A. Latar Belakang
Malaria adalah penyakit infeksi disebabkan oleh parasit dari genus. Plasmodium
yang menyerang sel eritrosit ditandai dengan gejala berupa demam, menggigil, anemia
dan splenomegali dalam kondisi akut maupun kronis yang ditularkan ke manusia melalui
gigitan nyamuk Anopheles betina yang terinfeksi. Ada lima spesies Plasmodium yang
dapat menyebabkan malaria pada manusia diantaranya P.falciparum dan P.vivax yang
umumnya dijumpai pada semua negara dengan malaria. Dua spesies ini paling sering
dijumpai di Indonesia Timur. Perkembangan terbaru ditemukan satu spesies lain yang
dapat menyebabkan malaria yaitu P.knowlesi di Malaysia yang sebelumnya hanya
menyerang primate P. knowlesi juga ditemukan menyebabkan malaria di Indonesia
tepatnya di Kalimantan Tengah dan Kalimantabn Selatan.
Malaria di Indonesia menjadi masalah kesehatan global terutama di kawasan tropis
dan subtropis negara berkembang sampai saat ini. World Malaria Report 2015
menyatakan bahwa penyakit malaria telah menyerang 106 negara di dunia. Tahun 2016
ditemukan 216 juta kasus baru malaria dan 445.000 kematian. Wilayah Afrika (90%),
diikuti oleh wilayah Asia Tenggara (7%) dan Mediternia Timur (2%). Angka kematian
akibat malaria tahun 2015 di wilayah Asia paling tinggi berada di India dengan jumlah
384 jiwa, sedangkan Indonesia berada pada posisi kedua dengan jumlah 157 jiwa.
Menurut WHO, angka morbiditas dan mortalitas akibat malaria cenderung menurun pada
periode 2005-2015. Meskipun demikian, masih ada lebih kurang 3,2 milyar jiwa atau
hampir separuh penduduk unia berisiko tertular penyakit malaria.
Perubahan hematologi merupakan komplikasi yang paling umum terjadi pada
infeksi malaria. Kelainan hamatologi pada malaria yang telah dilaporkan adalah anemia,
trombositopenisa, dan leukopenia higga leukositosis. Anemia didefinisikan sebagai
penurunan jumlah massa eritrosit yang mengakibatkan kadar hemoglobin menurun
sehingga jumlah oksigen yang dibawa tidak cukup di jaringan perifer. Beberapa
mekanisme terjadinya anemia pada penyakit malaria yaitu penghancuran eritrosit yang
mengandung parasit, diseritropoesis (gangguan dalam pembentukaan eritrosit karena
depresi eritropoesis dalam sumsum tulang). Hemolosis oleh karena proses kompleks
imun yang dimediasi komplemen pada eritrosit yang tidak terinfeksi dan pengaruh
sitokin. Anemia terutama tampak jelas pada malaria falciparum dan malaria kronis
dengan penghancuran eritrosit ysng cepat dan hebat .
Jumlah trombosit normal di dalam darah adalah 150.000 – 450.000 sel.
Trombositopenia adalah penurunan jumlah trombosit menjadi <150.000 sel di dalam
darah. Infeksi malaria menyebabkan abnormalitas pada struktur dan fungsi trombosit.
Penurunan jumlah trombosit pada malaria berkaitan dengan berbagai penyebab
diantaranya lisis ynag dimediasi imun, sekuestrasi pada limpa, gangguan pada sumsum
tulang dan fagositos oleh makrofag.
Leukosist di dalam darah rata-rata berjumlah 4.000 – 11.000 sel. Peningkatan
jumlah leukosit melewati batas tertinggi disebut leukositosis dan penurunan dibawah
batas terendah disebut leukopenis. Berdasarkan ada atau tidaknya granula di dalam
sitoplasmanya. Leukosit dibagi menjadi agranulosi (limfosit dan monosit) dan granulosit
(basophil, eosinofi dan neutrophil). Monosit berperan penting sebagai respon imun
didapat non spesifik terhadap parasite malaria, sedangkan limfosit berperan sebagai
respon imun spesifik.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui proses keperawatan pada klien dengan masalah Malaria
2. Tujuan khusus
a. Mampu Melakukan Pengkajian Keperawatan Pada Klien Dengan Malaria
b. Mampu Merumuskan Diagnose Keperawatan Pada Klien Dengan Malaria
c. Mampu Melakukan Perencanaan Keperawatan Pada Klien Dengan Malaria
d. Mampu Melakukan Implementasi Keperawatan Pada Klien Dengan Malaria
e. Mampu Melakukan Evaluasi Keperawatan Pada Klien Dengan Malaria
C. Manfaat penulisan
1. Manfaat teoritas
Mengembangkan asuhan keperawatan pada klien malaria dan membantu klien
dalam melakukan perawatan secara mandiri
2. Manfaat praktis
Manfaat praktisnya dapat dijadikan sebagai rujukan atau referensi dalam
memperbarui praktik keperawatan dan juga ditujukan untuk :
a. Perawat/petugas kesehatan bias dijadikan sebagai tambahan ilmu untuk
peningkatan pelaksanaan praktek keperawatan
b. Klien/responden klien merasa keadaannya lebih baik dan masalah yang dialami
dapat teratasi
c. Penelitian selanjutnya bias digunakan sebagai acuan data serta sumber referensi.
D. Sistematis penulisan
Sistematika penulisan Karya Tulis Ilmiah ini terdiri dari 2 Bab, masing-masing bab
berisi tentang :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan sistematis
penulisan
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP MEDIS
1. DEFINISI MALARIA
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah
kesehatan bagi masyarakat. Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam
penularan malaria yaitu parasit malaria (yang disebut Plasmodium) dan nyamuk
anopheles betina. Plasmodium terbagi dalam empat jenis spesies di dunia yang dapat
menginfeksi sel darah merah manusia. Pengobatan yang diberikan meliputi
pengobatan radikal malaria dengan membunuh semua stadium parasit yang ada di
dalam tubuh manusia bertujuan sebagai pengobatan radikal untuk mendapat
kesembuhan kilinis dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan.
Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga bila
terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Prognosis malaria berat tergantung
kecepatan diagnosa dan ketepatan & kecepatan pengobatan.
Istilah malaria diambil dari 2 kata bahasa Italia, yaitu mal (buruk) dan area
(udara) atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang
mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga memiliki beberapa nama lain, seperti
demam roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam kura dan
paludisme (Prabowo, 2008). Penyakit malaria disebabkan oleh sporozoa genus
plasmodium dan ditularkan oleh nyamuk spesies anopheles. Golongan yang berisiko
tertular malaria antara lain: ibu hamil, pelancong yang tidak memiliki kekebalan
terhadap malaria, pengungsi dan pekerja yang berpindah ke daerah endemis malaria
(Yatim, 2007). Kegiatan pemberantasan penyakit ini sudah dilakukan sejak lama.
Adanya parasit malaria kebal (resisten) terhadap obat-obatan, merupakan salah satu
penyebab sulitnya usaha pemberantasan penyakit ini (Prabowo, 2008).
2. KLASIFIKASI
Menurut World Health Organization (WHO) malaria dapat
diklasifikasikan menjadi 5 yaitu :
.
a. Plasmodium falciparum
Plasmodium falsiparum/malaria tropika merupakan jenis yang paling berbahaya
karena siklus perkembangan yang cepat merusak sel darah merah dan dapat
menyumbat aliran darah sehingga dapat mengakibatkan anemia dan cerebral.
Malaria ini dapat berkembang dengan baik di daerah tropis dan sub tropis, dan
mendominasi dibeberapa negara seperti Afrika dan Indonesia.
b. Plasmodium vivax
Plasmodium ini tersebar di daerah tropis dan sub-tropis seluruh dunia. Hidup
pada sel darah merah, siklus seksual terjadi pada 48 jam. Menyebabkan penyakit
tertian yang ringan dimana demam terjadi setiap tiga hari. Parasit ini bisa dorman
di hati manusia “hipnozoid” dan dapat kambuh setelah beberapa bulan bahkan
tahun.
c. Plasmodium ovale
Plasmodium ovale banyak ditemukan di Afrika terutama Afrika Barat dan pulau-
pulau di Pasifik Barat, morfologi mirip Plasmodium vivax. Menyebabkan malaria
ovale atau malaria ertiana benigna ovale, dapat dorman dihati manusia.
d. Plasmodium malariae
Menyebabkan malaria malariae atau malaria kuartana. Siklus di sel darah merah
terjadi selama 72 jam dan menimbulkan demam setiap empat hari.
e. Plasmodium knowlesi
Parasit ini merupakan kasus baru yang hanya ditemukan di Asia Tenggara,
penularannya melalui monyet (monyet berekor panjang, monyet berekor coil) dan
babi yang terinfeksi. Siklus perkembangannya sangat cepat bereplikasi 24 jam
dan dapat menjadi sangat parah. Plasmodium knowlesi dapat menyerupai baik
Plasmodium falciparum atau Plasmodium malariae.Seorang penderita dapat
dihinggapi lebih dari satu jenis plasmodium, infeksi demikian disebut infeksi
campuran (mixed infection). Infeksi campuran Plasmodium falciparum dengan
vivax atau malariae merupakan infeksi yang paling sering terjadi.
a. Anatomi
Darah adalah jaringan ikat yang sel-selnya (elemen) tertahan dan dibawa
dalam matriks cairan (plasma). Darah lebih berat dibandingkan air dan lebih
kental, cairan ini memiliki rasa dan bau yang khas serta PH 7/4(7,35-7,45). Warna
darah bervariasi dari merah cerah sampai merah tua kebiruan bergantung pada
kadar oksigen yang dibawa sel darah merah. Volume darah total sekitar 5 liter.
Pada laki-laki dewasa berukuran ratarata dan kurang sedikit dari perempuan
dewasa. Volume ini bervariasi sesuai ukuran tubuh dan berbanding terbalik
dengan jumlah cairan dalam tubuh. Volume ini juga bervariasi tergantung
perubahan cairan darah dan konsentrasi elektrolitnya. (Etheel Sloone, 2004:218-
219) Sel darah merah terdiri dari:
1. Eritrosit atau sel darah merah
2. Leukosit atau sel darah putih
3. Trombosit atau pembuluh darah
Sel darah merah atau eritrosit berupa cakram kecil, cekung pada kedua
sisinya sehingga dilihat dari samping nampak seperti dua bulan sabit yang saling
bertolak belakang dan berdiameter 7,65 mm. Dalam setiap mililiter kubik darah
terdapat 5.000.000 sel darah
Sel darah merah memerlukan protein karena strukturnya terbentuk dari
asam animo. Mereka juga memerlukan diit seimbang yang berupa zat besi.
b. Fisiologi
Sel darah merah dibentuk dalam sum-sum tulang terutama dari tulang
pendek, pipih dan tidak beraturan dan jaringan kanselus pada ujung tulang. pipa
dan dari sum-sum dalam batang iga, iga dan dari sternum. (Evelyn C.Piere,
2006:133)
Sel darah merah biasanya bersirkulasi selama 120 hari septum menjadi
rapuh dan mudah pecan walaupun sel darah merah matang tidak memiliki nukleat,
mitokondria ataupun retikulum endoplasma, enzim sitoplasmanya mampu
mengkonsumsi ATP untuk waktu yang terbatas ini. Fragmen sel darah merah
yang rusak atau terdisintegrasi akan mengalami fagositosis oleh mikrofag dalam
limfa, hati, sum-sum tulang dan jaringan tubuh lain.
4. ETIOLOGI
Ada 2 jenis makhluk yang berperan besar dalam penularan malaria yaitu parasit
malaria (yang disebut Plasmodium) dan nyamuk anopheles betina. Parasit malaria
memiliki siklus hidup yang kompleks, untuk kelangsungan hidupnya parasit tersebut
membutuhkan host (tempatnya menumpang hidup) baik pada manusia maupun
nyamuk, yaitu nyamuk anopheles. Ada empat jenis spesies parasit malaria di dunia
yang dapat menginfeksi sel darah merah manusia, yaitu:
1. Plasmodium falciparum
2. Plasmodium vivax
3. Plasmodium malariae
4. Plasmodium ovale
Keempat spesies parasit malaria tersebut menyebabkan jenis penyakit malaria yang
berbeda, yaitu:
1. Plasmodium falciparum Menyebabkan malaria falsiparum (disebut juga malaria
tropika), merupakan jenis penyakit malaria yang terberat dan satu-satunya parasit
malaria yang menimbulkan penyakit mikrovaskular., karena dapat menyebabkan
berbagai komplikasi berat seperti cerebral malaria (malaria otak), anemia berat,
syok, gagal ginjal akut, perdarahan, sesak nafas, dll.
4. Plasmodium ovale Jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan
Pasifik Barat. Lebih ringan. Seringkali sembuh tanpa pengobatan. Seorang penderita
dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium. Infeksi demikian disebut
infeksi campuran (mixed infection). Biasanya campuran P.Falciparum dengan
P.Vivax atau P.Malariae. Infeksi campuran tiga jenis sekaligus jarang sekali terjadi.
Infeksi jenis ini biasanya terjadi di daerah yang tinggi angka penularannya. Malaria
yang disebabkan oleh P.Vivax dan P.Malariae dapat kambuh jika tidak diobati
dengan baik. Malaria yang disebabkan oleh spesies selain P.Falciparum jarang
berakibat fatal, namun menurunkan kondisi tubuh; lemah, menggigil dan demam
yang biasanya berlangsung 10-14 hari.
Parasit Plasmodium sebagai penyebab (agent). Agar dapat hidup terus menerus,
parasit penyebab penyakit malaria harus berada dalam tubuh manusia untuk waktu
yang cukup lama dan menghasilkan gametosit jantan dan betina yang sesuai untuk
penularan. Parasit juga harus menyesuaikan diri dengan sifat-sifat spesies nyamuk
Anopheles yang antropofilik agar sporogoni memungkinkan sehingga dapat
menghasilkan sporozoit yang infektif.
Sifat-sifat spesifik parasitnya berbeda untuk setiap spesies Plasmodium dan hal ini
mempengaruhi terjadinya manifestasi klinis dan
penularan.P.falciparummempunyai masa infeksi yang paling pendek diantara jenis
yang lain, akan tetapi menghasilkan parasitemia yang paling tinggi. Gametosit
P.falciparum baru berkembang setelah 8-15 hari sesudah masuknya parasit ke dalam
darah. Parasit P.vivax dan P.ovale pada umumnya menghasilkan parasitemia yang
rendah, gejala yang lebih ringan dan mempunyai masa inkubasi yang lebih lama
daripada P.falciparum. Walaupun begitu, sporozoit P.vivax dan P.ovale di dalam hati
dapat berkembang menjadi skizon jaringan primer dan hipnozoit. Hipnozoit ini
menjadi sumber terjadinya relaps .
Setiap spesies Plasmodium terdiri dari berbagai strain yang secara morfologis tidak
dapat dibedakan. Strain suatu spesies yang menginfeksi vektor lokal, mungkin tidak
dapat menginfeksi vektor dari daerah lain. Lamanya masa inkubasi dan pola
terjadinya relaps juga berbeda menurut geografisnya. P.vivax dari daerah Eropa
Utara mempunyai masa inkubasi yang lama, sedangkan P.vivaxdari daerah Pasifik
Barat (antara lain Irian Jaya) mempunyai pola relaps yang berbeda. Terjadinya
resistensi terhadap obat anti malaria juga berbeda menurutstrain geografi. s parasit.
Pola resistensi di Irian Jaya juga berbeda dengan di Sumatera dan Jawa.
Nyamuk Anopheles. Pada manusia, nyamuk yang dapat menularkan malaria hanya
nyamuk Anopheles betina. Pada saat menggigit host terinfeksi (manusia yang
terinfeksi malaria), nyamuk Anopheles akan menghisap parasit malaria
(plasmodium) bersamaan dengan darah, sebab di dalam darah manusia yang telah
terinfeksi malaria banyak terdapat parasit malaria. Parasit malaria tersebut kemudian
bereproduksi dalamtubuh nyamuk Anopheles, dan pada saat menggigit manusia lain
(yang tidak terinfeksi malaria), maka parasit malaria masuk ketubuh korban
bersamaan dengan air liur nyamuk. Malaria pada manusia hanya dapat ditularkan
oleh nyamuk betina anopheles. Dari lebih 400 spesies anopheles di dunia, hanya
sekitar 67 yang terbukti mengandung sporozoit dan dapat menularkan malaria.
Nyamuk Anopheles terutama hidup di daerah tropik dan subtropik, namun bisa juga
hidup di daerah beriklim sedang dan bahkan di daerah Antarika. Anopheles jarang
ditemukan pada ketinggian 2000 – 2500 m, sebagian Anopheles ditemukan di
dataran rendah. Semua vektor tersebut hidup sesuai dengan kondisi ekologi
setempat, antara lain ada nyamuk yang hidup di air payau pada tingkat salinitas
tertentu (An. sundaicus, An.subpictus), ada yang hidup di sawah (An. aconitus), air
bersih di pegunungan (An. maculatus), genangan air yang terkena sinar matahari
(An. punctulatus, An. farauti) .
Kehidupan nyamuk sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan yang ada, seperti
suhu, kelembaban, curah hujan, dan sebagainya.Efektifitas vektor untuk menularkan
malaria ditentukan hal-hal sebagai berikut:
1) Kepadatan vektor dekat pemukiman manusia.
2) Kesukaan menghisap darah manusia atau antropofilia.
3) Frekuensi menghisap darah (ini tergantung dari suhu).
4)Lamanya sporogoni (berkebangnya parasit dalam nyamuk sehingga menjadi
efektif).
5) Lamanya hidup nyamuk harus cukup untuk sporogoni dan kemudian menginfeksi
jumlah yang berbeda-beda menurut spesies. Nyamuk Anopheles betina menggigit
antara waktu senja dan subuh, dengan jumlah yang berbeda-beda menurut spesiesnya.
PATOFISIOLOGI
Daur hidup specieses malaria terdiri dari fase seksual (sporogoni) yang berlangsung
pada nyamuk anopeles dan fase aseksual yang berlangsung pada manusia yang terdiri
dari fase eritrosit dan fase yang berlangsung didalam parenkim sel hepar
a. Fase aseksual
1. Fase yang berlangsung didalam parenkim sel hepar/jaringan Pada fase jaringan
sporozoit masuk dalam aliran darah ke sel hati dan berkembang biak membentuk
skizon hati yang mengandung merozoit. Proses ini disebut skizogoni praeritrosit.
Lama fase ini berbeda untuk tiap fase. Pada akhir fase ini skizon pecah dan merozoit
keluar dan masuk aliran darah disebut sporulasi. Pada plasmodium vivax dan
plasmodium ovale. Sebagian sporozoit membentuk hipnozoit dalam hati sehingga
dapat mengakibatkan relaps jangka panjang dan rekurens
2. Fase eritrosit
Fase eritrosit dimulai dan merozoit di dalam darah menyerang eritrosit membentuk
tropozoit. Proses berlanjut menjadi tropozoitskizon-mirozoit. Setelah 2-3 generasi
mirozoit dibentuk, sebagian mirozoit berubah menjadi bentuk seksual. Masa antara
permulaan infeksi sarnpai ditemukannya parasit dalam darah tepi adalah masa
prapaten sedangkan masa tunas/inkubasi intrinsik dimulai dari masuknya sporozoit
dalam badan hospes sampai timbulnya gejala klinis demam. (Mansjoer Arif,
1999:409)
b. Fase seksual
Setelah darah masuk ke usus nyamuk maka protein eritrosit akan dicerna pertama
oleh enzim tripsin kemudian oleh enzim amino peptidase dan selanjutnya
karboksipeptidase sedangkan komponen karbohidrat akan dicerna oleh enzim
glikosidase. Gametosit matang didalam darah penderita yang terhisap oleh nyamuk
pada saat minum darah akan segera keluar dari eritrosit selanjutnya akan mengalami
proses pematangan di dalam usus nyamuk untuk menjaai garnet (gematogenesis),
Makrogametosit segera membentuk makrogamet sedangkan pembentukan
mikrogamet mencapai puncaknya 25 menit setelah nyamuk mengisap darah.
Selanjutnya dalam beberapa menit mikrogamet akan membuahi makrogamet kedua
inti sel bersatu/berfusi untuk menghasilkan fertilisasi yang umumnya terjadi 3 jam
setelah nyamuk menghisap darah. Setelah fertilisasi terbentuk zigot diploid dan
selanjutnya memanjang dan mengalami proses meiosis 2 tahap selama kurang lebih 5
jam menghasilkan sel tunggal nukleus mengandung 4 genom haploid. Selanjutnya
dalam 18-24 jam terbentuk ookinet matang yang motil dari masing-masing zigot.
Ookinet berpindah dari dinding usus tengah (midgut) nyamuk menembus epithel dan
sampai di permukaan luar usus kurang lebih hanya 1 dari 50 ookinet yang berhasil
menembus dinding usus dan kemudian ookinet berada di lamina basalis merupakan
lapisan matrix eksraseluler yang memindahkan homosel dari usus. Ada hubungan erat
antara lamina basalis dengan ookinet dimana komponen dari lamina basalis
merupakan pencetus pembentukan oosit. Pilamina basalis ini selama beberapa hari
terjadi pematangan ookinet untuk menjadi oosit. Sporozoit yang berada di dalam
opkista daya infeksinya bagi vertebrata rendah. Selanjutnya oosit akan ruptur dan
melepaskan sporozoit ke dalam sirkulasi nyamuk dan menuju kelenjar ludah nyamuk.
Di kelenjar ludah sporozoit akan menempel pada suatu Glikoprotein dikemia basalis
yang mengeliimgi kelenjar iudah dan keiak akan diiepaskao ke dalam darah manusia
sewaktu nyamuk menghisap darah manusia. Sporozoit di dalam kelenjar ludah sangat
infeksius bagi vertebra, kemampuan menginfeksi manusia mencapai puncaknya
setelah mencapai kira-kira 1 hari sporozoit berada di kelenjar ludah dan semakin lama
semakin turun daya infeksinya. (Harijanto, 200:48-52)
5. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan malaria di Indonesia meliputi pengobatan yang radikal mengikuti
kebijakan nasional pengendalian malaria di Indonesia. Pengobatan dengan
artemisinin-based combination therapy (ACT) hanya boleh diberikan pada pasien
dengan hasil pemeriksaan darah malaria positif. Pada kasus malaria berat,
penatalaksanaan tidak boleh ditunda.
Berobat Jalan
Pasien malaria nonfalciparum tanpa gejala berat dan dapat mengonsumsi obat oral
dapat berobat jalan. Evaluasi pengobatan dilakukan pada hari ke-3, -7, -14, -21, dan -
28 berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan darah mikroskopis. Edukasi pasien
untuk segera memeriksakan diri jika ada pemburukan klinis tanpa menunggu jadwal
tersebut.
6. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik ini dapat dilakukan pada malaria tanpa komplikasi yaitu
pengukuran suhu (≥ 37,5OC), konjungtiva atau telapak tangan pucat, pembesaran
limpha (Splenomegali) dan pembesaran hati (Hepatomegali). Malaria dengan
komplikasi yaitu
keadaan umum yang lemah (tidak bisa duduk maupun berdiri), penurunan kesadaran
kejang-kejang, urine berwarna kehitaman, panas sangat tinggi, mata atau tubuh
kuning. Umumnya pada kebanyakan kasus tanda-tanda klinik awal malaria tidak khas
dan perlu dikonfirmasi dengan tes laboratorium.
Diagnosis klinis
Diagnosis klinis ini didasarkan pada anamnesis berdasarkan dari gejala penyakit
dan faktor yang mendukung. Gejala awal malaria seperti demam, menggigil,
berkeringat, sakit kepala, sakit otot, mual dan muntah tidak spesifik dan ditemukan
juga pada
penyakit lain seperti flu dan infeksi virus lain.Di daerah endemis malaria, semua
orang demam ≥37,5oC atau dengan riwayat demam tanpa sebab yang jelas dianggap
suspek malaria, pada anak-anak yaitu hemoglobin <8 gr/dl atau telapak tangan
pucat.Namun di daerah dengan kejadian malaria rendah perlu dilakukan pemeriksaan
laboratorium pada orang-orang berisiko tinggi (pernah pergi ke daerah endemis
malaria) dengan demam atau riwayat demam.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis Laboratorium Malaria dapat didiagnosis menggunakan pemeriksaan
laboratorium seperti mikroskopis, RDT, Polimeration Chain Reaction (PCR) maupun
serologi, WHO merekomendasikan bahwa semua kasus yang dicurigai malaria
dikonfirmasikan menggunakan tes diagnostik (baik mikroskop atau tes diagnostik
cepat) sebelum memberikan pengobatan.
1) Pemeriksaan Mikroskopis
Sejak ditemukan tahun 1904 pemeriksaan mikroskopis masih dianggap paling baik
sampai sekarang dan menjadi standar emas yang dapat mengidentifikasi parasit
malaria dengan pewarnaan giemsa. Pemeriksaan mikroskopis dapat dilakukan dengan
sediaan tebal maupun sediaan tipis. Prinsip kerja pemeriksaan ini adalah pembuatan
melihat parasit dengan pewarnaan giemsa 10x dibawah mikroskop dengan lensa
objektif 100 x pada 100 lapangan pandang sampai ditemukan parasit.
Pemeriksaan mikroskopis masih menjadi standar emas dalam pemeriksaan malaria.
Pemeriksaan malaria secara mikroskopis tidak selalu menunjukkan hasil yang
tepat.Ketidaktepatan dalam pemeriksaan malaria dapat disebabkan oleh petugas yang
kurang terampil, peralatan yang kurang memadai, bahan dan reagen tidak sesuai
standar, jumlah sediaan yang diperiksa melebihi beban kerja.Pelatihan bagi tenaga
mikroskopis diharapkan dapat meningkatkan kinerja, berdasarkan penelitian bahwa
pelatihan petugas laboratorium mikroskopis malaria dapat meningkatkan pengetahuan
dan skill dalam mendeteksi parasit malariaAgar sesuai dengan tuntutan kerja
pengadaan pelatihan/ pendidikan perlu dilakukan seperti pelatihan case
manajemenbagi dokter dan paramedis (bidan dan perawat), pelatihan parasitologi
malaria (mikroskopis dari pusat sampai puskesmas /UPT), pelatihan manajemen dan
epidemiologi malaria (Basic Training) dan pelatihan juru malaria desa (JMD) atau
kader dengan tujuan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan,
memperbaiki, mengatasi kekurangan dalam pelaksanaan pekerjaan agar sesuai
dengan standar kebijakan program. Managemen kasus malaria perlu diadakan
pelatihan tentang diagnosis laboratorium penggunaan mikroskop dan RDT,
pengobatan malaria
a) Sediaan darah tebal
Pemeriksaan mikroskopis dengan sediaan darah tebal mampu mendeteksi
plasmodium tunggal maupun campuran karena parasit berkumpul sehingga mudah
untuk dilihat namun tidak dapat melihat spesies dan stadium parasit. Sediaan darah
tebal di buat dengan meneteskan sampel di objek glass ratakan searah jarum jam
sampai berdiameter 1-2 cm, tunggu sampai kering tanpa di fiksasi dengan methanol
seperti sediaan darah tipis lalu dilakukan pewarnaan giemsa 2,5% selama 45-60 menit
atau giemsa10% selama 10 menit tunggu sampai kering sebelum di lihat dibawah
mikroskop.
b) Sediaan darah tipis
Sediaan darah tipis berguna untuk mengidentifikasi spesies parasit, stadium dan
kepadatan parasit bisa juga untuk skrining malaria apabila sediaan tebal tidak
memungkinkan dilakukan. Pemeriksaan setidaknya 100-300 lapangan pandang
dengan lensa objektif 100 x minyak imersi.
b. Artemeter
Artemeter dalam larutan minyak. Artemeter diberikan dengan dosis 3,2 mg/kgBB
intramuskular. Selanjutnya artemeter diberikan 1,6 mg/kgBB intramuskular satu kali
sehari sampai penderita mampu minum obat. Apabila penderita sudah dapat minum
obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen dihydroartemisinin- piperakuin
(DHP) atau ACT lainnya selama 3 hari + primakuin.
c. Kina hidroklorida
Kina per-infus masih merupakan obatalternatif untuk malaria berat pada daerah yang
tidak tersedia derivat artemisininparenteral dan pada ibu hamil trimester
pertama. Obat ini dikemas dalam bentuk ampul kina hidroklorida 25%. Satu ampul
berisi 500 mg/2 ml. Pemberian Kina hidroklorida pada malaria berat secara
intramuskuler untuk pra rujukan. Dosis dan cara pemberian kina pada orang dewasa
termasuk untuk ibu hamil, loading dose 20 mg garam/kgBB dilarutkan dalam 500 ml
dextrose 5% atau NaCl 0,9% diberikan selama 4 jam pertama.Selanjutnya selama 4
jam kedua hanya diberikan cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9%. Setelah itu, diberikan
kina dengan dosis maintenance 10 mg/kgBB dalam larutan 500 ml dekstrose 5 % atau
NaCl selama 4 jam. Empat jam selanjutnya, hanya diberikan lagi cairan dextrose 5%
atau NaCl 0,9%. Setelah itu diberikan lagi dosis maintenance seperti di atas sampai
penderita dapat minum kina per-oral. Apabila sudah sadar/dapat minum, obat
pemberian kina iv diganti dengan kina tablet per-oral dengan dosis 10 mg/kgBB/kali,
pemberian 3 kali sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian kina
perinfus yang pertama). Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena
toksik bagi jantung dan dapat menimbulkan kematian. Pada penderita dengan gagal
ginjal, dosis maintenance kina diturunkan 1/3 - 1/2 nya.Pada hari pertama pemberian
kina oral, berikan primakuin dengan dosis 0,75 mg/kgBB. Dosis kina maksimum
dewasa 2.000 mg/hari. Hipoglikemia dapat terjadi pada pemberian kina parenteral
oleh karena itu dianjurkan pemberiannya dalamDextrose 5%.6,7 Pada kasus ini
pasien diberikan terapi Artemeter 1,6 mg/kgbb i.m pada jam 0 dan jam 12 (hari 1),
kemudian dilanjutkan IM Artemeter 1,6 mg/kgbb/hari pada hari ke 2 sampai 5.
Setelah terapi Artemeter selesai lalu dilanjutkan dengan terapi oral primakuin 1 x 3
tablet single dosis, DHP 1x3 tab selama 3 hari.
2. Pengobatan Suportif
Penderita malaria berat sebaiknya ditangani di RS Kabupaten. Bila fasilitas
maupun tenaga di RS Kabupaten kurang memadai segera rujuk ke RS Provinsi.
Setiap merujuk pasien sebaiknya harus disertakan surat rujukan yang berisi
tentang diagnosis, riwayat penyakit, pemeriksaan dan tindakan/pengobatan yang
sudah diberikan. Apabila pemeriksaan sediaan darah malaria telah dilakukan maka
harus dibawa ke tempat rujukan. Pengobatan suportif meliputi:
a. Perawatan di unit perawatan intensif.
b. Mengukur berat badan untuk menetukan dosis obat antimalaria.
c. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit serta kebutuhan kalori
secara i.v, dan jika diperlukan dapat dipasang kateter vena sentral untuk monitoring
cairan.
d. Memasang kateter urin untuk monitoring produksi urin.
e. Mobilisasi pasien secara bertahap untuk mencegah ulkus dekubitus.
f. Memasang sonde lambung untuk mencegah aspirasi.
g. Memberikan antikonvulsan jika pasien kejang (diazepam 10-20 mg
i.v,Phenobarbital 100 mg i.m).
Tindakan Preventif:
Manajemen pencegahan terdiri dari :
1. Pengetahuan tentang transmisi malaria di daerah kunjungan, pengetahuan tentang
infeksi malaria, menghindaridari gigitan nyamuk.
2. Pemilihan obat kemoprofilaksis tergantung dari pola resistensi daerah kunjungan,
usia pelancong, lamakunjungan,kehamilan, kondisi penyakit tertentu penderita,
toleransi obat dan faktor ekonomi.
3. Obat kemoprofilaksis yang dapat dipakai sebagai obat pencegahan ialah
Atovaquone-proguanil (Malarone), Doksisiklin, Klorokuin dan Meflokuin.
Obat yang ideal ialah atovaquone- proguanil karena berefek pada parasit
yang beredar di darah dan hati. Oleh karena itu, obat ini dapat dihentikan 1 minggu
setelah selesai perjalanan, sedangkan obat yang lain harus diteruskan sampai 4
minggu selesai perjalanan. Atovaquone-proguanil dapat dimulai 1-2 hari sebelum
perjalanan sedangkan Meflokuin harus dimulai 2- 3 minggu sebelum
perjalanan.Selama rawatan pasien telah diberikan edukasi mengenai transmisi malaria
di daerah kunjungan, pengetahuan tentang infeksi malaria, menghindari dari gigitan
nyamuk dan pemilihan obat kemoprofilaksis bila berkunjung ke daerah endemis.
9. KOMPLIKASI
Malaria dengan berbagai komplikasi digolongkan sebagai malaria berat yang mana
menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi plasmodium falciparum dengan satu
atau lebih komplikasi sebagai berikut:
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah sewaktu <40mg%.
Terapi yang diberikan adalah bolus Dektrose 40% 50 ml lanjutkan Infus Dekstrose
10% sampai gula darah stabil. Apabila sarana pemeriksaan gula darah tidak tersedia,
pengobatan sebaiknya diberikan berdasarkan kecurigaan klinis adanya hipoglikemia,
seperti perfusi buruk,keringat dingin, hipotermi, dan letargi.
4. Syok
Hipovolemia dikoreksi dengan pemberian cairan kristaloid (Ringer atau NaCl 0,9 %)
20 ml/kgbb dalam waktu 1/2 - 1 jam pertama. Bila tidak ada perbaikan tekanan darah
dan tidak ada overhidrasi dapat diberikan cairan koloid. Bila terjadi hipotensi
menetap, diberikan vasopresor (dopamin, norepinefrin). Bila nadi sudah teraba,
dilanjutkan pemberian rehidrasidengan cairan Ringer sesuai keadaan pasien.
7. Ikterus (Malaria Billiosa)Tidak ada tindakan khusus untuk ikterus,tetapi fokus pada
penanganan untuk malaria. Apabila disertai hemolisis berat dan Hb sangat rendah
maka diberikan transfusi darah. Biasanya kadar bilirubin kembali normal dalam
beberapa hari setelah pengobatan dengan anti malaria.
B. KONSEP PROSES KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN 13 DOMAIN
1) Aktivitas/istirahat ( Domain 4)
Defisit perawatan-diri: makan
Batasan karakteristik :
- Kesulitan memasukkan makan ke mulut
- Kesulitan mengunyah makan
- Kesulitan membuka wadah makanan
- Kesulitan memanipulasi makanan didalam mulut
- Kesulitan memegang alat makan
- Kesulitan mengambil cangkir
- Kesulitan menyiapkan makanan
- Kesulitan menelan makanan
- Kesulitan menggunakan alat bantu
-ansietas
- disfungsi kognitif
-Penurunan motivasi
-Ketidaknyamanan
-Halangan lingkungan
-Keletihan
-Nyeri
-kelemahan
2) Aktivitas/istirahat( Domain 4 )
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Batasan karakteristik :
- Dehidrasi
- Pakaian yang tidak sesuai - aktivitas berlebih
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Hipertermia
c. Deficit makan
a. Hipertermia
Tujuan : Pasien akan menunjukan termoregulasi, yang sibuktikan oleh indikator
gangguan sebagai berikut (sebutkan 1-5 gangguan ekstrem berat, sedang, ringan, atau
tidak gangguan),Peningkatan suhu kulit,Hipertermia,Dehidrasi,Mengantuk.
Kriteria hasil :
- Menunjukan metode yang tepat untuk mengukur suhu
- Menjelaskan tindakan untuk mencegah atau meminimalakan peningkatan suhu
tubuh
- Melaporkan tanda dan gejala dini hipertermia.
Intervensi (NIC) :
-Pertahankan suhu tubuh ruangan 21◦C kecuali jika pasien menggigil
Rasional: Suhu ruangan sekitar dapat meningkatkan suhu tubuh, namun menggigil harus
dihindarkan karena meningkatkan suhu tubuh (Guyton, 1991)
- Berikan asetaminofen sesuai program medik apabila suhu lebih tinggi dari 39◦C
Rasional: Antipiretik menurunkan set point.
Kriteria hasil :
- Pasien akan mendeskripsikan rencana perawatan dirumah
- Extremitas bebas dari lesi
Intervensi
- Monitor tanda-tanda vital,seperti suhu,tekanan darah,nadi dan pernapasan
Rasional: mengupayakan TTV tetap stabil.
- monitor ICP dan CPP.
Rasional: mengetahui ICP dan CPP klien
- monitor status hidrasi(misalnya : kelembapan membrane mukosa, kecukupan
denyut nadi dan tekanan darah ortostatik) dengan teepat
rasional: mengetahui ada tidaknya tanda-tanda dari dehidrasi dari klien.
c. Devisit nutrisi
Tujuan: memperlihatkan status gizi : asupan makanan dan cairan, yang dibuktikan
oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5: tidak adekuat, sedikitadekuat, cukup
adekuat, adekuat, sangat adekuat): makanan oral, pemberian makanan lewat
selang, atau nutrisi pariental total.
Kriteria hasil :
- Mempertahakan berat badan……kg atau bertambah…..kg
- Menjelaskan komponen diet bergizi adekuat
- Mengungkapkan tekat untuk mematuhi diet
- Menoleransi diet yang dianjurkan
- Mempertahankan masa tubuh berat badan dalam masa normal
Intervensi (NIC)
- Anjurkan pasien mengkonsumsi makanan tinggi zat besi seperti sayuran hijau
dan juga perbanyak asupan buah-buahan
Rasional: Zat besi dan buah-buahan dapat membantu sebagai zat penambah
darah sehingga mencegah terjadinya anemia atau kekurangan darah
4. FOKUS IMPLEMENTASI
a. Hipertermia
- Mempertahankan suhu tubuh ruangan 21◦C kecuali jika pasien menggigil
- Memberikan asetaminofen sesuai program medik apabila suhu lebih tinggi dari
39◦C
c. Devisit nutrisi
- Mengkaji status nutrisi pasien.
- Mengkaji kebersihan mulut, anjurkan untuk selalu melakukan oral hygiene.
- Mendelegatif pemberian nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan pasien
- Memberikan informasi yang tepat terhadap pasien tentang kebutuhan nutrisi yang
tepat dan sesuai.
- Menganjurkan pasien mengkonsumsi makanan tinggi zat besi seperti sayuran
hijau dan juga perbanyak asupan buah-buahan.
5. FOKUS EVALUASI
- Menunjukkan penyembuhan seirig perjalanan waktu,bebas dari tanda tanda infeksi.
- Menunjukkan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan
- Mempertahankan volume sirkulasi adekuat dengan tanda tanda vital dalam bata
normal pasien,nadi perifer teraba, dan haluaran urine adekuat.
- Melaporkan peningkatantoleransi aktivitas ( termasuk aktivitas harian )