Anda di halaman 1dari 25

Epidemiologi Penyakit Tropis

Malaria Dan Filariasis


Fajeria
Fajeria(2207053002)
(2207053002)
Pokok Bahasan

01
01 02
02 03
03
Definisi Etiologi Manifestasi Klnis

04
04 05
05 06
06
Pemeriksaan Diagnostik dan
Cara Penularan Pengobatan Program Pemerintah
Malaria
• Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan plasmodium, yaitu makhluk hidup bersel satu yang termasuk ke
dalam kelompok parasit protozoa, malaria di tularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang mengandung
plasmodium di dalamnya (Kemenkes RI, 2016).

• Malaria masih menjadi masalah di Indonesia dan di dunia karena angka kesakitan yang masih cukup tinggi dan
penanganannya menjadi komitmen Sustainable Development Goals (SDGs) hingga tahun 2030.

• Wilayah endemis malaria terutama Indonesia pada wilayah bagian timur yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Maluku, 6 Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, Papua Barat dan Papua yang masih memiliki kasus positif malaria yang jumlah trend kasusnya terus
meninggkat pada setiap tahunnya. Sekitar 65% penduduk Indonesia berada di wilayah endemis malaria yang berisiko
untuk tertular malaria (Kemenkes, 2017).
Klasifikasi Malaria
Jenis Malaria Berdasarkan Kemenkes RI (2017) di Indonesia terdapat lima species Plasmodium yaitu:

1. Plasmodium falciparum disebabkan oleh malaria tropika. Gejala demam timbul intermiten dan dapat kontinyu. Jenis
malaria ini paling sering menjadi malaria berat yang menyebabkan kematian. Masa inkubasi malaria tropika ini sekitar 12
hari, dengan gejala nyeri kepala, pegal linu, demam tidak begitu nyata, serta kadang dapat menimbulkan gagal ginjal.

2. Plasmodium vivax disebabkan oleh malaria tertiana. Gejala demam berulang dengan interval bebas demam 2 hari pada
siang atau sore. Memiliki distribusi geografis terluas, mulai dari wilayah beriklim dingin, subtropik hingga daerah tropik.
Masa inkubasi plasmodium vivax antara 12 sampai 17 hari dan salah satu gejala adalah pembengkakan limpa atau
splenomegali.

3. Plasmodium ovale disebabkan oleh malaria ovale. Manifestasi klinis biasanya bersifat ringan. Pola demam seperti pada
malaria vivaks. Masa inkubasi malaria dengan penyebab plasmodium ovale adalah 12 sampai 17 hari, dengan gejala
demam setiap 48 jam, relatif ringan dan sembuh sendiri.

4. Plasmodium malariae disebabkan oleh malaria quartana. Gejala demam berulang dengan interval bebas demam 3 hari.
Malaria jenis ini umumnya terdapat pada daerah gunung, dataran rendah pada daerah tropik, biasanya berlangsung tanpa
gejala, dan ditemukan secara tidak sengaja. Namun malaria jenis ini sering mengalami kekambuhan. 12 5. Plasmodium
Knowlesi disebabkan oleh malaria knowlesi. Gejala demam menyerupai malaria falciparum
Etiologi
Etiologi
Etiologi Malaria Penyebab penyakit malaria adalah

 Parasit plasmodium, suatu parasit yang termasuk genus plasmodia, family


plasmodiidae, dan orde Coccidiidae dan suborde Haemospiriidae.

 Pada manusia plasmodium terdiri dari 4 spesies, yaitu plasmodium


falciparum, plasmodium vivax, plasmodium malariae, dan plasmodium
ovale. Akan tetapi jenis spesies plasmodium falciparum merupakan penyebab
infeksi berat bahkan dapat menimbulkan kematian (WHO, 2017).
Gejala Klinis Malaria

Secara klinis, gejala dari penyakit malaria terdiri atas beberapa serangan demam dengan
interval tertentu.

 Pada malaria demam merupakan gejala utama. Pada permulaan sakit, dapat dijumpai
demam yang tidak teratur. Sifat demam akut (paroksismal) yang didahului oleh stadium
dingin (menggigil) diikuti demam tinggi kemudian berkeringat banyak. Periodisitas
gejala demam tergantung jenis malaria.

 Selain gejala klasik diatas, dapat ditemukan gejala lain seperti nyeri kepala, mual,
muntah, diare, pegal-pegal, dan nyeri otot. Pada orang-orang yang tinggal di daerah
endemis (imun) gejala klasik tidak selalu ditemukan (Kemenkes RI, 2017).
Cara Penularan
o Faktor utama penularan malaria dipengaruhi oleh yaitu parasit plasmodium, manusia sebagai host dan nyamuk anopheles sebagai
vektor penularnya serta lingkungan hidup yang mempengaruhi faktor tersebut.

o Penularan akan menjadi lebih intensif terjadi di daerah dimana nyamuk dapat hidup dan berkembang dalam waktu yang lama
(memungkinkan plasmodium hidup dan berkembang menjadi infektif di dalam tubuh nyamuk).

o Penyakit malaria juga dapat dibedakan berdasarkan cara penularannya, yaitu alamiah dan non alamiah (Irwan, 2017):
 Penularan alamiah Penularan alamiah adalah penularan melalui gigitan nyamuk anopheles yang mengandung parasit
malaria (plasmodium) secara langsung menggigit manusia.
 Penularan non alamiah Penularan non alamiah adalah penyakit malaria yang ditularkan dari satu orang ke orang lainnya
melalui:
a. Malaria Kongenital (malaria bawaan) Malaria kongenital adalah malaria pada bayi yang baru dilahirkan karena
ibunya menderita malaria.
b. Malaria mekanik Malaria mekanik adalah malaria yang penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui
jarum suntik.
Diagnosis Malaria
1. Wawancara (anamnesis) Anamnesis atau wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang penderita malaria
yakni, keluhan utama: demam, menggigil, dan berkeringat yang dapat disertai sakit kepala, mual muntah, diare, nyeri otot,
pegal-pegal, dan riwayat pernah tinggal di daerah endemis malaria, serta riwayat pernah sakit malaria atau minum obat anti
malaria satu bulan terakhir, maupun riwayat pernah mendapat tranfusi darah.

2. Pemeriksaan fisik terhadap penderita dapat ditemukan mengalami demam dengan suhu tubuh dari 37,50 °C sampai 400°C,
serta anemia yang dibuktikan dengan konjungtiva palpebra yang pucat, pambesaran limpa (splenomegali) dan pembesaran
hati (hepatomegali).

3. Pemerikasaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah yang menurut teknis pembuatannya dibagi menjadi preparat darah
(SDr, sediaan darah), tebal dan preparat darah tipis, untuk menentukan ada tidaknya parasit malaria dalam darah

4. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi umum penderita, meliputi pemeriksaan kadar
hemoglobin, hematokrit, jumlah leukosit, eritrosit dan trombosit.
Pengobatan Malaria
Pasien tergolong malaria biasa (tanpa Pasien malaria berat/dengan komplikasi
komplikasi) diobati dengan terapi diobati dengan artesunat
kombinasi berbasis artemisinin intravena/intramuskular atau artemeter
(artemisinin based combination intramuskular. Bila keduanya tidak tersedia
therapy/ACT). bisa langsung diberikan Kina HCL.

Pemberian pengobatan dengan ACT Pengobatan harus radikal dengan


harus berdasarkan hasil pemeriksaan penambahan primakuin. Penatalaksanaan
darah mikroskopis atau tes diagnostik kasus malaria berat secara umum
cepat yang positif. mencakup: pemberian obat antimalaria,
penanganan komplikasi dan Pengobatan
simptomatik.
Risk factors
Usia Genetik Pendidikan
Pendidikan merupkan faktor risiko terjadinya
Banyak penyakit lebih sering Beberapa penyakit mempunyai malaria, dimana seseorang yang memiliki
terjadi pada kelompok usia komponen keturunan dan pendidikan rendah maka cenderung
tertentu. dapat diturunkan melalui mempunyai pengetahuan yang rendah akan
keluarga. faktor risiko penyebab terjadinya malaria
(Wibowo, 2017a).

Lingkungan Tempat tinggal Jenis Kelamin


lingkungan dimana manusia Tempat tinggal perdesaan merupakan faktor Perempuan mempunyai
dan nyamuk berada. Nyamuk risiko kejadian malaria, tempat tinggal kecenderungan berperilaku
akan berkembang biak bila daerah perdesaan mempunyai risiko 3,242 baik 1,5 kali dibandingkan
lingkungannya sesuai dengan kali lebih besar untuk terkena malaria laki-laki. Sebagian besar laki-
keadaan yang dibutuhkan utuk dibandingkan tempat tinggal di perkotaan laki.
proses kelangsungan hidupnya (Sutarto, 2017).
(Santjaka, 2013).
Pencegahan Malaria
Pencegahan malaria dapat dicegah dengan berupa (Kemenkes RI, 2017):

1. Menghindari gigitan nyamuk malaria


2. Membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa Untuk membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa dapat dilakukan
beberapa cara yaitu:
• Penyemprotan rumah Penyemprotan insektisida pada rumah di daerah endemis malaria, sebaiknya dilakukan dua
kali dalam setahun dengan interval waktu enam bulan.
• Larvaciding Merupakan kegiatan penyemprotan pada rawa-rawa yang potensial sebagai tempat perindukan
nyamuk malaria.
• Biological control Biological control merupakan kegiatan penebaran ikan kepala timah (panchax-panchax) dan
ikan guppy/ wader cetul (lebistus retculatus), karena ikan-ikan tersebut berfungsi sebagai pemangsa jentik
nyamuk malaria.
3. Mengurangi tempat perindukan nyamuk malaria Tempat perindukan vektor malaria bermacam-macam, tergantung
spesies nyamuknya. Akan tetapi pada daerah yang endemis malaria, masyarakatnya harus menjaga kebersihan
lingkungan.
4. Pemberian obat pencegahan malaria Pemberian obat pencegahan (profilaksis) malaria bertujuan agar tidak terjadinya
infeksi, dan timbulnya gejala-gejala malaria. Hal ini sebaiknya dilakukan pada orang-orang yang melaksanakan
perjalanan ke daerah endemis malaria.
Program Pemerintah Terhadap Malaria
o Kementerian Kesehatan RI memiliki target eliminasi malaria sepenuhnya pada tahun 2030. Pencapaian eliminasi
malaria tahun 2030 dilakukan secara bertahap. Tahapan eliminasi malaria yaitu tingkat kabupaten/kota, provinsi,
regional dan nasional.
o Eliminasi malaria di tingkat kabupaten/kota adalah upaya untuk menghentikan penularan malaria dalam wilayah
geografi tertentu. Pada daerah endemis, malaria masih menjadi masalah kesehatan terutama pada kelompok berisiko
tinggi yaitu ibu hamil dan balita. Malaria dapat mengakibatkan anemia, keguguran, gangguan pertumbuhan dan
perkembangan janin (pada ibu mengandung) dan balita, serta gangguan fisik seperti kegagapan atau gangguan fungsi
kognitif pada otak.

o Dalam upaya mencapai eliminasi malaria tahun 2030, salah satu strategi yang dilakukan pemerintah pusat adalah
mendorong komitmen pemerintah daerah, terutama pada daerah endemis tinggi, dalam hal pengendalian malaria dan
juga dukungan aktif dari segenap pemangku kepentingan dan masyarakat lokal sendiri untuk turut berkontribusi secara
signifikan dalam pencegahan malaria dan mempertahankan status bebas malaria bagi daerah-daerah yang sudah
mencapai status eliminasi malaria.
Filariasis
o Penyakit kaki gajah (lymphatic filariasis) yang selanjutnya disebut filariasis
adalah penyakit menular bersifat menahun yang disebabkan oleh cacing filaria
yang menyerang saluran dan kelenjar getah bening. Penyakit filariasis
merupakan penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan di Indonesia
karena masih berjangkit di sebagian besar wilayah Indonesia dan dapat
menyebabkan kecacatan seumur hidup penderita (Kementerian Kesehatan,
2014).

o Filariasis adalah suatu infeksi sistematik yang disebabkan oleh cacing filarial
yang cacing dewasanya hidup di dalam limfe dan kelenjar limfe manusia dan
ditularkan oleh serangga secara biologi, penyakit ini bersifat menahun (kronis)
dan bila tidak mendapatkan pengobatan akan menimbulkan cacat menetap
berupa pembesaran kaki (disebut elephantiasis / kaki gajah) , pembesaran
lengan , payudara dan alat kelamin wanita maupun laki-laki (Zulkoni A, 2011).
Jenis Vektor Filariasis

 Nyamuk Culex quinguefasciatus Nyamuk ini dapat menyebarkan cacing Wuchereria


bancrofti di perkotaan. Nyamuk ini dikenal dengan nyamuk rumahan karena merupakan
nyamuk yang paling sering dijumpai di rumah-rumah.

 Nyamuk Mansonia Nyamuk ini gemar berada di sekitar tanaman air, misalnya enceng
gondok. Cacing yang di sebarkannya adalah jenis cacing Brugia malayi.

 Nyamuk Aedes Kekhasan dari nyamuk ini adalah warna anggota badannya yang bercorak
(belang) hitam putih. Ada beberapa jenis spesies yang diketahui dapat menyebarkan cacing
filarial di pedesaan, diantaranya Aedes polynesienses dan Aedes pseudosutellariss.

 Nyamuk Anopheles 16 Selain dikenal dapat menyebarkan penyakit malaria, nyamuk ini
diketahui dapat menyebarkan cacing filariasis di pedesaan bergantung pada spesies
nyamuk dan prioritas penyakit yang di timbulkan.
Etiologi
 Cacing yang dapat menyebabkan filariasis terdiri dari 3 spesies cacing filaria yaitu:
Wuchereria bancrofi, Brugaria malayi, dan Brugaria timori. Cacing ini menyerupai
benang dan hidup didalam tubuh manusia terutama dalam kelenjar getah bening dan
darah. Cacing dapat hidup dalam kelenjar getah bening manusia selama 4 – 6 tahun dan
dalam tubuh manusia cacing dewas betina menghasilkan jutaan larva cacing (disebut
microfilaria) (Coutts et al., 2017).

 Cacing filaria memiliki lebih dari 200 spesies dan hanya ada beberapa yang terdapat
pada manusia, spesies filaria yang paling sering menyerang atau menginfeksi manusia
adalah Wuchereria bancrofi, Brugaria timori (di Indonesia), dan Onchocerca volvulus.
Cacing dewasa hidup dalam sistem limfatik, subkutan dan jaringan ikat dalam.Cacing
betina mengeluarkan mikrofilaria (prelarva) yang masih mempunyai selaput telur
(sarung) atau selaput terlepas (tidak bersarung). Mikrofilaria ini sangat aktif, bentuknya
seperti benang dan ditemukan dalam darah perifer atau jaringan kulit (Roziyah, 2015).
Gejala Klnis

Gejala klinis filariasis yang disebabkan oleh cacing dewasa pada sistem limfatik sangat bervariasi. Dalam
perjalanan penyakitnya, filariasis diawali dengan radang saluran getah bening berulang dan berakhir dengan
terjadinya gejala obstruksi menahun (kronis) Perjalanan penyakit dari satu stadium ke stadium berikutnya dapat
diketahui dalam keterangan berikut ini:

1. Periode larva infektif yang menginvasi manusia sampai terjadi mikrofilaremia dalam waktu antara 3-7
bulan.
2. Masa Inkubasi Masa berkembangnya larva infektif di dalam tubuh manusia sampai terjadinya gejala klinis
dalam waktu antara 8-12 bulan setelah orang mengalami gigitan pertama dari nyamuk vektor
3. Gejala klinis akut yang terjadi adalah radang pada saluran getah bening (limfadenitis dan limfangitis)
disertai demam yang dapat mencapai suhu 40,6 0C, menggigil, nyeri kepala, mual, muntah.
Lanjutann

Menurut Kemenkes RI, gejala atau tanda penyakit kaki gajah tahap
menahun (kronis) sebagai berikut (Kemenkes. RI, 2015) :
1. Terjadi pembesaran menetap pada tungkai, lengan, payudara,
kantong buah zakar dan alat kelamin wanita yang
menimbulkan nyeri / rasa tidak nyaman berkepanjangan.
2. Air kencing seperti susu karena banyak mengandung lemak
dan kadang – kadang desertai darah.
3. Sering kencing
4. Kelelahan tubuh dan kehilangan berat badan
Diagnosis

• Diagnosis Klinik ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan klinik. Diagnosis klinik penting dalam
menentukan angka kesakitan akut dan kronik (Acute and Chronic Disease Rate). Pada keadaan
amikrofilaremik (Tidak ditemukan Larva imatur di darah atau kulit dan mencapai tingkat infektif di
dalam tubuh nyamuk). gejala klinis yang mendukung dalam diagnosis filariasis adalah gejala dan
riwayat mengalami limfadenopati regional, limfadenitis berulang serta gejala menahun.
• Diagnosis Parasitologik Diagnosis parasitologik ditegakkan dengan menemukan mikrofilaria pada
pemeriksaan darah jari pada malam hari. Pemeriksaan dapat dilakukan slang hari yaitu 30 menit setelah
pemberian dietilkarbamasin 100 mg. Dari mikrofilaria yang terdeteksi secara morfologis dapat
ditentukan spesies cacing filaria (Astuti & dkk, 2013).
• Diagnosis Epidemiologik Endemisitas filariasis pada suatu daerah diketahui dengan menentukan
microfilarial rate (mf rate), Acute Disease Rate (ADR) dan Chronic Disease Rate (CDR) dengan
memeriksa sedikitnya 10% dari jumlah penduduk.
Cara Penularan Filariasis

 Tahap Perkembangan dalam tubuh nyamuk (vektor) Saat nyamuk (vektor)


menghisap darah penderita (mikrofilaremia) beberapa mikrofilaria ikut
terhisap bersama darah dan masuk dalam lambung . Beberapa saat setelah
berada dalam lambung nyamuk, mikrofilaria melepas selubung, kemudian
menerobos dinding lambung menuju ke rongga badan dan selanjutnya ke
jaringan otot thoraks. Di dalam jaringan otot thoraks, larva stadium 1 (L1)
berkembang menjadi bentuk larva stadium II (L2) dan selanjutnya
berkembang menjadi larva stadium III (L3) yang infektif. Waktu untuk
perkembangan dari L1 menjadi L3 (masa inkubasi ekstrinsik) selanjurnya L3
bergerak menuju proboscis (alat tusuk) nyamuk dan akan dipindahkan ke
manusia pada saat nyamuk menggigit.

 Tahap Perkembangan dalam tubuh manusia dan hewan perantara (hospes


reservoir) Di dalam tubuh manusia L3 akan menuju sistem limfe dan
selanjutnya tumbuh menjadi cacing dewasa jantan atau betina. Melalui
kopulasi, cacing betina menghasilkan mikrofiliaria yang beredar dalam darah.
Secara periodik seekor cacing betina akan mengeluarkan sekitar 50.000 larva
setiap hari. Perkembangan L3 menjadi cacing dewasa dan menghasilkan
microfilaria untuk Wuchereria Bancrofti selama 9 bulan dan untuk Brugia
Malayi dan Brugia Timori selama 3 bulan.
Pencegahan Filariasis
Menurut Zulkoni pencegahan penyakit filariasis dapat dilakukan oleh masyarakat adalah sebagai
berikut (Zulkoni A, 2011):

 Bagi penderita filariasis, diharapkan kesadarannya untuk memeriksakan kedokter dan


mendapatkan penanganan obat-obatan,sehingga tidak menyebarkan penularan kepada
masyarakat lainnya. Untuk itulah perlu adanya pendidikan dan pengenalan penyakit kepada
penderita dan warga sekitarnya.
 Berusaha menghindarkan diri dari gigitan vektor (mengurangi kontakdengan vektor), dengan
cara : Menggunakan kelambu sewaktu tidur Menutup ventilasi rumah dengan kawat kasa
nyamuk Menggunakan obat anti nyamuk Tidak menggantung pakaian
 Pengelolaan lingkungan melalui: Memberantas nyamuk dengan membersihkan tanaman air
pada rawarawa yang merupakan tempat perindukan nyamuk Menimbun, mengeringkan atau
mengalirkan genangan air sebagai tempat perindukan nyamuk dan Membersihkan semak-
semak di sekitar rumah
Pengobatan Filariasis
• Melakukan pengobatan dengan menggunakan diethilcarbamazine
citrate (DEC, Banocide®, Hetrazan®, Notezine®)
• Diberikan DEC 3x1 tablet 100mg selama 10 hari berturut-turut
dan parasetamol 3x1 tablet 500 mg dalam 3 hari pertama.
• Diethylcarbamazine bekerja dengan cara membunuh cacing yang
ada di dalam darah.
• Pengobatan ini terbukti lebih efektif bila diikuti dengan
pengobatan setiap tahun sekali menggunakan DEC dosis rendah
(25-50 mg/kg BB) selama 5 tahun berturut-turut atau konsumsi
garam yang diberi DEC (02-0,4 mg/kg BB) selama 5 tahun
(Zulkoni A, 2011).
Faktor Risiko Filariasis
1. Usia : Filariasis menyerang pada semua kelompok umur. Masyarakat dengan umur 45 tahun lebih berisiko mengalami kejadian
penyakit filariasis (Afra et al., 2017). Ditemukan 90 persen diantara kelompok kasus kejadian filariasis tinggi terjadi pada
kelompok umur diatas 50 tahun (Irfan et al., 2018).

2. Jenis Kelamin : Insiden filariasis pada laki-laki lebih tinggi daripada insiden filariasis pada perempuan karena umumnya laki-laki
lebih sering kontak dengan vektor karena pekerjaannya (Juwita, 2020). Laki-laki memiliki risiko lebih besar terkena nyamuk
penular filariasis karena beraktivitas di luar ruangan pada malam hari (Santoso et al., 2013).

3. Pendidikan :Tingkat pendidikan sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap kejadian filariasis tetapi umumnya
mempengaruhi jenis pekerjaan dan perilaku kesehatan seseorang sebagaimana yang dipaparkan dalam penelitian Fatie bahwa ada
hubungan pendidikan dengan kejadian filariasis (Fatie et al., 2016).

4. Pekerjaan : Pekerjaan pada malam hari ada hubungan dengan kejadian filariasis, hal ini sesuai dengan penelitian (Windiastuti,
2013). Pekerjaan yang berisiko terhadap kejadian filariasis salah satunya adalah petani. Petani memiliki risiko sebesar 2,21 kali
lebih besar untuk terinfeksi filariasis (Chesnais et al., 2019).

5. Tempat Tinggal Tempat potensial perkembangbiakan nyamuk antara lain di genangan air, mata air, dan saluran air dengan
ketinggian tempat 25- 117 m/dpl (Tallan & Mau, 2016).
Penanganan pada penderita penyakit
Filariasis
Penanganan dasar pada penderita penyakit filariasis menurut Departemen kesehatan Republik Indonesia
(2008):

1. Masyarakat perlu melapor kepada sarana kesehatan tentang daerah endemis suatu penyakit menular.
Laporan dari masyarakat tentang informasi ditemukan mikrofilaria memberikan gambaran luasnya
trasmisi filariasis di suatu daerah.
2. Perlindungan penderita dari gigitan nyamuk penular penyakit.
3. Pengobatan dengan obat diethylcarbamazine citrate (DEC) dan Ivermectin yang memberikan hasil
sebagian atau seluruh mikrofilaria hilang dari darah, namun tidak membunuh semua cacing dewasa.
Mikrofilaria dapat muncul kembali setelah pengobatan. Dengan demikian, pengobatan harus diulangi
dalam waktu satu tahun (Depkes RI, 2008).
Program Elimasi Filariasis

• Program eliminasi filariasis yang diupayakan Kemenkes telah diikuti oleh sebagian besar kabupaten
terutama kabupaten/kota endemis filariasis. Laporan tahun 2016 menyebutkan bahwa dari 514
kabupaten/kota terdapat 236 kabupaten/kota yang endemis filariasis dan hanya 181 kabupaten/kota yang
sedang melaksanakan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) filariasis 51 kabupaten/kota telah
selesai melakukan POPM, dan dari 51 kabupaten/kota 29 yang selesai POPM, 8 Kabupaten/kota telah
mendapatkan sertifikasi filariasis dan 43 lainnya pada tahap Survey (preTAS danTAS) (Retno, 2012).

• Perkembangan upaya pengobatan filariasis di Indonesia sampai dengan tahun 2016 meliputi 236 kabupaten
kota endemis, masih 4 kabupaten/kota yang belum melaksanakan POPM sama sekali, dengan demikian
mereka baru melakukan POPM pada bulan Juli 2017.
Sekian
Dan Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai