Anda di halaman 1dari 6

1. Apa etiologi dan faktor risiko pada kasus di scenario?

(aisah)
Etiologi
Keempat spesies parasit malaria menyebabkan jenis penyakit malaria yang berbeda,
yaitu :
 Plasmodium falciparum  Menyebabkan malaria falsiparum (disebut juga malaria
tropika), merupakan jenis penyakit malaria yang terberat dan satu-satunya parasit
malaria yang menimbulkan penyakit mikrovaskular, karena dapat menyebabkan
berbagai komplikasi berat seperti cerebral malaria (malaria otak), anemia berat,
syok, gagal ginjal akut, perdarahan, sesak nafas, dll.
 Plasmodium vivax  Menyebabkan malaria tertiana. Tanpa pengobatan: berakhir
dalam 2 – 3 bulan. Relaps 50% dalam beberapa minggu – 5 tahun setelah penyakit
awal.
 Plasmodium malariae  Menyebabkan malaria quartana. Asimtomatis dalam
waktu lama.
 Plasmodium ovale  Jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika
dan Pasifik Barat. Lebih ringan. Seringkali sembuh tanpa pengobatan.
Roach, R. R. (2012) ‘Malaria’, Tropical Pediatrics: A Public Health Concern of International
Proportions: Second Edition, 4(2), pp. 287–297.
Factor risiko
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Malaria
1. Faktor Manusia (Host)
Manusia
1) Umur  Anak-anak lebih rentan terhadap infeksi malaria. Anak yang bergizi baik
justru lebih sering mendapat kejang dan malaria selebral dibandingkan dengan
anak yang bergizi buruk. Akan tetapi anak yang bergizi baik dapat mengatasi
malaria berat dengan lebih cepat dibandingkan anak bergizi buruk.
2) Jenis kelamin  Perempuan mempunyai respon yang kuat dibandingkan laki-laki
tetapi apabila menginfeksi ibu yang sedang hamil akan menyebabkan anemia yang
lebih berat.
3) Imunitas  Orang yang pernah terinfeksi malaria sebelumnya biasanya terbentuk
imunitas dalam tubuhnya terhadap malaria demikian juga yang tinggal di daerah
endemis biasanya mempunyai imunitas alami terhadap penyakit malaria.
4) Ras  Beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai kekebalan
alamiah terhadap malaria, misalnya sickle cell anemia dan ovalositas.
5) Status gizi  Masyarakat yang gizinya kurang baik dan tinggal di daerah endemis
malaria lebih rentan terhadap infeksi malaria.
2. Faktor Lingkungan
1) Suhu udara  Suhu udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus
sporogoni atau masa inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu)
makin pendek masa inkubasi ekstrinsik, dan sebaliknya makin rendah suhu makin
panjang masa inkubasi ekstrinsik.
2) Kelembaban udara  Kelembaban yang rendah akan memperpendek umur
nyamuk. Kelembaban mempengaruhi kecepatan berkembang biak, kebiasaan
menggigit, istirahat, dan lain-lain dari nyamuk. Tingkat kelembaban 60%
merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada
kelembaban yang tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit,
sehingga meningkatkan penularan malaria.
3) Ketinggian  Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin
bertambah. Hal ini berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata. Pada ketinggian
di atas 2000 m jarang ada transmisi malaria. Ketinggian paling tinggi masih
memungkinkan transmisi malaria ialah 2500 m di atas permukaan laut.
4) Angin  Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam yang
merupakan saat terbangnya nyamuk ke dalam atau keluar rumah, adalah salah
satu faktor yang ikut menentukan jumlah kontak antara manusia dengan nyamuk.
Jarak terbang nyamuk (flight range) dapat diperpendek atau diperpanjang
tergantung kepada arah angin. Jarak terbang nyamuk Anopheles adalah terbatas
biasanya tidak lebih dari 2-3 km dari tempat perindukannya. Bila ada angin yang
kuat nyamuk Anopheles bisa terbawa sampai 30 km.
5) Hujan  Hujan berhubungan dengan perkembangan larva nyamuk menjadi bentuk
dewasa. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis hujan, derasnya hujan,
jumlah hari hujan jenis vektor dan jenis tempat perkembangbiakan (breeding
place). Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembang
biaknya nyamuk Anopheles.
6) Pekerjaan  Hutan merupakan tempat yang cocok bagi peristirahatan maupun
perkembangbiakan nyamuk (pada lubang di pohon-pohon) sehingga menyebabkan
vektor cukup tinggi. Menurut Manalu (1997), masyarakat yang mencari nafkah ke
hutan mempunyai risiko untuk menderita malaria karena suasana hutan yang
gelap memberikan kesempatan nyamuk untuk menggigit.
7) Pemakaian kelambu  Beberapa penelitian membuktikan bahwa pemakaian
kelambu secara teratur pada waktu tidur malam hari mengurangi kejadian malaria.

Babba, Ikrayama. Faktor-faktor risiko yang mempengaruhi kejadian malaria (studi


kasus di wilayah kerja puskesmas hamadi kota jayapura). Diss. program
Pascasarjana Universitas Diponegoro, 2007.

2. Apa vector dari malaria dan bagaimana daur hidup plasmodium falciparum? (maharani)
3. Bagaimana hubungan riwayat bepergian pasien dengan kasus di scenario? (vania)

4. Bagaimana profilaksis pada malaria? (yusuf)


Upaya pencegahan malaria adalah dengan meningkatkan kewaspadaan terhadap
risiko malaria, mencegah gigitan nyamuk, pengendalian vektor dan kemoprofilaksis.
Pencegahan gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan menggunakan kelambu
berinsektisida, repelen, kawat kasa nyamuk dan lain-lain.
Obat yang dapat digunakan untuk kemoprofilaksis adalah doksisiklin dengan dosis
100mg/hari. Obat ini diberikan 1 hari sebelum bepergian, selama berada di daerah
tersebut sampai 4 minggu setelah kembali. Tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan anak
dibawah umur 8 tahun dan tidak boleh diberikan lebih dari 6 bulan.

5. Mengapa pasien mengalami demam terus menerus disertai periode badan menggigil
selama 20 – 30 menit dan berkeringat dan suhu kembali normal? (annisa)
6. Bagaimana hubungan antara anemia dan ikterik dengan penyakit yang dialami pasien
sekarang? (yusuf)
7. Bagaimana pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada kasus di scenario? (aulia)
Pemeriksaan fisik
a. Suhu tubuh aksiler > 37,5 °C
b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
c. Sklera ikterik
d. Pembesaran Limpa (splenomegali)
e. Pembesaran hati (hepatomegali)
Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan dengan mikroskop Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di
Puskesmas/lapangan/ rumah sakit/laboratorium klinik untuk menentukan:
 Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
 Spesies dan stadium plasmodium.
 Kepadatan parasit/jumlah parasit.
b. Pemeriksaan dengan uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test) Mekanisme kerja
tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metoda
imunokromatografi. Sebelum menggunakan RDT perlu dibaca petunjuk penggunaan
dan tanggal kadaluarsanya. Pemeriksaan dengan RDT tidak digunakan untuk
mengevaluasi pengobatan.
Kemenkes, R. I. "Buku Saku Tatalaksana Kasus Malaria." Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (2018).

8. Bagaimana manifestasi klinis pada kasus di scenario? (ryantha)


Menurut berat-ringannya gejala malaria dapat dibagi menjadi 2 jenis :
A. Gejala malaria ringan (malaria tanpa komplikasi)
Gejala-gejala umum
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria (malaria proxym) secara berurutan
yang disebut trias malaria, yaitu :
1) Stadium dingin (cold stage) Stadium ini berlangsung + 15 menit sampai dengan 1
jam. Dimulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin, gigi gemeretak, nadi
cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jari pucat kebiru-biruan (sianotik), kulit kering dan
terkadang disertai muntah.
2) Stadium demam (hot stage) Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam. Penderita merasa
kepanasan. Muka merah, kulit kering, sakit kepala dan sering kali muntah. Nadi
menjadi kuat kembali, merasa sangat haus dan suhu tubuh dapat meningkat
hingga 41C atau lebih. Pada anak-anak, suhu tubuh yang sangat tinggi dapat
menimbulkan kejang-kejang.
3) Stadium berkeringat (sweating stage) Stadium ini berlangsung + 2 – 4 jam.
Penderita berkeringat sangat banyak. Suhu tubuh kembali turun, kadang-kadang
sampai di bawah normal. Setelah itu biasanya penderita beristirahat hingga
tertidur. Setelah bangun tidur penderita merasa lemah tetapi tidak ada gejala lain
sehingga dapat kembali melakukan kegiatan sehari-hari.
Gejala klasik (trias malaria) berlangsung selama 6 – 10 jam, biasanya dialami oleh
penderita yang berasal dari daerah non endemis malaria, penderita yang belum
mempunyai kekebalan (immunitas) terhadap malaria atau penderita yang baru pertama
kali menderita malaria. Di daerah endemik malaria dimana penderita telah mempunyai
kekebalan (imunitas) terhadap malaria, gejala klasik timbul tidak berurutan, bahkan tidak
selalu ada, dan seringkali bervariasi tergantung spesies parasit dan imunitas penderita. Di
daerah yang mempunyai tingkat penularan sangat tinggi (hiperendemik) seringkali
penderita tidak mengalami demam, tetapi dapat muncul gejala lain, misalnya: diare dan
pegal-pegal. Hal ini disebut sebagai gejala malaria yang bersifat lokal spesifik.
Gejala klasik (trias malaria) lebih sering dialami penderita malaria vivax, sedangkan
pada malaria falciparum, gejala menggigil dapat berlangsung berat atau malah tidak ada.
Diantara 2 periode demam terdapat periode tidak demam yang berlangsung selama 12
jam pada malaria falciparum, 36 jam pada malaria vivax dan ovale, dan 60 jam pada
malaria malariae.

B. Gejala malaria berat (malaria dengan komplikasi)


Penderita dikatakan menderita malaria berat bila di dalam darahnya ditemukan parasit
malaria melalui pemeriksaan laboratorium Sediaan Darah Tepi atau Rapid Diagnostic Test
(RDT) dan disertai memiliki satu atau beberapa gejala/komplikasi berikut ini:
1) Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat (mulai dari koma sampai penurunan
kesadaran lebih ringan dengan manifestasi seperti: mengigau, bicara salah, tidur
terus, diam saja, tingkah laku berubah)
2) Keadaan umum yang sangat lemah (tidak bisa duduk/berdiri)
3) Kejang-kejang
4) Panas sangat tinggi
5) Mata atau tubuh kuning
6) Tanda-tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir
kering, produksi air seni berkurang)
7) Perdarahan hidung, gusi atau saluran pencernaan
8) Nafas cepat atau sesak nafas
9) Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum
10) Warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman
11) Jumlah air seni kurang sampai tidak ada air seni
12) Telapak tangan sangat pucat (anemia dengan kadar Hb kurang dari 5 g%) Penderita
malaria berat harus segera dibawa/dirujuk ke fasilitas kesehatan untuk
mendapatkan penanganan semestinya.

Roach, R. R. (2012) ‘Malaria’, Tropical Pediatrics: A Public Health Concern of International


Proportions: Second Edition, 4(2), pp. 287–297.

9. Apa diagnosis utama dan diagnosis banding yang dialami pasien pada kasus diskenario?
(tegar)
Diagnosis utama : malaria
Diagnosis banding: demam tiphoid, demam dengue
Perbedaan tipe demam
 Demam tifoid  Demam lebih dari 7 hari ditambah keluhan sakit kepala, sakit
perut (diare, obstipasi), lidah kotor, bradikardia relatif, roseola, leukopenia,
limfositosis relatif, aneosinofilia, uji serologi dan kultur.
 Demam dengue  Demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari, disertai keluhan
sakit kepala, nyeri tulang, nyeri ulu hati, sering muntah, uji torniquet positif,
penurunan jumlah trombosit dan kenaikan kadar hemoglobin dan hematokrit dan
tes serologi (antigen dan antibodi).
 Malaria  demam muncul sesuai berdasarkan etiologi dari malaria, dan disertai
dengan keringat berlebihan dan muncul rasa Lelah
Kemenkes, R. I. "Buku Saku Tatalaksana Kasus Malaria." Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (2018).
10. Bagaimana tatalaksana untuk pasien di scenario dan latar belakang diberinya tatalaksana
tersebut? (fanindy)

Anda mungkin juga menyukai