Anda di halaman 1dari 12

1) Kontrasepsi Oral

Kontrasepsi oral adalah kontrasepsi berupa pil dan diminum oleh wanita, yang berisi
estrogen dan progestin berkhasiat mencegah kehamilan bila diminum secarateratur. Kontrasepsi
hormonal pil telah mengalami penelitian panjang sehingga sebagian besar wanita dapat
menerima tanpa kesulitan dengan menstruasi normal durasi 4 sampai 6 hariCara kerja dari pil ini
adalah mencegah pelepasan sel telur yangmatang dari indung telur wanita yang masih subur,
mencegah implantasidan mengentalkan mulut rahim sehingga bibit laki-laki (sperma)
dicegahmasuk ke dalam rahim.

Berbagai pabrik farmasi telah memasarkan pil KB dengan kelebihan dan kekurangannya,
sehingga dapat memilih sesuai keberadaan wanita itu. Pada setiap pil terdapat perbandingan
kekuatan estrogenic (lebih dominan estrogen) atau progesterogenik (dominan progesteron)
melalui penilaian patrun menstruasi. Sifat khas kontrasepsi hormonal adalah sebagai berikut:

1. Komponen estrogen menyebabkan mudah tersinggung, tegang, berat badan bertambah,


menimbulkan nyeri kepala, perdarahan banyak saat menstruasi, menimbulkan perlunakan
serviks.

2. Komponen progesteron menyebabkan payudara tegang, akne (jerawat), kulit dan rambut
kering, menstruasi berkurang, kaki dan tangan sering kram, liang senggama kering.
Keuntungan memakai pil KB adalah bila minum pil sesuai dengan aturan dijamin
berhasil 100%, mudah digunakan, mengur angi rasa sakit pada waktu menstruasi,
mengurangi infeksi panggul serta mengurangi resiko kanker ovarium kontraindikasi
kontrasepsi oral adalah kehamilan, penyakit kardio dan serebrovaskular, penyakit hati,
tumor ganas saluran kelamin dan payudara, sakit kepala berat, umur lebih dari 40 tahun,
perokok berat, hipertensi (>160/90mmHg), diabetes melitus, perdarahan vagina,
menyusui.

4 tipe kontrasepsi oral yakni tipe:


1. kombinasi,
2. tipe sekuensial,
3. mini pil
4. pilpasca sanggama (morning after pil).
5.

a) Tipe kombinasi

Terdiri dari 21-22 pil yang setiap pilnya berisi derivat estrogen dan progestin dosis kecil,
untuk penggunaan satu siklus. Pil pertamamulai diminum pada hari kelima siklus haid
selanjutnya setiap hari 1 pil selama 21-22 hari. Umumnya 2-3 hari sesudah pil terakhir diminum
akan timbul perdarahan haid yang merupakan perdarahan putus obat. Penggunaan pada siklus
selanjutnya samaseperti siklus sebelumnya yaitu pil pertama ditelan pada hari kelima siklus
siklus haid.

b) Tipe sekuensial

Pil ini mengandung komponen yang disesuaikan dengan sistem hormonal tubuh, 12 pil
pertama hanya mengandung estrogen, pil ke-13 dan seterusnya merupakan kombinasi

c) Tipe mini pil

Hanya berisi derivat progestin dosis kecil (0,5 mg atau lebih kecil) terdiri dari 21-22
tablet. Minipil bukan menjadi pengganti dari pil oral kombinasi, tetapi hanya sebagai
suplemen/tambahan, yang digunakan oleh wanita yang ingin menggunakan kontrasepsi oral
tetapi sedang menyusui atau untuk wanita yang harus menghindari estrogen oleh sebab apapun.

d) Pil pasca senggama

Berisi dietilstilbestrol 25 mg diminum 2 kali sehari dalam kurang waktu 72jam pasca
senggama selama 5 hari berturut-turut. Keefektifan kontrasepsi oral yaitu bagi ibu yang masih
menyusui sampai sembilan bulan pertama postpartum keefektifan pil ini mencapai 98,5%. Bagi
ibu yang tidak menyusui, keefektifan turun menjadi 96%
Tabel 1. Contoh Produk Kontrasepsi Oral yang Beredar di Indonesia

no Nama Dagang DOSIS


Cerazatte Desogestrel 75 mcg
Cycloginon Etinylestradiol 0,03 mg, Levonogestrel 0,15 mg
Exluton Linestrenol 0,5 mcg
Gracial Desogestrel 25 mcg, Etunilestradiol 40 mcg untuk
tablet biru
Desogestrel 125 mcg, Etunilestradiol30 mcg tablet
kuning
Gynera Gestoden 0,0075 mg da Etinylestradiol 0,03 mg
Lyndiol Linestrenol 2,5 mg, Etunilestradiol0,5 mg
Mercilon 28 21 tablet besar mengandung Desogestrel 150 mcg
dan Etinylestradiol 20 mcg dan 7 tablet plasebo
Microdiol Norgestrel 0,15 mg, ethyl estradiol0,03 mg0,03 mg
Microgynon Etinylestradiol 0,03 mg, Levonogestrel 0,15 mg
Microlut Levonogestrel
Marvelon Desogestrel 150 mcg, Etunilestradiol30 mcg
Mercilon Etunilestradiol20 mcg, Desogestrel 150 mcg
Obat saluran pernafasan

ATITUSIF DAN EKSPETORAN

1. ANTITUSIF
Obat antitusif berfungsi menghambat atau menekan batuk dengan menekan pusat batuk
serta meningkatkan ambang rangsang sehingga akan mengurangi iritasi. Secara umum
berdasarkan tempat kerja obat, antitusif dibagi atas antitusif yang bekerja di perifer dan antitusif
yang bekerja di sentral. Antitusif yang bekerja di sentral dibagi atas golongan narkotik dan
nonnarkotik. Contoh : Kodein, DMP, Noskapin dan Uap Menthol.

A) Antitusif yang bekerja di perifer


Obat golongan ini menekan batuk dengan mengurangi iritasi lokal di saluran nafas, yaitu
pa da reseptor iritan perifer dengan cara anestesi langsung atau secara tidak langsung
mempengaruhi lendir saluran napas.

 Obat-obat anestesi

Obat anestesi lokal seperti benzokain, benzilalkohol, fenol, dan garam fenol digunakan
dalam pembuatan lozenges. Obat ini mengurangi batuk akibat rangsang reseptor iritan di faring,
tetapi hanya sedikit manfaatnya untuk mengatasi batuk akibat kelainan saluran napas bawah.

Obat anestesi yang diberikan secara topikal seperti tetrakain, kokain dan lidokain sangat
bermanfaat dalam menghambat batuk akibat prosedur pemeriksaan bronkoskopi. Beberapa hal
harus diperhatikan dalam pemakaian obat anestesi topikal yaitu :

1. Resiko aspirasi beberapa jam sesudah pemakaian obat.

2. Diketahui kemungkinan reaksi alergi terhadap obat anestesi.

3. Peningkatan tekanan jalan nafas sesudah inhalasi zat anestesi.

4. Resiko terjadinya efek toksis sistemik termasuk aritmia dan kejang terutama pada penderita
penyakit hati dan jantung

 Lidokain

Obat anestesi yang diberikan secara topikal seperti tetrakain, kokain dan lidokain sangat
bermanfaat dalam menghambat batuk akibat prosedur pemeriksaan bronkoskopi.

 Demulcent
Obat ini bekerja melapisi mukosa faring dan mencegah kekeringan selaput lendir. Obat ini
dipakai sebagai pelarut antitusif lain atau sebagai lozenges yang mengandung madu, akasia,
gliserin dan anggur.

B) Antitusif yang bekerja sentral


Obat ini bekerja menekan batuk dengan meninggikan ambang rangsang yang dibutuhkan
untuk merangsang pusat batuk. Dibagi atas golongan narkotik dan non-narkotik.

 Golongan narkotik

Antitusif yang mempunyai potensi untuk mendatangkan adiksi/ ketergantungan, dan


mempunyai potensi untuk disalahgunakan.Opiat dan derivatnya mempunyai beberapa macam
efek farmakologik, sehingga digunakan sebagai analgesik, antitusif, sedatif, menghilangkan
sesak karena gagal jantung kiri dan antidiare. Di antara alkaloid ini, morfin dan kodein sering
digunakan. Efek samping obat ini adalah penekanan pusat napas, konstipasi, kadang-kadang
mual dan muntah, serta efek adiksi. Opiat dapat menyebabkan terjadinya bronkospasme karena
penglepasan histamin, tetapi efek ini jarang terlihat pada dosis terapeutik untuk antitusif. Di
samping itu narkotik juga dapat mengurangi efek pembersihan mukosilier dengan menghambat
sekresi kelenjar mukosa bronkus dan aktivitas silia. Terapi kodein kurang mempunyai efek
tersebut.

a. Kodein

Kodein atau Metilmorfin masih merupakan antitusif dengan uji klinik terkontrol dalam
batuk eksperimen dan batuk patologik akut dan kronis.

Dalam dosis antitusif biasa, kodein memiliki efek analgesic ringan dan sedative. Efek
Analgetik Kodein ini dapat dimanfaatkan untuk batuk yang disertai dengan nyeri dan ansietas.
Dan untuk dapat menimbulkan ketergantungan fisik, Kodein harus diberikan dalam dosis tinggi
dalam beberapa jam dengan jangka waktu satu bulan/lebih (lama).

Kodein diserap baik pada pemberian oral dan puncak efeknya ditemukan 1-2 jam, dan
berlangsung selama 4-6 jam. Metabolisme terutama di hepar, dan diekskresi ke dalam urin dalam
bentuk tidak berubah, diekskresi komplit setelah 24 jam. Dalam jumlah kecil ditemukan dalam
air susu Ibu.

Sediaan terdapat dalam bentuk tablet Kodein Sulfat atau Kodein fosfat berisi 10, 15, dan
20 mg. Dosis biasa dewasa 10-30 mg setiap 4-6 jam. Dosis yang lebih besar tidak lagi
menambah besar efek secara proporsional. Dosis anak: 1-1,5 mg/kg BB/ hari dalam dosis
terbagi.

Kodein dalam dosis kecil (10-30mg) sering digunakan sebagai obat batuk, jarang
ditemukan efek samping, dan kalau ada tidak lebih tinggi dari placebo. Efek samping dapat
berupa mual, pusing, sedasi, anoreksia, dan sakit kepala. Dosis lebih tinggi (60-80mg) dapat
menimbulkan kegelisahan, hipotensi ortostatik, vertigo, dan midriasis. Dosis lebih besar lagi
(100-500mg) dapat menimbulkan nyeri abdomen atau konstipasi. Jarang-jarang timbul reaksi
alergi seperti: dermatitis, hepatitis, trombopenia, dan anafilaksis. Depresi pernafasan dapat
terlihat pada dosis 60 mg dan depresi yang nyata terdapat pada dosis 120 mg setiap beberapa
jam. Karena itu dosis tinggi berbahaya pada penderita dengan kelemahan pernafasan, khususnya
pada penderita retensi CO2.

Dosis fatal kodein ialah 800-1000 mg. Kelebihan dosis paling sering terjadi pada anak-
anak, dan terutama harus diperhatikan pada neonatus dengan perkembangan hepar dan ginjal
yang belum sempurna atau dengan diuresis yang berkurang sehingga dapat terjadi efek kumulatif
yang memperdalam koma atau mempercepat kematian. Antagonis Opioid seperti nalokson dapat
bermanfaat untuk terapi kelebihan dosis. Morfin Dihidromorfinon, Dihidrokodeinon Morfolinil-
etilmorfin (Pholcodine) Puried Opium Alkaloid (Pantopon) Meperidin Levorfanol

Keefektifan antitusif narkotik ini sebagai obat batuk, sedangkan secara klinis yang
digunakan sebagai antitusif yang hanyalah kodein. Narkotik lain diatas tidak lebih baik dari
Kodein dam efektifitas dan keamanannya sebagai penekan batuk.

Kebanyakan obat-obat yang mendepresi SSP dapat mempengaruhi pusat batuk di


Medulla Oblongata. Antitusif yang bekerja sentral juga dapat bekerja melalui serabut saraf di
Cortex serebri dan subcortex, seperti Opioid-opioid dan sedative pada umumnya.

b. Antitusif Narkotik Lain

Dihidrokodein ( paracodin ), cara kerja dan efek samping hamper sama dengan
kodein.Folkodin, penggunaan utama ialah sebagai antitusif. Efek analgetik dan efek efori hampir
tidak ada ( kalau ada kecil sekali ), dan gejala putus obat jauh lebih ringan dari kodein.

 Hidrokodon

Merupakan derivat sintetik morfin dan kodein, mempunyai efek antitusif yang serupa
dengan kodein. Efek samping utama adalah sedasi, penglepasan histamin, konstipasi dan
kekeringan mukosa. Obat ini tidak lebih unggul dari kodein.

 Golongan non-narkotik

Antitusif non – narkotik ialah antitusif yang tidak mendatangkan adiksi dan potensinya
untuk di salah gunakan kecil sekali. Termasuk dekstrometorfan, noskapin dan lain – lain antitusif
yang bekerja perifer.
A. Dekstrometorfan

Dekstrometorfan adalah derifat morfinan sintetik yang bekerja sentral dengan


meningkatkan ambang rangsang reflek bentuk sama seperti kodein. Dekstrometorfan efektif
untuk mengontrol batuk eksperimen maupun batuk patologik akut maupun kronis.
Dekstrometorfan di laporkan juga memiliki efek pengurangan sekret dan efek antiinflamasi
ringan

Efek samping dan toksisitas : efek penekanan aktifitas silia bronkhus hanya terjadi pada
dosis tinggi. Toksisitas rendah sekali. Dosis berlebihan menimbulkan pusing, diplopia, sakit
kepala, mual, dan muntah. Dalam dosis sangat besar di temukan depresi pernafasan yang dapat
menimbulkan kematian.

Dekstrometorfan tersedia dalam bentuk tablet, sirup berisi 10 – 20 mg / 5 ml. Dosis


dewasa 10 – 20 mg setiap 4 – 6 jam, maksimum 120 mg / hari, Meninggikan dosis tidak akan
menambah kuat efek, tapi dapat memperpanjang kerjanya sampai 10 – 12 jam, dan ini dapat
bermanfaatkan untuk mengontrol batuk malam hari. Dosis anak – anak 1 mg/ kg BB/ hari dalam
dosis terbagi 3 – 4 kali sehari.

B. Noskapin

Noskapin merupakan derivat benzilisokinolin yang di peroleh dari alkaloid opium, tidak
mempunyai efek analgesik. Kecuali efek antitusif, noskapin dalam dosis terapi tidak memiliki
efek terhadap SSP, dan tidak memiliki efek adiksi dan ketergantungan; potensi antitusif nya lebih
kurang sama dengan kodein ( dalam berat yang sama ). Cara kerja sama dengan kodein.

Efek samping yang menonjol adalah gangguan saluran cerna (terutama konstipasi ringan)
terlihat sampai 30 % dari pasien yang di teliti. Efek depresi pernafasan baru terjadi bila di
berikan dosis lebih dari 90 mg. Kelebihan dosis juga menimbulkan depresi otot jantung dan otot
polos lain. Noskapin tersedia dalam bentuk tablet etau sirup. Dosis dewasa 3 kali sehari 15 – 30
mg.

C. Levopropoksifen

Levopropoksifen adalah senyawa non – narkotik sintetik, isomer dari propoksifen yang
tidak memiliki efek analgesik. Beberapa uji klinik pada pasien dengan batuk patologik
menunjukkan efikasinya dapat menyamai dekstrometorfan. Dosis yang di gunakan untuk
mengontrol batuk adalah 50 – 100 mg.

D. Difenhidramin

Antihistamin H1 dengan efek sedasi dan efek antikolinergik dapat menekan batuk,
misalnya difenhidramin. Sebagai antitusif harus di berikan dalam dosis yang juga menyebabkan
sedasi, dan obat ini sering di berikan dalam bentuk kombinasi dangan obat lain.
Lain – lain Antitusif non – Narkotik

A. . Klofedanol ( pectolitan )

di peroleh dengan mengganti gugusan COC2H5 pada normectadon dengan gugus OH,
hampir tidak menunjukkan efek analgetik lagi, dan tidak mendatangkan adiksi.

B. Klobutinol ( silomat 0 dan isoaminil ( peracon )

mempunyai struktur kimia mirip dengan klofedanol. Isoaminil dapat menimbulkan


gejala psikotomimetik dan telah banyak di laporkan bahwa obat ini banyak di salahgunakan.

C. . Pentoksiverin ( Sedotusin ), Butamirat sitrat ( Sinecod ), Okseladin, oksolamin ( Bredon )


dan Pipizetat ( Selvigon ) merupakan ester basa yang tidak memiliki efek samping depresi yang
pernafasan.
2. . EKSPEKTORAN
Ekspektoran ialah obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran napas
(ekspetorasi). Penggunaan ekspektoran didasarkan pengalaman empiris. Mekanisme kerjanya
diduga berdasarkan stimulasi mukosa lambung dan selanjutnya secara reflex merangsang sekresi
kelenjar saluran napas lewat N.vagus, sehingga menurunkan viskositas dan mempermudah
pengeluaran dahak. Obat yang termasuk golongan ini, ialah :

A. Ammonium klorida
Biasanya digunakan dalam bentuk campuran dengan ekspektoran lain atau antitusif.
Ammonium klorida dosis besar dapat menimbulkan asidosis metabolik, dan harus digunakan
dengan hati-hati pada pasien dengan insufisiensi hati, ginjal, dan paru. Dosis ammonium
klorida sebagai ekspektoran padaorang dewasa ialah 300 mg (5 mL) tiap 2-4 jam.

B. Gliseril guaiakolat
Penggunaan obat ini hanya didasarkan pada tradisi dan kesan subyektif pasien dan
dokter. Efek samping yang mungkin timbul dengan dosis besar, berupa kantuk, mual, dan
muntah. Obat ini tersedia dalam bentuk sirop 100mg/5mL. Dosis dewasa yang dianjurkan 2-
4 kali 200-400 mg sehari.

Anda mungkin juga menyukai