Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah
kesehatan di masyarakat luas dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan bangsa
Indonesia ( Kemenkes RI, 2017).
Pemerintah memandang malaria masih sebagai ancaman terhadap status
kesehatan masyarakat terutama pada rakyat yang hidup di daerah terpencil. Hal ini
tercermin dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor: 2 tahun 2015 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2015 - 2019 dimana malaria
termasuk penyakit prioritas yang perlu ditanggulangi ( Kemenkes RI 2017).
Secara nasional angka kesakitan malaria selama tahun 2005–2015 cenderung
menurun yaitu dari 4,1 per 1.000 penduduk berisiko pada tahun 2005 menjadi 0,85 per
1.000 penduduk berisiko pada tahun 2015 (Kemenkes RI, 2017).
Menurut Riset Kesehatan Dasar 2013, insiden malaria berdasarkan diagnosis
sebesar 0,35% atau 3,5 per 1.000 penduduk. Pada survei ini tiga provinsi dengan insiden
tertinggi sama dengan hasil laporan rutin yaitu Papua (6,1%), Papua Barat (4,5%), dan
Nusa Tenggara Timur (2,6%). Sementara insiden malaria berdasarkan diagnosis/gejala
sebesar 1,9% atau 19 per 1.000 penduduk. (Kemenkes RI, 2017).
Di Papua, malaria masih merupakan masalah utama bagi kesehatan masyarakat,
karena Papua merupakan daerah endemis tinggi. Menurut Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan menyebutkan bahwa di Papua pada tahun 2016 lalu telah terjadi
128.066 kasus malaria. Selain itu, jumlah kabupaten/kota dengan API <1/1.000 penduduk
di provinsi Papua masih nol (Kemenkes RI, 2017).
Berdasarkan hal tersebut maka kami menyusun laporan kasus mengenai
“Karakteristik penderita malaria di Wilayah Kerja Puskesmas Koya Barat Distrik Muara
Tami, Kota Jayapura periode bulan hingga Mei tahun 2017”.

1
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana karaktersitik penderita malaria dari bulan Juli hingga bulan Desember
tahun 2017 di wilayah kerja Puskesmas Koya Barat?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui karakteristik penderita malaria di Puskesmas Koya Barat.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui jumlah penderita malaria disetiap kelurahan yang termasuk
dalam wilayah kerja Puskesmas Koya Barat.
2. Mengetahui presentasi kunjungan penderita malaria di Puskesmas Koya
Barat berdasarkan jenis kelamin.
3. Mengetahui presentasi kunjungan penderita malaria di Puskesmas Koya
Barat berdasarkan usia.
4. Mengetahui presentasi kunjungan penderita malaria di Puskesmas Koya
Barat berdasarkan jenis plasmodium.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Dinas Kesehatan Kota Jayapura
Sebagai masukan atau bahan pertimbangan kepada pengelola progam
pemberantasan penyakit menular terutama pada pengelola program penyakit
malaria.
1.4.2 Bagi Puskesmas Koya Barat
Menjadi bahan acuan bagi Puskesmas Koya Barat dalam memberikan
pelayanan terutama
1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan
Untuk menambah literatur atau bahan bacaan di perpustakaan Fakultas
Kedokteran Universitas Cenderawasih.
1.4.4 Bagi Peneliti
Bagi peneliti merupakan penghargaan berharga dalam memperluas wawasan
serta menambah pengetahuan yang diperoleh terutama di bidang kesehatan
masyarakat.

2
1.4.5 Bagi Masyarakat
Memberikan informasi bagi masyarakat mengenai malaria, sehingga
masyarakat menjadi lebih tahu tentang malaria dan dapat melakukan tindakan-
tindakan pencegahan kejadian malaria.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyakit malaria adalah salah satu penyakit yang penularannya melalui gigitan
nyamuk anopheles betina. Penyebab penyakit malaria adalah genus Plasmodia Famili
Plasmodiidae. Malaria adalah salah satu masalah kesehatan penting di dunia. Secara
umum ada 5 jenis malaria, yaitu Falciparum, Vivax, Ovale, Malariae, Knowlesi. Di dunia
ada lebih dari 1 juta meninggal setiap tahun (Arsin, 2012).
Malaria adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh protozoa obligat intraseluler
dari genus plasmodium. Penyakit ini secara alami ditularkan oleh gigitan nyamuk
Anopheles betina. Penyakit malaria ini dapat menyerang siapa saja terutama penduduk
yang tinggal di daerah dimana tempat tersebut merupakan tempat yang sesuai dengan
kebutuhan nyamuk untuk berkembang (Arsin, 2012).

2.2 Epidemiologi
a. Distribusi Frekuensi Malaria
1) Orang
Di Indonesia, malaria merupakan masalah kesehatan yang penting, oleh karena
penyakit ini endemik di sebagian besar wilayah Indonesia terutama di wilayah Timur.
Epidemi malaria seringkali dilaporkan dari berbagai wilayah dengan angka kematian
yang lebih tinggi pada anak-anak di bawah 5 tahun dibanding orang dewasa. Namun
secara keseluruhan fenomena menunjukkan bahwa penyakit malaria menyerang hampir
seluruh kelompok umur, dan lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan jenis
kelamin perempuan.
2). Tempat
Batas dari penyebaran malaria adalah 64°LU (Rusia) dan 32°LS (Argentina).
Ketinggian yang dimungkinkan adalah 400 meter di bawah permukaan laut (Laut mati
dan Kenya) dan 2600 meter di atas permukaan laut (Bolivia). Plasmodium vivax
mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah beriklim dingin,
subtropik sampai kedaerah tropik. Malaria di suatu daerah dikatakan endemik apabila

4
kesakitannya yang disebabkan oleh infeksi alamiah, kurang lebih konstan selama
beberapa tahun berturut-turut. Berdasarkan hasil Spleen Rate (SR), yaitu persentase
penduduk yang limpanya membesar dari seluruh penduduk yang diperiksa pada
kelompok umur 2-9 tahun, suatu daerah dapat diklasifikasikan menjadi 4 tingkat
endemisitas :
1. Hipoendemik SR < 10%
2. Mesoendemik SR 11-50%
3. Hiperendemik SR > 50% (SR dewasa tinggi > 25 %)
4. Holoendemik SR >75 % (SR dewasa rendah).
Berdasarkan AMI, daerah malaria dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Low Malaria Incidence, AMI< 10 kasus per 1.000 penduduk
2. Medium, AMI 10-50 kasus per 1.000 penduduk
3. High, AMI > 50 kasus per 1.000 penduduk

Gambar 2.1 Peta Distribusi Penderita Malaria (Global)

5
Gambar 2.2 Peta Endemisitas Malaria di
Indonesia tahun 2014 dan 2015

Dari gambaran peta endemisitas malaria di kabupaten/kota terlihat penurunan


jumlah yang sangat tajam daerah endemis tinggi dari 17,4% pada tahun 2011 menjadi
8,8% pada tahun 2015. Dan daerah endemis sedang juga menurun dari 18,6% tahun
2011 menjadi 17% pada tahun 2015, serta daerah endemis rendah juga mengalami
menurun yang tajam dari 42,8% pada tahun 2011 menjadi 28,8% pada tahun 2015.
Sebaliknya daerah bebas malaria mengalami peningkatan dari 21,5% pada tahun 2011
menjadi 45,4% pada tahun 2015. Pada RPJM 2015-2019 indikator yang pakai adalah
jumlah kumulatif kabupaten/kota mencapai status eliminasi. Saat ini terdapat 232
kabupaten/kota yang telah mencapai status eliminasi dari 225 kabupaten/kota yang
ditargetkan (Kemenkes, 2017).
3) Waktu
Waktu adalah besaran yang menunjukkan lamanya suatu peristiwa berlangsung.
Menurut data Profil Dinkes Kota Jayapura Tahun 2016, terjadi kasus malaria positif
malaria sebanyak 6.060 penderita. Menurut data laporan tahunan malaria di Wilayah

6
Kerja Puskesmas Koya Barat Distrik Muara Tami berdasarkan pada tahun 2016 jumlah
kasus postif malaria sebanyak 2.357 penderita..

b. Determinan Malaria
Dalam epidemiologi selalu ada 3 faktor yang diselidiki : Host (umumnya
manusia), Agent (penyebab penyakit) dan Environment (lingkungan).
Host

Agent Environment

Gambar 2.3.
Model Epidemiologi Tentang Kesehatan dan Penyakit (Susanna, 2010)

1) Faktor Host
Penyakit malaria mempunyai keunikan karena ada 2 macam host yakni manusia
sebagai host intermediate (dimana siklus aseksual parasit terjadi) dan nyamuk Anopheles
betina sebagai host definitive (tempat siklus seksual parasit berlangsung).
(a) Manusia (Host Intermediate)
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat terkena
malaria. Setiap orang rentan terhadap penularan kecuali pada mereka yang
mempunyai galur genetika spesifik. Toleransi atau daya tahan terhadap munculnya
gejala klinis ditemukan pada penduduk dewasa yang tinggal di daerah endemis
dimana gigitan nyamuk anopheles berlangsung bertahun-tahun. Faktor-faktor yang
berpengaruh pada manusia ialah:

7
(1) Kekebalan / Imunitas
Kekebalan pada penyakit malaria dapat didefinisikan sebagai adanya
kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan plasmodium yang masuk atau
membatasi perkembangbiakannya. Ada dua macam kekebalan, yaitu kekebalan
alamiah dan kekebalan yang didapat. Kekebalan alamiah timbul tanpa
memerlukan infeksi lebih dahulu. Kekebalan yang didapat ada yang merupakan
kekebalan aktif sebagai akibat dari infeksi sebelumnya atau vaksinasi, dan ada
juga kekebalan pasif didapat melalui pemindahan antibodi dari ibu kepada anak
atau pemberian serum dari seseorang yang kebal penyakit.

(2) Umur dan Jenis Kelamin


Perbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan wanita atau pada
berbagai kelompok umur sebenarnya disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti
pekerjaan, pendidikan, perumahan, migrasi penduduk, kekebalan dan lain-lain.

(b) Nyamuk (Host Definitive)


Nyamuk Anopheles yang menghisap darah hanya nyamuk Anopheles betina.
Darah diperlukan untuk pertumbuhan telurnya. Perilaku nyamuk sangat menentukan
dalam proses penularan malaria.
(1) Perilaku nyamuk
Beberapa perilaku nyamuk yang penting, yaitu tempat hinggap atau
istirahat (di luar atau dalam rumah), tempat menggigit (di luar atau dalam rumah),
objek yang digigit (manusia). Nyamuk Anopheles hanya mengigit satu orang
setiap kali mengisap darah, berbeda dengan nyamuk Aedes yang bisa menggigit
banyak orang saat mengisap darah.
(2) Umur nyamuk (longevity)
Diperlukan waktu untuk perkembangbiakan gametosit dalam tubuh
nyamuk menjadi sporozoit yakni bentuk parasit yang siap menginfeksi manusia
sehat. Apabila umur nyamuk lebih pendek dari proses sporogoni, yakni replikasi
parasit dalam tubuh nyamuk (sekitar 5 hingga 10 hari), maka dapat dipastikan
nyamuk tersebut tidak dapat menjadi vektor.

8
(3) Kerentanan nyamuk terhadap infeksi gametosit
Nyamuk yang terlalu banyak parasit dalam perutnya tentu bisa melebihi
kapasitas perut nyamuk itu sendiri.
(4) Frekuensi menggigit manusia
Semakin sering seekor nyamuk yang membawa sporozoit dalam kelenjar
ludahnya, semakin besar kemungkinan nyamuk berperan sebagai vektor penular
penyakit malaria.
(5) Siklus gonotrofik
Waktu yang diperlukan untuk matangnya telur sebagai indikator untuk
mengukur interval menggigit nyamuk pada objek yang digigit (manusia).

2) Faktor Agent
Agent penyakit malaria adalah Genus plasmodia, Family plasmodiidae, dan order
Coccidiidae. Ada empat jenis parasit malaria, yaitu:
a. Plasmodium falciparum
Plasmodium Falciparum, penyebab malaria tropika yang sering menyebabkan
malaria berat/malaria otak yang fatal, gejala serangnya timbul berselang setiap dua
hari (48 jam) sekali.
b. Plasmodium vivax
Penyebab penyakit malaria tertiana yang gejala serangannya timbul berselang
setiap tiga hari (Sering Kambuh).
c. Plasmodium malariae
Penyebab penyakit malaria quartana yang gejala serangnya timbul berselang
setiap empat hari sekali.
d. Plasmodium ovale
Jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat,
menyebabkan malaria ovale.
Seorang penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium. Infeksi
demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Biasanya paling banyak dua
jenis parasit, yakni campuran antara P. falciparum dengan P. vivax atau P. malariae.

9
Kadang-kadang dijumpai tiga jenis parasit sekaligus, meskipun hal ini jarang sekali
terjadi (Depkes RI, 2017).

3) Faktor Environment
Lingkungan adalah lingkungan manusia dan nyamuk berada. Nyamuk berkembang
biak dengan baik bila lingkungannya sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan oleh
nyamuk untuk berkembang biak. Kondisi lingkungan yang mendukung perkembangan
nyamuk tidak sama tiap jenis/spesies nyamuk. Nyamuk Anopheles conitus cocok pada
daerah perbukitan dengan sawah non teknis berteras, saluran air yang banyak ditumbuhi
rumput yang menghambat aliran air. Nyamuk Anopheles balabacensis cocok pada daerah
perbukitan yang banyak terdapat hutan dan perkebunan. Jenis nyamuk Anopheles
maculatus dan Anopheles balabacensis sangat cocok berkembang biak pada tempat
genangan air seperti bekas jejak kaki, bekas jejak roda kendaraan dan bekas lubang
galian.
Faktor lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan dimana manusia dan nyamuk
berada, lingkungan tersebut terbagi atas lingkungan fisik, lingkungan kimia, lingkungan
biologik dan lingkungan sosial budaya.
(a) Lingkungan fisik meliputi :
(1) Suhu udara, sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni atau masa
inkubasi ekstrinsik. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa
inkubasi ekstrinsik.
(2) Kelembaban udara, kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk.
(3) Hujan, hujan yang diselingi oleh panas akan memperbesar kemungkinan
berkembangbiakan anopheles.
(4) Angin, jarak terbang nyamuk dapat diperpendek atau diperpanjang tergantung
kepada arah angin.
(5) Sinar matahari, pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk
berbeda-beda.
(6) Arus air, An. barbirostris menyukai tempat perindukan dengan air yang statis atau
mengalir sedikit, sedangkan An. minimus menyukai aliran air cukup deras.

10
(b) Lingkungan kimiawi, dari lingkungan ini yang baru diketahui pengaruhnya adalah
kadar garam dari tempat perindukan.
(c) Lingkungan biologik, tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuh-
tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk karena dapat
menghalangi sinar matahari yang masuk atau melindungi dari serangan makhluk
hidup lain.
(d) Lingkungan sosial budaya, kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam,
di mana vektornya lebih bersifat eksofilik (lebih suka hinggap/istirahat di luar rumah)
dan eksofagik (lebih suka menggigit di luar rumah) akan memperbesar jumlah gigitan
nyamuk, penggunaan kelambu, kawat kasa dan repellent akan mempengaruhi angka
kesakitan malaria dan pembukaan lahan dapat menimbulkan tempat perindukan
buatan manusia sendiri (man made breeding places).

2.3 Etiologi
Penyebab infeksi malaria ialah plasmodium, yang selain menginfeksi manusia juga
menginfeksi binatang seperti golongan burung, reptil dan mamalia. Termasuk Genus
Plasmodium dari Family plasmodidae, Ordo Eucoccidioridia, Kelas Sporozoasida, dan
Phylum apicomplexa.
Plasmodium ini pada manusia menginfeksi eritrosit (sel darah merah) dan mengalami
pembiakan aseksual di jaringan hati dan di eritrosit. Pembiakan seksual terjadi pada
tubuh nyamuk Anopheles betina. Secara keseluruhan ada lebih dari 100 plasmodium yang
menginfeksi binatang (82 pada jenis burung dan reptil dan 22 pada binatang primata).
Sementara itu terdapat empat plasmodium yang dapat menginfeksi manusia, yang
sering dijumpai Plasmodium vivax yang menyebabkan malaria tertiana dan Plasmodium
falciparum yang menyebabkan malaria tropika. Plasmodium malariae pernah juga
dijumpai pada kasus di Indonesia tetapi sangat jarang. Plasmodium ovale pernah
dilaporkan dijumpai di Irian Jaya, pulau Timor, dan pulau Owi (utara Irian Jaya). Sejak
tahun 2004 telah dilaporkan munculnya malaria baru dikenal sebagai malaria ke-5 (the
fifth malaria) yang disebabkan oleh Plasmodium knowlesi yang sebelumnya menginfeksi
monyet berekor panjang, namun sekarang dapat pula menginfeksi manusia (Setiati,
2014).

11
2.3.1 Vektor

Adalah serangga atau nyamuk yang termasuk Anopheles spp yang menularkan
malaria, ilmu yang mempelajarinya adalah entomologi malaria. Tidak semua spesies
Anopheles menjadi vektor penyakit malaria, karena dipengaruhi oleh lamanya
berkembang parasit Plasmodium dalam tubuh nyamuk (inkubasi ekstrinsik) yaitu periode
mulai nyamuk mengisap gamet pada darah manusia, kemudian berkembang menjadi
sporozoit yang berkumpul dalam kelenjar ludah nyamuk untuk siap ditularkan ke dalam
tubuh manusia. Inkubasi ekstrinsik ini membutuhkan waktu lebih dari 2 minggu
tergantung dari spesies Plasmodium . Spesies Anopheles yang menjadi vektor malaria
adalah apabila anggota populasi berumur cukup panjang, kontak dengan manusia cukup
tinggi, dan merupakan jenis yang dominan di lokasi yang bersangkutan. Di Indonesia
dijumpai lebih dari 90 spesies Anopheles spp. dan yang telah diketahui menjadi vektor
adalah sebanyak 18 spesies. Yang paling dikenal adalah An . sundaicus , An . barbiros-
tris , A n . maculates dan An.aconi-tus (Setiati, 2014).

a. Karakteristik Parasit Plasmodium


Malaria disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium, pada manusia
terdapat 4 spesies yaitu P. falcifarum, P. vivax, P. malariae, P .ovale
.P.facifarum menyebabkan infeksi paling berat dan angka kematian tertinggi.
(Arsin, 2012)
Morfologi plasmodium pada manusia di dalam darah memiliki sitoplasma
dengan bentuk tidak teratur pada berbagai stadium pertumbuhan dan
mengandung kromatin, pigmen serta granula. Pigmen malaria ialah suatu
komplek yang terdiri dari protein yang telah di denaturasi, yaitu hamozoin atau
hamatin, suatu hasil metabolisme parasit dengan bahan-bahan dari eritrosit.
Pigmen ini tidak ada pada parasit eksoerotrositik yang terdapat dalam sel hati.
Gametosit dapat dibedakan dari tropozoit tua karena sitoplasma lebih padat,
tidak ada pembelahan kromatindan pigmen yang tersebar dibagian tepi. (Arsin,
2012).

12
b. Siklus Hidup Plasmodium
Spesies Plasmodium pada manusia, yaitu: Plasmodium falciparum,
Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae. Jenis Plasmodium
yang banyak ditemukan di Indonesia adalah Plasmodium falciparum dan
Plasmodium vivax, sedaangkan Plasmodium malariae dapat ditemukan di
beberapa provinsi, antara lain: Lampung, NTT, dan Papua. Plasmodium ovale
pernah ditemukan di NTT dan Papua.Parasit Plasmodium memerlukan manusia
dan nyamuk Anopheles betina (lihat gambar) (Arsin, 2012).

c. Siklus Pada Manusia


Pada waktu nyamuk Anopheles infektif mengisap darah manusia, sporozoit
yang berada di kelenjar air liur nyamuk akan masuk ke dalam peredaran darah
selama kurang lebih ½ jam. Setelah itu sporozoit akan masuk ke dalam sel hati
dan menjadi tropozoit hati. Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang
terdiri dari 10,000 – 30,000 merozoit hati. (Arsin, 2012)
Siklus ini disebut siklus ekso-eritositer yang berlangsung selama lebih
kurang 2 minggu. Pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sebagian
sporosoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada yang
menjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal
di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat
bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif sehingga dapat menimbulkan
relaps. (Arsin, 2012)
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran
darah dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit
tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8 – 30 merozoit,
tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut skizogoni.
Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan merozoit yang keluar
akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus ini disebut siklus eritrositer.
(Arsin, 2012)

13
Setelah 2 – 3 siklus skizogoni darah, sebagian merozoit akan menginfeksi
sel darah merah dan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina).
(Arsin, 2012)

d. Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina


Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang mengandung
gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan betina melakukan
pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian
menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar nyamuk ookinet akan
menjadi ookista dan selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif
dan siap ditularkan ke manusia. (Arsin, 2012)

Gambar 2.4 Siklus Hidup Plasmodium

Masa inkubasi adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk sampai


timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi
tergantung spesies Plasmodium. Masa prepaten adalah rentang waktu sejenak

14
sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan pemeriksaan
mikroskopik. (Arsin, 2012)

Tabel 2.1 Masa Inkubasi Penyakit Malaria

Plasmodium Masa Inkubasi (hari)


Plasmodium falciparum 9 – 14 (12)
Plasmodium vivax 12 – 17 (15)
Plasmodium ovale 16 – 18 (17)

Plasmodium malariae 18 – 40 (28)

2.4 Patogenesis
Malaria disebabkan oleh protozoa Plasmodium intraseluler yang ditransmisikan
ke manusia melalui nyamuk Anopheles betina. Saat ini, tercatat ada 5 spesies
Plasmodium yang diketahui dapat menyebabkan malaria pada manusia, yaitu P.
falciparum, P. malariae, P. vivax, P. ovale, dan P. knowlesi. Plasmodium knowlesi
adalah spesies Plasmodium yang sebelumnya hanya teridentifikasi pada kera. Kasus
pertama yang terjadi pada manusia tercatat di semenanjung Malaysia pada tahun 1965
(Liwan, 2015).
Spesies Plasmodium dapat dijumpai dalam berbagai bentuk dan memiliki siklus
hidup yang kompleks. Parasit ini dapat bertahan hidup di lingkungan seluler yang
berbeda, baik dalam tubuh manusia (fase aseksual) maupun nyamuk (fase seksual).
Replikasi Plasmodium terjadi melalui 2 tahap dalam tubuh manusia. Fase eksoeritrositik
yang terjadi di dalam sel-sel hati dan fase eritrositik yang terjadi di dalam sel darah
merah.
Fase eksoeritrositik dimulai dengan inokulasi sporozoit ke dalam peredaran darah
oleh nyamuk Anopheles betina. Dalam hitungan menit, sporozoit akan menginvasi sel-sel
hepatosit, berkembang biak secara aseksual dan membentuk skizon. Setelah 1-2 minggu,
sel-sel hepatosit ruptur dan mengeluarkan ribuan merozoit ke dalam sirkulasi. Skizon
spesies P. falciparum, P. Malariae, dan P. knowlesi sekali ruptur tidak akan lagi berada
di hati. Skizon spesies P. vivax dan P. Ovale ruptur dalam 6-9 hari dan ruptur sekunder

15
pada skizon yang dormant (hipnozoit) dapat terjadi setelah beberapa minggu, bulan atau
tahun sebelum mengeluarkan merozoit dan menyebabkan relaps (malaria kronis).
Fase eritrositik dimulai saat merozoit dari hati menginvasi sel darah merah. Di
dalam eritrosit, parasit ini bertransformasi menjadi bentuk cincin yang kemudian
membesar membentuk tropozoit. Tropozoit berkembang biak secara aseksual yang
kemudian ruptur dan mengeluarkan eritrositik merozoit, yang secara klinis ditandai
dengan demam. Beberapa dari merozoit ini berkembang menjadi gametosit jantan dan
gametosit betina, sekaligus melengkapi fase siklus aseksual pada manusia. Gametosit
jantan dan gametosit betina ini dicerna oleh nyamuk Anopheles betina saat mengisap
darah dari manusia. Dalam perut nyamuk, gametosit jantan dan betina ini bergabung
untuk membentuk zigot. Zigot berkembang menjadi ookinet kemudian menembus
dinding lambung nyamuk. Pada dinding luar, nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan
selanjutnya menjadi sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap ditularkan ke
manusia (Liwan, 2015).

2.5 Klasifikasi
1. Malaria Asimtomatik
Penderita malaria dengan ditemukannya parasit malaria pada pemeriksaan darah dan
penderita tidak ada gejala/keluhan. Penderita ini biasanya ditemukan pada waktu survailens
dan dijumpai pada orang yang di daerah hiperendemik. Penderita ini dengan imunitas yang
tinggi sehingga adanya parasit dalam darahnya tidak memberi gejala. Bila dijumpai kasus
seperti ini penderita harus tetap diberikan obat anti-malaria.
2. Malaria tanpa komplikasi
Ditemukannya parasit bentuk aseksual dari seorang penderita disertai dengan gejala-
gejala klinis malaria. Gejala dapat klasik maupun tidak klasik. Pada penderita ini tidak
ditemukan tanda-tanda komplikasi
3. Malaria berat
Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena P. falciparum dan sering disebut
pernicious manifestation. Sekarang komplikasi malaria dapat juga disebabkan karena
P.vivax dan P.knowlesi. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya, dan
sering terjadi pada penderita yang tidak imun seperti pada pendatang dan ibu hamil.

16
Kompikasi terjadi 5-10% pada seluruh penderita malaria yang dirawat di RS dan 20%
nya merupakan kasus yang fatal. Penderita malaria berat yang menurut WHO
diidentifikasikan sebagai infeksi P.falciparum dengan satu atau lebih komplikasi berikut :
1. Malaria serebral : penurunan kesadaran (koma) yang tidak disebabkan oleh penyakit
lain atau lebih dari 30 menit setelah serangan kejang, derajat penurunan kesadaran
harus dilakukan penelitian berdasarkan GCS (Glasgow Coma Scale).
2. Acidemia/acidosis: pH <7,25 atau plasma bikarbonat <15 mmol/L kadar laktat
vena>5 mmol/L, klinis pernapasan dalam/respiratory distress.
3. Anemia berat normositik (hb <5gr% atau hematokrit <15%)
4. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau 12
ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin >3 mg%
5. Edema paru (berdasarkan temuan foto toraks)
6. Ketidak mampuan untuk makan (failure to feed)
7. Hipoglikemia : gula darah <40 mg%
8. Gagal sirkulasi atau syok : tekanan sistolik, <70 mmHg (anak 1-5 tahun <50
mmHg);disertai keringat dingin atau perbedaan temperature kulit-mukosa >1 derajat
celcius
9. Perdarahan spontan
10. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam
11. Hiperkalemia >5 mmol/L
12. Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat anti
malaria/kelainan eritrosit (kekurangan G-6-PD)
13. Diagnosis post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh
kapiler di jaringan otak/jaringan lain. (Harijanto, 2014)

Beberapa keadaan lain yang juga digolongkan sebagai malaria berat sesuai
dengan gambaran klinis daerah setempat ialah :
1. Gangguan kesadaran ringan (GCS<15) di Indonesia sering dengan keadaan
delirium
2. Prostration- kelemahan otot (tak bisa duduk/berjalan tanpa bantuan)

17
3. Hiperparasitemia >2% (>100.000 parasit/uL) pada daerah transmisi rendah atau
>5% (250.000/uL) pada daerah transmisi tinggi/stabil malaria
4. Ikterik (bilirubin >3Mg%) bila disertai gagal organ lain
5. Hiperpireksia (temperature rektal >40 derajat celcius) pada orang dewasa/anak.
(Harijanto, 2014)
4. Malaria kondisi khusus
a. Malaria pada kehamilan
Malaria lebih sering dijumpai pada trimester I dan II dibandingkan pada
wanita yang tidak hamil dan masa puerperiumdi daerah mesoendemik dan
hipoendemik. Hal ini disebabkan karena penurunan imunitas selama kehamilan.
Beberapa faktor yang menyebabkan turunnya respon imun pada kehamilan seperti
peningkatan hormon steroid dan gonadotropin, alfa fetoprotein dan penurunan
limfosit menyebabkan mudahnya terjadi infeksi malaria. Ibu hamil dengan HIV
lebih mudah terkena infeksi malaria dan sering didapatkan malaria kongenital
pada bayinya dengan berat badan lahir rendah.
Komplikasi pada kehamilan karena infeksi malaria adalah abortus. Penyulit
pada partus (anemia,hepatosplenomegali), bayi lahir dengan berat badan rendah,
anemia gangguan fungsi ginjal, edema paru, hipoglikemia, dan malaria
kongenital. Oleh karenanya perlu pemberian obat pencegahan terhadap malaria
pada wanita hamil di daerah endemik. (Harijanto, 2014)
b. Malaria berat dengan HIV/AIDS
Secara geografis infeksi malaria dan infeksi HIV menempati area yang sama
misalnya daerah Afrika, Papua dsb. Penderita HIV bila mengalami infeksi malaria
akan cenderung menjadi berat. Juga penderita HIV yang hamil bila terinfeksi
malaria akan cenderung menjadi berat dan mortalitasnya tinggi. Pengaruh obat
malaria seperti ACT terhadap infeksi HIV masih kurang dilaporkan. (Harijanto,
2014)
c. Malaria pelancong
Umumnya pelancong adalah kelompok yang non-imun dari negara tidak ada
infeksi malaria ataupun kelompok dengan imunitas rendah dari daerah endemik
yang transmisinya rendah. Kelompok ini beresiko terinfeksi malaria dan bila

18
kembali ke daerah asalnya sering tidak terdeteksi karena tenaga dokter sering
tidak terbiasa/berpengalaman dalam deteksi malaria sehingga sering terlambat
diagnosis ataupun tidak tersedianya sarana ataupun sumber daya manusia untuk
deteksi parasit malaria dan kesulitan dalam ketersediaan obat-obat antimalaria.
(Harijanto, 2014)
d. Malaria oleh karena transfusi darah
Malaria karena transfusi darah dari donor yang terinfeksi malaria cukup sering
terutama pada daerah yang menggunakan donor komersial. Dilaporkan 3500
kasus malaria oleh karena transfusi darah dalam 65 tahun terakhir. Parasit malaria
tetap hidup dalam darah donor kira-kira satu minggu bila dipakai anti-koagulan
yang mengandung dekstrose dapat sampai 10 hari. Bila komponen darah diakukan
cryopreserved, parasit dapat hidup sampai 2 tahun. Inkubasi tergantung banyak
faktor, asal darah, berapa banyak darah dipakai, apa darah yang disimpan di Bank
Darah, dan sensitivitas dari penerima darah. Umumnya inkubasi berkisar 16-23
hari (bervariasi P. falcifarum 8-29 hari, P. vivax 8-30 hari).
Bila seseorang pernah mendapatkan transfusi darah dan setelah 3 bulan terjadi
demam yang tak jelas penyebabnya, harus dibuktikan terhadap infeksi malaria
dengan pemeriksaan darah tepi berkali-kali tiap 6-8 jam. (Harijanto, 2014)

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala klinis malaria dipengaruhi oleh jenis/strain Plasmodium, imunitas tubuh dan
jumlah parasit yang menginfeksi. Waktu mulai terjadinya infeksi sampai timbulnya gejala klinis
dikenal sebagai waktu inkubasi, sedangkan waktu antara terjadinya infeksi sampai ditemukannya
parasit dalam darah disebut periode prepaten (Arsin, 2012).
Gejala malaria terdiri dari beberapa serangan demam dengan interval tertentu (disebut
parokisme), diselingi oleh suatu periode yang penderitanya bebas sama sekali dari demam
disebut periode laten. Gejala yang khas tersebut biasanya ditemukan pada penderita non imun.
Sebelum timbulnya demam, biasanya penderita merasa lemah, mengeluh sakit kepala,
kehilangan nafsu makan, merasa mual, di ulu hati, atau muntah semua gejala awal ini disebut
gejala prodormal (Arsin, 2012).
Demam pada malaria ditandai dengan adanya parokisme, yang berhubungan dengan
perkembangan parasit malaria dalam sel darah merah. Puncak serangan panas terjadi

19
berbarengan dengan lepasnya merozit – merozit ke dalam peredaran darah (proses sporulasi).
Untuk beberapa hari pertama, pola panas tidak beraturan, baru kemudian polanya yang klasik
tampak sesuai spesiesnya. Pada malaria falciparum pola panas yang ireguler itu mungkin
berlanjut sepanjang perjalanan penyakitnya sehingga tahapan – tahapan yang klasik tidak begitu
nyata terlihat. Suatu parokisme demam biasanya mempunyai tiga stadium yang berurutan, terdiri
dari :

a. Stadium Dingin
Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan sangat dingin. Nadi penderita cepat,
tetapi lemah. Bibir dan jari – jari pucat kebiru – biruan (sianotik). Kulitnya kering dan pucat,
penderita mungkin muntah dan pada penderita anak sering terjadi kejang. Stadium ini
berlangsung selama 15 menit – 60 menit.
b. Stadium Demam
Setelah menggigil/merasa dingin, pada stadium ini penderita mengalami serangan
demam. Muka penderita menjadi merah, kulitnya kering dan dirasakan sangat panas seperi
terbakar, sakit kepala bertambah keras, dan sering disertai dengan rasa mual atau muntah-
muntah. Nadi penderita menjadi kuat kembali. Biasanya penderita merasa sangat haus dan
suhu badan bisa meningkat sampai 410C. Stadium ini berlangsung selama 2–4 jam (Arsin,
2012).
c. Stadium berkeringat
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali, sampai membasahi tempat tidur.
Namun suhu badan pada fase ini turun dengan cepat, kadang–kadang sampai di bawah
normal. Biasanya penderita tertidur nyenyak dan pada saat terjaga, ia merasa lemah, tetapi
tanpa gejala lain. Stadium ini berlangsung selama 2-4 jam. Sesudah serangan panas pertama
terlewati, terjadi interval bebas panas selama antara 48-72 jam, lalu diikuti dengan serangan
panas berikutnya seperti yang pertama; dan demikian selanjutnya. Gejala–gejala malaria
“klasik” seperti diuraikan di atasa tidak selalu ditemukan pada setiap penderita, dan ini
tergantung pada spesies parasit, umur, dan tingkat imunitas penderita (Arsin, 2012).
Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan sampai membahayakan jiwa.
Gejala utama demam sering didiagnosis dengan infeksi lain: seperti demam typhoid, demam
dengue, leptospirosis, chikungunya, dan infeksi saluran nafas. Adanya thrombositopenia
sering didiagnosis dengan leptospirosis, demam dengue atau typhoid. Apabila ada demam

20
dengan ikterik bahkan sering diintepretasikan dengan diagnosa hepatitis dan leptospirosis.
Penurunan kesadaran dengan demam sering juga didiagnosis sebagai infeksi otak atau bahkan
stroke. Mengingat bervariasinya manifestasi klinis malaria maka anamnesis riwayat
perjalanan ke daerah endemis malaria pada setiap penderita dengan demam harus dilakukan
(Kemenkes RI, 2017)

2.7 Diagnosis
Diagnosis malaria diperlukan dalampengobatan penderita malaria, karena itu kemampuan
teknis dalam diagnosa malaria yang tepat sangat penting untuk menentukan langkah selanjutnya
dalam pengobatan penderita malaria penderita lain. Diagnosis yang benar dan cepat, selain bisa
dengan cepat mengobati penderita juga akan bisa mengurangi bahkan menghentikan penularan
lanjut kepada orang lain. (Kemenkes, 2017)
Manifestasi klinis malaria dapat bervariasi dari ringan sampai membahayakan jiwa.
Gejala utama demam sering didiagnosis dengan infeksi lain: seperti demam typhoid, demam
dengue, leptospirosis, chikungunya, dan infeksi saluran nafas. Adanya thrombositopenia sering
didiagnosis dengan leptospirosis, demam dengue atau typhoid. Apabila ada demam dengan
ikterik bahkan sering diintepretasikan dengan diagnosa hepatitis dan leptospirosis. Penurunan
kesadaran dengan demam sering juga didiagnosis sebagai infeksi otak atau bahkan stroke.
(Kemenkes, 2017)
Mengingat bervariasinya manifestasi klinis malaria, seringga anamnesis riwayat
perjalanan ke daerah endemis malaria pada setiap penderita dengan demam harus dilakukan.
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakitlainnya berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.(Kemenkes, 2017).
a. Anamnesis
Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesis yang tepat dari penderita tentang
keluhan utama (demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual,
muntah, diare, dan nyeri otot atau pegal-pegal), riwayat berkunjung dan bermalam 1-4
minggu yang lalu ke daerah endemis malaria, riwayat tinggal di daerah endemis malaria,
riwayat sakit malaria, riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir, riwayat mendapat
transfusi darah. (Lukman, 2011)
Jika tidak ditangani segera dapat menjadi malaria berat yang menyebabkan
kematian.Selain hal-hal di atas, pada penderita malaria berat, dapat ditemukan keadaan di

21
bawah ini : Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat, keadaan umum yang lemah,
kejang-kejang, panas tinggi, mata atau tubuh ikterik, perdarahan hidung, gusi atau saluran
pencernaan, nafas cepat dan atau sesak nafas, muntah terus menerus, dan tidak dapat
makan minum, warna air seni seperti teh tua dan dapat sampai kehitaman, Jumlah air seni
kurang (oliguria) bahkan sampai tidak ada (anuria) dan telapak tangan sangat pucat.
(Lukman, 2011)

b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dengan kasus terduga malaria, dapat ditemui keadaan-
keadaan sebagai berikut : (Teuku, 2011)
 Deman (suhu tubuh aksiler ≥ 37,5 °C )
 Pucat pada kojugtiva palpebra atau telapak tangan
 Pembesaran limpa (splenomegali)
 Pembesaraan hati (hepatomegali).
Pada tersangka malaria berat dapat ditemukan satu atau lebih tanda klinis, sebagai
berikut : (Teuku, 2011)
 Temperatur aksila >40 C
 Tekanaan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa da anak-anak <50 mmHg.
 Nadi cepat dan lemah/kecil
 Frekuensi nafas >35 x per menit pada orang dewasa atau 40 x per menit pada balita,
anak dibawah 1 tahun > 50 x per menit.
 Penurunan derajat kesadaran
 Manifesstasi perdarahan (petekie, purpura, hematom)
 Tanda dehidrasi (mata cekung, tugor dan elastisitas kulit berkurang, bibir kering,
produksi air seni kurang)
 Tanda-tanda anemia berat (konjuntiva pucat, telapak tangan pucat, lidah pucat).
 Terlihat mata kuning/ ikterik
 Adanya ronki pada kedua paru
 Pembesaran limpa dan atau hepar
 Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria
 Gejala neurologi (kaku kuduk, reflek patologi).

22
c. Pemeriksaan Laboratorium
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium, awalnya hanya berdasarkan pemeriksaan
sediaan darah tepi yang telah diwarnai dan diperiksa dibawah mikroskop. Tujuannya
untuk mengetahui keberadaan parasit Plasmodium spp, menentukan spesiesnya serta
menghitung kepadatannya. (Lukman, 2011)
Tapi dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, pemeriksaan
laboratorium bukan hanya berdasarkan pemeriksaan mikroskopis, tapi lebih jauh lagi
dilakukan dengan pemeriksaan keberadaan antibodi antiparasit Plasmodium spp yang
berdasarkan deteksi enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA) melalui pemeriksaan
polymerase chain reaction (PCR), juga pemeriksaan keberadaan DNA parasitnya.
Bahkan sekarang ini sudah bisa dilakukan pemeriksaan secara cepat menggunakan rapid
diagnotic test (RDT) untuk mendeteksi keberadaan antibodianti parasit Plasmodium spp
yang bisa dilakukan secara cepat dilapangan. (Lukman, 2011)
Dari beberapa jenis pemeriksaan laboratorium, yang dianggap paling baik
sehingga dijadikan sebagai goal standard pemeriksaan laboratorium malaria adalah
pemeriksaan secara mikroskopis, karena pemeriksaan berdasarkan mikroskopis
mempunyai kelebihan yaitu bisa menentukan dengan tepat spesies serta stadium parasit
Plasmodium spp termasuk kepadatannya. (Lukman, 2011)
Tetapi kadangkala hasil pemeriksaan mikroskopistidak dapat dipercaya penuh
sebagai dasar penegakan diagnosis terutama pada penderita yang telah diberi pengobatan
atau profilaksis, karena obat antimalaria secara parsial dapat menyebabkan berkurangnya
jumlah parasit sehingga berada di bawah ambang pemeriksaan mikroskop. Ini
mengakibatkan pada pewarnaan sediaan darah hanya ditemukan sedikit parasit yang
menggambarkan parasitemia yang rendah padahal pasien sedang menderita malaria
berat.Jumlah parasit yang sedikit pada sediaan apus darah juga bisa ditemui pada fase
awal atau relaps.(Lukman, 2011)
Pemeriksaan parasit malaria berdasarkan mikroskopis, pada umumnya dilakukan
pada penderita dengan gejala klinis umum malaria yaitu panas dan demam berkala.
Dilakukan pada spesimen darah yang diambil dari darah tepi, sebagai berikut :(Lukman,
2011)

23
 Biasanya pengambilan darah dari ujung jari tangan atau jempol kaki
 Spesimen darah dibuat preparat pada slide glasss dan dibuat bentuk lingkaran
dengan diameter 1 cm, kemudian keringkan
 Setelah kering selanjutnya diwarnai dengan Giemsa dengan pewarnaan cepat atau
lambat.
 Setelah dicuci dengan air yang mengalir,
 Selanjutnya diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 100kali.

Pemeriksaan sediaan darah (SD) darah untuk mentukan :


 Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
 Species dan stadium plasmodium (Pf, PV, Pm,Po, dan tropozoit, skizon, gametosit).
 Kepadatan parasit :
 (-) : SD neagatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 lapang pandang)
 (+) : SD positif 1 (ditemukan 1-10 parasit dalam 100 lapang pandang)
 (++) : SD positif 2 (ditemukan 11-100 parasit dalam 100 lapang pandang)
 (+++) : SD positif 3 (ditemukan 1-100 parasit dalam 1 lapang pandang)
 (++++) : SD positif 4 (ditemukan 11-100 parasit dalam 1 lapang pandang)

Sekarang ini sudah bisa dilakukan pemeriksaan secara cepat menggunakan rapid
diagnostic test (RDT) untuk mendeteksi keberadaan antibodi anti parasit Plasmodium
yang bisa dilakukan secara cepat di lapangan. Mekanisme kerja tes ini berdasarkan
deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metoda imunokromatografi.
(Lukman, 2011)
Sebelum menggunakan RDT perlu dibaca petunjuk penggunaan dan tanggal
kadaluarsanya. Pemeriksaan RDT bersifat kualitatif, tidak dapat digunakan untuk
pemantauan pengobatan. Kebijakan penggunaan RDT, yaitu:(Lukman, 2011)
 Pada puskesmas terpencil di daerah endemis, yang belum dilengkapi dengan
mikroskop atau sarana laboratorium, di Pustu, Polindes dan Poskesdes.
 Pada kondisi kegawatdaruratan pasien yang memerlukan penatalaksanaan dengan
segera (hanya untuk diagnosis awal).

24
 Pada daerah dengan KLB malaria dan bencana alam di daerah endemis malaria
yang belum dilengkapi fasilitas laboratorium malaria.
Pemeriksaan diagnostik secara cepat ditujukan untuk mendeteksi adanya antigen
atau produk parasit yang dihasilkan oleh keempat spesies Plasmodium. Antigen yang
dipakai sebagai target adalah:(Lukman, 2011)

 HRP II (Histidin Rich Protein), adalah antigen yang disekresi ke sirkulasi darah
kasus oleh stadium tropozoit dan gametosit muda P.falciparum.
 PLDH (Pan Lactate Dehydrogenase), antigen yang dihasilkan oleh keempat spesies
plasmodium stadium seksual dan aseksual. Antigen ini dapat membedakan spesies
P.falciparum dan P.vivax.
 Pan aldolase, adalah enzim yang dihasilkan keempat spesies Plasmodium yang
menginfeksi darah manusia.
Pada kasus malaria berat, dapat ditemukan gambaran klinis dari hasil
laboratorium sebagai berikut: (Lukman, 2011)
 Hipoglikemi: gula darah < 40 mg%.
 Asidemia (pH:< 7,25) atau asidosis (bikarbonat plasma < 15 mmol/L).
 Anemia berat (Hb < 5 gr% atau hematokrit <15%)
 Hemoglobinuri
 Hiperparasitemia (di daerah endemis rendah : >2 % atau >100.000 parasit/uL;
daerah endemis tinggi :> 5% atau >250.000 parasit/ uL).
 Hiperlaktatemia (laktat > 5 ugr/L)
 Gagal ginjal akut (urin < 0,5 ml/kgBB/jam dalam 6 jam)

2.8 Diagnosa banding
Demam merupakan salah satu gejala malaria yang menonjol, yang juga dijumpai pada
hampir semua penyakit infeksi seperti infeksi virus pada sistem respiratorius, influenza,
bruselosis, demam tifoid, demam dengue, dan infeksi bakteri lainnya seperti pneumonia, infeksi
saluran kemih, dan tuberkulosis.
Pada malaria berat diagnosis banding tergantung pada manifestasi malaria beratnya. Pada
malaria dengan ikterus, diagnosis banding ialah demam tifoid, hepatitis, kolesistitis, dan
leptospirosis. Pada malaria serebral harus dibedakan dengan infeksi otak lainnya seperti

25
meningitis, ensefalitis tifoid enselopati. Tripanososmiasis. Penurunan kesadaran dan koma dapat
terjadi pada gangguan metabolik (diabetes atau uremi), gangguan serebro-vaskular (stroke),
eklampsia, epilepsi dan tumor otak (Harijanto, 2014).

2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan malaria yang dianjurkan saat ini dengan pemberian ACT.Pemberian
kombinasi ini untuk meningkatkan efektifitas dan mencegah resistensi. Malaria tanpa
komplikasi diobati dengan pemberian ACT secara oral. Malaria berat diobati dengan
injeksi Artesunat atau Artemeter dilanjutkan dengan ACT oral. Disamping itu diberikan
primakuin sebagai gametosidal dan hipnozoidal. (Depertemen Kesehatan RI, 2017)

2.9.1 Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi

Malaria falsiparum dan Malaria vivaks


Pengobatan malaria falciparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT di
tambah primakuin. Dosis ACT untuk malaria falciparum sama dengan malaria
vivaks 1 kali perhari selama 3 hari, Primakuin untuk malaria falciparum hanya
diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,75 mg/kgBB, dan untuk malaria
vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg /kgBB. Pengobatan malaria
falciparum dan malaria vivaks adalah seperti yang tertera di bawah ini:
(Depertemen Kesehatan RI, 2017)

26
Tabel 2.2
Pengobatan Malaria Falciparum Menurut Berat Badan
(DHP Dan Primakuin)

Tabel 2.3
Pengobatan Malaria Vivaks Menurut Berat Badan Dengan
(DHP dan Primakuin)

Sebaiknya dosis pemberian DHP berdasarkan berat badan, apabila


penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat
berdasarkan kelompok Usia. (Hakim, 2011)

Pengobatan Malaria Vivaks Relaps

Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan dengan regimen


ACT yang sama tapi dosis Primakuin ditingkatkan menjadi 0.5 mg/kgBB/hari.

Pengobatan Malaria Ovale

Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu DHP atau
kombinasi Artesunat + Amodiakuin. Dosis pemberian obatnya sama dengan
untuk malaria vivaks yaitu 1 kali perhari selama 3 hari.

27
Pengobatan Malaria Malariae

Pengobatan P. malariae yaitu diberikan ACT 1 kali perhari selama 3 hari,


dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya hanya tidak diberikan
primakuin.

Pengobatan Infeksi Malaria Campuran (P. falciparum + P. vivax/P. ovale)

Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta
primakuin dengan dosis 0.25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.

Tabel 2.4
Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P. ovale
(DHP + Primakuin)

Dosis obat:

 Amodiakuin basa = 10 mg/kgbb


 Artesunat = 4 mg/kgbb.

Catatan:

 Sebaiknya dosis pemberian obat berdasarkan berat badan, apabila


penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat
berdasarkan kelompok Usia
 Apabila ada ketidaksesuaian antara Usia dan berat badan (pada tabel
pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.

28
 Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat badan ideal.
 ACT tidak boleh diberikan pada ibu hamil trimester 1 dan Primakuin tidak
boleh diberikan pada ibu hamil.

2.9.2 Pengobatan Malaria Pada Ibu Hamil


Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan
pengobatan pada orang dewasa lainnya, perbedaan adalah pada pemberian obat
malaria berdasarkan Usia kehamilan. Pada ibu hamil tidak diberikan Primakuin.
(Depertemen Kesehatan RI, 2017)
Tabel 2.5
Pengobatan Malaria Falciparum Pada Ibu Hamil

Tabel 2.6
Pengobatan Malaria Vivaks Pada Ibu Hamil

Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong
karena bersifat iritasi lambung. Oleh sebab itu penderita harus makan terlebih
dahulu setiap akan minum obat anti malaria. Dosis klindamisin 10 mg/kgBB
diberikan 2 x sehari. (Depertemen Kesehatan RI, 2017)

2.9.3 Pengobatan Malaria Berat


Semua penderita malaria berat harus ditangani di Rumah Sakit (RS) atau
puskesmas perawatan. Bila fasilitas maupun tenaga kurang memadai, misalnya
jika dibutuhkan fasilitas dialisis, maka penderita harus dirujuk ke RS dengan

29
fasilitas yang lebih lengkap.Prognosis malaria berat tergantung kecepatan dan
ketepatan diagnosis serta pengobatan. (Depertemen Kesehatan RI, 2017)
Jika puskesmas/klinik tidak memiliki fasilitas rawat inap, pasien malaria
berat harus langsung dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap. Sebelum dirujuk
berikan artemeter intramuskular dosis awal (3.2mg/kgbb). Sedangkan untuk
pengobatan di Pusat Pelayanan Kesehatan Primer maupun Sekunder
(Puskesmas, Klinik Kesehatan, dan Rumah Sakit) dapat diberikan artesunat
intravena sebagai pilihan utama. Jika tidak tersedia dapat diberikan artemeter
intramuskular atau kina drip.

Kemasan Dan Cara Pemberian Artesunat

Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering


asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi natrium bikarbonat 5%.
Keduanya dicampur untuk membuat 1 ml larutan sodium artesunat. Kemudian
diencerkan dengan Dextrose 5% atau NaCL 0,9% sebanyak 5 ml sehingga
didapat konsentrasi 60 mg/6ml (10mg/ml). Obat diberikan secara bolus
perlahan-lahan.
Artesunat diberikan dengan dosis 2.4 mg/kgbb intravena sebanyak 3 kali
(jam ke 0, 12, 24). Selanjutnya diberikan 2.4 mg/kgBB intravena setiap 24 jam
sehari sampai penderita mampu minum obat. Contoh perhitungan dosis, yaitu
sebagai berikut:
 Penderita dengan BB : 50 kg.
 Dosis yang diperlukan : 2.4 mg x 50 = 120 mg

Penderita tersebut membutuhkan 2 vial artesunat perkali pemberian.Bila


penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan
regimen DHP atau ACT lainnya (3 hari) + primakuin (sesuai dengan jenis
plasmodiumnya). (Depertemen Kesehatan RI, 2017)

Kemasan Dan Cara Pemberian Artemeter


Artemeter intramuskular tersedia dalam ampul yang berisi 80 mg artemeter
dalam larutan minyak.Artemeter diberikan dengan dosis 3.2 mg/kgBB

30
intramuskular. Pada hari berikutnya artemeter diberikan 1.6 mg/kgBB
intramuskular satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat. (Arsin,
2012)
Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan
dengan regimen DHP atau ACT lainnya (3 hari) + primakuin (sesuai dengan
jenis plasmodiumnya). (Depertemen Kesehatan RI, 2017)

Kemasan Dan Cara Pemberian Kina Drip


Kina drip bukan merupakan obat pilihan utama untuk malaria berat. Obat ini
diberikan pada daerah yang tidak tersedia artesunat intravena/artemeter
intramuskular dan pada ibu hamil trimester pertama. Obat ini dikemas dalam
bentuk ampul kina dihidroklorida 25%. Satu ampul berisi 500 mg / 2 ml. Cara
pemberian kina pada orang dewasa, yaitu sebagai berikut: (Depertemen
Kesehatan RI, 2017)
1. Loading dose: 20 mg garam/kgbb dilarutkan dalam 500 ml (hati-hati
overload cairan) dextrose 5% atau NaCl 0.9% diberikan selama 4 jam
pertama.
2. 4 jam kedua hanya diberikan cairan dextrose 5% atau NaCl 0.9%.
3. 4 jam berikutnya berikan kina dengan dosis rumatan 10 mg/kgbb dalam
larutan 500 ml (hati-hati overload cairan) dekstrose 5 % atau NaCl.
4. 4 jam selanjutnya, hanya diberikan cairan Dextrose 5% atau NaCl 0.9%.
5. Setelah itu diberikan lagi dosis rumatan seperti diatas sampai penderita
dapat minum kina per-oral.
6. Bila sudah dapat minum obat pemberian kina iv diganti dengan kina tablet
per-oral dengan dosis 10 mg/kgBB/kali diberikan tiap 8 jam. Kina oral
diberikan bersama doksisiklin atau tetrasiklin pada orang dewasa atau
klindamisin pada ibu hamil. Dosis total kina selama 7 hari dihitung sejak
pemberian kina perinfus yang pertama.
Sedangkan pada anak-anak, pemberian kina meliputi kina HCl 25 % (per-
infus) dosis 10 mg/kgBB (bila Usia <2 bulan berikan 6 – 8 mg/kgBB)
diencerkan dengan Dekstrosa 5% atau NaCl 0.9% sebanyak 5 – 10 cc/kgBB

31
diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai penderita dapat minum
obat. Perlu diperhatikan: (Depertemen Kesehatan RI, 2017)
 Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena toksik bagi
jantung dan dapat menimbulkan kematian.
 Dosis kina maksimum dewasa : 2.000 mg/hari.

2.9.4 Pengobatan Malaria Berat Pada Ibu Hamil


Pengobatan malaria berat untuk ibu hamil dilakukan dengan memberikan
kina HCl drip intravena pada trimester 1 dan artesunat/artemeter injeksi untuk
trimester 2 dan 3. (Depertemen Kesehatan RI, 2017)

2.5 Algoritma
Alur Penemuan Penderita Malaria

32
2.10 Komplikasi

Komplikasi malaria umumnya disebabkan oleh P.falcifarum dan sering disebut sebagai
pernicius manifestations. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya, dan sering
terjadi pada penderita yang tidak imun seperti pada orang pendatang dan kehamilan. Komplikasi
terjadi 5-10% pada seluruh penderita malaria yang dirawat di RS dan 20% dari padanya
merupakan kasus yang fatal.
Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang
menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P.falcifarum dengan satu atau lebih komplikasi
sebagai berikut :
1. Malaria serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30 menit
setelah serangan kejang; derajat penurunan kesadaran harus dilakukan penilaian berdasar
GCS (Glasgow Coma Scale).
2. Acidemia /acidosis: pH darah < 7,25 atau plasma bicarbonate < 15 mmol/l, kadar laktat
vena > 5 mmol/l, klinis pernapasan dalam/respiratory distress.
3. Anemia berat (Hb < 5 g/dl atau hematokrit < 15%) pada keadaan parasit > 10.000/ul; bila
anemianya hipokromik atau miktositik harus dikesampingkan adanya anemia defisiensi
besi, talasemia/ hemoglobinopati lainnya.
4. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400 ml/24 jam pada dewasa atau 12 ml/kg BB pada
anak-anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin > 3 mg/dl.
5. Edema paru non-kardiogenik/ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome); dapat
dideteksi secara radiologi.
6. Hipoglikemi : gula darah <40 mg/dl.
7. Dadal sirkulasi atau syok : tekanan sistolik < 70 mmHg (anak 1-5 tahun < 50 mmHg);
disertai keringat dingin atau perbedaan temperatur kulit-mukosa > 100 C.
8. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan/ atau disertai kelainan
laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskular
9. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam.
10. Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat anti
malaria/ kelainan eritrosit(kekurangan G-6-PD).
11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kepiler
pada jaringan otak.

33
Beberapa keadaan lain yang juga digolongkan sebagai malaria berat sesuai dengan gambaran
klinis daerah setempat ialah : 1. Gangguan kesadaran ringan (GCS < 15), 2. Kelemahan otot
(tidak bisa duduk/berjalan) tanpa kelainan neurologik, 3. Hiperparasitemia > 2% pada daerah
hipoendemik atau daerah tak stabil malaria dan parasit >5% pada daerah hyperendemik, 4.
Ikterik (bilirubin > 3 mg/dl) bila disertai gagal organ lain, 5. Hiperpireksia (temperatur rektal >
400 C ) pada orang dewasa atau anak (Harijanto, 2014).

2.11 Prognosis
Pada infeksi malaria hanya terjadi mortalitas bila mengalami malaria berat, mortalitas
tergantung pada kecepatan penderita tiba di rumah sakit, kecepatan diagnosa dan penanganan
yang tepat.Meski demikian mortalitas penderita malaria berat di dunia masih cukup tinggi sekitar
15 – 60% tergantung fasilitas pemberi pelayanan. Semakin banyak jumlah komplikasi malaria
akan diikuti dengan peningkatan mortalitas (Harijanto, 2014).

2.12 Pencegahan
Upaya pencegahan yang dapat dilakkan untuk memberantas penyakit malaria adalah :
1. Kebiasaan berada diluar rumah pada malam hari
Pada umumnya nyamuk anopheles lebih senang menggigit pada malam hari.
Perilaku nyamuk anopheles dalam mencari darah (Feeding Places) terbagi
berdasarkan spesies yaitu ada nyamuk yang aktif menggigit mulai senja hari
hingga menjelang tengah malam dan ada nyamuk yang aktif menggigit mulai
tengah malam sampai pagi hari. Perilaku masyarakat berupa kebiasaan berada
diluar rumah pada malam hari merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya
penyakit malaria. (Arsin, 2012)
2. Pemekaian kelambu
Di Indonesia usaha pembasmian penyakit malaria belum mencapai hasil yang
optimal karena beberapa hambatan yaitu tempat perindukan nyamuk malaria yang
tersebar luas, jumlah penderita yang sangat banyak serta keterbatasan sumber
daya manusia dan biaya. Oleh karena itu, usaha yang paling mungkin dilakukan
adalah usaha-usaha pencegahan terhadap penularan parasit. Tindakan protektif ini
bertujuan untuk mengurangi kontak manusia dengan nyamuk baik untuk orang

34
per orang ataupun keluarga dalam satu rumah. Salah satu tindakan protektif ini
yaitu dengan menggunakan kelambu tidur dengan atau tanpa insektisida pada saat
tidur malam. (Arsin, 2012)
3. Pemakaian obat anti nyamuk
Berbagai usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi kejadian malaria
diantaranya yaitu dengan menggunakan obat anti nyamuk. Jenis dari obat anti
nyamuk yang banyak beredar dimasyarakat yaitu obat nyamuk bakar (Fumigan),
obat nyamuk semprot (Aerosol), obat nyamuk listrik (Electrik) dan zat penolak
nyamuk (Repellent). (Arsin, 2012)
Perilaku ideal yang berhubungan dengan pengenalian malaria adalah
a. Malam hari berada di dalam rumah dan bila keluar rumah selalu memakai
obat anti nyamuk oles (repellent) atau mengenakan pakaian yang tertutup.
b. Menggunakan obat anti nyamuk atau kelambu waktu tidur malam hari.
c. Tidak menggantungkan pakaian bekas di dalam kamar/ rumah.
d. Mengupayakan keadaan dalam rumah tidak gelap dan lembab dengan
memasang genting kaca dan membuka jendela pada siang hari.
e. Memasang kawat kasa di semua lubang/ventilasi dan jendela untuk mencegah
nyamuk masuk ke dalam rumah.
f. Membuang air limbah di saluran air limbah agar tidak menyebabkan genangan
air yang menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk.
g. Melestarikan hutan bakau di rawa-rawa sepanjang pantai.
h. Menjauhkan kandang ternak dari rumah/tempat tinggal.
i. Membunuh jentik nyamuk dengan menebarkan ikan pemakan jentik (kepala
timah, gupi, mujair) pada mata air, saluran irigasi tersier, sawah, anak sungai
yang dangkal, rawa-rawa pantai dan tambak ikan yang tidak terpelihara.
j. Merawat tambak-tambak ikan dan membersihkan lumut yang ada
dipermukaan secara teratur. (Arsin, 2012)

35
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif retrospektif yaitu


menggambarkan karakteristik umur, jenis kelamin, tempat tinggal dan jenis parasit pada
penderita malaria di wilayah kerja Puskesmas Koya Barat.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian


3.2.1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Puskesmas Koya Barat Distrik Muara Tami, Kota
Jayapura.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 29 januari s.d 03 februari 2018.

3.3. Populasi dan Sampel


3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita penyakit malaria yang
teregistrasi di Puskesmas Koya Barat dari bulan Juli hingga Desember 2017
sebanyak 3047 penderita.
3.1.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah penderita malaria pada dari bulan Juli
hingga Desember 2017 yaitu sebanyak 3047 penderita, dimana 23orang
didiagnosis malaria klinis, 1366 orang didiagnosis malaria vivax, 1473 orang
didiagnosis malaria falciparum, 168 orang didiagnosis malaria mix, 17 orang
didiagnosis malaria quartana.

36
3.4. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah gambaran karakteristik pada penderita malaria
berdasarkan :
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Tempat Tinggal
4. Jenis Parasit

3.5. Definisi Operasional


 Usia adalah selisih antara tanggal pengambilan spesimen darah dengan tanggal lahir
responden. Dalam hal ini, usia pasien penderita malaria dalam penelitian ini dibagi
menjadi enam kelompok usia, yaitu :
1. Kelompok Usia 0 – 11 bulan
2. Kelompok Usia 1 – 4 tahun
3. Kelompok Usia 5 – 9 tahun
4. Kelompok Usia 10 – 14 tahun
5. Kelompok Usia≥15 tahun
 Jenis kelamin adalah ciri khas organ (organ reproduksi) yang dimiliki oleh penderita
sesuai yang tercatat dalam kartu status, yaitu :
1. Laki-Laki
2. Perempuan
 Tempat tinggal adalah tempat penderita tinggal atau berdomisili menetap sesuai
yang tercatat dalam kartu status, yaitu :
1. Wilayah Kerja Puskesmas Koya Barat :
Kelurahan Koya Barat, Kelurahan Koya Timur, Kampung Koya Tengah,
Kampung Holtekam
2. Luar Wilayah Kerja Puskesmas Koya Barat

 Jenis parasit adalah parasitPlasmodium yang ditularkan melalui gigitan nyamuk


malaria (Anopheles). Jenis parasit dan satu kondisi malaria campuran (disebabkan
oleh karena Plasmodium falciparum dengan Plasmodium vivax ataudengan
Plasmodium ovale) yang ditemukan berdasarkan hasil pemeriksaan darah adalah:
37
1. Plasmodium falciparum
2. Plasmodium vivax
3. Plasmodium malariae
4. Plasmodium ovale
5. Mixed – malaria
6. Malaria Klinis
3.6. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengambil data sekunder penderita malaria
dengan parasit positif yang berobat di Puskesmas Koya Barat, diperoleh dari kartu status
bagian registrasi Puskesmas Koya Barat Distrik Muaratami, Kota Jayapura bulan Juli
sampai Desember 2017, kemudian data tersebut dicatat sesuai dengan variabel yang
diteliti.

3.7. Analisis Data


Data yang terkumpul diolah dan dianalisa secara deskriptif, dan data untuk variabel
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

38
BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Data Geografis / Data Wilayah


Puskesmas Koya Barat adalah salah satu dari 12 puskesmas yang merupakan Unit
Pelaksana Tehnis Dinas (UPTD) Kesehatan Kabupaten/Kota yang berperan
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah Distrik Muara Tami Kota
Jayapura. Puskesmas Koya Barat juga merupakan satu - satunya puskesmas yang
melayani perawatan rawat inap. Puskesmas Perawatan Koya Barat merupakan Puskesmas
Rawat Inap yang berjarak kurang lebih 40 km dari pusat kota Jayapura dengan batas-
batas wilayah sebagai berikut:
- Utara : Kampung Holtekamp, Kampung Skouw Yambe dan
Kampung Koya Tengah
- Selatan : Kelurahan Koya karang, Kabupaten Keerom
- Timur : Kelurahan Koya Timur
- Barat : Kelurahan Barat, Kampung Koya Koso, Distrik Abepura
Gambar 3 : Wilayah Kerja Puskesmas Perawatan Koya Barat

39
Secara adminitrasi, Distrik Muara Tami terdiri 5 (lima) kampung dan 2 (dua)
kelurahan yaitu, kampung holtekamp, kampung koya Tengah, kampung Skouw Sae,
kampung Skouw Yambe, kampung Skouw Mabo, kampung Mosso, kelurahan Koya
Timur, dan kelurahan Koya Barat. Namun, yang termasuk dalam wilayah kerja
Puskesmas Koya Barat hanya 2 kampung dan 2 kelurahan saja.

Tabel 3.1.Gambaran Wilayah Puskesmas Perawatan Koya Barat

No Desa/Kelurahan Jarak dari Puskesmas Ket


1 Koya Barat 0 km
2 Koya Timur 4 km
3 Koya Tengah 6 km
4 Holtekam 7km

Ket : Dari 4 desa yang ada semuanya dapat di tempuh dengan kendaraan roda 2 dan
roda 4, melalui jalan Negara, Kabupaten dan Jalan Desa.

4.2. Topografi dan Luas Wilayah


Wilayah Distrik Muara Tami mempunyai topografi yang bervariasi mulai dataran
rendah, pantai sampai dataran berbukit. Dari luas wilayah sebesar 1.057,62 km2 sekitar
70% diantaranya merupakan kawasan budidaya dan sisanya (30%) merupakan kawasan
non-budidaya yang berupa daerah rawa dan kawasan lindung. Kelurahan ini memiliki
luas wilayah 3,885,019 Ha atau 19 % luas Wilayah Distrik Muara Tami dan tediri dari
lahan kering, rawa-rawa dan hutan.

4.3. Iklim
Variasi curah hujan 2.764 mm/th dengan suhu udara rata - rata 22° C - 33° C, musim
hujan dan musim kemarau tidak teratur. Kelembaban udara rata- rata bervariasi antara
79% - 81%, keadaan iklim seperti ini sangat menunjang bidang pertanian dan
peternakan.

40
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. HASIL PENELITIAN


Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Koya
Barat khususnya karakteristik penderita malaria dari tanggal 29 Januari sampai dengan 03
Februari 2018. Jenis penelitian ini adalah deskriptif retrospektif, yaitu menggambarkan
karakteristik penderita malaria di wilayah kerja puskesmas Koya Barat Distrik Muara
Tami, Kota Jayapura periode bulan Juli-Desember tahun 2017 dengan jumlah penderita
sebanyak 3047 penderita. Berikut ini adalah gambaran sampel yang diteliti:
a. Distribusi Penderita Malaria di wilayah kerja Puskesmas Koya Barat bulan Juli
– Desember 2017

Tabel 5.1. Distribusi penderita malaria di wilayah kerja puskesmas Koya Barat bulan
Juli-Desember 2017

No Kelurahan/ Kampung N %
1. Koya Barat 970 31.9
2. Koya Timur 397 17.2
3. Koya Tengah 183 6
4. Holtekam 523 13
5. Luar Wilayah 974 31.9
Jumlah 3047 100

Berdasarkan tabel 5.1. terlihat bahwa penderita malaria yang paling banyak di
wilayah kerja Puskesmas Koya Barat yaitu kelurahan Koya Barat yaitu sebanyak 970
atau 31.9%, sedangkan kelurahan Koya Timur sebanyak 397 orang atau 17.2%, kampung
Koya Tengah sebanyak 183 orang atau 6%, kampung Holtekam sebanyak 523 orang atau
13%, dan di luar wilayah kerja Puskesmas Koya Barat sebanyak 974 orang atau 31.9%.

41
b. Distribusi Karakteristik Penderita Malaria berdasarkan Jenis Kelamin di
Wilayah kerja Puskesmas Koya Barat periode Juli – Desember 2017

Tabel 5.2. 2 Distribusi Karakteristik penderita malaria berdasarkan jenis kelamin di


wilayah kerja puskesmas Koya barat periode Juli-Desember 2017

No Jenis N %
Kelamin
1. Laki-Laki 1910 62.3
2. Perempuan 1137 37.7
Jumlah 3047 100

Berdasarkan tabel 5.2 terlihat bahwa penderita malaria yang paling banyak di Puskesmas
Koya Barat yaitu penderita yang berjenis kelamin laki – laki sebanyak 1910 orang atau
62.3%, sedangkan penderita yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 1137 orang atau
37.7%.

c. Distribusi Karakteristik Penderita Malaria berdasarkan Usia di Wilayah kerja


Puskesmas Koya Barat periode Juli-Desember 2017
Tabel 5.3. Distribusi Karakteristik Penderita Malaria Puskesmas Koya Barat
Berdasarkan Usia Periode Juli – Desember 2017

No. Kelompok Usia N %


1. 0-11 Bulan 42 1.4
2. 1-4 tahun 384 12.6
3. 5-9 tahun 428 14.07
4. 10-14 tahun 323 10.62
5. ≥ 15 tahun 1870 61.31
Jumlah 3047 100

Berdasarkan tabel 5.3. terlihat bahwa penderita malaria yang paling banyak di Puskesmas
Koya Barat yaitu penderita yang berusia ≥ 15 tahun sebanyak 1870 orang atau 61.31%,
sedangkan penderita paling sedikit yaitu penderita yang berusia 0-11 bulan sebanyak 42
orang atau 1.4%.

42
d. Distribusi Karakteristik penderita Malaria Puskesmas Koya barat berdasarkan
jenis malaria di wilayah kerja puskesmas Koya Barat periode Juli- Desember
2017.

Tabel 5.4. Karakteristik Penderita Malaria Puskesmas Koya Barat Berdasarkan Jenis
Malaria Periode Juli – Desember 2017

No. Jenis Plasmodium N %


1. Malaria Tropica 1473 48.35
2. Malaria Tersiana 1366 44.84
3. Malaria Malariae 17 0.56
4. Malaria Quartana 0 0
5. Malaria Klinis 23 0.75
6. Mixed 168 5.5
Jumlah 3047 100

Berdasarkan tabel 5.4. terlihat bahwa penderita malaria yang paling banyak di Puskesmas
Koya Barat yaitu penderita dengan jenis Malaria Tropika sebanyak 1473 orang atau
48,35%, Malaria Tersiana 1366 orang atau 44,84%, Malaria Klinis 23 orang atau 0,75%
Malaria Malariae 17 orang atau 0,56%, Mixed 168 orang atau 5,5% sedangkan penderita
yang berdasarkan jenis Malaria Quartana sebanyak 0 orang atau 0%.

5.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Koya
Barat khususnya karakteristik penderita malaria dari tanggal 29 Januari sampai
dengan 03 Februari 2018. Jenis penelitian ini adalah deskriptif retrospektif, yaitu
menggambarkan karakteristik penderita malaria di wilayah kerja puskesmas Koya
Barat Distrik Muara Tami, Kota Jayapura periode bulan Juli-Desember tahun 2017
dengan jumlah penderita sebanyak 3047 penderita. Berikut ini adalah gambaran
sampel yang diteliti:
5.2.1 Berdasarkan Distribusi Penderita Malaria

Penderita malaria yang paling banyak di wilayah kerja Puskesmas Koya Barat
adalah kelurahan Koya Barat yaitu sebanyak 970 atau 31.9%, sedangkan
43
kelurahan Koya Timur sebanyak 397 orang atau 17.2%, kampung Koya Tengah
sebanyak 183 orang atau 6%, kampung Holtekam sebanyak 523 orang atau 13%,
dan di luar wilayah kerja Puskesmas Koya Barat sebanyak 974 orang atau 31.9%.
Lingkungan adalah faktor yang sangat mempengaruhi perkembang biakan
nyamuk. Nyamuk berkembang biak dengan baik bila lingkungannya sesuai
dengan keadaan yang dibutuhkan oleh nyamuk untuk berkembang biak. Kondisi
lingkungan yang mendukung perkembangan nyamuk tidak sama tiap jenis/spesies
nyamuk. Nyamuk Anopheles aconitus cocok pada daerah perbukitan dengan
sawah, saluran air yang banyak ditumbuhi rumput yang menghambat aliran air.
Nyamuk Anopheles balabacensis cocok pada daerah perbukitan yang banyak
terdapat hutan dan perkebunan. Jenis nyamuk Anopheles maculatus dan
Anopheles balabacensis sangat cocok berkembang biak pada tempat genangan air
seperti bekas jejak kaki, bekas jejak roda kendaraan dan bekas lubang galian.
Keadaan alam di distrik Muara Tami, Kota Jayapura dengan topografi tanah
yang berawa sangat mendukung perkembang biakan Vektor nyamuk Anopheles
sp. yang tumbuh dewasa digenangan air, di tempat – tempat yang rimbun seperti
hutan, semak – semak, dan sebagainya.
5.2.2 Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin penderita malaria yang paling banyak di
Puskesmas Koya Barat yaitu penderita yang berjenis kelamin laki – laki sebanyak
1910 orang atau 62.3%, sedangkan penderita yang berjenis kelamin perempuan
sebanyak 1137 orang atau 37.7%.
Laki-laki diKoya Barat pada umumnya lebih sering berkatifitas di luar
rumah pada malam hari sehingga angka kejadian penderita malaria lebih banyak
pada laki-laki daripada perempuan.
Kebiasaan berada diluar rumah pada malam hari merupakan salah satu
faktor yang dapat menyebabkan penyakit malaria sebab pada umumnya nyamuk
anopheles lebih senang menggigit pada malam hari. Perilaku nyamuk anopheles
dalam mencari darah (Feeding Places) terbagi berdasarkan spesies yaitu ada
nyamuk yang aktif menggigit mulai senja hari hingga menjelang tengah malam
dan ada nyamuk yang aktif menggigit mulai tengah malam sampai pagi hari.

44
Perilaku masyarakat berupa kebiasaan berada diluar rumah pada malam hari
merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya penyakit malaria. (Arsin,
2012).
5.2.3 Berdasarkan Usia
Berdasarkan usia penderita malaria yang paling banyak di Puskesmas Koya
Barat yaitu penderita yang berusia ≥ 15 tahun sebanyak 1870 orang atau 61.31%,
sedangkan penderita paling sedikit yaitu penderita yang berusia 0-11 bulan
sebanyak 42 orang atau 1.4%.
Latar belakang usia 15-34 tahun sudah dikategorikan sebagai usia produktif
yang harus bekerja untuk pemenuhan kebutuhan hidup (sosial-ekonomi). Mata
pencaharian pada umumnya adalah pedagang, nelayan, dan pekerja keramba ikan
dimana mereka harus mulai bekerja waktu subuh juga senja hari sehingga risiko
menderita malaria semakin besar karena sifat nyamuk Anopheles yang menggigit
pada waktu subuh dan senja hari sehingga terjadilah penularan malaria.
5.2.4 Berdasarkan jenis malaria
Berdasarkan jenis penderita malaria yang paling banyak di Puskesmas Koya
Barat yaitu penderita dengan jenis Malaria Tropika sebanyak 1473 orang atau
48,35%, Malaria Tersiana 1366 orang atau 44,84%, Malaria Klinis 23 orang atau
0,75% Malaria Malariae 17 orang atau 0,56%, Mixed 168 orang atau 5,5%
sedangkan penderita yang berdasarkan jenis Malaria Quartana sebanyak 0 orang
atau 0%.
Tingginya persentase Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax di
Puskesmas Koya Barat sebagai penyebab penyakit malaria disebabkan karena
berbagai hal, diduga disebabkan karena kondisi atau geografis wilayah Jayapura
dan wilayah lainnya di Papua yang mendukung berkembang biaknya populasi
nyamuk Anopheles sebagai vektor.

45
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

1 Dari hasil data yang didapat menunjukkan bahwa penderita malaria di wilayah kerja
Puskesmas Koya Barat paling banyak berada di Kelurahan Koya Barat.
2 Dari hasil data yang didapat menunjukkan bahwa penderita malaria di Puskesmas
Koya Barat paling banyak berjenis kelamin laki-laki.
3 Dari hasil data yang didapat menunjukkan bahwa penderita malaria di Puskesmas
Koya Barat paling banyak berusia di atas 15 tahun
4 Dari hasil data yang didapat menunjukkan bahwa penderita malaria di Puskesmas
Koya Barat paling banyak dengan jenis Malaria Tropika
6.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian atau pengamatan mengenai pengetahuan sikap, perilaku


dan persepsi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Koya Barat mengenai malaria
serta cara pencegahannya
2. Perlu perhatian dan pendataan secara khusus terhadap kejadian malaria pada ibu
hamil dalam wilayah kerja Puskesmas Koya Barat
3. Malaria dapat menyerang siapa saja baik laki-laki maupun perempuan sehingga
upaya pencegahan pada perorangan harus selalu diperhatikan terutama untuk
mencegah gigitan nyamuk pada malam hari.
4. Perlunya peningkatan sosialisasi dan pengawasan minum obat agar tidak terjadi
resistensi dan kasus relaps.

46
DAFTAR PUSTAKA

Arsin, A, A. 2012. Malaria di Indonesia : Tinjauan Aspek Epidemiologi. Indonesia: Masagena


Press. Hal 25 & 47-48

Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. 2017. Buku Saku Penatalaksanaan
Kasus Malaria. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Kesehatan Lingkungan.(2014). Pedoman


Manajemen Malaria. Jakarta: Depertemen Kesehatan RI.

Hakim, L. (2011). Malaria: Epidemiologi dan Diagnosis

Harijanto, P, N. 2014. Malaria. Dalam : Setiati, et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi 6. Jakarta: Interna Publishing. Hal 604, 613 & 623

Liwan, A, S. 2015. Diagnosis dan Penatalaksanaan Malaria Tanpa Komplikasi pada Anak.
Dokter Misi Keuskupan Manokwari-Sorong Kabupaten Teluk Bintuni, Volume 42(6), Hal 2

Sipayung, M. (2010). Faktor yang turut Berpengaruh terhadap kejadian di kelurahan Hamadi
distrik Jayapura. (2).

47

Anda mungkin juga menyukai