Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di Indonesia malaria merupkan salah satu penyakit menular yang masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama. Penyakit malaria mempunyai
pengaruh yang sangat besar pada angka kesakitan dan kematian bayi, anak balita
dan ibu melahirkan, serta dapat menyebabkan penurunan produktifitas kerja.

Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2001, di


Indonesia terjadi 15 juta kasus malaria dengan 38.000 kematian setiap tahunnya.

Angka kejadian kasus malaria perseribu penduduk (API) di Jawa dan Bali
sejak empat tahun terakhir menunjukan kecenderungan yang menurun, dari 0,81
perseribu penduduk pada tahun 2000 menjadi 0,15 perseribu penduduk pada
tahun2004. Di luar Jawa dan Bali angka klinis malaria perseribu penduduk (AMI)
juga menunjukan kecenderungan yang menurun, yaitu dari 31,09 perseribu
penduduk pada tahun 2004. Proporsi kematian karena malaria berdasarkan hasil
Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 adalah sebesar 2%. Jumlah
Kabupaten endemis di Indonesia adalah 424 Kabupaten dari 576 Kabupatenyang
ada, dan diperkirakan 42,4% penduduk Indonesia beresiko tertular.

Terjadinya peningkatan kasus malaria yang disertai dengan KLB di


beberapa daerah, disamping karena umumnya malaria terjadi di daerah terpencil
yang jauh dari pusat pelayanan kesehatan masyarakat juga karena pemantauan
dan analisa data malaria yang asih lemah di semua jenjang, sehingga tindakan
yang dilaksanakan sering tidak memberikan hasil yang optimal.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, program pemberantasan malaria
mengeluarkan kebijakan program meliputi beberapa kegiatan terpadu, yaitu
diagnose dini dan pengobatan tepat, serta pemantauan, pencegahan dan
penanggulangan KLB malaria secara dini.
Salah satu kegiatan utama untuk mendukung keberhasilan program
tersebut, diperlukan adanya suatu system surveillance yang dilaksanakan pada
semua tingkat admministratif.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasite yang disebut


dengan plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi
Plasmodium. Dalam tubuh manusia plasmodium berkembang biak dihati, kemudian
menginfeksi sel-sel darah merah (WHO,2012)
Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasite Plasmodium
malaria bentuk akseseksual yang masuk kedalam tubuh manusia yang di tularkan
oleh nyamuk anopheles betina (Departemen Kesehatan RI)

B. Tanda dan Gejala

Secara umum seseorang yang mengalami penyakit malaria akan


merasakan gejala penyakit seperti demam, pening, lemas, pucat, nyeri otot, suhu
bias mencapai 40°C terutama pada infeksi Plasmodium falciparum.
Tahap demam menggigil atau stadium dingin penderita akan merasakan
dingin menggigil yang amat sangat, nadi cepat dan lemah, bibir dan jari kebiru-
biruan pucat, kulit kering, pucat, kadang muntah. Pada anak-anak demam bisa
menyebabkan kejang. Demam ini berkisar antara 15 menit hingga 1 jam.
Tahap puncak demam hot stage yang berlangsung 2-6 jam, wajah
memerah, kulit kering, nyeri kepala, denyut nadi keras, haus yang amat terus-
menerus,mual hingga muntah. Pada saat ini sebenarnya merupakan peristiwa
pecahnya schzon matang menjadi merozoit-merozoit yang beramai-ramai
memasuki aliran darah untuk menyerbu sel-sel darah merah.
Stadium berkeringat. Pada stadium ini penderita berkeringat banyak
sekali. Hal seperti ini bisa berlangsung 2 sampai 4 jam.
C. Etiologi
Organisme penyebab malaria adalah protozoa dari genus plasmodium. Ada empat
jenis malaria dibagi berdasarkan parasit penyebabnya :
1. Malaria Ovale atau tertiana ringan (3 hari sekali) disebabkan oleh Plasmodium
ovale.
Malaria yang disebabkan oleh parasit Plasmodium ovale ini tergolong tidak
terlalu berbahaya yang mengancam jiwa, namun tetap harus waspada karena
malaria yang disebabkan oleh parasit ini dapat menyebabkan anemia atau
kekurangan darah.
2. Malaria Tropika disebabkan Plasmodium falciparum.
Malaria yang disebabkan oleh parasit Plasmodium falciparum tergolong paling
berbahaya karena dapat menimbulkan berbagai komplikasi, kejang, hingga
koma. Malaria jenis ini menjadi salah satu penyebab kematian akibat malaria
tertinggi di dunia.
3. Malaria Quartana (4 hari sekali) disebabkan oleh Plasmodium malariae.
Malaria yang disebabkan oleh parasit Plasmodium Malariae menimbulkan
gejala setelah lama terinfeksi parasit tersebut. Oleh karena itu, penderita
malaria ini akan mengalami infeksi yang kronis mengalami gangguan fungsi
organ ginjal.
4. Malaria Tertiana disebabkan oleh Plasmodium vivax.
Malaria yang disebabkan oleh parasit Plasmodium vivax cenderung
menimbukan gejala yang lebih ringan. Parasit ini dapat bertahan di organ hati
dalam jangka waktu beberapa bulan atau tahun. Walaupun tergolong ringan,
malaria yang disebabkan oleh parasit ini dapat kambuh ketika daya tahan tubuh
menurun karena parasit dapat aktif kembali.
Dari keempat jenis parasit penyebab malaria tersebut, hanya dua jenis parasit yang
paling banyak ditemukan kasusnya di Indonesia yaitu Plasmodium vivax dan
Plasmodium falciparum.

D. Diagnosa
Penanganan dimulai dengan diagnosa malaria melalui pemeriksaan fisik
dan tes diagnostic cepat (RDT – Rapid Diagnostic Test). RDT ini dilakukan untuk
mendeteksi keberadaan dan jenis parasit yang ada di tubuh sehingga
menyebabkan malaria. Hasil dari RDT ini juga sangat penting untuk menentukan
jenis pengobatan anti malaria yang akan diberikan kepada penderita. Selain RDT,
terdapat pula pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah. Pemeriksaan ini
terdiri dari dua jenis yaitu pemeriksaan tetes tipis hapusan darah dan pemeriksaan
tetes tebal hapusan darah.
Pemeriksaan tetes tebal hapusan darah digunakan untuk mendeteksi
Plasmodium sedangkan pemeriksaan tetes tipis hapusan darah digunakan untuk
menentukan spesies penyebab serta kepadatan parasit. Kelebihan dari
pemeriksaan ini adalah memantau efikasi terapi dan alat-alat yang digunakan untuk
pemeriksaan sederhana sehingga biaya pemeriksaan murah.

E. Epidemiologi
Secara alamiah, penularan malaria terjadi karena adanya interaksi antara agent
(parasit Plasmodium spp), host de-finitive (nyamuk Anopheles spp) dan host
intermediate (manusia). Karena itu, penu- laran malaria dipengaruhi oleh
keberadaan dan fluktuasi populasi vektor (penular yaitu nyamuk Anopheles spp),
yang salah satunya dipengaruhi oleh in- tensitas curah hujan, serta sumber
parasit Plasmodium spp. atau penderita5 di samping adanya host yang rentan.6
Sum- ber parasit Plasmodium spp. adalah host yang menjadi penderita positif
malaria7 Tapi di daerah endemis malaria tinggi, seringkali gejala klinis pada
penderita tidak muncul (tidak ada gejala klinis) meskipun parasit terus hidup di
dalam tubuhnya. Ini disebabkan adanya peru- bahan tingkat resistensi manusia
terhadap parasit malaria sebagai akibat tingginya frekuensi kontak dengan
parasit, bahkan di beberapa negara terjadinya kekebalan ada yang diturunkan
melalui mutasi ge- netik.8 Keadaan ini akan mengakibatkan penderita carrier
(pembawa penyakit) atau penderita malaria tanpa gejala klinis (asymptomatic),
setiap saat bisa menular- kan parasit kepada orang lain, sehingga kasus baru
bahkan kejadian luar biasa (KLB) malaria bisa terjadi pada waktu yang tidak
terduga.7 Selain penularan secara alamiah, malaria juga bisa ditular- kan melalui
transfusi darah atau trans-plasenta dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya.
Kejadian luar biasa (KLB) ditandai dengan peningkatan kasus yang disebab- kan
adanya peningkatan populasi vektor sehingga transmisi malaria meningkat dam
jumlah kesakitan malaria juga me- ningkat. Sebelum peningkatan populasi
vektor, selalu didahului perubahan ling- kungan yang berkaitan dengan tempat
perindukan potensial seperti luas per- airan, flora serta karakteristik lingkungan
yang mengakibatkan meningkatnya kepadatan larva. Untuk mencegah KLB
malaria, maka peningkatan vektor perlu diketahui melalui pengamatan 4 yang
terus menerus (surveilans).
Ketika parasit dalam bentuk sporozoit masuk ke dalam tubuh manusia melalui
gigitan nyamuk Anopheles spp, kurang lebih dalam waktu 30 menit akan sampai
ke dalam sel hati. Selanjutnya akan melakukan siklus dalam sel hati dengan
berubah dari sporozoit menjadi schizon hati muda, kemudian tua dan matang.
Selan- jutnya schizon hati yang matangakan melepaskan merozoit untuk masuk
ke dalam sistem sirkulasi. Komponen epidemiologi ma- laria terdiri dari (1). agent
malaria adalah parasit Plasmodium spp, (2). host malaria, ada dua jenis yaitu
manusia sebagai host intermediate atau sementara karena tidak ter- jadi
pembiakan seksual dan nya- muk sebagai host definitive atau tetap karena
terjadi pembiakan seksual dan (3). lingkungan yaitu yang berpengaruh terhadap
ke- hidupan manusia dan nyamuk vektor malaria.

1.Agent atau parasit


Parasit adalah suatu istilah yang diberikan kepada mahluk hidup baik tumbuhan
atau bi- natang yang menumpang pada mahluk hidup lain (induk semang) dan
dalam kehidupannya meru- gikan induk semangnya tersebut. Untuk hidup dan
berkembang biak parasit ini mengambil makanan dari dalam tubuh induk se-
mangnya, sehingga induk se- mangnya mengalami gangguan bahkan bisa
menimbulkan ke- matian. Parasit malaria adalah Plasmo- dium spp. yaitu
binatang bersel sa- tu (protozoa) yang termasuk genus Plasmodia, famili
Plasmodiidae dari ordo Coccidiidae.8
Dalam tubuh manusia, untuk kelangsungan hidupnya Plasmodium memakan sel
darah merah (SDM) tempat ia hidup sehingga induk semangnya (penderita)
mengalami anemia dan gangguan lainnya.
Plasmodium sebagai parasit ma- laria baru ditemukan pada abad ke19, ketika
Laveran "bentuk pisang" dalam seorang penderita melihat darah malaria.
Kemudian diketahui oleh Ross pa- da tahun 1897 bahwa malaria ditularkan oleh
nyamuk yang ban- yak terdapat di rawa-rawa6.
Secara keseluruhan Plasmodium terdiri dari 12 sub genera. Dari kedua belas
sub genera tersebut, hanya tiga sub genera yang men- jadi parasit pada
mamalia termasuk manusia yaitu sub genera Plasmodi- um, sub genera
Laverinia, dan sub genera Vinckeria. Lima sub genera menjadi parasit pada
reptilia dan empat sub genera lagi hidup pada burung (Aves).
Plasmodium yang menjadi parasit pada manusia yaitu sub genera Plasmo- dium
terdiri dari spesies P. vivax, P. ovale, dan P. malariae. Sub genera Laverinia
terdiri dari spesies P. falcipa- r u m . Sedangkan dari sub genera Vinckeria terdiri
dari spesies P . reichenowi, P. schwetzi, dan P. rhodaini tidak menjadi parasit
pada manusia tapi pada mamalia lain.
Di Indonesia, spesies Plasmodium yang hidup pada manusia yang dominan
adalah P. falciparum dan P. vivax. Sedangkan P. ovale dan P. malariae biasanya
ditemukan di wilayah Indonesia bagian Timur.
Sebagaimana makhluk hidup lainnya, Plasmodium spp. juga melakukan proses
kehidupan yang meli- puti metabolisma (pertukaran zat), per- tumbuhan,
pergerak- kan, berkembang biak dan mempunyai reaksi terhadap rangsangan.
Dalam berkembang biak, Plasmodium spp. Mempunyai dua cara yaitu :
a. Pembiakan seksual.
Pembiakan ini terjadi di dalam tubuh nyamuk melalui proses sporogoni. Bila
mikrogametosit (sel jantan) dan makrogametosit (sel betina) terhisap oleh vektor
bersama darah penderita, maka proses perkawinan antara kedua sel kelamin itu
akan terjadi. Dari proses ini akan terbentuk zigot yang kemudi- an akan berubah
menjadi ookinet dan selanjutnya menjadi ookista. Terakhir ookista pecah dan
membentuk spo- r o z o i t yang tinggal dalam kelenjar ludah vektor. Perubahan
dari mikro- gametosit dan makrogametosit sampai menjadi sporozoit di dalam
kelenjar ludah vektor disebut masa tu- nas ekstrinsik atau siklus sporogo- ni.
Jumlah sporokista pada setiap ooki- sta dan lamanya siklus sporogoni, pada
masing-masing spesies Plasmo- dium adalah berbeda. Jumlah sporo- zoit P.
vivax dalam ookista adalah 30-40 butir dan siklus sporogoni selama 8-9 hari;
sporozoit P. falci- parum adalah 10-12 butir dan si- klus sporogoni selama 10
hari, P. malariae adalah 6-8 butir dan si- klus sporogoni selama 26-28 hari.
b.Pembiakan aseksual
Pembiakan aseksual terjadi di dalam tubuh manusia melalui proses schizogoni
yang terjadi me- lalui proses pembelahan sel secara ganda. Inti tropozoit dewasa
membelah menjadi 2, 4, 8, dan seterusnya sampai batas tertentu tergantung
pada spesies Plasmodi- umnya. Bila pembelahan inti telah selesai, sitoplasma
sel induk dibagi-bagi kepada setiap inti dan terjadilah sel baru yang dise- but
merozoit.
Dengan adanya proses-proses pertumbuhan dan pembiakan asek- sual di dalam
sel darah merah manusia, maka dikenal ada tiga tingkatan (stadium)
Plasmodium yai- tu (1). stadium tropozoit, Plasmodium ada dalam proses
pertumbuhan, (2). stadium schizon, Plasmodium ada dalam proses pembiakan,
(3). sta- dium gametosit, Plasmodium ada da-
lam proses pembentukan sel kelamin.
Karena dalam setiap stadium terjadi proses, maka morfologi parasit juga
mengalami perubahan. Dengan demikian, maka dalam sta- dium itu sendiri
terdapat tingkatan umur yaitu tropozoit muda, tropozoit setengah dewasa,
tropozoit dewasa, sizon muda, schizon tua, schizon ma- tang, gametosit muda,
gametosit tua, dan gametosit matang.
Jumlah merozoit dan schizon yang dihasilkan oleh satu sel sporo- zoit, tidak
asama pada masing- masing spesies Plasmodium. Jumlah merozoit P.
falciparum di dalam satu sel sizon dewasa sebanyak 32 dan lama siklusnya 24
jam; artinya reproduksi ting- gi dan cepat sehingga kepadatan tropo- z o i t pada
darah sangat tinggi. Jumlah merozoit P. vivax dan P. ovale sebanyak 16 dan
lama siklusnya 48 jam, artinya reproduksi rendah dan lebih lam- bat sehingga
kepadatan tropozoit pada darah sering rendah. Sedangkan jumlah merozoit P.
malariae sebanyak 8 dan lama siklusnya 72 jam, artinya reproduksi lebih rendah
dan lebih lambat. Ini mung- kin yang menjadi penyebab jarangnya spesies ini
ditemukan.
Karena perbedaan proses perkem- bangan, maka masa tunas atau pre paten
atau masa inkubasi Plasmodium di da- lam tubuh manusia (intrinsik) masing-
masing spesies lamanya berbeda. P . f a l - ciparum selama 9-14 hari, P. vivax
selama 12-17 hari, dan P. malariae 18 hari.
2. Vektor malaria
Adalah serangga atau nyamuk yang termasuk Anopheles spp yang menular- kan
malaria, ilmu yang mempelajarinya adalah entomologi malaria.
Tidak semua spesies Anopheles menjadi vektor penyakit malaria, karena
dipengaruhi oleh lamanya berkembang parasit Plasmodium dalam tubuh nya-
muk (inkubasi ekstrinsik) yaitu periode mulai nyamuk mengisap gamet pada
darah manusia, kemudian berkembang menjadi sporozoit yang berkumpul da-
lam kelenjar ludah nyamuk untuk siapt ditularkan kepadalam tubuh manusia.
Inkubasi ekstrinsik ini membutuhkan waktu lebih dari 2 minggu tergantung dari
spesies Plasmodium. Spesies Anopheles yang menjadi vektor malar- ia adalah
apabila anggota populasi beru- mur cukup panjang, kontak dengan manusia
cukup tinggi, dan merupakan jenis yang dominan di lokasi yang ber- sangkutan.
Di Indonesia dijumpai lebih dari 90 spesies Anopheles spp. dan yang telah
diketahui menjadi vektor adalah sebanyak 18 spesies. Yang paling dikenal
adalah An. sundaicus, An. barbiros- tris, An. maculatus dan An. aconi- tus.
a) Siklus hidup nyamuk
Dalam hidupnya, nyamuk mengalami dua tingkatan kehidupan, yaitu ting- katan
dalam air dan tingkatan di luar air yaitu di darat dan udara.
Tingkatan dalam air dimulai dari telur yang umurnya satu atau dua hari yang
kemudian menetas jadi jentik. Jentik yang baru keluar dari telur, sangat
b)
halus seperti jarum. Dalam pertum- buhannya, jentik nyamuk mengalami
pelepasan kulit sebanyak empat kali (maka dikenal Stadium I sampai IV). Waktu
yang diperlukan untuk pertum- buhan jentik antara 8-10 hari tergan- tung pada
suhu, keadaan makanan serta spesies.
Dari jentik akan tumbuh menjadi kepompong (pupa) yang merupakan stadium
istirahat dan tidak makan. Pada tingkatan ini akan dibentuk alat- alat tubuh
nyamuk dewasa serta alat kelamin. Tingkatan kepompong ini memakan waktu
sampai dua hari. Setelah itu nyamuk akan menjadi de- wasa untuk hidup di darat
dan udara.
Bionomik nyamuk Anopheles
Bionomik nyamuk meliputi pengertian tentang perilaku, perkembangbiakan, umur
popu- lasi, penyebaran, fluktuasi musiman, serta faktor-faktor lingkungan yang
mempengaruhinya, seperti ling- kungan fisik (musim, kelemba- ban, angin,
matahari, arus air). Lingkungan kimiawi (kadar garam, pH) dan lingkungan bi-
ologik (tumbuhan bakau, gang- gang, vegetasi di sekitar tempat perindukan dan
musuh alami). Dalam kehidupannya, ada tiga macam tempat dan jenis per- ilaku
yang diperlukan nyamuk yaitu tempat dan perilaku berkembang biak, tempat dan
perilaku mencari darah serta tempat dan perilaku istirahat.
c. Ekologi Nyamuk Anopheles
Masing-masing spesies Anopheles mempunyai ekologi atau ling- kungan yang
berbeda-beda, mu- lai dari daerah pantai, sawah dan hutan.
 Pantai
Daerah pantai dengan karak- teristik airnya payau, kelem- baban tinggi serta
sinar ma- tahari langsung, biasanya dis- enangi oleh spesies An. sun- daicus d a
n An. subpictus. D i samping itu ada pula spesies lain yang ditemukan seperti
An. barbirostris, An. vagus. An.kochi dll. Tapi yang domi- nan dan biasanya
menjadi vektor di daerah ini adalah An. sundaicus. Kepadatan tertinggi biasanya
terjadi pa- da musim kemarau.
 Sawah
Karakteristik daerah seperti ini adalah airnya tawar dan tersedia sepanjang
tahun, si- nar matahari tidak langsung mengenai air, kelembaban tinggi dan suhu
stabil.
Sawah yang dijadikan tempat perindukan biasanya sawah bertingkat yang di
pegunun- gan airnya bersumber dari mata air yang ada sepanjang tahun.
Di daerah seperti ini spesies Anopheles yang dominan adalah An. aconitus di
samping itu juga biasa ditemukan An. bar- birostris, An. vagus, An. kochi d l l . Di
samping di sawah, An. aco- nitus juga bisa berkembang bi- ak di aliran sungai
irigasi yang berasal dari mata air yang sisinya ditumbuhi rumput. Kepadatan
nyamuk tertinggi, biasanya terjadi pa- da saat tanaman padi mulai berusia 50
hari sampai panen tiba, pada saat daunnya telah rimbun.
 Daerah pegunungan
Karakteristik daerah seperti ini adalah airnya jernih dan tawar, kelembaban
tinggi.
Perairan yang dijadikan tem- pat perindukan adalah tepi danau yang terlindung,
mata air yang terlindung serta ko- bakan yang ada di dasar sungai pada musim
kemarau. Populasi Anopheles yang domi- nan di daerah ini adalah
An.maculatus. Di samping itu juga bisa ditemukan An. phili- pinensis, An.
ramsayi, An. annu- laris, An. barbirostris d l l . Kepadatan nyamuk tertinggi
biasanya terjadi pada musim kemarau ketika air danau dan mata air volumenya
berku- rang dan debitnya mengecil. Juga dasar sungai pegunun- gan biasanya
menyusut dan tercipta beberapa kobakan di dasarnya.
 Hutan
Karakteristik daerah ini ada- lah lembab dan suhu rendah. Air yang dijadikan
tempat perindukan biasanya berasal dari air hujan yang tergenang pada lubang
di tanah bekas kaki binatang. Karena itu kepadatan tertinggi dai daerah ini
biasanya terjadi pada musim hujan. Spesies Anophe- les yang dominan di
daerah hutan adalah An. balabacensis.
3. Perkembangan parasit palam tubuh nyamuk dan manusia
Penderita malaria yang digigit oleh nyamuk (vektor), di samping darahnya yang
terhisap ke dalam tubuh vektor, juga terbawa Plasmo- dium dari berbagai
stadium asek- sual yang ada dalam sel darah yaitu stadium tropozoit, stadium
sizon, dan stadium gametosit. Stadium tropozoit dan schizon bersama darah
dicerna oleh vektor kemudian ma- ti, sedangkan stadium gametosit ter- us hidup
dan masuk ke dalam lam- bung nyamuk vektor. Di dalam lambung, inti
mikrogametosit mem- belah menjadi 4 sampai 8 buah yang masing-masing
memiliki ben- tuk panjang seperti benang (flagel) dengan ukuran 20-25 μ,
menonjol keluar dari sel induk, bergerak- gerak sebentar dan kemudian
melepaskan diri. Proses ini (eksflagelasi) hanya berlangsung be- berapa menit
pada suhu yang opti- m a l . Flagel a t a u mikrogametosit kemudian mengalami
proses pema- tangan (maturasi) kemudian mencari makrogametosit untuk
melakukan perkawinan. Hasil perkawinan itu disebut zigot.
Pada mulanya zigot hanya merupakan bentuk bulat yang tidak bergerak-gerak,
tetapi dalam wak- tu 18-24 jam berubah menjadi ben- tuk panjang seperti cacing
yang dapat bergerak dengan ukuran 8-24 μ yang disebut ookinet. Ookinet
kemudian menembus dinding lam- bung melalui sel epitel ke per- mukaan luar
lambung dan menjadi bentuk bulat yang disebut ookista.
Jumlah ookista pada dinding luar lambung nyamuk vektor berkisar antara
beberapa buah sampai be- berapa ratus buah. Ookista makin lama makin besar
sehingga meru- pakan bulatan-bulatan semi trans- paran, berukuran 40-80 μ dan
mengandung butir-butir pigmen. Bila ookista makin membesar dan intinya
membelah-belah, pigmen tak tampak lagi. Inti yang sudah membelah kemudian
dikelilingi oleh protoplasma dan merupakan bentuk-bentuk memanjang yang
ujungnya runcing dengan inti di tengahnya. Bentuk ini disebut spo- rozoit dengan
ukuran panjang 10-15 μ. Ookista kemudian pecah dan ribuan sporozoit keluar
dan bergerak dalam rongga badan nyamuk vektor untuk mencapai kelenjar liur
(ludah).
Nyamuk yang mengandung sporozoit dalam kelenjar ludahnya, kalau menggigit
manusia di samping mengeluarkan air lu- dahnya, sporozoit-nya juga ikut terba-
wa masuk ke dalam tubuh manusia.
Dalam tubuh manusia, sporozoit mengalami perkembangan sebagai berikut:
a. Schizogoni
Sporozoit Plasmodium dalam waktu 1/2-1 jam sudah masuk ke dalam jaringan
hati. Sporozoit dari P. vi- vax dan P. ovale sebagian berubah menjadi hypnosoit,
sebagian lagi berubah menjadi schizon hati. Se- dangkan sporozoit P. falcifarum
dan P. malariae, semuanya berubah menjadi schizon hati. Hypnosoit P. vivax
dan P. ovale sewaktu-waktu bisa berubah menjadi s c h i z o n hati. Karena itu
untuk P. vivax dan P. ovale dikenal adanya rekurensi yaitu kambuh dalam jangka
waktu panjang.
S c h i z o n hati mengandung ribuan merozoit yang akan pecah dan keluar dari
jaringan hati untuk kemudian mas- ing-masing merozoit ini menginvasi sel darah
merah (SDM).
Fase masuknya sporozoit ke dalam jaringan hati sampai keluar lagi dalam
bentuk merozoit, disebut fase schi- zogoni jaringan hati atau fase pra eritrosit.
Lamanya fase pra eritro- sit dan besarnya schizon hati serta jumlah merozoit
pada satu schizon hati, berbeda-beda untuk tiap spesies Plasmodium.
b) Schizogoni eritrosit
Merozoit yang telah masuk ke dalam sel darah merah, kemudian berubah
menjadi bentuk tropozoit, yaitu tropozoit muda, tropozoit lanjut, dan tropozoit tua.
Tropozoit ini selanjutnya membentuk s c h i z o n darah yang mengandung
merozoit yaitu bentuk schizon muda, schizon tua, dan schizon matang. Schizon
matang mengalami sporulasi yaitu melepaskan merozoit untuk kemudi- an
menginvasi sel darah merah baru,
siklus schizogoni e r i t r o s i t berulang kembali.
Fase masuknya merozoit ke dalam sel darah merah sampai terbentuknya
merozoit untuk menginvasi sel darah merah baru, disebut fase schizogoni
eritrosit. Lamanya fase eritrosit dan jumlah merozoit dalam schizon hati,
berbeda-beda untuk setiap spesies Plasmodium.

F. Faktor Risiko
Faktor risiko individual meliputi pengetahuan, persepsi, pemakaian repellent,
penggunaan kelambu, penggunaan obat antinyamuk, penggunaan kawat kasa,
penutup
tubuh lengkap, aktivitas keluar rumah malam hari dan aktivitas menginap di
tempat pekerjaan, kepadatan populasi vektor, probabilitas vektor menjadi
infeksius, keberadaan dan prevalensi dari sumber penularan (manusia yang
telah terinfeksi) di dalam populasi, probabilitas untuk menerima gigitan yang
infektif, tingkat imunitas di populasi dan efektivitas strategi penanggulangan
malaria yang digunakan di tempat itu.
Faktor lingkungan fisik yang terkait dengan malaria meliputi keadaan tempat
perindukan dan faktor lingkungan fisik lainnya seperti kadar garam, suhu,
kelembaban, curah hujan, angin dan lain sebagainya yang berhubungan dengan
kehidupan nyamuk sebagai vektor penyakit malaria maupun pada kehidupan
parasit didalam tubuh nyamuk itu sendiri. Ketinggian, kelembaban, curah hujan,
kondisi satwa maupun tumbuhan memainkan peranan di faktor lingkungan terkait
malaria.
Hasil penelitian menunjukan bahwa 70- 90% risiko dari malaria adalah faktor
lingkungan. Variasi dan besar pengaruh lingkungan kepada vector malaria
sangat besar. Tidak hanya melalui elemen yang abiotik seperti hujan dan suhu
yang akan mempengaruhi peningkatan jumlah vector nyamuk dan
perkembangan parasit di dalam vektor, tetapi juga faktor biotik melalui
penebangan hutan, pertanian, dan konstruksi perumahan. Dampak dari
penebangan hutan pada suhu, hujan, dan tumbuh-tumbuhan saling berinteraksi
dan berkorelasi Dalam pengaruh lingkungan.

G. Patofisiologi
munculnya gejala pada malaria berkaitan dengan siklus eritrositik parasit.
Parasitemia meningkat setiap kali terjadi lisis eritrosit dan ruptur skizon eritrosit
yang melepaskan ribuan parasit dalam bentuk merozoit dan zat sisa metabolik
ke sirkulasi darah. Tubuh yang mengenali antigen tersebut kemudian
melepaskan makrofag, monosit, limfosit, dan berbagai sitokin, seperti tumor
necrosis factor alpha.
Sitokin TNF-α dalam sirkulasi darah yang sampai ke hipotalamus akan
menstimulasi demam. Demam bertahan selama 6–10 jam, lalu suhu tubuh
kembali normal, dan meningkat kembali setiap 48–72 jam saat siklus eritrositik
lengkap. Selain TNF-α, ditemukan juga sitokin proinflamasi lainnya, seperti
interleukin 10 (IL-10) dan interferon γ (IFN- γ). Pada fase infeksi lanjutan, tubuh
memproduksi antibodi yang membantu proses pembersihan parasit melalui jalur
makrofag-sel T-sel B.
Parasitemia pada malaria falciparum lebih hebat dibandingkan parasitemia
spesies lain. Hal ini disebabkan karena Plasmodium falciparum dapat
menginvasi semua fase eritrosit, sedangkan Plasmodium vivax lebih dominan
menginfeksi retikulosit dan Plasmodium malariaemenginvasi eritrosit matur.
Tingkat parasitemia biasanya sebanding dengan respons tubuh manusia dan
keparahan gejala klinis.[9,16,17]
Anemia pada malaria terjadi akibat proses hemolisis dan fagositosis eritrosit,
baik yang terinfeksi maupun normal oleh sistem retikuloendotelial pada limpa.
Peningkatan aktivitas limpa menyebabkan splenomegali. Anemia berat juga
dipengaruhi oleh gangguan respons imun monosit dan limfosit akibat hemozoin
(pigmen toksik hasil metabolisme Plasmodium), sehingga terjadi gangguan
eritropoiesis dan destruksi eritrosit normal.
Hemolisis dapat juga diinduksi oleh kuinin atau primaquine pada orang dengan
defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) herediter. Pigmen yang keluar
ke dalam sirkulasi saat hemolisis dapat terakumulasi di sel retikuloendotelial
limpa, sehingga folikelnya menjadi hiperplastik dan kadang-kadang nekrotik.
Pigmen juga dapat mengendap dalam sel Kupffer hati, sumsum tulang, otak, dan
berbagai organ lain.
Hemolisis dapat meningkatkan serum bilirubin sehingga menimbulkan jaundice.
Malaria falciparum dapat disertai hemolisis berat yang menyebabkan
hemoglobinuria.

Anda mungkin juga menyukai