MALARIA
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk melengkapi tugas Mata Kuliah
Epidemiologi Penyakit Menular
MUTIA
NIM : 1513201003
Mutia
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2
1.3.1. Tujuan Umum ................................................................................... 2
1.3.2. Tujuan Khusus .................................................................................. 2
1.4. Manfaat Penulisan .................................................................................... 3
1.4.1. Manfaat Bagi Penulis ........................................................................ 3
1.4.2. Manfaat Bagi Instansi ....................................................................... 3
1.4.3. Manfaat Bagi Pembaca ..................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Penyakit Malaria ....................................................................................... 4
2.2. Etiologi Penyakit Malaria ......................................................................... 4
2.3. Siklus Hidup Plasmodium ........................................................................ 5
2.4. Epidemiologi Penyakit Malaria ................................................................ 6
2.4.1. Distribusi dan Frekuensi Penyakit Malaria ....................................... 6
2.4.2. Determinan Penyakit Malaria ........................................................... 8
2.5. Penularan Penyakit Malaria .................................................................... 16
2.6. Gejala dan Tanda Penyakit Malaria ....................................................... 17
2.7. Diagnosis Penyakit Malaria .................................................................... 21
2.8. Pencegahan Penyakit Malaria ................................................................ 25
2.9. Pengobatan Penyakit Malaria ................................................................. 28
2.10. Permasalahan Penyakit Malaria di Indonesia ..................................... 28
2.11. Program Pemberantasan Penyakit Malaria ......................................... 29
2.12. Tantangan Eliminasi Penyakit Malaria di Indonesia .......................... 32
iii
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ............................................................................................. 33
3.2. Saran ....................................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
penyakit malaria ditemukan tersebar hampir di seluruh kepulauan
Indonesia dengan jumlah kesakitan sekitar 70 juta orang atau 35 %
penduduk Indonesia yang tinggal di daerah resiko malaria (Depkes RI,
2008).
2
8. Untuk mengetahui cara pengobatan penyakit malaria.
9. Untuk mengetahui permasalahan penyakit malaria di Indonesia.
10. Untuk mengetahui program pemberantasan penyakit malaria di
Indonesia.
11. Untuk mengetahui tantangan eliminasi penyakit malaria di
Indonesia.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, Karena malaria yang
ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat
menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai
komplikasi di dalam organ-organ tubuh. (Harijanto P.N.2000).
5
akan membentuk ribuan sprozoit yang nantinya akan pecah (12) dan
sprozoit keluar dari ookista. Sporozoit ini akan menyebar ke seluruh tubuh
nyamuk, salah satunya di kelenjar ludah nyamuk. Dengan ini siklus
sporogoni telah selesai.
Siklus skizogoni terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus eksoeritrositik dan
siklus eritrositik. Dimulai ketika nyamuk menggigit manusia sehat.
Sporozoit akan masuk kedalam tubuh manusia melewati luka tusuk nyamuk
(1). Sporozoit akan mengikuti aliran darah menuju ke hati, sehingga
menginfeksi sel hati (2) dan akan matang menjadi skizon (3). Siklus ini
disebut siklus eksoeritrositik. Pada Plasmodium falciparum dan
Plasmodium malariae hanya mempunyai satu siklus eksoeritrositik,
sedangkan Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale mempunyai bentuk
hipnozoit (fase dormant) sehingga siklus eksoeritrositik dapat berulang.
Selanjutnya, skizon akan pecah (4) mengeluarkan merozoit (5) yang akan
masuk ke aliran darahsehingga menginfeksi eritrosit dan di mulailah siklus
eritrositik. Merozoit tersebut akan berubah morfologi menjadi tropozoit
belum matang lalu matang dan membentuk skizon lagi yang pecah dan
menjadi merozoit lagi (6). Diantara bentuk tropozoit tersebut ada yang
menjadi gametosit (7) dan gametosit inilah yang nantinya akan dihisap lagi
oleh nyamuk. Begitu seterusnya akan berulang-ulang terus. Gametosit tidak
menjadi penyebab terjadinya gangguan klinik pada penderita malaria,
sehingga penderita dapat menjadi sumber penularan malaria tanpa diketahui
(karier malaria).
6
CSDR akibat malaria pada laki-laki 11 per 100.000
penduduk dan wanita 8 per 100.000 penduduk.
2. Berdasarkan Tempat
Malaria ditemukan di daerah-daerah mulai 64o
lintang utara (Rusia) sampai dengan 32o lintang selatan
(Argentina), dari daerah dengan ketinggian 2.666 m
(Bolivia) sampai dengan daerah yang letaknya 433 m di
bawah permukaan laut (Laut Mati). Kini malaria banyak
dijumpai di Meksiko, sebagian Karibia, Amerika Tengah
dan Selatan, Afrika Sub-Sahara, Timur Tengah, India, Asia
Selatan, Asia Tenggara, Indo Cina, dan pulau-pulau di
Pasifik Selatan.
Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis
yang paling luas mulai dari daerah yang beriklim dingin,
subtropis sampai ke daerah tropis, kadang-kadang dijumpai
di Pasifik Barat. Di Indonesia, spesies ini tersebar di seluruh
kepulauan. Plasmodium falciparum terutama menyebabkan
malaria di Afrika, Asia, dan daerah daerah tropis lainnya. Di
Indonesia, parasit ini tersebar di seluruh kepulauan.
Plasmodium malariae meluas meliputi daerah tropis maupun
daerah subtropik. Di Indonesia spesies ini dijumpai di
Indonesia Bagian Timur. Plasmodium ovale terutama
terdapat di daerah tropik Afrika bagian barat, di daerah
Pasifik Barat dan di beberapa bagian lain di dunia. Di
Indonesia, parasit ini terdapat di Pulau Owi sebelah selatan
Biak di Irian Jaya dan Nusa Tenggara Timur.
3. Berdasarkan Waktu
Berdasarkan SKRT tahun 2001, CFR malaria 0,1%
(30.000 kematian dari 30 juta kasus). Tahun 2005, CFR
malaria 2 % (32.000 kematian dari 1,6 juta kasus). Pada
tahun yang sama CFR malaria falsiparum 1,12% (44
kematian dari 3.924 kasus).
7
2.4.2. Determinan Penyakit Malaria
Penyebaran penyakit malaria sangat ditentukan oleh faktor
Host, Agent, dan Environment:
1. Host
a. Host Intermediate (Manusia)
Keadaan manusia dapat menjadi pengandung
gametosit yang dapat meneruskan daur hidup
nyamuk. Manusia ada yang rentan yaitu yang dapat
ditular malaria, tapi ada juga yang kebal dan tidak
mudah ditular malaria.
Umur
Anak-anak lebih rentan terhadap
penyakit malaria dibandingkan orang
dewasa. Anak-anak usia kurang dari 5 tahun
adalah kelompok terbanyak yang berisiko
terhadap malaria. Pertahanan tubuh terhadap
malaria yang diturunkan penting untuk
melindungi anak kecil atau bayi karena sifat
khusus eritrosit yang relatif resisten terhadap
masuk dan berkembang biaknya parasit
malaria.
Ras
Berbagai bangsa atau ras mempunyai
kerentanan yang berbeda-beda (factor rasial)
terhadap penyakit malaria. Individu yang
tidak mempunyai determinan golongan darah
Duffy (termasuk kebanyakan negro Afrika)
mempunyai resistensi alamiah terhadap
Plasmodium vivax.
Jenis Kelamin
Infeksi parasit plasmodium dapat
menyerang semua masyarakat dari segala
8
golongan termasuk golongan yang paling
rentan seperti wanita hamil. Hasil penelitian
Gomes (2001) menyatakan bahwa ibu hamil
yang anemia kemungkinan 8,56 kali
menderita malaria falsiparum dibandingkan
dengan ibu hamil yang tidak anemia.
Riwayat Malaria
Kekebalan residual adalah kekebalan
terhadap reinfeksi yang timbul akibat infeksi
terdahulu dengan strain homolog spesies
parasit malaria. Kekebalan ini menetap hanya
untuk beberapa waktu.
Cara Hidup
Cara hidup sangat berpengaruh
terhadap penularan malaria, seperti tidur
tidak memakai kelambu, tidak menggunakan
repelen nyamuk pada saat melakukan
aktivitas di luar rumah dan pada saat sore
hari, dan penggunaan insektisida yang tidak
teratur di dalam rumah.
Imunitas
Masyarakat yang tinggal di daerah
endemis malaria memiliki kekebalan alami
terhadap penyakit malaria. Di daerah endemi
dengan transmisi malaria yang tinggi hampir
sepanjang tahun, penduduk nya sangat kebal
dan sebagian besar dalam darahnya terdapat
parasit malaria dalam jumlah kecil. Selain itu,
di daerah endemis malaria terdapat kekebalan
kongenital (atau neonatal) pada bayi yang
dilahirkan oleh ibu dengan kekebalan tinggi.
9
Pekerjaan
Pekerjaan yang tidak menetap atau
mobilitas yang tinggi berisiko lebih besar
terhadap penyakit malaria, seperti tugas-
tugas dinas di daerah endemis untuk jangka
waktu yang lama sampai bertahun-tahun
misalnya petugas medis, petugas militer,
misionaris, pekerja tambang, dan lain-lain.
Pekerjaan sebagai buruh perkebunan yang
datang dari daerah yang non endemis ke
daerah yang endemis belum mempunyai
kekebalan terhadap penyakit di daerah yang
baru tersebut sehingga berisiko besar untuk
menderita malaria. Begitu pula pekerja-
pekerja yang didatangkan dari daerah lain
akan berisiko menderita malaria.
Status Gizi
Seorang penderita malaria yang
mengalami gizi buruk akan mempengaruhi
kerja farmakokinetik obat anti malaria seperti
diare dan muntah menurunkan absorpsi obat.
Selain itu, disfungsi hati menyebabkan
metabolism obat menurun. Anak yang bergizi
baik dapat mengatasi malaria berat dengan
lebih cepat dibandingkan anak bergizi buruk.
b. Host Definitive (Nyamuk Anopheles)
Nyamuk Anopheles di seluruh dunia meliputi
kira-kira 2.000 spesies. Yang dapat menularkan
malaria kira-kira 60 spesies. Di Indonesia, menurut
pengamatan terakhir ditemukan 80 spesies
Anopheles dan yang ditemukan sebagai vektor
malaria adalah 15 spesies dengan tempat perindukan
10
yang berbeda-beda. Hasil penelitian Barodj dkk
(1999) menemukan nyamuk Anopheles subpictus
lebih banyak ditemukan istirahat di dalam rumah
(57,4%) dibandingkan di luar rumah (43,6%).
2. Agent (Plasmodium)
Berbagai spesies dari genus plasmodium dari kelas
Sporozoa merupakan parasit malaria pada manusia.
Plasmodium yang dapat menginfeksi manusia ada empat
jenis, yaitu:
a. Plasmodium vivax
Plasmodium vivax akan memberikan
intensitas serangan dalam bentuk demam setiap 3
hari sekali sehingga sering dikenal dengan istilah
malaria tertian (malaria benigna). Jenis malaria ini
tersebar di seluruh kepulauan di Indonesia dan pada
umumnya di daerah endemis mempunyai frekuensi
tertinggi diantara spesies yang lain.
Eritrosit yang dihinggapi parasit P. vivax
mengalami perubahan yaitu menjadi besar, berwarna
pucat dan tampak titik-titik halus berwarna merah
yang bentuk dan besarnya sama (titik Schuffner).
Masa tunas intrinsik berlangsung 12-17 hari.
b. Plasmodium malariae
Plasmodium malariae adalah penyebab
malaria malariae atau malaria kuartana karena
serangan demam berulang pada tiap hari keempat.
Penyakit malaria kurtana meluas meliputi daerah
tropik maupun daerah subtropik. Frekuensi penyakit
ini di beberapa daerah cenderung menurun. Eritrosit
yang dihinggapi Plasmodium malariae tidak
membesar atau ukuran dan bentuk eritrosit normal.
11
Masa tunas intrinsik berlangsung 18 hari dan kadang-
kadang sampai 30-40 hari.
c. Plasmodium ovale
Plasmodium ovale mempunyai waktu demam
yang lebih pendek dan biasanya bisa sembuh
spontan. Masa tunas intrinsik sama seperti
Plasmodium vivax, yaitu 12-17 hari. Plasmodium
vivax dapat ditemukan di daerah tropik Afrika bagian
barat, di daerah Pasifik Barat dan beberapa lain di
dunia. Di Indonesia parasit ini terdapat di Pulau Owi
sebelah selatan Biak Irian Jaya dan di Pulau Timor.
Perubahan eritrosit yang terjadi yaitu eritrosit
tampak oval dengan tepi bergerigi. Titik Schuffner
menjadi lebih banyak.
d. Plasmodium falciparum
Parasit ini ditemukan di daerah tropik
terutama di Afrika dan Asia Tenggara sehingga
disebut dengan penyebab malaria tropika (malaria
maligna). Di Indonesia parasit ini tersebar di seluruh
kepulauan. Spesies ini merupakan paling berbahaya
karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi
berat. Pada malaria falciparum, eritrosit yang
terinfeksi tidak membesar selama stadium
perkembangan parasit. Namun, terjadi perubahan
yang menyerupai bentuk pisang.
3. Environment (Lingkungan)
a. Meliputi lingkungan fisik, antara lain:
a) Suhu
Udara sangat mempengaruhi panjang
pendeknya siklus Sprogami atau masa inkubasi
Ektrinsik. Masa inkubasi Ekstrinsik adalah mulai
saat masuknya gametosit ke dalam tubuh nyamuk
12
sampai terjadinya stadium sporogami dalam
nyamuk yaitu terbentuknya sporozoid yang
kemudian masuk kedalam kelenjar liur. Makin
tinggi suhu maka makin pendek masa inkubasi
Ekstrinsik. Pengaruh suhu berbeda dari setiap
species pada suhu 26,7oC masa inkubasi
Ekstrinsik untuk setiap species sebagai berikut:
Parasit falciparum: 10 12 hari
Parasit vivax: 8 11 hari
Parasit malaria: 14 hari
Parasit ovale: 15 hari
Masa inkubasi Intrinsik adalah waktu mulai
masuknya Sprozoid darah sampai timbulnya
gejala klinis/demam atau sampai pecahnya sizon
darah dalam tubuh penderita. Masa inkubasi
Intrinsik berbeda tiap species:
Plasmodium falciparum: 10 14 hari
Plasmodium vivax: 12 17 hari
Plasmodium malariae: 18 40 hari
Plasmodium ovale: 16 18 hari
b) Kelembaban Udara
Kelembaban udara yang rendah,
mempengaruhi umur nyamuk, tingkat
kelembaban 63 % misalnya merupakan angka
paling rendah untuk memungkinkan adanya
penularan.
c) Hujan
Terdapat hubungan langsung antara hujan
dan perkembangan larva nyamuk menjadi
dewasa. Hujan diselingi oleh panas akan
memperbesar kemungkinan berkembangnya
Anopheles spp. Bila curah hujan yang normal
13
pada sewaktu-waktu maka permukaan air akan
meningkat sehingga tidak menguntungkan bagi
malaria. Curah hujan yang tinggi akan merubah
aliran air pada sungai atau saluran air sehingga
larva dan kepompong akan terbawa oleh air
(Chwaat-Bruce. L.J, 1985).
d) Angin
Jarak terbang nyamuk dapat dipengaruhi
oleh kecepatan angin artinya jarak jangkau
nyamuk dapat diperpanjang atau di perpendek
tergantung kepada arah angin.
e) Sinar Matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap
pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.
An.sundaicus. Lebih menyukai tempat yang
teduh dan An.barbirostris dapat hidup di tempat
yang teduh maupun tempat yang terang.
An.macculatus lebih suka hidup di tempat yang
terlindung (sinar matahari tidak langsung) .
f) Arus Air
Masing-masing nyamuk menyukai
tempat perindukan yang aliran airnya berbeda.
An.barbirostris menyukai tempat perindukan
yang airnya statis atau sedikit mengalir.
An.minimus menyukai tempat perindukan yang
airnya cukup deras dan An. Letifer di tempat air
yang tergenang (Depkes RI, 2006).
b. Lingkungan Kimia
Beberapa species nyamuk dapat juga
memanfaatkan oksigen yang terlarut (Dissolved
oxygen) melalui pernafasan kulit. Dari lingkungan
kimia yang baru diketahui pengaruhnya adalah kadar
14
garam dari tempat perindukan, seperti An.sundaicus
tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya
berkisar 12-18% dan tidak dapat berkembang biak
pada garam lebih dari 40%. Untuk mengatur derajat
keasaman air yang disenangi pada tempat
perkembangbiakan nyamuk perlu dilakukan
pengukuran pH air, karena An.Letifer dapat hidup
ditempat yang asam atau pH rendah (Depkes RI,
2006).
c. Lingkungan Biologi
Jenis tumbuhan air yang ada seperti bakau
(Mangroves), ganggang dan berbagai jenis tumbuhan
lain yang dapat mempengaruhi kehidupan larva
nyamuk, karena ia dapat menghalangi sinar matahari
yang masuk atau menghalangi dari serangan
mahkluk hidup lain. Beberapa jenis tanaman air
merupakan indicator bagi jenis-jenis nyamuk
tertentu.
Tanaman air bukan saja menggambarkan
sifat fisik, tetapi juga menggambarkan susunan kimia
dan suhu air misalnya pada lagun banyak ditemui
lumut perut ayam (Heteromorpha) dan lumut sutera
(Enteromorpha) kemungkinan di lagun tersebut ada
larva An. Sundaicus.
Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva
seperti ikan kepala timah (Plocheilus panchax
Panchax spp), Gambusi sp, Oreochromis niloticus
(nila merah), Oreochromis mossambica (mujair),
akan mempengaruhi populasi nyamuk disuatu
daerah. Selain itu adanya ternak besar seperti sapid
dan kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk
pada manusia, apabila kandang hewan tersebut
15
diletakkan diluar rumah, tetapi tidak jauh dari rumah
atau cattle barrier (Rao, T.R, 1984).
d. Lingkungan Sosial Budaya
Faktor ini kadang- kadang besar sekali
pengaruhnya dibandingkan dengan factor lingkungan
yang lain. Kebiasaan untuk berada diluar rumah
sampai larut malam, di mana vector lebih bersifat
eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah
gigitan nyamuk. Penggunaan kelambu, kawat kasa
pada rumah dan penggunaan zat penolak nyamuk
yang intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan
status sosial masyarakat akan mempengaruhi angka
kesakitan malaria (Iskandar,1985).
16
yang ada dalam tubuh nyamuk masuk ke dalam darah manusia
sehingga manusia tersebut terinfeksi lalu menjadi sakit.
2. Penularan yang tidak alamiah
a. Malaria bawaan (congenital)
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya
menderita malaria. Penularan terjadi melalui tali pusat atau
plasenta.
b. Secara mekanik
Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui
jarum suntik. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi
pada para morfnis yang menggunakan jarum suntik yang
tidak steril.
c. Secara oral (melalui mulut)
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung,
ayam (P. gallinasium), burung dara (P. relectum) dan
monyet (P. knowlesi). Pada umumnya sumber infeksi bagi
malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit
malaria, baik dengan gejala maupun tanpa gejala klinis
(Susanna, 2005).
17
pada malaria falciparum, dan terpanjang pada malaria kuartana (P.
malariae). Pada malaria yang alami, yang penularannya melalui
gigitan nyamuk, masa tunas adalah 12 hari (9-14) untuk malaria
falciparum, 14 hari (8-17 hari) untuk malaria vivax, 28 hari (18-40
hari) untuk malaria kuartana dan 17 hari (16-18 hari) untuk malaria
ovale. Malaria yang disebabkan oleh beberapa strain P.vivax
tertentu mempunyai masa tunas yang lebih lama dari strain P.vivax
lainnya. Selain pengaruh spesies dan strain, masa tunas bias
menjadi lebih lama karena pemakaian obat anti malaria untuk
pencegahan (kemoproflaksis).
2. Pola Demam Malaria
Demam pada malaria ditandai dengan adanya parokisme, yang
berhubungan dengan perkembangan parasit malaria dalam sel darah
merah. Puncak serangan panas terjadi berbarengan dengan lepasnya
merozit merozit ke dalam peredaran darah (proses sporulasi).
Untuk beberapa hari pertama, pola panas tidak beraturan, baru
kemudian polanya yang klasik tampak sesuai spesiesnya. Pada
malaria falciparum pola panas yang ireguler itu mungkin berlanjut
sepanjang perjalanan penyakitnya sehingga tahapan tahapan yang
klasik tidak begitu nyata terlihat. Suatu parokisme demam biasanya
mempunyai tiga stadia yang berurutan, terdiri dari:
a. Stadium Dingin
Stadium ini mulai dengan menggigil dan perasaan
sangat dingin. Nadi penderita cepat, tetapi lemah. Bibir dan
jari jari pucat kebiru biruan (sianotik). Kulitnya kering
dan pucat, penderita mungkin muntah dan pada penderita
anak sering terjadi kejang. Stadium ini berlangsung selama
15 menit 60 menit.
b. Stadium Demam
Setelah menggigil/merasa dingin, pada stadium ini
penderita mengalami serangan demam. Muka penderita
menjadi merah, kulitnya kering dandirasakan sangat panas
18
seperi terbakar, sakit kepala bertambah keras, dan sering
disertai dengan rasa mual atau muntah - muntah. Nadi
penderita menjadi kuat kembali. Biasanya penderita merasa
sangat haus dan suhu badan bisa meningkat sampai 410C.
Stadium ini berlangsung selama 24 jam.
c. Stadium Berkeringat
Pada stadium ini penderita berkeringat banyak sekali,
sampai membasahi tempat tidur. Namun suhu badan pada
fase ini turun dengan cepat, kadangkadang sampai di
bawah normal. Biasanya penderita tertidur nyenyak dan
pada saat terjaga, ia merasa lemah, tetapi tanpa gejala lain.
Stadium ini berlangsung selama 2-4 jam. Sesudah serangan
panas pertama terlewati, terjadi interval bebas panas selama
antara 48-72 jam, lalu diikuti dengan serangan panas
berikutnya seperti yang pertama; dan demikian selanjutnya.
Gejalagejala malaria klasik seperti diuraikan di atasa
tidak selalu ditemukan pada setiap penderita, dan ini
tergantung pada spesies parasit, umur, dan tingkat imunitas
penderita.
3. Mekanisme Periode Panas
Periode demam pada malaria mempunyai interval tertentu,
ditentukan oleh waktu yang diperlukan oleh siklus
aseksual/sizogoni darah untuk mengahasilkan sizon yang matang,
yang sangat dipengaruhi oleh spesies Plasmodium yang
menginfeksi. Demam terjadi menyusul pecahnya sizon sizon
darah yang telah matang dengan akibat masuknya merozoit
merozoit, toksin, pigmea dan kotoran/debris sel ke peredaran darah.
Masuknya toksin toksin, termasuk pigmen ke darah
memicu dihasilkannya tumor necrosis factor (TNF) oleh selsel
makrofag yang teraktifkan. Demam yang tinggi dan beratnya gejala
klinis lainnya, misalnya pada malaria falciparum yang berat,
mempunyai hubungan dengan tingginya kadar TNF dalam darah.
19
Pada malaria oleh P. vivax dan P. ovale sizon sizon pecah setiap
48 jam sekali sehingga demam timbul setiap hari ketiga, yang
terhitung dari serangan demam sebelumnya (malaria tertiana) pada
malaria karena P. malariae pecahnya sizon (sporulasi) terjadi
setriap 72 jam sekali.
Oleh karena itu, serangan panas terjadi setiap hari keempat
(malaria kuartana). Pada P. falciparum kejadiannya mirip dengan
infeksi oleh P. vivax hanya interval demamnya tidak jelas, biasanya
panas badan di atas normal tiap hari, dengan puncak panas
cenderung mengikuti pola malaria tertiana (disebut malaria
subtertiana atau malaria quotidian).
4. Kekambuhan (Relaps dan Rekrudesensi)
Serangan malaria yang pertama terjadi sebagai akibat infeksi
parasit malaria, disebut malaria primer (berkorelasi dengan siklus
sizogoni dalam sel darah merah). Pada infeksi oleh P.vivax/P.ovale,
sesudah serangan yang pertama berakhir atau disembuhkan, dengan
adanya siklus eksoeritrositik (EE) sekunder atau hipnozoit dalam
sel hati, suatu saat kemudian penderita bisa mendapat serangan
malaria yang kedua (disebut: malaria sekunder). Berulangnya
serangan malaria yang bersumber dari siklus EE sekunder pada
malaria vivax atau ovale disebut relaps. Umumnya relaps terjadi
beberapa bulan (biasanya>24 minggu) sesudah malaria primer,
disebut long-term relapse.
Pada malaria karena P.falciparum dan P. malariae, relaps
dalam pengertian seperti diatas tidak terjadi, Karena kedua spesies
ini tidak memiliki siklus EE sekunder dalam hati. Kemungkinan
berulangnya serangan malaria pada kedua jenis malaria ini
disebabakan oleh kecenderungan parasit malaria bersisa dalam
darah, yang kemudian membelah diri bertambah banyak sampai
bisa menimbulkan gejala malaria sekunder.
Kekambuhan malaria seperti ini disebut rekrudesensi. Pada
malaria karena P.falciparum rekrudesensi terjadi dalam beberapa
20
hari atau minggu (biasanya <8 minggu) sesudah serangan malaria
primer, disebut short term relapse. Karena suatu mekanisme yang
belum begitu jelas, kekambuhan terjadi dalam rentang waktu jauh
lebih lama. Bisa terjadi beberapa tahun atau bahkan puluhan tahun
sejak serangan pertama (Sutrisna, 2004).
21
g) Nafas cepat dan atau sesak nafas.
h) Muntah terus menerus dan tidak dapat makan
minum.
i) Warna air seni seperti teh tua dapat sampai
kehitaman.
j) Jumlah air seni kurang (oliguria) sampai tidak ada
(anuria).
k) Telapak tangan sangat pucat.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Demam (pengukuran dengan termometer 3 37,5o C).
b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat.
c. Pembesaran limpa (splenomegali).
d. Pembesaran hati (hepatomegali).
Pada tersangka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis sebagai
berikut:
a. Temperatur rektal 3 40o C.
b. Nadi cepat dan lemah/kecil.
c. Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa dan
pada anak-anak <50 mmHg.
d. Frekuensi nafas > 35 x per menit pada orang dewasa atau >
40 x per menit pada balita, anak di bawah 1 tahun > 50 x per
menit.
e. Penurunan derajat kesadaran dengan Glasgow coma scale
(GCS) < 11.
f. Manifestasi perdarahan (petekie, purpura, hematom).
g. Tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit
berkurang, bibir kering, produksi air seni berkurang).
h. Tanda-tanda anemia berat (konjungtiva pucat, telapak
tangan pucat, lidah pucat dan lain-lain).
i. Terlihat mata kuning/ ikterik.
j. Adanya ronki pada kedua paru.
k. Pembesaran limpa dan atau hepar.
22
l. Gagal ginjal ditandai dengan oliguria sampai dengan anuria.
m. Gejala neurologi (kaku kuduk, reflek patologik).
3. Diagnosis atas dasar pemeriksaan laboraturium
a. Pemeriksaan dengan mikroskop
Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di
Puskesmas/lapangan/rumah sakit untuk menentukan :
a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
b) Spesies dan stadium plasmodium.
c) Kepadatan parasit :
1) Semi kuantitatif
(-) = Negatif (tidak ditemukan parasit
dalam 100 LPB/lapangan pandang besar).
(+) = positif 1 (ditemukan 1-10 parasit
dalam 100 LPB).
(++) = positif 2 (ditemukan 11-100 parasit
dalam 100 LPB).
(+++) = positif 3 (ditemukan 1-10) parasit
dalam 1 LPB).
(++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit
dalam 1 LPB).
2) Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah
pada sediaan darah tebal (leukosit) atau
sediaan darah tipis (eritrosit).
Contoh :
Bila dijumpai 1500 parasit per 200 lekosit,
sedangkan jumlah lekosit 8.000/uL maka
hitumg parasit = 8.000/200 x 1500 parasit =
60.000 parasit/uL.
Bila dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit =
5%. Bila jumlah eritrosit 450.000 maka
23
hitung parasit = 450.000/1000 x 50 =
225.000 parasit/uL.
Untuk penderita tersangka malaria berat perlu
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Bila pemeriksaan sediaan darah
pertama negatif, perlu diperiksa ulang
setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-
turut.
2. Bila hasil pemeriksaan sediaan darah
tebal selam 3 hari berturut-turut tidak
ditemukan parasit maka diagnosis
malaria disingkirkan.
b. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic
Test) Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen
parasite malaria, dengan menggunakan metoda
imunokromatografi, dalam bentuk dipstik. Tes ini sangat
bermanfaat pada unit gawat darurat, pada saat terjadi
kejadian luar biasa dan di daerah terpencil yang tidak
tersedia fasilitas lab serta untuk survei tertentu.
Tes yang tersedia di pasaran saat ini mengandung:
a) HRP-2 (Histidine rich protein 2) yang dipeoduksi oleh
trofozoit, skizon dan gametosit muda P. falciparum.
b) Enzim parasite lactate dehydrogenase (p-LDH) dan
aldolase yang diproduksi oleh parasite bentuk aseksual
atau seksual plasmodium falciparum, P. vivax, P. ovale,
dan P. malariae.
Kemampuan rapid test yang beredar pada umumnya ada 3
jenis yaitu:
a) Single yang mampu mediagnosis hanya infeksi P.
falciparum.
b) Combo yang mampu mendiagnosis infeksi P.
falciparum dan nonfalciparum.
24
Oleh karena itu teknologi baru sangat perlu untuk
memperhatikan kemampuan sensitivity dan specificity dari
alat ini. Dianjurkan untuk menggunakan rapid test dengan
kemampuan minimal sensitivity 95%. Hal yang penting
lainnya adalah penyimpanan RDT ini sebaliknya dalam
lemari es tetapi tidak dalam frezzer pendingin.
c. Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat:
a) Hemoglobin dan hematokrit.
b) Hitung jumlah leukosit, trombosit.
c) Kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin,
SGOT & SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin,
ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas
darah).
d) EKG.
e) Foto toraks.
f) Analisis cairan serebrospinalis.
g) Biakan darah dan uji serologi.
h) Urinalisis.
25
kain-kain yang bergantungan, dan mengalirkan atau
menimbun genangan-genangan air serta tempat-tempat
yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk Anopheles.
c. Membunuh nyamuk dewasa dengan penyemprotan
insektisida.
d. Membunuh jentik-jentik dengan menebarkan ikan pemakan
jentik.
e. Membunuh jentik dengan menyemprot larvasida.
Selain itu, pencegahan primer juga dilakukan terhadap parasit yaitu
dengan pengobatan profilaksis. Pengobatan profilaksis diberikan
dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi atau timbulnya gejala. Jenis
obat yang digunakan menurut Departemen Kesehatan RI ada dua jenis,
yaitu Klorokuin dan Sulfadoksin atau Pirimetamin. Klorokuin
diberikan satu minggu sekali, dimulai satu minggu sebelum
masuk daerah malaria dan diteruskan sampai 4 minggu setelah
meninggalkan daerah tersebut. Dosis yang diberikan yaitu 1/4
tablet/hari untuk umur <1 tahun, 1/2 tablet/hari untuk umur 1-4 tahun,
1 tablet/hari untuk umur 5-9 tahun, 1 1/2 tablet/hari untuk umur 10-14
tahun, dan 2 tablet/hari untuk umur >15 tahun. 1 tablet klorokuin
mengandung 150 mg basa. Klorokuin tidak boleh diberikan dalam
keadaan perut kosong.
Sulfadoksin atau Pirimetamin diberikan apabila memasuki daerah
resisten klorokuin. Obat ini diberikan satu minggu sekali. Dosis yang
diberikan yaitu 1/4 tablet/hari untuk umur 1-4 tahun, 1/2 tablet/hari
untuk umur 5-9 tahun, 3/4 tablet/hari untuk umur 10-14 tahun, dan 1
tablet/hari untuk umur >15 tahun. 1 tablet sulfadoksin/pirimetamin
mengandung 500 mg/25 mg. Klorokuin tetap diberikan untuk
mencegah infeksi Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae.
2. Pencegahan Sekunder
Adalah upaya untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh,
menghambat progresifitas penyakit dan menghindarkan komplikasi.
Kegiatannya meliputi: pencarian penderita secara aktif melalui skrining
26
dan secara pasif dengan melakukan pencatatan dan pelaporan
kunjungan penderita malaria, diagnosa dini dan pengobatan yang
adekuat, dan memperbaiki status gizi guna membantu proses
penyembuhan.
Seringkali diagnosis malaria diperkirakan dan hanya terdapat satu
specimen darah dalam laboratorium untuk pemeriksaan. Meskipun
demikian, satu sediaan atau satu spesimen tidak dapat dipercayai untuk
menyingkirkan diagnosis terutama apabila telah digunakan pengobatan
atau profilaksis parsial. Penggunaan obat malaria secara parsial dapat
menyebabkan berkurangnya jumlah parasit sehingga akibatnya pada
pulasan darah hanya dijumpai sedikit parasit, yang menggambarkan
parasetemia yang rendah padahal pasien sedang menderita penyakit
yang berat. Jumlah parasit yang sedikit pada sediaan darah hapus juga
terjadi pada fase awal atau kambuh.
Dianjurkan untuk membuat sediaan darah tipis dan tebal dan paling
sedikit diperiksa 200 sampai 300 lapangan pandang dengan minyak
emersi sebelum melaporkan suatu hasil yang negatif. Pemeriksaan satu
kali dengan hasil negatif tidak mengenyampingkan diagnosis malaria.
Pemeriksaan darah tepi 3 kali dan hasil negatif, maka diagnosis malaria
dikesampingkan. Untuk penderita tersangka malaria berat perlu
diperhatikan bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu
diperiksa ulang setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut. Bila hasil
pemeriksaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak ditemukan
parasit, maka diagnosis malaria disingkirkan. Pemeriksaan sediaan
darah dilakukan dengan pulasan Giemsa. Diagnosis spesies yang akurat
sangat penting dalam menentukan obat atau kombinasi obat yang akan
digunakan.
3. Pencegahan Tertier
Adalah upaya untuk mengurangi ketidakmampuan dan mengadakan
rahabilitasi. Kegiatannya meliputi: penanganan lanjut akibat
komplikasi malaria, dan rehabilitasi mental/psikologi.
27
2.9. Pengobatan Penyakit Malaria
Pengobatan malaria hendaknya dilakukan setelah diagnosis malaria
dikonfirmasi melalui pemeriksaan klinis dan laboratorium. Pengobatan
sebaiknya memperhatikan tiga faktor utama, yaitu spesies plasmodium,
status klinis penderita dan kepakaan obat terhadap parasit yang
menginfeksi. Obat anti malaria yang dapat digunakan untuk memberantas
malaria diantaranya malaria falcifarum adalah artemisinin dan deriviatnya,
chinchona alkaloid, meflokuin, balofantrin, sulfadoksinpirimetamin, dan
proguanil. Sedangkan untuk mengobati malaria vivax dan malaria ovale,
menggunakan obat anti malaria klorokuin. Namun bila digunakan sebagai
terapi radikal pemberian klorokuin diikuti dengan pemberian primakuin,
tidak terkecuali infeksi yang disebabkan plasmodium malariae, jenis obat
klorokuin tetap digunakan.
28
masih tinggi terutama di daerah transmigrasi yang merupakan wilayah
dengan campuran penduduk dari daerah endemis dan daerah non endemis.
Angka kematian (CFR) penderita malaria yang diperoleh dari data statistik
rumah sakit untuk semua kelompok usia didapatkan angka yang menurun
drastis dari tahun 2004 dengan persentase 10,61 % menjadi 1,34 % pada
tahun 2006. Akan tetapi persentase itu kembali naik setelah tahun 2006
yang terus meningkat sampai tahun 2009 dengan persentase 3,6%.
29
a) DPRD
1) Legislasi, bersama eksekutif, contoh
penyusunan Perda Pengawasan Lingkungan
dari Tempat Perindukan Nyamuk pada
sektor Wisata.
2) Penganggaran, dll
b) BAPPEDA
1) Perencanaan program
2) Penganggaran, dll
c) Sektor Pariwisata
Penggerakan resort, hotel dan institusi
disektor pariwisata untuk meniadakan tempat
perindukan nyamuk di lingkungan sekitar masing-
masing, dll.
d) Sektor Informasi/ Humas
1) Penyebar luasan upaya penghindaran diri
dari gigitan nyamuk.
2) Penyebar luasan upaya pencarian
pengobatan, dll.
e) Sektor Kimpraswil
1) Penyediaan air bersih dan pembangunan
MCK.
2) Program sungai bersih, dll.
f) Sektor Peternakan
Penyuluhan penempatan kandang yang
berfungsi sebagai cattle barier, dll.
g) Sektor Pertanian
Dalam rangka tanam padi serempak dan
sanitasi kebun, dll.
h) Sektor Perikanan dan Kelautan
1) Budi daya ikan (ikan pemakan jentik) untuk
ditebarkan di kolam, badan air.
30
2) Penanaman kembali pohon bakau, dll.
i) Sektor Pendidikan Nasional
Menjadikan pengetahuan upaya
pengendalian malaria sebagai materi pelajaran
Muatan Lokal (MULOK), dll.
j) PKK
Penggerakan ibu rumah tangga dalam
pencegahan gigitan nyamuk dan upaya pencarian
pengobatan, dll.
k) LSM
1) Penggerakan masyarakat dalam pencegahan
dan KIE.
2) Penemuan dan pengobatan malaria, dll.
l) Lintas Sektor/ Lintas Program dan Lembaga
Swadaya Masyarakat
Berperan sesuai TUPOKSI/peran masing-
masing yang berdampak poisitip terhadap
pengendalian malaria, dll.
e. Pos Malaria Desa
Pos Malaria Desa adalah wadah pemberdayaan
masyarakat dalam pengendalian malaria yang dibentuk dari,
oleh dan untuk masyarakat secara mandiri dan
berkelanjutan. Ini bertujuan untuk meningkatkan jangkauan
penemuan kasus malaria melalui peran aktif masyarakat dan
dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat dan meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pencegahan malaria.
3. Pokok pokok Kegiatan
a. Penemuan dini dan pengobatan penderita.
b. Meningkatkan akses pelayanan yang berkualitas
(konfirmasi dengan mikroskop atau RDT).
c. Pemberdayaan dan penggerakan masyarakat.
d. Meningkatkan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi).
31
e. Menggalang kemitraan.
f. Meningkatkan sistem surveilans.
g. Meningkatkan sistem monitoring dan evaluasi.
h. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
32
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari
genus Plasmodium yang dapat dengan mudah dikenali dari gejala
meriang (panas, dingin dan menggigil) serta demam berkepanjangan.
Penyakit ini menyerang manusia dan juga sering ditemukan pada
hewan berupa burung, kera, dan primata lainnya (Achmadi, 2008).
2. Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus
Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler.
Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium falciparum,
Plasmodium vivax, Plasmodium malariae dan Plasmodium ovale.
Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles
ataupun ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik
yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya. (Harijanto
P.N.2000).
3. Siklus hidup Plasmodium terdiri dari 2, yaitu siklus sporogoni (siklus
seksual) yang terjadi pada nyamuk dan siklus skizogoni (siklus
aseksual) yang terdapat pada manusia.
4. Epidemiologi penyakit malaria dibagi menjadi:
a. Distribusi dan Frekuensi
a) Berdasarkan Orang
b) Berdasarkan Tempat
c) Berdasarkan Waktu
b. Determinan
a) Faktor Host
b) Faktor Agent
c) Faktor Environment
5. Ada beberapa cara penularan penyakit malaria, antara lain : Penularan
secara alamiah (Natural Infection) dan Penularan yang tidak alamiah
33
6. Gejala dan tanda malaria dibagi menjadi : Gejala umum, Pola Demam,
Mekanisme Periode Panas, dan Kekambuhan (Relaps dan
Rekrudesensi).
7. Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboraturium. Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan
pemeriksaan sediaan darah secara mikroskopik atau tes diagnostik
cepat (RDT Rapid Diagnostik Test).
8. Pencegahan penyakit malaria dibagi menjadi : Pencegahan Primer,
Pencegahan Sekunder, dan Pencegahan Tertier.
9. Obat anti malaria yang dapat digunakan untuk memberantas malaria
diantaranya :
a. malaria falcifarum adalah artemisinin dan deriviatnya, chinchona
alkaloid, meflokuin, balofantrin, sulfadoksinpirimetamin, dan
proguanil.
b. malaria vivax dan malaria ovale, menggunakan obat anti malaria
klorokuin. Namun bila digunakan sebagai terapi radikal pemberian
klorokuin diikuti dengan pemberian primakuin, tidak terkecuali
infeksi yang disebabkan plasmodium malariae, jenis obat klorokuin
tetap digunakan.
10. Di Indonesia, malaria masih merupakan masalah kesehatan yang harus
diperhatikan. Di luar Jawa dan Bali angka morbiditas dan mortalitas
masih tinggi. Ledakan kasus atau wabah yang menimbulkan kematian
juga masih tinggi terutama di daerah transmigrasi yang merupakan
wilayah dengan campuran penduduk dari daerah endemis dan daerah
non endemis.
11. Program Eliminasi : Diagnosis Malaria, Pengobatan, Pencegahan,
Kemitraan dalam Menuju Eliminasi Malaria, dan Pos Malaria Desa.
12. Fenomena perubahan iklim ditengarai berdampak terhadap
peningkatan populasi vektor nyamuk malaria. Sehingga, perubahan
iklim menyebabkan eliminasi malaria menjadi semakin sulit untuk
dilakukan.
34
3.2. Saran
Penyakit Malaria adalah salah satu penyakit yang sangat berbahaya,
menyarang tanpa melihat umur dan dampak terparahnya adalah dapat
menimbulkan kematian. Dari hal ini lah penyakit malaria harus di cegah,
ada beberapa hal yang harus diketahui untuk mengatasi malasah malaria.
Hal tersebut adalah pengetahuan tentang penyakit malaria contohnya cara
penularan, pencegahan, pengobatan, dan program yang dibuat oleh
pemerintah untuk mencegah malaria.
DAFTAR PUSTAKA
35
Arsin, AA. (2012). Malaria Di Indonesia Tinjauan Aspek Epidemiologi.
Makassar: Masagena Press.
Harijanto PN dkk, (2010). Malaria dari Molekuler ke Klinis. Edisi Kedua. EGC,
Jakarta.
36
Rahmad A. (2007). Ebers Papyrus Jurnal Kedokteran dan Kesehatan: Aspek
Imunitas Malaria. Volume 13.
Depkes RI. (2000). Modul Epidemiologi Malaria. Ditjen P2M dan PLP, Jakarta.
Sudoyo A.W., (2006). Buku Ajar : Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, Jakarta
37
Setiyani, Nur Rochmah Wahyu and Gassem , M Hussein. (2014). GAMBARAN
KLINIS DAN TATALAKSANA PASIEN RAWAT INAP MALARIA FALCIPARUM
DI RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE 2009 2013. Undergraduate
thesis, Faculty of Medicine Diponegoro University.
38