Anda di halaman 1dari 30

PROPOSAL TENTANG MALARIA

Oleh :

JESICA KETERINA KELBULAN

JURUSAN KESEHATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES

JAYAPURA

1
A.Latar Belakang

Malaria merupakan salah satu penyakit yang ditularkan melalui vektor

nyamuk anopheles dan menjadi masalah kesehatan di banyak daerah tropis dan

subtropis. Penyakit ini dapat menyebabkan kematian terutama pada anak-anak

dan ibu hamil yang mudah terinfeksi (Sembel, 2009).

WHO menyatakan setiap tahunnya malaria menyebabkan kematian lebih

dari 600 juta jiwa (WHO, 2012). Indonesia terdapat 343.527 kasus positif

malaria pada tahun 2013 (Liputan 6,2014). Kasus malaria tersebut banyak

ditemukan di daerah Indonesia Timur yaitu Nusa Tenggara Timur 16,37%,

Papua 42,65 %, dan Papua Barat 38,44% (Zanel Farha Wilda. 2014) .

Penyakit malaria terutama disebabkan oleh empat spesies parazit protozoa

(Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmopdium ovale dan

Plasmodium malariae) yang menginfeksi sel darah merah manusia. (Saxena S,

2003). Penyebaran malaria disebabkan oleh berbagai faktor seperti mobilitas

penduduk yang relatif tinggi, perilaku masyarakat yang memungkinkan

tejadinya penularan, resistensi obat malaria serta perubahan lingkungan yang

tidak terkendali dapat menimbulkan tempat perindukan nyamuk malaria

(Rathnam, 2007).

Kejadian malaria terjadi karena interaksi antara pejamu, lingkungan dan

agen penyebab penyakit itu sendiri. Manusia sebagai host intermediate malaria,
2
memiliki karakteristik dan perilaku yang memudahkan untuk terjadinya

penyakit. Beberapa kebiasaan seperti tidak menggunakan kelambu, repelen,

obat anti nyamuk dan kawat kasa memudahkan terjadinya kontak dengan

nyamuk infeksius. Demikian juga dengan keadaan lingkungan yang sesuai

dengan kebutuhan hidup nyamuk dan didukung oleh perilaku manusia,

meningkatkan risiko terjadinya kontak yang menyebabkan terjadinya penyakit

malaria ini (Suwendra, 2003).

Upaya penanggulangan penyakit malaria di Indonesia dapat dipantau

dengan menggunakan indicator Annual Parasite Incidience (API). Annual

Parasite Incidience (API) merupakan angka kesakitan malaria (berdasarkan

hasil pemeriksaan laboratorium) per 1000 penduduk dalam 1 tahun dinyatakan

dalam permil (0/00) dan bertujuan untuk mengetahui insiden penyakit malaria

pada satu daerah tertentu dalam satu tahun. Terjadinya penurunan angka kasus

malaria atau API di Indonesia dari tahun 1990 hingga 2013. Semula 4,68 kasus

setiap 1.000 penduduk, tahun 2013 menurun menjadi 1,38 kasus setiap 1.000

penduduk. Bila dilihat per provinsi dari tahun 2008 – 2009 provinsi dengan API

yang tertinggi adalah Papua Barat, NTT dan Papua. (Depkes RI, 2013).

Masih tingginya angka kejadian malaria di Indonesia, dipengaruhi oleh

tingkat pendidikan yang masih rendah serta sikap pencegahan dan pengobatan

yang kurang baik pada saat kejadian malaria (Zega, 2006).

3
Malaria menjadi semakin sulit diatasi dan diperkirakan akan menjadi

hambatan bagi keberhasilan pembangunan kesehatan, oleh karena kejadian

kesakitan dapat berlangsung berulang kali dan menyebabkan kematian. Seorang

penderita malaria bisa mengalami serangan ulang sebanyak 35-40 kali selama

periode 3-4 tahun (Barbanas, 2003). Serangan ulang malaria antara lain

berkaitan dengan eliminasi parasit fase eritrosit yang tidak sempurna karena

pengobatan yang tidak adekuat dengan obatan-obatan skizontisida darah,

reaktifasi bentuk hipnozoit, rendahnya respon imun atau adanya reinfeksi

dengan plasmodium baru. Untuk jangka panjang serangan malaria berulang

dapat berpengaruh terhadap prestasi akademik terutama pada anak-anak

(Fernando et.al, 2004).

Angka Annual Parasite Incidience (API) di NTT pada tahun 2012

diperoleh 112.903 kasus malaria (Dinkes Prov NTT, 2012). Dari 16 kabupaten

yang tersebar di empat pulau utama (Timor, Flores, Sumba, dan Alor) di

provinsi NTT, Kabupaten Timor Tengah Selatan merupakan kabupaten dengan

AMI tertinggi yang berada di pulau timor dengan jumlah 7.820 kasus malaria

(Dinkes Prov NTT, 2012).

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul GAMBARAN KEJADIAN MALARIA DI KABUPATEN

TIMOR TENGAH SELATAN PADA TAHUN 2014 dengan harapan tulisan

4
ini dapat menjadi acuan bagi intansi terkait untuk mengambil tindakan

pemberantasan malaria.

A. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah dari penilitian ini

adalah bagaimana gambaran kejadian malaria di kabupaten Timor Tengah

Selatan pada tahun 2014.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Menggambarkan kejadian malaria di Kabupaten Timur Tengah Selatan

2. Tujuan khusus

a. Mendeskripksikan prevalensi kejadian malaria di Kabupaten Timur

Tengah Selatan yang diambil dari data sekunder Dinas Kesehatan

Kabupaten Timur Tengah Selatan tahun 2014.

b. Untuk mengetahui karateristik penderita yang positif malaria di

Kabupaten Timor Tengah Selatan.

c. Untuk mengetahui tempat perkembangbiakan nyamuk di daerah sekitar

Kabupaten Timur Tengah Selatan.

C. Manfaat Penelitian

1. Bagi masyarakat

5
Memberikan informasi kepada masyarakat mengenai faktor-faktor yang

berhubungan dengan penyakit malaria, agar masyarakat mengetahui cara

pencegahan dan pengendalian penyakit malaria, serta menjaga

membersihkan dan memperhatikan lingkungan sekitarnya.

2. Bagi Instansi terkait

Sebagai bahan masukan kepada Instansi terkait agar memberikan

informasi dan penyuluhan kepada masyarakat mengenai penyakit malaria

dan bahan pertimbangan bagi puskesmas dalam program pemberantasan

penyakit malaria.

3. Bagi institusi

Untuk menambah informasi untuk peneliti lainnya yang berhubungan

dengan kejadian malaria.

4. Bagi peneliti

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis mengenai malaria.

D. Tinjauan Pustaka

1. Definisi malaria

Istilah malaria diambil dari dua kata Bahasa Italia, yaitu mal (buruk)

dan area (udara) atau udara buruk. Karena dahulu banyak terdapat di daerah

rawa-rawa yang mengeluarkan bau busuk. Malaria adalah penyakit infeksi

parasite yang disebabkan oleh Plasmodium yang menyerang eritrosit dan

ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah. Infeksi

6
malaria ini memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan

splenomegaly. Dapat berlangsung akut ataupun kronik (Harijanto P N,

2006).

Malaria adalah penyakit menular endemik di banyak daerah hangat di

dunia, disebabkan oleh protozoa obligat seluler genus Plasmodium,

biasanya ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles yang terinfeksi.

Penyakit ini ditandai dengan keadaan tak berdaya dengan demam tinggi

paroksismal, serangan menggigil, berkeringat, anemia dan splenomegaly

yang dapat menyebabkan kematian, sering menyebabkan komplikasi berat,

malaria selebral dan anemia. Interval antara tiap serangan kadangkala

periodik, ditentukan oleh waktu yang diperlukan untuk berkembangnya satu

generasi baru parasit di dalam tubuh. Setelah permulaan penyakit ini, dapat

diikuti perjalanan penyakit yang kronik atau baik. Disebut jugaplaudism.

Nama lamanya mencakup ague dan jungle, malarial (Kamus Kedokteran

DORLAND, edisi 29, hal. 1279).

2. Etiologi malaria

7
Menurut Soedarto (2011), malaria disebabkan oleh protozoa dari

genus Plasmodium yang dapat menimbulkan infeksi pada manusia yaitu :

a. Plasmodium falciparum

Plasmodium falciparum penyebab penyakit Malaria Tropika / Malaria

Falciparum.

b. Plasmodium vivax

Plasmodium vivax penyebab penyakit Malaria Tertiana.

c. Plasmodium malariae

Plasmodium malariae penyebab penyakit Malaria Kuartana.

d. Plasmodium ovale

Plasmodium ovale penyebab penyakit Malaria Ovale.

3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penyebaran malaria

Secara umum penyebaran penyakit malaria sangat dipengaruhi oleh tiga

faktor yang saling mendukung yaitu host, agent dan environment sesuai

teori The Traditional (Ecological) Model yang dikemukakan oleh Dr.John

Gordon (Kodim,1999).

a. Faktor Host (Manusia dan Nyamuk)

Host pada penyakit malaria terbagi atas dua yaitu Host Intermediate

(manusia) dan Host Definitif (nyamuk). Manusia disebut sebagai Host

Intermediate (penjamu sementara) karena di dalam tubuhnya terjadi

siklus aseksual parasit malaria. Sedangkan nyamuk Anopheles spp

8
disebut sebagai Host Definitif (penjamu tetap) karena di dalam tubuh

nyamuk terjadi siklus seksual parasit malaria (Depkes,1999).

1) Host intermediate

Pada dasarnya setiap orang dapat terinfeksi oleh agent biologis

(Plasmodium), tetapi ada beberapa faktor intrinsik yang dapat

memengaruhi kerentanan host terhadap agent yaitu usia, jenis kelamin,

ras, riwayat malaria sebelumnya, gaya hidup, sosial ekonomi, status

gizi dan tingkat immunisasi.

a) Usia, bagi anak laki-laki lebih rentan terhadap infeksi penyakit

malaria.

b) Jenis kelamin, perbedaan jenis kelamin tidak berpengaruh terhadap

kerentanan individu, tetapi bila malaria terjadi pada wanita hamil

akan menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan ibu dan anaknya,

seperti anemia berat, berat badan lahir rendah (BBLR), abortus,

partus prematur dan kematian janin intrauterine.

c) Ras, beberapa ras manusia atau kelompok penduduk mempunyai

kekebalan alamiah terhadap malaria, misalnya : orang Negro di

Afrika Barat dan keturunannya di Amerika dengan golongan darah

Duffy (-) tidak dapat terinfeksi oleh Plasmodium vivax karena

golongan ini tidak mempunyai reseptornya (Pribadi, 1994).

9
d) Riwayat malaria sebelumnya, orang yang pernah terinfeksi malaria

sebelumnya biasanya akan terbentuk immunitas sehingga akan

lebih tahan terhadap infeksi malaria berikutnya.

e) Cara hidup, kebiasaan tidur tidak memakai kelambu dan sering

berada di luar rumah pada malam hari sangat rentan terhadap

infeksi malaria.

f) Sosial ekonomi, keadaan sosial ekonomi masyarakat yang

bertempat tinggal di daerah endemis malaria erat hubungannya

dengan infeksi malaria. Status gizi, keadaan gizi agaknya tidak

menambah kerentanan terhadap malaria.

Ada beberapa studi yang menunjukkan bahwa anak yang bergizi

baik justru lebih sering mendapat kejang dan malaria selebral

dibandingkan dengan anak yang bergizi buruk. Tetapi anak yang

bergizi baik dapat mengatasi malaria berat dengan lebih cepat

dibanding anak yang bergizi buruk.

2) Host definitive

Host definitif yang paling berperan dalam penularan penyakit

malaria dari orang yang sakit malaria kepada orang yang sehat adalah

nyamuk Anopheles spp betina. Hanya nyamuk Anopheles spp betina

yang menghisap darah untuk pertumbuhan telurnya. Host definitif ini

sangat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu : perilaku nyamuk itu sendiri

10
dan faktor-faktor lain yang mendukung (Depkes, 1999). Perilaku

nyamuk, pada prinsipnya perilaku nyamuk dapat dibagi menjadi empat

kategori, yaitu perilaku hidup, perilaku berkembangbiak, perilaku

mencari darah dan perilaku beristirahat.

a) Perilaku nyamuk, suatu daerah akan disenangi nyamuk sebagai

habitatnya apabila daerah tersebut memenuhi syarat sebagai

berikut : tersedia tempat beristirahat, tersedia tempat untuk

mencari darah dan tersedia tempat untuk berkembangbiak.

b) Perilaku berkembangbiak, masing-masing jenis nyamuk

mempunyai kemampuan untuk memilih tempat berkembangbiak

sesuai dengan kesenangan dan kebutuhannya, misalnya Anopheles

sundaicus lebih senang di air payau dengan kadar garam 12 – 18‰

dan terkena sinar matahari langsung, sedangkan Anopheles

maculatus lebih senang di air tawar dan terlindung dari sinar

matahari (teduh).

c) Perilaku mencari darah, hanya nyamuk Anopheles spp betina yang

menghisap darah dibutuhkan untuk pertumbuhan telurnya. Bila

dipelajari lebih jauh perilaku nyamuk mencari darah terbagi atas

empat hal yaitu :

11
(1) Berdasarkan waktu menggigit, mulai senja hingga tengah

malam dan menggigit mulai tengah malam hingga dini hari

pagi,

(2) Berdasarkan tempat, eksopagik (lebih suka menggigit di luar

rumah) dan endopagik (lebih suka menggigit di dalam rumah),

(3) Berdasarkan sumber darah, anthropofilik (lebih suka menggigit

manusia) dan zoofilik (lebih suka menggigit hewan) dan

Anthrozoofilik (lebih suka menggigit manusia dan hewan),

(4) Berdasarkan frekuensi menggigit, tergantung spesiesnya dan

dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban yang disebut

dengan siklus gonotrofik. Untuk daerah tropis biasanya siklus

ini berlangsung sekitar 48-96 jam.

d) Perilaku istirahat,

(1) Istirahat berdasarkan kebutuhan yaitu istirahat sebenarnya yang

merupakan masa menunggu proses perkembangan telur dan

istirahat sementara, yaitu masa sebelum dan sesudah mencari

darah,

(2) Istirahat berdasarkan kesukaan, eksofilik (lebih suka

beristirahat di luar rumah) dan endofilik (lebih suka istirahat di

dalam rumah).

12
3) Faktor lain yang mendukung :

a) Umur nyamuk, semakin panjang umur nyamuk semakin besar

kemungkinannya untuk menjadi penular atau vektor malaria.

b) Kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit.

c) Frekuensi menggigit manusia.

d) Siklus gonotrofik yaitu waktu yang diperlukan untuk

mematangkan sel telur sebagai indikator untuk mengukur interfal

menggigit nyamuk pada objek yang digigit (manusia).

b. Faktor Agent (Plasmodium)

Pada tahun 1880 Charles Louis Alphonso Laveran di Al Jazair

menemukan parasit malaria dalam darah manusia. Selanjutnya pada

tahun 1886 Golgi di Italia menemukan Palasmodium vivax dan

Plasmodium malariae, serta pada tahun 1890 Celli dan Marchiava

menemukan Plasmodium falciparum (Pribadi, 1994). Parasit malaria

yang terdapat pada manusia ada empat spesies yaitu :

1) Plasmodium falciparum penyebab malaria tropika yang menyebabkan

malaria berat.

2) Plasmodium vivax penyebab malaria tertiana.

3) Plasmodium malariae penyebab malaria quartana.

4) Plasmodium ovale spesies ini banyak dijumpai di Afrika dan Fasifik

Barat (Depkes, 1999).

13
c. Faktor Environment (Lingkungan)

Faktor lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan dimana manusia

dan nyamuk berada yang memungkinkan terjadinya penularan malaria

setempat (indigenous), lingkungan tersebut terbagi atas lingkungan fisik,

lingkungan kimia, lingkungan biologik dan lingkungan sosial budaya.

1) Lingkungan fisik : meliputi suhu, kelembaban, hujan, ketinggian,

angin, sinar matahari dan arus air.

2) Lingkungan kimia : meliputi kadar garam yang cocok untuk

berkembangbiaknya nyamuk Anopheles sundaicus.

3) Lingkungan biologik : adanya tumbuhan, lumut, ganggang, ikan

kepala timah, gambusia, nila sebagai predator jentik Anopheles spp,

serta adanya ternak sapi, kerbau dan babi akan mengurangi frekuensi

gigitan nyamuk pada manusia.

4) Lingkungan sosial budaya : meliputi kebiasaan masyarakat berada di

luar rumah, tingkat kesadaran masyarakat terhadap bahaya penyakit

malaria dan pembukaan lahan dengan peruntukannya yang

memengaruhi derajat kesehatan masyarakat dengan banyak

menimbulkan breading places potensial untuk berkembangbiaknya

nyamuk Anopheles spp (Depkes, 2003).

14
4. Gejala klinis

Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan

oleh Plasmodium mempunyai gejala klinis umum dan gejala spesifik yaitu

sebagai berikut

a. Gejala umum malaria adalah sebagai berikut :

1) Keluhan-keluhan prodromal

Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya

demam, berupa: malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang,

nyeri pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan

dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal

sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P.

falciparum dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas (Nugroho,

2000).

2) Demam

Gejala-gejala umum malaria yaitu terjadinya demam malaria secara

berurutan (Sudoyo, 2007) :

a) Stadium menggigil

Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita

sering membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat

menggigil, sering seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis

15
seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit

sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.

b) Stadium puncak demam

Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi cepat

dan panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40 oC atau lebih,

penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala,

nyeri retroorbital, muntah-muntah dan dapat terjadi syok. Periode

ini berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau

lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.

c) Stadium berkeringat

Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh,

penderita merasa capek dan sering tertidur. Bial penderita bangun

akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.

b. Gejala Spesifik

Menurut Zulkoni (2011) Gejala spesifik biasanya mulai timbul dalam

waktu 10-35 hari setelah parasit masuk ke dalam tubuh manusia melalui

gigitan nyamuk. Gejala awalnya seringkali berupa demam ringan yang

hilang timbul sakit kepala, sakit otot dan menggigil, bersamaan dengan

perasaan tidak enak badan. Gejala ini berlangsung 2-3 hari

Pada malaria falciparum bias terjadi kelainan fungsi otak, yaitu suatu

komplikasi yang disebut malaria slebral. Gejalanya adalah demam

16
minimal dengan suhu 400c, sakit kepala berat dan mengantuk. Paling

sering terjadi bayi, wanita hamil, dan pelancong yang baru dating dari

daerah malaria.

Pada malaria vivax, mengigau bias terjadi jika demamnya tinggi,

sedangkan gejala otak lainnya tidak ada. Pada semua jenis malaria,

jumlah sel darah putih total biasanya normal tetapi jumlah limfosit dan

monosit meningkat, jika tidak diobati, biasanya akan timbul sakit kuning

serta pembesaran hati dan limpa.

5. Sikus hidup

Sumber : Pedoman penatalaksana kasus malaria di Indonesia, Depkes RI, 2008

Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu

manusia dan nyamuk anopheles (Depkes RI, 2008) :

17
a. Siklus pada manusia

Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap darah manusia

sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk kedalam

peredaran darah selama lebih kurang setengah jam. Setelah itu sporozoit

akan masuk kedalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian

berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000-30.000

merozoit hati (tergantung spesiesnya)

Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebi

kurang 2 minggu. Pada P. vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati

tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi

bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal

di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada

suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga

dapat menimbulkan relaps (kambuh).

Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke

peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah

merah parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon

(8-30 merozoit, tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual

ini disebut skizogoni. Selanjutnya eritosit yang terinfeksi (skizon) pecah

dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya.

Siklus ini disebut siklus eritositer.

18
Setelah 2-3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit yang

menginfeksi sel darah merah dan membentuk stadium seksual

(gametosit jantan dan betina).

b. Siklus pada nyamuk anopheles betina

Apabila nyamuk anopheles betina menghisap darah yang

mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan

betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi

ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding

luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya

menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke

manusia.

Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai

timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi

bervariasi tergantung spesies plasmodium. Masa prepaten adalah rentang

waktu sejak sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah

dengan pemeriksaan mikroskopik

Tabel : Masa Inkubasi Penyakit Malaria

Plasmodium Masa Inkubasi (hari)


P. falciparum 9-14 (12)
P. vivax 12-17 (15)
P. ovale 16-18 (17)
Pp. malariae 18-40 (28)
Sumber :Pedoman penatalaksana kasus malaria di Indonesia, Depkes RI, 2008

19
6. Cara penularan penyakit malaria

Malaria Pada umumnya dapat secara alamiah dan tidak alamiah

(Depkes RI,1999) :

a. Secara Alamiah (natural infection)

Penularan secara alamiah adalah melalui gigtitan nyamuk

Anopheles yang mengandung parasit malaria. (Prabowo,2004)

Pada saat menghisap darah manusia, sporozoit dan air liur nyamuk

yang mengandung Plasmodium falciparum masuk ke peredaran darah

tubuh manusia selama kurang lebih ½ jam. Setelah itu sporozoit akan

masuk ke dalam sel hati. Setelah 1-2 minggu digigt, parasit kembali

masuk ke dalam darah dan menyerang sel darah merah lalu memakan

hemoglobin yang membawa oksigen di dalam darah.Pecahnya sel darah

merah yang terinfeksi Plasmodium falciparumini, menyebabkan

timbulnya gejala demam disertai menggigil dan juga menyebabkan

anemia. (Depkes,2003)

b. Secara Non-alamiah

Penularan secara non-alamiah terjadi jika tidak melalui gigitan

nyamuk Anopheles. (Chandra, Budiman Dr,2006)

20
Beberapa contoh penularannya yaitu :

1) Malaria Bawaan (congenital)

Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya

menderita malaria.Penularan terjadi melalui tali pusat atau

placenta.Malaria congenital lebih sering terjadi pada kehamilan

pertama pada kelompok masyarakat yang imunisitasnya kurang.

(Susana,2011)

Gejalanya berupa demam, iritabilitas (mudah terangsang

sehingga sering menangis), pembesaran hati dan limpa, anemia,

tidak mau makan dan minum, serta kulit dan selaput lender

berwarna kuning.

2) Secara Mekanik

Penularan terjadi melalui transfusi darah atau melalui jarum

suntik dari penderita yang terinfeksi malaria.Parasit malaria dapat

hidup selama 7 hari dalam darah.

7. Patogenesis Malaria

Menurut Gandahusada (1998) Patogenesis malaria merupakan akibat

dari interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan. Patogenesis

lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah

daripada koagulasi intravaskuler. Oleh karena skizogoni menyebabkan

kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak

21
sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain

yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang

menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui

limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya

anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit.

Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi

sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam

makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun

yang tidak terinfeksi. Pada malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit

diserta peningkatan makrofag.Pada malaria berat mekanisme

patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga

menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami perubahan

struktur danmbiomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit.

Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport membran

sel,sitoadherensi, sekuestrasi dan resetting.

Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan eritrosit yang telah

terinfeksi P. falciparum pada reseptor di bagian endotelium venule dan

kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak

terinfeksi sehingga terbentuk roset. Resetting adalah suatu fenomena

perlekatan antara sebuah eritrosit yang mengandung merozoit matang yang

diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit, sehingga

22
berbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya

resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan darah

A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit yang

tidak terinfeksi.

Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial

dan berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:

a. Penghancuran eritrosit

Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi

juga terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga

menimbulkan anemia dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis

intravascular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (black white

fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal (Chandra, Budiman Dr.

2006. )

b. Mediator endotoksin-makrofag

Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu

makrofag yang sensitive endotoksin untuk melepaskan berbagai

mediator. Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit

malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang

merupakan suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia

dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin dapat

23
menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sndrom penyakit pernapasan

pada orang dewasa (Entjang, Indan dr. 2000).

c. Sekuestrasi eritrosit yang terluka

Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk

tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut

mengandung antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan

berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung parasit terhadap

endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung di

sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada endothelium

dan membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang bocor dan

menimbulkan anoksia dan edema jaringan.

E. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu untuk

menggambarkan suatu fakta, sifat serta hubungan antar fenomena yang

diselidiki.

2. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Timur Tengah Selatan pada bulan

Mei-Juni Tahun 2014.

24
3. Variable penelitian

Variabel tunggal yaitu gambaran kejadian malaria di Kabupaten Timor

Tengah Selatan.

4. Populasi

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu semua data pasien

positif malaria di Kabupaten Timor Tengah Selatan.

5. Sampel dan teknik sampling

a. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah semua data pasien positif

malaria di Kabupaten Timor Tengah Selatan pada tahun 2014.

b. Teknik sampling

Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu

pemilihan sampling didasarkan pada pertimbangan tertentu yang dibuat

oleh peneliti sendiri yaitu data pasien yang hasil pemeriksaannya

positis malaria pada tahun 2014, karateristik dari penderita yang

didiagnosis positif malaria, dan tempat perkembangbiakan nyamuk di

daerah sekitar Kabupaten Timor Tengah Selatan .

6. Definisi operasional

a. Gambaran kejadian malaria adalah pendeskripsian jumlah kasus positif

malaria yang didapatkan di Kabupaten Timor Tengah Selatan pada

25
tahun 2014 yang meliputi prevalensi, karateristik penderita, dan

tempat perkembangbiakan nyamuk..

b. Malaria adalah data kasus penyakit malaria di Kabupaten Timor

Tengah Selatan pada tahun 2014 yang meliputi malaria plasmodium

falciparum, vivax, malariae, dan ovale.

c. Prevalensi adalah jumlah kejadian malaria di Kabupaten Timor

Tengah Selatan pada tahun 2014.

d. Karateristik merupakan data pasien yang diperoleh dari buku register

malaria di Kabupaten Timor Tengan Selatan yang meliputi kelompok

jenis kelamin, umur, dan alamat.

e. Tempat perkembangbiakan nyamuk merupakan tempat dimana

nyamuk Anopheles dapat berkembangbiak di daerah sekitar Kabupaten

Timor Tengah Selatan yang meliputi rawa-rawa, sungai, sawah, dan

lain-lain.

7. Prosedur penelitian.

a. Mendata semua jumlah kasus positif malaria di Kabupaten Timor

Tengah Selatan

b. Mendata karateristik pasien dari buku register malaria yang

diklasifikasikan menurut (jenis kelamin, umur, dan alamat)

c. Mendata tempat perkembangbiakan nyamuk anopheles di daerah

sekitar Kabupaten Timor Tengah Selatan

26
d. Melakukan pengolahan data hasil pendataan yang didapat dari

Kabupaten Timor Tengah Selatan

8. Analisis data

a. Prevalensi malaria dihitung dengan rumus sebagai berikut :

1) Malaria Plasmodium Falciparum

Jumlah penderita malaria Plasmodium Falciparum

× 100 %

Jumlah penderita malaria

2) Malaria Plasmodium Vivax

Jumlah penderita malaria Plasmodium Vivax

× 100 %

Jumlah penderita malaria

3) Malaria Plasmodium Malariae

Jumlah penderita malaria Plasmodium Malariae

× 100 %

Jumlah penderita malaria

4) Malaria Plasmodium Ovale

Jumlah penderita malaria Plasmodium Ovale

× 100 %

Jumlah penderita malaria

27
b. Data tentang karateristik disajikan dalam bentuk tabel berupa

distribusi frekuensi; jumlah penderita, jenis kelamin, umur.

c. Data tempat perkembangbiakan nyamuk ditampilkan dalam bentuk

table berupa; nama desa, jenis tempat perkembangbiakan nyamuk,

jarak dari tempat permukiman.

Daftar Pustaka

Barbanas, Gp. 2003. Relapsing Malaria, HealthLingk Medical Colage of Winconsin,


(Online) (http://digilib.litang.depkes.go.id, diakses 21 Maret 2013.
Chandra, Budiman Dr. 2006. Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Departemen Kesehatan RI.1999. Modul Epidemiologi Malaria, Departemen
Kesehatan RI, Direktorat Jenderal PPM & PLP, Direktorat Pemberantasan
Penyakit Bersumber Binatang: Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2008 .Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di
Indonesia. Depkes RI, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2013 .Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di
Indonesia. Depkes RI, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2003a.Sistem Kesehatan Nasional, Jakarta, Departemen
Kesehatan RI.
Dorland, W.A, Newman. 2008. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Entjang., Indan dr. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti.
Fernando DJ, Malavigne GN, Fernando, et al. 2004. Dengue Viral Infections.
Postgrad Med J.
Gandahusada S, dkk. 1998. Parasitologi Kedokteran. Cetakan ke VI; FKUI: Jakarta.

28
Harijanto, P N. 2006 .Malaria, Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis,dan
Penanganan. EGC. Jakarta.
Jumlah Kasus HIV/AIDS, IMS, DBD, Diare, TB dan Malaria Menurut
Kabupaten/Kota, 2012, Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Berita
Resmi Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur.
http://ntt.bps.go.id/index.php/id/sosial-dan-kependudukan/kesehatan/29-data/
kesehatan/346-jumlah-kasus-hiv-aids-ims-dbd-diare-tb-dan-malaria-menurut-
kabupaten-kota-2012.html
Kodim, Nassin. 1999. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. FKM; UI: Jakarta.
Liputan 6. 2014. Sejak 2010, Kasus Malaria di Indonesia Menurun.
http://health.liputan6.com/read/2041899/sejak-2010-kasus-malaria-di-
indonesia-menurun.
Nugroho, Wahyudi. 2000. Keperawatan Gerontik. Edisi kedua; Jakarta : EGC.
Prabowo, A. 2004. Malaria Mencegah Dan Mengatasinya. Cetakan I. Puspa Swara:
Jakarta.
Rathnam, S., dkk. 2007. A ValidatedQuantitative Thin-LayerChromatographic
Method ForEstimation ofDiosgenin in Various PlantSamples, Extraxt and
Market Formulation. 2007, Analysis of Herbals using Planar Chromatography-
one step ahead due to its image feature, CAMAG Bibliography Services No. 99,
CAMAG, Switzerland.
Saxena, S., Pant, N, et al. 2003. Antimalarial Agents From Plant Sources. Current
Science. Vol: 84.
Sembel, DT. 2009. Entomologi Kedokteran. Penerbit Andi : Yogyakarta.
Soedarto. 2011. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran: Jakarta.
Sudoyo, Aru., Setioyohadi, Bambang., Alwi, Idrus., Simadibrata, Marcellus., Setiati,
Siti (ed). 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta :
Departement Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI.
Susanna. 2005, Dinamika Penularan Malaria di Ekosistem Persawahan, Perbukitan
dan Pantai (Studi di Kabupaten Jepara, Purwokerto dan Kota Batam), Disertasi,
ProgramDoktor, IKM. PS-FKM-UI: Depok.
Suwedra, Made. 2003. Beberapa Faktor Risiko Lingkungan Rumah Tangga Yang
Berhubungan dengan Kejadian Malaria pada Balita. UI: Depok.
World Health Organization .2012. World Malaria Report 2012.
Zanel Farha Wilda. 2014.Inilah Alasan Angka Kasus Malaria di Indonesia Timur
Masih Tinggi. Jakarta: Detik Health.
http://health.detik.com/read/2014/02/28/180434/2511903/763/inilah-alasan-
angka-kasus-malaria-di-indonesia-timur-masih-tinggi.
Zega A, 2006, Hubungan Kejadian Malaria dengan Penghasilan, Pendidikan,
Perilaku Pengobatan Masyarakat di Kabupaten Kulon Progo, (Online),
(http://digilib.litbang.depkes.go.id, diakses 21 Maret 2013.
Zulkoni, A. 2011. Parasitologi untuk Keperawatan Masyarakat Teknik Lingkungan.
Nuha Medika: Yogyakarta

29
30

Anda mungkin juga menyukai