus yang terdeteksi,
penguatan migrasi surveilans, dan monitoring daerah penerima migrasi.
Strategi fungsional
- Meningkatkan akses untuk kualitas pelayanan malaria.
- Manajemen pada malaria drug resistence, masyarakat berpenghasilan rendah,
perubahan iklim, dan mobilitas penduduk.
- Penguatan system surveilans malaria dan deteksi dini outbreak malaria
- Penguatan advokasi fungsional manajemen dan program promosi kesehatan
untuk meningkatkan system kesehatan.
- Penguatan komitmen pemerintah nasional dan regional untuk
keberlangsungan program.
Komitmen Presiden
- Target kuarter: % of case confirmation > 95%, % of ACT treatment > 85%
- Target keseluruhan: Number of districts achieved elimination status
Target MDGs
- Insiden malaria <1 per 1000 penduduk
- Proporsi anak-anak tidur dibawah kelambu meningkatkan.
H. Respon WHO
WHO Malaria Global Program (GMP) Koordinat WHO upaya global untuk
mengendalikan dan menghilangkan malaria oleh:
- Pengaturan, berkomunikasi dan mempromosikan adopsi norma berbasis bukti,
standar, kebijakan, strategi teknis, dan pedoman;
- Menjaga skor independen kemajuan global;
- Mengembangkan pendekatan untuk pengembangan kapasitas, sistem penguatan,
dan pengawasan; dan
- Mengidentifikasi ancaman terhadap pengendalian malaria dan eliminasi serta
daerah-daerah baru untuk aksi.
DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes. 2014. National Strategy Plan Malaria Control of Republic of Indonesia 2015-
2019.http://static1.1.sqspcdn.com/static/f/471029/26502872/1441109745877/
Summary+of+National+Malaria+Control+Program+Strategic+Plan+++2015+edas.pdf?
token=jIshRmZH4uez7YvySVOobyvXFdc%3D. Diaksespada 24 April 2016