Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MALARIA

DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK 1
1.AGIL
2.RESKI RAMADHAN
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... I

DAFTAR ISI ............................................................................................. II

BAB I PENDAHULUAN                                                                                                 1    

A.    Latar Belakang ..........................................................                       1

B.     Tujuan ........................................................................                      2

1.      Umum....................................................................                     2

2.      Khusus...................................................................                     2    

BAB II PEMBAHASAN                                                                                                  3

A.    Pengertian Malaria........................................................                     3

B.      Penyebab Penyakit Malaria..........................................                    3

C.     Penularan dan Penyebaran Malaria...............................                     5

D.    Tanda-tanda Penyakit Malaria.......................................                    7

E.     Gejala Klinis dan Inkubasi Malaria................................                     7

F.      Diagnosa Malaria............................................................                  9

G.    Bahaya Penyakit Malaria................................................                   9

H.    Pemeriksaan Laboratorium..............................................                  9

I.       Pengobatan dan Pencegahan Malaria.............................                    15  

BAB III PENUTUP                                                                                                          16

A.    Kesimpulan ...................................................................                   16

Daftar pustaka……………………………………………………………….                 17

Daftar Gambar................................................................................................                  18 


BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Latar Belakang Penyakit malaria sudah mulai dikenal sejak 3000 tahun lalu, dimulai dari
masa Hipocrates (400-377 SM), hingga pada masa Alpohonse Laveran (1880) yang menemukan
bahwa malaria disebabkan oleh plasmodium, dan Ross (1897) menemukan bahwa perantara malaria
adalah nyamuk Anopheles. Secara epidemiologi penyakit malaria dapat menyerang orang baik laki-
laki maupun perempuan, pada semua golongan umur, dari bayi sampai orang dewasa. Infeksi
malaria tersebar pada lebih dari 100 negara di benua Afrika, Asia, Amerika (bagian selatan) dan
daerah Oceania dan kepulauan karibia. Lebih dari 1.6 triliun manusia terpapar oleh malaria dengan
dugaan morbiditas 200-300 juta dan mortalitas lebih dari 1 juta pertahun . Setengah populasi di
dunia berisiko malaria, diperkirakan ada 243 juta kasus dengan kematian 843.000 kasus pada tahun
2008 (WHO, 2009). Malaria di Indonesia merupakan salah satu penyakit yang sampai saat ini masih
menjadi ancaman. Malaria menduduki urutan kedelapan dari 10 besar penyakit penyebab utama
kematian di Indonesia, dengan angka kematian di perkotaan 0,7 % dan di pedesaan 1,7 % (PAPDI,
2003). Di Indonesia dilaporkan kasus malaria sebanyak 1,2 juta kasus pada tahun 2008 (WHO, 2009).
Sebelumnya hasil riskesda 2007 menunjukkan bahwa prevalensi penyakit ini cukup tinggi yaitu 2,85
%. Sebanyak 15 provinsi mempunyai prevalensi Malaria di atas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe
Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Maluku,
Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua. Papua sebagai salah satu provisi dengan prevalensi malaria
yang cukup tinggi dalam kurun waktu 2004 - 2010 menurut Dinas Kesehatan Provinsi Papua
menunjukkan, malaria tidak hanya menjangkiti kelompok usia dewasa saja, melainkan juga bayi.
Kelompok usia penderita malaria dimulai dari usia 0 sampai usia lanjut.Angka kesakitan malaria per
kelompok umur di 20 kabupaten di Papua pada 2010 sangat bervariasi. Selama 2010 kelompok usia
0 - 11 bulan yang sakit malaria sebanyak: 47 kasus, kelompok usia 1- 4 tahun: 184 kasus, kelompok
usia 5- 9 tahun: 145 kasus, kelompok usia 10 -14 tahun: 98 kasus, dan kelompok usia 15 tahun ke
atas 526 kasus. Guna mengurangi kasus malaria, pemerintah membuat rencana pengendalian yang
meliputi kegiatan sosialisasi dan peningkatan kualitas pengobatan obat anti malaria dengan ACT
(Artemisinin Combination Therapy) di seluruh Indonesia, peningkatan pemeriksaan
laboratorium/mikroskop, dan penemuan pengobatan dan pencegahan penularan malaria. Selain itu,
dilakukan peningkatan perlindungan penduduk berisiko dan pencegahan penularan malaria
khususnya melalui kegiatan pembagian kelambu berinsektisida (Long Lasting Insectisidal Net) gratis
ke daerah endemis malaria tinggi yang masih dibantu oleh Global Fund.
B.     Tujuan

1.      Untuk Masyarakat

Setelah membaca makalah ini diharapkan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang Penyakit


Malaria agar masyarakat dapat terhindar dari penyakit malaria

2.      Untuk Mahasiswa
-          Mahasiswa dapat mengetahui pengertian tentang malaria
-          Mahasiswa dapat mengetahui cara penularan penyakit malaria

-          Mahasiswa dapat mengetahui gejala yang ditimbukan penyakit malaria

-          Mahasiswa dapat mengetahui cara pencegahan penyakit malaria

-          Mahasiswa dapat mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kejadian malaria di provinsi Papua

3.      Untuk Penyusun Makalah

-          Penyusun makalah dapat memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Lingkungan yang telah diberikan
oleh Dosen yang bersangkutan.
BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian

Malaria merupakan penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah. Infeksi
malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali. penyakit menular
ini sangat dominan di daerah tropis dan sub-tropis atau kawasan tropika yang biasa namun apabila
diabaikan dapat menjadi penyakit yang serius. Parasit penyebab malaria seperti malaria jenis
Plasmodium falciparum merupakan malaria tropika yang sering menyebabkan kematian. Ia adalah
suatu protozoa yang dipindahkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles betina
terutama pada waktu terbit dan terbenam matahari. Setidaknya 270 juta penduduk dunia menderita
malaria dan lebih dari 2 miliar atau 42% penduduk bumi memiliki risiko terkena malaria. WHO
mencatat setiap tahunnya tidak kurang dari 1 hingga 2 juta penduduk meninggal karena penyakit
yang disebarluaskan nyamuk Anopheles. Penyakit malaria juga dapat diakibatkan karena perubahan
lingkungan sekitar seperti adanya  Pemanasan global yang terjadi saat ini mengakibatkan
penyebaran penyakit parasitik yang ditularkan melalui nyamuk dan serangga lainnya semakin
mengganas. Perubahan temperatur, kelembaban nisbi, dan curah hujan yang ekstrim
mengakibatkan nyamuk lebih sering bertelur sehingga vector sebagai penular penyakit pun
bertambah dan sebagai dampak muncul berbagai penyakit, diantaranya demam berdarah dan
malaria.

B.     Penyebab Penyakit Malaria

Penyakit malaria disebabkan oleh bibit penyakit yang hidup di dalam darah manusia. Bibit
penyakit tersebut termasuk binatang bersel satu, tergolong amuba yang disebut Plasmodium. Kerja
plasmodium adalah merusak sel-sel darah merah. Dengan perantara nyamuk anopheles, plasodium
masuk ke dalam darah manusian dan berkembang biak dengan membelah diri. Ada empat macam
plasmodium yang menyebabkan malaria:

-           Falciparum, penyebab penyakit malaria tropika. Jenis malaria ini bisa menimbulkan kematian.

-          Vivax, penyebab malaria tersiana. Penyakit ini sukar disembuhkan dan sulit kambuh.

-          Malaria, penyebab malaria quartana. Di Indonesia penyakit ini tidak banyak ditemukan.

-          Ovale, penyebab penyakit malaria Ovale. Tidak terdapat di Indonesia.


Penyebab lain terjadinya penyakit malaria, yaitu

·         Parasit
Untuk kelangsungan hidupnya, parasit malaria memerlukan dua macam siklus kehidupan yaitu siklus
dalam tubuh manusia dan siklus dalam tubuh nyamuk.
1.   Siklus aseksual dalam tubuh manusia
Sikus dalam tubuh manusia juga disebut siklus aseksual, dan siklus ini terdiri dari :

Gambar 1 : siklus hidup parasit malaria

     Siklus di luar sel darah merah


Siklus di luar sel darah merah berlangsung dalam hati. Pada Plasmodium vivax dan
Plasmodium ovale ada yang ditemukan dalam bentuk laten di dalam sel hati yang disebut
hipnosoit. Hipnosoit merupakan suatu fase dari siklus hidup parasit yang nantinya dapat
menyebabkan kumat / kambuh atau rekurensi (long term relapse). Plasmodium vivax dapat
kambuh berkali-kali bahkan sampai jangka waktu 3 – 4 tahun. Sedangkan untuk
Plasmodium ovale dapat kambuh sampai bertahun-tahun apabila pengobatannya tidak
dilakukan dengan baik. Setelah sel hati pecah akan keluar merozoit yang masuk ke eritrosit
(fase eritrositer)
     Fase dalam sel darah merah
Fase hidup dalam sel darah merah / eritrositer terbagi dalam :
a) Fase sisogoni yang menimbulkan demam
b) Fase gametogoni yang menyebabkan seseorang menjadi sumber penularan penyakit bagi
nyamuk vektor malaria. Kambuh pada Plasmodium falciparum disebut rekrudensi (short
term relapse), karena siklus didalam sel darah merah masih berlangsung sebagai akibat
pengobatan yang tidak teratur. Merozoit sebagian besar masuk ke eritrosit dan sebagian
kecil siap untuk diisap oleh nyamuk vektor malaria. Setelah masuk tubuh nyamuk vektor
malaria, mengalami siklus sporogoni karena menghasilkan sporozoit yaitu bentuk parasit
yang sudah siap untuk ditularkan kepada manusia.
 
Gambar 2 : eritrosit yang terinfeksi parasit malaria

2.   Fase seksual dalam tubuh nyamuk


Fase seksual ini biasa juga disebut fase sporogoni karena menghasilkan sporozoit, yaitu bentuk
parasit yang sudah siap untuk ditularkan oleh nyamuk kepada manusia. Lama dan masa
berlangsungnya fase ini disebut masa inkubasi ekstrinsik, yang sangat dipengaruhi oleh suhu dan
kelembaban udara. Prinsip pengendalian malaria, antara lain didasarkan pada fase ini yaitu dengan
mengusahakan umur nyamuk agar lebih pendek dari masa inkubasi ekstrinsik, sehingga fase
sporogoni tidak dapat berlangsung. Dengan demikian rantai penularan akan terputus

3.   Nyamuk Anopheles
 
Gambar 3 : Nyamuk Anopheles
    Penyakit malaria pada manusia ditularkan oleh nyamuk Anopheles vektor betina. Di seluruh dunia
terdapat sekitar 2000 spesies nyamuk Anopheles, 60 spesies diantaranya diketahui sebagai vektor
malaria. Di Indonesia terdapat sekitar 80 jenis nyamuk Anopheles, 22 spesies diantaranya telah
terkonfirmasi sebagai vektor malaria. Sifat masing-masing spesies berbeda-beda tergantung
berbagai faktor seperti penyebaran geografis, iklim dan tempat perkembangbiakannya. Semua
nyamuk vektor malaria hidup sesuai dengan kondisi ekologi setempat, contohnya nyamuk vektor
malaria yang hidup di air payau (Anopheles sundaicus dan Anopheles subpictus), di sawah
(Anopheles aconitus) atau di mata air (Anopheles balabacensis dan Anopheles maculatus). Nyamuk
Anopheles hidup di daerah iklim tropis dan subtropis, tetapi juga bias hidup di daerah yang beriklim
sedang. Nyamuk ini jarang ditemukan pada daerah dengan ketinggian lebih dari 2500 meter dari
permukaan laut. Tempat perkembangbiakannya bervariasi (tergantung spesiesnya) dan dapat dibagi
menjadi tiga ekosistem yaitu pantai, hutan dan pegunungan. Biasanya nyamuk Anopheles betina
vektor menggigit manusia pada malam hari atau sejak senja hingga subuh. Jarak terbang (flight
range) antara 0,5 – 3 km dari tempat perkembangbiakannya. Jika ada angin yang bertiup kencang,
dapat terbawa sejauh 20 – 30 km. Nyamuk Anopheles juga dapat terbawa pesawat terbang, kapal
laut atau angkutan lainnya dan menyebarkan malaria ke daerah yang semula tidak terdapat kasus
malaria. Umur nyamuk Anopheles dewasa dialam bebas belum banyak diketahui, tetapi di
laboratorium dapat mencapai 3 -5 minggu. Nyamuk Anopheles mengalami metamorfosis sempurna.
Telur yang diletakkan nyamuk betina diatas permukaan air akan menetas menjadi larva, melakukan
pergantian kulit (sebanyak 4 kali) kemudian tumbuh menjadi pupa dan menjadi nyamuk dewasa.
Waktu yang dibutuhkan untuk perkembangan (sejak telur menjadi dewasa) bervariasi antara 2 – 5
minggu tergantung spesies, makanan yang tersedia, suhu dan kelembaban udara.

4.    Manusia yang rentan terhadap infeksi malaria


Secara alami penduduk di suatu daerah endemis malaria ada yang mudah dan ada yang tidak
mudah terinfeksi malaria, meskipun gejala klinisnya ringan. Perpindahan penduduk dari dan ke
daerah endemis malaria hingga kini masih menimbulkan masalah. Sejak dulu, telah diketahui bahwa
wabah penyakit ini sering terjadi di daerah-daerah pemukiman baru, seperti di daerah perkebunan
dan transmigrasi. Hal ini terjadi karena pekerja yang datang dari daerah lain belum mempunyai
kekebalan sehingga rentan terinfeksi.

5.   Lingkungan

Keadaan lingkungan berpengaruh terhadap keberadaan penyakit malaria di suatu daerah.


Adanya danau, air payau, genangan air di hutan, persawahan, tambak ikan, pembukaan hutan dan
pertambangan di suatu daerah akan meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria karena
tempat-tempat tersebut merupakan tempat perkembangbiakan nyamuk vektor malaria.

6.   Iklim 

Suhu dan curah hujan di suatu daerah berperan penting dalam penularan penyakit malaria.
Biasanya penularan malaria lebih tinggi pada musim kemarau dengan sedikit hujan dibandingkan
pada musim hujan. Pada saat musim kemarau dengan sedikit hujan, genangan air yang terbentuk
merupakan tempat yang ideal sebagai tempat perkembangbiakan nyamuk vektor malaria. Dengan
bertambahnya tempat perkembangbiakan nyamuk, populasi nyamuk vektor malaria juga bertambah
sehingga kemungkinan terjadinya transmisi meningkat.

C.    Penularan dan Penyebaran

Penularan penyakit malaria dari orang yang sakit kepada orang sehat, sebagian besar melalui
gigitan nyamuk. Bibit penyakit malaria dalam darah manusia dapat terhisap oleh nyamuk,
berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, dan ditularkan kembali kepada orang sehat yang digigit
nyamuk tersebut. Jenis-jenis vektor (perantara) malaria yaitu:

-             Anopheles Sundaicus, nyamuk perantara malaria di daerah pantai.

-             Anopheles Aconitus, nyamuk perantara malaria daerah persawahan.

-             Anopheles Maculatus, nyamuk perantara malaria daerah perkebunan, kehutanan dan pegunungan.
Penularan yang lain adalah melalu transfusi darah. Namun kemungkinannya sangat kecil.

Cara penularan penyakit malaria dapat di bedakan menjadi dua macam yaitu :

1.      Penularan secara alamiah (natural infection)

Malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Nyamuk ini jumlahnya kurang lebih ada 80 jenis
dan dari 80 jenis itu, hanya kurang lebih 16 jenis yang menjadi vector penyebar malaria di Indonesia.
Penularan secara alamiah terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang telah terinfeksi oleh
Plasmodium. Sebagian besar spesies menggigit pada senja dan menjelang malam hari. Beberapa
vector mempunyai waktu puncak menggigit pada tengah malam dan menjelang pajar. Setelah
nyamuk Anopheles betina mengisap darah yang mengandung parasit pada stadium seksual
(gametosit), gamet jantan dan betina bersatu membentuk ookinet di perut nyamuk yang kemudian
menembus di dinding perut nyamuk dan membentuk kista pada lapisan luar dimana ribuan
sporozoit dibentuk. Sporozoit-sporozoit tersebut siap untuk ditularkan. Pada saat menggigit
manusia, parasit malaria yang ada dalam tubuh nyamuk masuk ke dalam darah manusia sehingga
manusia tersebut terinfeksi lalu menjadi sakit.

2.      Penularan tidak alamiah (not natural infection)

a.       Malaria bawaan

Terjadi pada bayi yang baru lahir karena ibunya menderita malaria. Penularannya terjadi melalui tali
pusat atau plasenta (transplasental)

b.      Secara mekanik

Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui jarum suntik.

c.       Secara oral

Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung (P.gallinasium), burung dara (P.relection) dan
monyet (P.knowlesi).

D.    Tanda-Tanda Penyakit Malaria

Tanda-tanda yang terjadi pada penyakit malaria dimulai dengan dingin dan sering sakit
kepala. Penderita menggigil atau gemetar selama 15 menit sampai satu jam. Dingin diikuti demam
dengan suhu 40 derajat atau lebih. Penderita lemah, kulitnya kemerahan dan menggigau. Demam
berakhir serelah beberapa jam. Penderita mulai berkeringat dan suhunya menurun. Setelah
serangan itu berakhir, penderita merasa lemah tetapi keadaannya tidak mengkhawatirkan
E.     Gejala Klinis dan Masa Inkubasi Malaria

Keluhan dan tanda klinis, merupakan petunjuk yang penting dalam diagnosa malaria. Gejala
klinis ini dipengaruhi oleh jenis/ strain Plasmodium imunitas tubuh dan jumlah parasit yang
menginfeksi. Waktu mulai terjadinya infeksi sampai timbulnya gejala klinis dikenal sebagai waktu
inkubasi, sedangkan waktu antara terjadinya infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah
disebut periode prepaten.9

1.      Gejala klinis

Gejala klasik malaria yang umum terdiri dari tiga stadium (trias malaria), yaitu:

a.       Periode dingin.

Mulai dari menggigil, kulit dingin dan kering, penderita sering membungkus diri dengan selimut
dan pada saat menggigil sering seluruh badan bergetar dan gigi saling terantuk, pucat sampai
sianosis seperti orang kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan
meningkatnya temperatur.

b.      Periode panas.

Penderita berwajah merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas badan tetap tinggi
dapat mencapai 400C atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, terkadang muntah-muntah, dan
syok. Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai dua jam atau lebih diikuti dengan keadaan
berkeringat.

c.       Periode berkeringat.

Mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah, temperatur turun, lelah, dan sering
tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melaksanakan pekerjaan seperti biasa.
Di daerah dengan tingkat endemisitas malaria tinggi, sering kali orang dewasa tidak menunjukkan
gejala klinis meskipun darahnya mengandung parasit malaria. Hal ini merupakan imunitas yang
terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang. Limpa penderita biasanya membesar pada serangan
pertama yang berat/ setelah beberapa kali serangan dalam waktu yang lama. Bila dilakukan
pengobatan secara baik maka limpa akan berangsur-berangsur mengecil. Keluhan pertama malaria
adalah demam, menggigil, dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri otot atau
pegal-pegal. Untuk penderita tersangka malaria berat, dapat disertai satu atau lebih gejala berikut:
gangguan kesadaran dalam berbagai derajat, kejang-kejang, panas sangat tinggi, mata atau tubuh
kuning, perdarahan di hidung, gusi atau saluran pencernaan, nafas cepat, muntah terus-menerus,
tidak dapat makan minum, warna air seni seperti the tua sampai kehitaman serta jumlah air seni
kurang sampai tidak ada.

2.      Masa inkubasi

Masa inkubasi dapat terjadi pada :


a.       Masa inkubasi pada manusia (intrinsik)

Masa inkubasi bervariasi pada masing-masing Plasmodium. Masa inkubasi pada inokulasi
darah lebih pendek dari infeksi sporozoid. Secara umum masa inkubasi Plasmodium falsiparum
adalah 9 sampai 14 hari, Plasmodium vivax adalah 12 sampai 17 hari, Plasmodium ovale adalah 16
sampai 18 hari, sedangkan Plasmodium malariae bisa 18 sampai 40 hari. Infeksi melalui transfusi
darah, masa inkubasinya tergantung pada jumlah parasit yang masuk dan biasanya bisa sampai kira-
kira 2 bulan.

b.      Masa inkubasi pada nyamuk (ekstrinsik)

Setelah darah masuk kedalam usus nyamuk maka protein eritrosit akan dicerna oeleh enzim
tripsin kemudian oleh enzim aminopeptidase dan selanjutnya karboksipeptidase, sedangkan
komponen karbohidrat akan dicerna oleh glikosidase. Gametosit yang matang dalam darah akan
segera keluar dari eritrosit selanjutnya akan mengalami proses pematangan dalam usus nyamuk
untuk menjadi gamet (melalui fase gametogenesis). Adapun masa inkubasi atau lamanya stadium
sporogoni pada nyamuk adalah Plasmodium vivax 8-10 hari, Plasmodium palsifarum 9-10 hari,
Plasmodium ovale 12-14 hari dan Plasmodium malariae 14-16 hari.

F.     Diagnosa Malaria

Sebagaimana penyakit pada umumnya, diagnosis malaria didasarkan pada manifestasi klinis
(termasuk anamnesis), uji imunoserologis dan ditemukannya parasit (Plasmodium) di dalam darah
penderita. Manifestasi klinis demam seringkali tidak khas dan menyerupai penyakit infeksi lain
(demam dengue, demam tifoid) sehingga menyulitkan para klinisi untuk mendiagnosis malaria
dengan mengandalkan pengamatan manifestasi klinis saja, untuk itu diperlukan pemeriksaan
laboratorium sebagai penunjang diagnosis sedini mungkin. Secara garis besar pemeriksaan
laboratorium malaria digolongkan menjadi dua kelompok yaitu pemeriksaan mikroskopis dan uji
imunoserologis untuk mendeteksi adanya antigen spesifik atau antibody spesifik terhadap
Plasmodium. Namun yang dijadikan standar emas (gold standard) pemeriksaan laboratorium malaria
adalah metode mikroskopis untuk menemukan parasit Plasmodium di dalam darah tepi. Uji
imunoserologis dianjurkan sebagai pelengkap pemeriksaan mikroskopis dalam menunjang diagnosis
malaria atau ditujukan untuk survey epidemiologi dimana pemeriksaan mikroskopis tidak dapat
dilakukan. Sebagai diagnosa banding penyakit malaria ini adalah demam tifoid, demam dengue,
ISPA. Demam tinggi, atau infeksi virus akut lainnya.

G.    Bahaya Penakit Malaria

1.      Rasa sakit yang ditimbulkan sangat menyiksa si penderita

2.      Tubuh yang sangat lemah, sehingga tidak dapat bekerja seperti biasa

3.      Dapat menimbulkan kematian pada anak-anak dan bayi


4.      Perkembangan otak bisa terganggu pada anak-anak dan bayi, sehingga menyebabkan kebodohan

H.    Pemeriksaan Laboratorium

1.      Pemeriksaan dengan mikroskop cahaya

Pewarnaan mikroskopik dengan pewarnaan giemsa sampai saat ini masih merupakan baku emas
pemeriksaan malaria. Walaupun demikian hasil pembacaannya hannya dapat dipercaya jika
dilakukan oleh seorang yang berpengalaman. Selain untuk menegakan diagnosis, pemeriksaan
mikroskopik dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil pengobatan dan hal ini tidak dapat
diterapkan dengan uji cepat malaria maupun teknik PCR. Kekurangannya adalah subjektivitas
pemeriksa, terutama dalam hal mendiagnosis infeksi campuran atau infeksi dalam jumlah parasit
yang rendah. Selain itu pada infeksi P.falciparum yang stadium lanjutnya berada di kapiler alat dalam
(sekuestrasi), parasit tersebut sulit ditemukan dalam darah tepi hingga memerlukan pemeriksaan
serial darah ( 3 kali dalam 48 jam ) untuk memastikan ada tidaknya parasit.

Konsentrasi parasit malaria dalam darah cukup merata sehingga pengambilan darah rutin dapat
dilakukan pada ujung jari atau tumit kaki (pada bayi). Morfologi parasit yang optimal dapat dilihat
dengan membuat sediaan darah yang diwarnai giemsa yang diambil dari ujung jari segera. Akhir –
akhir ini darah vena dengan antikoagulan lebih sering digunakan sebagai bahan pemeriksaan. Hal
yang harus diperhatikan adalah jumlah darah yang diambil harus sesuai dengan volume
antikoagulannya. Jika digunakan tabung komersial yang berisis antikoagulan maka tabung tersebut
harus diisi penuh dengan darah penderita (sesuai dengan batasnya ). Hal tersebut untuk
menghindari ketidaktepatan rasio darah dan antikoagulan yang dapat mempengaruhi morfologi
parasit malaria.
Jika pembuatan sediaan darah yang mengandung antikoagulan dilakukan 24 jam setelah
pengambilan darah maka jumlah parasit dapat berkurang sampai 50% dan morfologi parasit sudah
berubah. Oleh karena itu, sangat penting untuk segera (< 1jam) membuat sediaan darah tipis dan
tebal dari darah dengan antikoagulan tersebut. Bahkan jika dilakukan setelah 6 jam pengambilan
darah jumlah parasit mulai berkurang.

Morfologi malaria terlihat optimal pada sediaan darah tipis yang diwarnaai giemsa, tetapi
sensitifitasnya rendah. Dengan menggunakan sediaan darah tebalsensitivitas sediaan darah
mikroskopik akan meningkat sampai 10 kali disbanding sediaan darah tipis. Hal ini yang perlu
diperhatikan adalah lamanya pewarnaan yang optimal, yaitu 30 menit dengan giemsa 3 %.
Pewarnaan cepat dengan giemsa yang lebih tinggi tidak dianjurkan, karena jika jumlah parasit
rendah dalam darah, sering kali parasit yang ada tidak terwarnai.
Prinsip : mewarnai apusan darah menggunakan pewarna giemsa agar sel eritrosit yang terinfeksi
parasit mlaria dapat terlihat kelainan morfologinya.
Cara kerja :

a.       Gambaran mikroskopik :
 
Gambar 4 : gambar mikroskopik parasit malaria

Interpretasi hasil :
•    +     : 1-10 parasit stadium aseksual per 100 lapang pandang mikroskop
•    ++    : 11-100 parasit stadium aseksual per 100 lapang pandang mikroskop
•    +++    : 1-10 parasit stadium aseksual per 1 lapang pandang mikroskop
•    ++++    : 11-100 parasit stadium aseksual per 1 lapang pandang mikroskop
Sedangkan perhitungan secara kuantitatif dapat dilakukan baik pada sediaan darah tebal maupun
sediaan darah tipis. Jumlah parasit stadium aseksual (cincin, trofozoit, dan skizont) dan aseksual
(gametosit) biasanya dihitung secara terpisah. 
Pada sediaan darah tebal parasit dihitung berdasarkan jumlah leukosit per mikro liter darah; jika
tidak diketahui biasanya diasumsikan leukosit penderita berjumlah berjumlah 8000/Ul, dengan
rumus berikut.

Jumlah parasit stadium aseksual x jumlah leukosit /Ul


200

Sedangkan perhitungan parasit dalam sediaan darah tipis perlu diketahui jumlah eritrosit
per Ul darah. Jika nilai ini tidak diketahui, diasumsikan penderita mengandung eritrosit
5.000.000/Ul (laki-laki) atau 4.500.000 / Ul (wanita). Jumlah parasit kemudian dihitung paling
sedikit dalam 25 lapangan pandang mikroskopik atau total parasit/Ul dihitung dengan
rumus sebagai berikut.

Jumlah parasit stadium aseksual  x           jumlah eritrosir/Ul


                                                   Total eritrosit dalam 25 lapang pandang
Pada sediaan darah tipis dapat juga dihitung proporsi atau presentase eritrosit yang
terinfeksi dengan rumus sebagai berikut.
Jumlah parasit stadium aseksual dalam 25 lapang pandang   x 100%
     Total eritrosit dalam 25 lapang pandang mikroskopik
     Pemeriksaan dengan mikroskopik flouresensi
Sensitivitas diagnosis malaria pada sediaan darah dapat ditingkatkan dengan menggunakan
zat flouresensi yang dapat berikatan dengan parasit. Asam nukleat dalam inti akan
berikatan dengan zat tersebut dan akan berflouresensi jika disinari dengan sinar UV yang
mempunyai panjang gelombang tertentu. Mula-mula digunakan acridine orange (AO) dan
benzothio carboxypurine (BCP). Keduanya dieksitasi panjang gelombang 490 nm dan akan
berfloursensi dengan warna kehijauan atau kekuningan.
Acridine orange dapat digunakan langsung pada sediaan darah di kaca objek atau dengan
menggunakan capillary tubes yang bagian dalamnya dilapisi oleh zat wrana acridine orange.
Pada waktu sentrifugasi, capillary tubes yang berisi darah pasien dan terdiri dari berbagai
sel, yaitu leukosir, trombosit dan eritrosit akan terpisah. Parasit malaria akan terkonsentrasi
dibawah berbagai lapisan sel, terutama dibagian atas lapisan eritrosit dan kadang – kadang
ditemukan dalam lapisan trombosit dan leukosit. Parasit dapat dilihat dengan
menggunakan mikroskop flouresensi.
Tekhnik kawamoto menggunakan filter yang dapat mengeksitasi panjang gelombang 470-
490 nm sehingga pada waktu cahaya melewati sediaan darah yang diwarnai acridine
orange, parasit akan terlihat berflouresensi. Dalam hal ini digunakan sinar matahari yang
kuat atau lampu halogen sebagai sumber cahaya.
Walaupun acridine orange merupakan zat yang berfluoresensi kuat, tetapi zat ini akan
berikatan dengan asam nukleatsemua jenis sel hingga flouresesnsinya menjadi tidak
spesifik. Jika metode ini digunakan untuk mendiagnosis malaria, si pembaca harus dapat
membedakan dengan flouresesnsi yang disebabkan oleh inti sel lain.
Zat flouresensi lain yaitu benzothiocarboxypurine (BCP) untuk mewarnai asam nukleat
parasit dapat digunakan langsung pada sediaan darah tebal atau suspense darah yang
sudah dilisiskan zat warna ini tida cepat pudar seperti acridine orange. 
Diagnosis malaria dengan menggunakan zat berflouresensi  merupakan suatu cara yang
harus dipelajari dan memerlukan pengalaman sehingga hingga aplikasi ini dapat
diaplikasikan dengan cepat dan tepat. Kekurangan cara ini adalah tidak dapat membedakan
berbagai macam spesies plasmodium karena tanda spesifik yang terdapat dalam
sitoplasma darah merah tidak akan terwarnai. Morfologi sel darah merah yang terinfeksi
dan tanda spesifik yang timbul pada infeksi berbagai plasmodium tetap diperlukan untuk
menegakan diagnosis.

2.      Pemeriksaan dengan rapid test.


Secara umum terdapat 3 macam antigen yang digunakan dalam malaria rapid test, yaitu
histidine rich protein-2 ( HRP-2 ), lactate dehydrogenase (LDH), dan aldolase. HRP-2 merupakan
protein yang larut air dan disekresikan oleh berbagai stadium aseksual dan gametosit muda
P.falciparum. protein ini tidak ditemukan pada spesies plasmodium lain hingga sangat spesifik untuk
menegakan diagnosis P.falciparum. sedangkan enzim (pLDH dan aldolase) merupakan antigen yang
ditemukan dalam glikolitik pathway parasit malaria, namun sudah terdapat kit dengan LDH yang
spesifik  untuk P.vivax yaitu pvLDH.

Prinsip :imunokromatografi cairannya akan naik sepanjang kertas nitroselulosa. Pada beberapa
titik dikertas selulosa diletakan antibody monoclonal terhadap antigen malaria yang spesifik
sehingga pada penderita positif akan terjadi reaksi antigen antibody yang tervisualisasi dalam bentuk
garis.
Cara kerja:
  
Gambar 5 : Rapid test kit

Cara kerja :
1.    Kit disimpan pada suhu ruang selama 30 menit.
2.    10 sampai 15 μl darah EDTA diambil menggunakan mikropipet dan diletakkan dalam
lubang sampel.
3.    Hasil akan dibaca setelah 10-15 menit (terbentuk garis merah muda)

Interpretasi hasil
ü    Garis yang paling atas (garis pertama) merupakan garis kendali (kontrol). 
ü    Garis dibawahnya (garis kedua) merupakan garis uji untuk Plasmodium vivax. 
ü    Garis yang terbawah (garis ketiga) adalah garis uji untuk Plasmodium falciparum. 
ü    Bila hasil uji negative, maka hanya pada garis kendali ( control) saja yang terbentuk garis
merah muda.
ü    Bila hasil uji untuk Plasmodium falciparum positif, maka garis kendali (kontrol) dan garis
uji terbawah akan berwarna merah muda, sedangkan garis tengah tidak terlihat. 
ü    Bila untuk Plasmodium vivax positif, maka garis kendali (kontrol) dan garis uji kedua saja
yang terlihat .

3.      Metode Dip-Stick
Teknik dip-stick mendeteksi secara imuno-enzimatik suatu protein kaya histidine II yang spesifik
parasit (immuno enzymatic detection of the parasite spesific histidine rich protein II). Tes spesifik
untuk plasmodium falciparum telah dicoba pada beberapa negara, antara lain di Indonesia. Tes ini
sederhana dan cepat karena dapat dilakukand alam waktu 10 menit dan dapat dilakukan secara
massal. Selain itu, tes ini dapat dilakukan oleh petugas yang tidak terampil dan memerlukan sedikti
latihan. Alatnya sederhana, kecil dan tidak memerlukanaliran listrik. Kelemahan tes dip-stick ini
adalah :
ü    Hanya spesifik untuk plasmodium falciparum (untuk plasmodium vivax masih dalam tahap
pengembangan)
ü    Tidak dapat mengukur densitas parasit (secara kuantitatif)
ü    Antigen yang masih beredar beberapa hari setelah parasit hilang masih memberikan reaksi
positif.
ü    Gametosit muda (immature) bukan yang matang (mature), mungkin masih dapat dideteksi.
ü    Biaya tes ini cukup mahal.
Walaupun demikian tes yang sederhana dan stabil dapat digunakan untuk pemeriksaan epidemiologi
dan operasional. Hasil positif palsu (false positive) yang disebabkan oleh antigen residual yang
beredar dan oleh gametosit muda dalam darah biasanya ditemukan pada penderita tanpa gejala
(asimptomatik). Jadi seharusnya tidak mengakibatkan over treatment sebab tes ini digunakan untuk
menunjang diagnosis klinis pada penderita dengan gejala.
Prinsip pemeriksaan : imunokromatografi cairannya akan naik sepanjang kertas nitroselulosa. Pada
beberapa titik dikertas selulosa diletakan antibody monoclonal terhadap antigen malaria yang
spesifik sehingga pada penderita positif akan terjadi reaksi antigen antibody yang tervisualisasi
dalam bentuk garis.
Prosedur :

a.       Serum diletakan di tabung ependorff kurang lebih 200 Ul.

b.      Dip-stick dimasukan ke tabung ependorff.

c.       Reaksi ditunggu hingga kira-kira 10 menit.

d.      Hasil bias dibaca.


 

Gambar 6 : dip-stick kit

4.      Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR)

Diagnosis parasit berdasarkan asam nukleat menggunakan molekul DNA reporter untuk
mendeteksi rangkaian DNA atau RNA spesifik  yang dimiliki parasit tertentu.  tes ini sangat spesifik
dan sensitif, dapat mendeteksi hingga minimal 2 parasit, bahkan 1 parasit / µL darah.
Prinsip : menggunakan siklus termal yaitu menaikan dan menurunkan suhu secara teratur hingga
didapat sekuens DNA / RNA yang diinginkan dengan menggunakan 2 primer oligonukleotida yang
berbeda. Kelemahan tes ini adalah :

a.       Penyediaan DNA dan RNA sangat rumit

b.      Alat yang diperlukan untuk hibridisasi rumit

c.       Alat untuk amplifikasi PCR dan deteksi hasil amplifikasi sangat canggih dan mahal
d.      Metode ini membutuhkan waktu lebih lama (>24 jam)

e.       Tidak dapat membedakan stadium aseksual dan seksual

f.       Tidak dapat dilakukan pemeriksaan secara kuantitatif

      Sementara keuntungan utama pada teknik PCR adalah dapat mendeteksi dan mengidentifikasi
infeksi ringan dengan sangat tepat dan dapat dipercaya. Hal ini penting untuk studi epidemiolgi dan
eksperimental, tetapi tidak penting untuk meningkatkan penanganan malaria tanpa komplikasi.

I.       Pengobatan dan Pencegahan Malaria

1.      Pengobatan Malaria

Memutus rantai penularan dengan memilih mata rantai yang paling lemah. Mata rantai
tersebut adalah penderita dan nyamuk malaria. Seluruh penderita yang memiliki tanda-
tanda malaria diberi pengobatan pendahuluan dengan tujuan untuk menghilangkan rasa
sakit dan mencegah penularan selama 10 hari. Bagi penderita yang dinyatakan positif
menderita malaria setelah diuji di laboratorium, akan diberi pengobatan secara sempurna.
Bagi orang-orang yang akan masuk ke daerah endemis malaria seperti para calon
transmigran, perlu diberi obat pencegahan. 
Obat – obat antimalaria,diantaranya :

a.       Klorokuin
      Klorokuin adalah bentuk sintetik 4-aminokuinolin, diproduksi dalam bentuk garam fosfat
untuk pemberian secara oral. Ekskresi klorokuin melalui urin dengan mas paruh 3-5 hari,
namun waktu paruh eliminasi terminal mencapai 1-2 bulan.
      Klorokuin bersifat skizontosida darah yang sangat efektif untuk semua jenis plasmodium
pafa manusia dan gametosida terhadap P.vivax, P.ovale dan P.malariae. Mekanisme kerja
klorokuin adalah menghambat polimerisasi produk sisa hemoglobin (heme) menjadi
hemozoin di dalam vakuol pencernaan parasit sehingga menghilangkan toksisitas parasit
karena pembentukan heme bebas.

b.      Kina dan Kuinidin


      Kina mulai dipakai sebagai OAM sejak tahun 1632. Obat ini merupakan alkaloid kinkona
yang dibuat dari ekstrak pohon kinkona di Amerika Selatan. Kuinidin adalah dekstrorotatori
stereoisomer dari kina.
     Mekanisme kerja kina sebagai OAM belum sepenuhnya dipahami, diduga menghambat
detoksifikasi heme parasit dalam vakuola makanan.

c.       Proguanil
     Proguanil adalah suatu biguanid yang dimetabolisme dalam tubuh (melalui enzim
CYP2C19) menjadi bentuk aktif sikloguanil. Sikloguanil menghambat pembentukan asam
folat dan asam nukleat, bersifat skizontosida darah yang bekera lambat, skizontosida
jaringan terhadap P.falcifarum, P.vivax, P.ovale, dan sporontosida.
d.      Tetrasiklin
     Tetrasiklin bersifat skizontosida darah untuk semua spesies plasmodium yang bekerja
lambat, skizontosida jaringan untuk P.falcifarum.

e.        Klindamisin
    Obat ini menghambat fase awal sintesis protein. Klindamisin bersifat skizontosida darah
yang bekerjalambat terhadap P.falciparum dan harus diberikan dalam kombinasi dengan
OAM lain seperti kina atau klorokuin.

2.      Tindakan-tindakan Pencegahan:

a.       Usahakan tidur dengan kelambu, memberi kawat kasa, memakai obat nyamuk bakar,
menyemprot ruang tidur, dan tindakan lain untuk mencegah nyamuk berkembang di
rumah. 

b.      Usaha pengobatan pencegahan secara berkala, terutama di daerah endemis malaria. 

c.       Menjaga kebersihan lingkungan dengan membersihkan ruang tidur, semak-semak sekitar


rumah, genangan air, dan kandang-kandang ternak.

d.      Memperbanyak jumlah ternak seperti sapi, kerbau, kambing, kelinci dengan menempatkan
mereka di luar rumah di dekat tempat nyamuk bertelur. 

e.       Memelihara ikan pada air yang tergenang, seperti kolam, sawah dan parit. Atau dengan
memberi sedikit minyak pada air yang tergenang. 

f.       Menanam padi secara serempak atau diselingi dengan tanaman kering atau pengeringan
sawah secara berkala

g.       Menyemprot rumah dengan DDT.

BAB III

PENUTUP

A.    KESIMPULAN

Malaria merupakan penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual didalam darah.
Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali.
Terdapat beberapa parasit yang dapat menyebabkan penyakit malaria, yaitu plasmodium
falciparum, vivax, malaria dan ovale. Parasit ini menggunakan nyamuk sebagai hospes
definitifnya, yaitu nyamuk Anopheles. Gejala klinis penyakit ini terdiri dari 3 tahap, yaitu
periode dingin, periode panas dan periode berkeringat.
Penularan penyakit ini bias secara alami, yaitu melalui gigitan langsung nyamuk anopheles
dan secara tidak alami yaitu secara bawaan dan secra mekanik. Diagnosanya dapat dilihat
dari manifestasi klinis yaitu terjadinya demam, imunnoserologi yaitu ditemukannya antigen
HRP-2, pLDH dan aldolase dan lewat pemeriksaan mikroskopik yaitu melihat morfologi sel
darah merah yang terinfeksi dan melihat asam nukleat pada parasit. Malaria ini dapat
menyebabkan rasa sakit, gangguan otak hingga menyebabkan kematian.

Pemeriksaan dapat dilakukan dengan lima metode, yaitu yang pertama


menggunakan mikroskopik cahaya dengan melihat morfologi eritrosit yang terinfeksi, yang
kedua menggunakan mikroskop flouresensi dengan melihat asam nukleat yang terdapat
diparasit, yang ketiga dengan menggunakan metode rapid test yaitu identifikasi antigen
yang terdapat pada serum sampel, yang keempat menggunakan dip-stick yaitu identifikasi
antigen parasit malaria yang terdapat dalam serum sampel, yang kelima dengan
menggunakan PCR yaitu dengan menggandakan sekuens DNA/RNA yang spesifik dengan
menggunakan primer oligonukleotida yang spesifik pula lalu dibaca menggunakan
elektroforesis.

DAFTAR PUSTAKA

http://malariana.blogspot.com/2008/11/malaria-diagnosis.html

http://www.anneahira.com/pencegahan-penyakit/malaria.htm

Depkes RI, Pedoman Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor, Direktorat Jenderal PPM-PL,
Departemen Kesehatan RI, Jakarta 2001.

Day 1998. Nyamuk Penular Malaria, Dalam Jurnal Data dan Informasi Kesehatan, Pusdatin,
Depkes RI, Jakarta 2003.

Nugroho, Agung. 2010. Malaria Dari Molekuler ke Klinis.Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai