Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENGENDALIAN VEKTOR DAN BINATANG PENGGANGGU-B


“PENGENDALIAN VEKTOR PENYAKIT MALARIA”

Dosen Pengampu:
Hajimi, S.K.M., M.Kes

Disusun Oleh:
KELOMPOK 2

Amrullah 20171313003

Briginda Situmeang 20171323004

Tania Ramadhani 20171321018

Venny Aulia Oktaviani 20171323019

Yuniar Juliawati 20171321020

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI D-IV
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah Pengendalian Vektor Penyakit
Malaria sebagai tugas Mata Kuliah Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu-B.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak terlepas dari peranan
dan bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Hajimi, S.K.M, M.Kes selaku Dosen Pengampu mata kuliah Pengendalian Vektor dan
Binatang Pengganggu-B.

Penulis menyadari walaupun sudah berusaha maksimal dalam penyusunan makalah


ini namun masih terdapat kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan selanjutnya. Akhirnya, semoga makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.

Pontianak, September 2019

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1

C. Tujuan Makalah .............................................................................................................. 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 3

A. Pengertian Malaria ...................................................................................................... 3

B. Etiologi Dan Epidemiologi Penyakit Malaria ............................................................. 3

C. Sejarah Penyakit Malaria ............................................................................................ 5

D. Mekanisme Penularan Penyakit Malaria ..................................................................... 6

E. Siklus Hidup Virus Parasit (Plasmodium) .................................................................. 7

F. Metode Pengendalian Vektor Penyakit Malaria.......................................................... 9

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 13

A. Kesimpulan.................................................................................................................. 3

B. Saran ............................................................................................................................ 3

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Malaria merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk
Indonesia. Penyakit ini banyak ditemukan dengan derajat dan infeksi yang bervariasi.
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit Plasmodium, yang ditularkan
oleh nyamuk Anopheles sp. betina (Depkes R.I., 2001). Di Indonesia dikenal beberapa
spesies Anopheles sp. yang dapat menginfeksi manusia, antara lain An. aconicus, An.
punctulatus, An. farauti, An. balabacensis, An. barbirostris, An. sundaicus, dan An.
maculatus (Soedarto, 2010).
Plasmodium merupakan penyebab infeksi malaria yang ditemukan oleh Alphonse
Laveran dan perantara malaria yaitu nyamuk Anopheles yang ditemukan oleh Ross
(Widoyono, 2008). Plasmodium yang sering dijumpai adalah Plasmodium vivax dan
Plasmodium falciparum (Harijanto, 2009).
Berdasarkan tempat perindukannya, vektor malaria dapat dikelompokkan dalam
tiga tipe yaitu berkembang biak di daerah persawahan, perbukitan/hutan dan pantai/aliran
sungai. Perilaku vektor malaria seperti tempat berkembang biak atau tempat perindukan
sangat penting diketahui untuk pengambil keputusan sebagai dasar pertimbangan untuk
menentukan intervensi dalam pengendalian vektor (Sutanto, dkk, 2008).
Pada siklus perkembangannya, nyamuk Anopheles sp. membutuhkan tempat
perindukan untuk bertelur, tempat perindukan ini menjadi hal yang terpenting dalam
proses kehidupan nyamuk dari jentik kemudian berkembang menjadi pupa, kemudian
pupa berkembang menjadi nyamuk dewasa terjadi di udara. Hanya tempat perindukan
nyamuk yang mempunyai kriteria tertentu yang bisa menjadi tempat perindukan nyamuk
menjadi salah satu kunci analisa adanya kejadian malaria. Oleh karena itu, penting untuk
memperoleh informasi dalam upaya pengendalian vektor penyakit malaria.
Malaria adalah penyakit infeksi parasit yang disebabkan oleh plasmodium yang
menyerang eritrosit dan ditandai dengan ditemukannya bentuk aseksual di dalam darah.
Infeksi malaria memberikan gejala berupa demam, menggigil, anemia dan splenomegali
(Harijanto, 2009).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit malaria?

1
2. Bagaimana etiologi dan epidemiologi penyakit malaria?
3. Bagaimana sejarah penyakit malaria?
4. Bagaimana mekanisme penularan penyakit malaria?
5. Bagaimana siklus hidup parasit (plasmodium) malaria?
6. Bagaimana metode pengendalian vektor penyakit malaria?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui tentang penyakit malaria.
2. Untuk mengetahui etiologi dan epidemiologi penyakit malaria.
3. Untuk mengetahui sejarah penyakit malaria.
4. Untuk mengetahui mekanisme penularan penyakit malaria.
5. Untuk mengetahui siklus hidup parasit (plasmodium) malaria.
6. Untuk mengetahui metode pengendalian vektor penyakit malaria.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Malaria
Penyakit malaria adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit malaria, yang
merupakan suatu protozoa darah termasuk:
Filum : Apicomplexa
Sub ordo : Haemosporidiidae
Klas : Sporozoa
Familia : Plasmodiidae
Sub klas : Cocidiidae
Genus : Plasmodium
Ordo : Eucoccidiidae
Genus plasmodium secara umum dibagi menjadi 3 (tiga) sub genus yaitu sub genus
plasmodium dengan spesies yang menginfeksi manusia adalah plasmodium vivax,
plasmodium ovale dan plasmodium malariae, sub genus laverania dengan spesies yang
menginfeksi manusia adalah plasmodium falciparum dan sub genus Universitas Sumatera
Utara vinckeia yang hanya menginfeksi kelelawar dan binatang pengerat lainnya (Depkes
RI, 1999).
Definisi penyakit malaria menurut World Health Organization (WHO) adalah
penyakit yang disebabkan oleh parasit malaria (plasmodium) bentuk aseksual yang masuk
ke dalam tubuh manusia yang ditularkan oleh nyamuk malaria (Anopheles sp.) betina.
Definisi penyakit malaria lainnya adalah suatu jenis penyakit menular yang disebabkan
oleh agent tertentu yang infektif dengan perantara suatu vektor dan dapat disebarkan dari
suatu sumber infeksi kepada host. Penyakit malaria termasuk salah satu penyakit menular
yang dapat menyerang semua orang, bahkan mengakibatkan kematian terutama yang
disebabkan oleh parasit Plasmodium falciparum (Depkes RI, 2003).

B. Etiologi Dan Epidemiologi Penyakit Malaria


1. Etiologi penyakit malaria
Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus
plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia
terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax, Plasmodium
malariae dan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukan oleh nyamuk

3
betina Anopheles sp. ataupun ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum
suntik yang tercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya (Widoyono, 2011).
Malaria vivax disebabkan oleh p. vivax yang disebut juga sebagai malaria
tertiana. P. malariae merupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. P.
ovale merupakan penyebab malaria ovale, sedangkan p. falciparum menyebabkan
malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir ini paling berbahaya, karena
malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkat dapat
menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di
dalam organ-organ tubuh (Widoyono, 2011).
2. Epidemiologi penyakit malaria
Malaria termasuk penyakit kosmopolit yang tersebar sangat luas di seluruh
dunia, baik di daerah tropis, subtropics maupun daerah beriklim dingin. Malaria
ditemukan pada 64o LU (Archangel di Rusia) sampai 32o LS (Cordoba di Argentina),
dari daerah ketinggian 2666 m sampai daerah 433 m dibawah permukaan air laut (Laut
Mati). Diantara garis lintang dan bujur, terdapat daerah yang bebas malaria, yaitu
Pasifik Tengah dan Selatan (Hawaii, Selandia Baru). Keadaan ini dikarenakan tidak ada
vektor di tempat bebas malaria tersebut, sehingga siklus hidup parasit tidak dapat
berlangsung.
Suatu daerah dikatakan endemis malaria jika secara konstan angka kejadian
malaria dapat diketahui serta penularan secara alami berlangsung sepanjang tahun.
Peningkatan perjalanan udara internasional dan resistensi terhadap obat antimalaria
dapat meningkatkan kasus malaria impor pada turis, pelancong dan imigran.
Menurut WHO (1963), malaria di suatu daerah ditemukan dari beberapa kasus,
kasus autokhton yaitu kasus malaria pada suatu daerah yang terbatas. Kasus indigen,
yaitu kasus malaria yang secara alami terdapat pada suatu daerah. Kasus impor, yaitu
didapatnya kasus malaria di luar daerah yang biasa dan masuk dari luar daerah. Kasus
introdus, kasus malaria yang terbukti terbatas pada suatu daerah dan diperoleh dari
malaria impor. Kasus sporadik, yaitu merupakan kasus autokhton yang terbatas pada
sedikit daerah tapi tersebar. Kasus Indus, didapatnya infeksi secara parenteral misalnya,
melalui jarum suntik dan transfusi darah.
Klasifikasi dari epidemiologi malaria menggunakan parameter ukur spleen rate
(angka limpa) atau parasite rate (angka parasit), yaitu sebagai berikut :
a. Hipoendemik : spleen rate atau parasite rate 0-10%
b. Mesoendemik : spleen rate atau parasite rate 10-50%

4
c. Hiperendemik : spleen rate atau parasite rate 50-75%, dewasa biasanya
d. Lebih tinggi Holoendemik : spleen rate atau parasite rate > 75%, dewasa biasanya
rendah.

C. Sejarah Penyakit Malaria


Pada zaman dulu, orang beranggapan bahwa malaria disebabkan oleh udara yang
kotor. Sementara di Perancis dan Spanyol, malaria dikenal dengan nama “paladisme atau
paludismo”, yang berarti daerah rawa atau payau karena penyakit ini banyak ditemukan di
daerah pinggiran pantai. Malaria juga dikenal dengan istilah lain seperti marsh fever,
remittent fever, intermittent fever, dan hill fever. Karena terkenalnya penyakit ini, penulis
Inggris yang terkenal sepanjang abad ke 16-17, William Shakespeare, menggambarkan
penyakit malaria dalam salah satu karyanya sebagai “The Caliban Curse”. Caliban adalah
salah satu budak Afrika yang dikutuk dalam karya Shakespeare, The Tempest (1611).
Sebelum ditemukan penyebab yang ilmiah, malaria biasanya dihubungkan dengan kutukan
tuhan atau pembalasan iblis. Mitologi Cina menggambarkan tiga iblis, yang satu dengan
membawa palu, yang lain membawa ember berisi air dingin, dan yang ketiga dengan
tungku api. Mereka melambangkan kelainan sakit kepala, menggigil dan demam. Selain
penduduk cina, penduduk Belanda di Batavia menyebut penyakit ini sebagai kutukan dan
gangguan roh jahat semacam orang kesurupan. Sejak tahun 1638 malaria telah diatasi
dengan getah dari batang pohon cinchona (kina) yang sebenarnya beracun tetapi menekan
pertumbuhan protozoa dalam jaringan darah. Kina mengandung lebih dari 20 alkoloid,
terutama adalah kinina dan atabrine. Sejak akhir perang dunia kedua, klorokuin dianggap
lebih mampu menangkal dan menyembuhkan demam rimba secara total, juga lebih efektif
dalam menekan jenis-jenis malaria dibandingkan dengan atabrine atau kinina. Obat
tersebut juga mengandung kadar racun paling rendah dibandingkan obat-obatan lain yang
lebih dulu ada. Klorokuin juga terbukti efektif tanpa perlu digunakan secara terus
menerus. Di Indonesia sejarah kina dimulai pada tahun 1865, ditanam di Jawa dengan
bibit yang dibawa oleh Charles Ledger dari Peru. Biji kina juga ditanam di India (Madras)
tetapi memiliki kadar kinin rendah. Biji kina yang ditanam di daerah perbukitan di
Bandung Selatan yaitu Pangalengan dengan ketinggian antara 800-1.950 dpl menghasilkan
kina dengan kadar kinin yang lebih baik, dikenal pada waktu itu sebagai kina Jawa. Di
daerah Pangalengan sampai sekarang masih terdapat perkebunan kina yang dikelola oleh
PT Kimia Farma maupun oleh rakyat sebagai sumber pasokan untuk pabrik kina di
Bandung. Sebagai penyakit yang dapat menular kembali secara massal, malaria adalah

5
penyakit yang berbahaya. Pada awal abad ke-20, penyakit ini menyerang anak-anak dan
dewasa dalam setiap tahunnya dari 1000 jiwa penderita 100 diantaranya meninggal.
Penyakit ini terkenal sebagai musuh negara, memiliki pengaruh yang sangat besar pada
kesejahteraan rakyat, daya kerja rakyat, serta pembangunan. Hal ini dikarenakan parasit
yang terdapat dalam tubuh penderita malaria dapat menghancurkan butir-butir darah
merah yang sangat diperlukan oleh tubuh sehingga dapat menyebabkan penderita
kekurangan darah, kekurangan gizi, dan pada akhirnya kekurangan tenaga. Oleh karena
itu, pemerintah kolonial Belanda menggolongkan malaria sebagai penyakit pengancam
kesehatan rakyat. Laporan pertama mengenai penyakit ini di Indonesia (Hindia Belanda)
adalah oleh tentara Belanda. Disebutkan bahwa adanya wabah di Cirebon pada tahun
1852-1854. Dengan serangkaian upaya penanganan, selanjutnya pemerintah kolonial
Belanda mulai mengadakan pemberantasan malaria sejak tahun 1911, namun dalam
kenyataannya pelaksanaan pemberantasan itu baru dapat dilaksanakan pada tahun 1914.
Pada masa pendudukan Jepang, usaha pemberantasan malaria terhenti karena kebijakan
pemerintah jajahan yang lebih dikonsentrasikan di bidang militer. Kemudian di era
Indonesia merdeka, upaya penanganan preventif dan kuratif dilakukan guna mencegah dan
mengurangi wabah penyakit ini.

D. Mekanisme Penularan Penyakit Malaria


1. Penularan secara alamiah (natural infection)
Penularan ini terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles. Nyamuk ini jumlahnya kurang
lebih ada 80 jenis dan dari 80 jenis itu, hanya kurang lebih 16 jenis yang menjadi vektor
penyebar malaria di Indonesia. Penularan secara alamiah terjadi melalui gigitan
nyamuk Anopheles betina yang telah terinfeksi oleh Plasmodium. Sebagian besar
spesies menggigit pada senja dan menjelang malam hari. Beberapa vektor mempunyai
waktu puncak menggigit pada tengah malam dan menjelang fajar. Setelah nyamuk
Anopheles betina mengisap darah yang mengandung parasit pada stadium seksual
(gametosit), gamet jantan dan betina bersatu membentuk ookinet di perut nyamuk yang
kemudian menembus di dinding perut nyamuk dan membentuk kista pada lapisan luar
dimana ribuan sporozoit dibentuk. Sporozoit-sporozoit tersebut siap untuk ditularkan.
Pada saat menggigit manusia, parasit malaria yang ada dalam tubuh nyamuk masuk ke
dalam darah manusia sehingga manusia tersebut terinfeksi lalu menjadi sakit.

6
2. Penularan yang tidak alamiah
a. Malaria bawaan (congenital)
Terjadi pada bayi yang baru dilahirkan karena ibunya menderita malaria. Penularan
terjadi melalui tali pusat atau plasenta.
b. Secara mekanik
Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui jarum suntik. Penularan melalui
jarum suntik banyak terjadi pada para morfinis yang menggunakan jarum suntik
yang tidak steril.
c. Secara oral (melalui mulut)
Cara penularan ini pernah dibuktikan pada burung, ayam (P. gallinasium), burung
dara (P. relectum) dan monyet (P. knowlesi). Pada umumnya sumber infeksi bagi
malaria pada manusia adalah manusia lain yang sakit malaria, baik dengan gejala
maupun tanpa gejala klinis (Susanna, 2005).

E. Siklus Hidup Virus Parasit (Plasmodium)

Gambar 1. Siklus Hidup Virus Parasit

Siklus hidup Plasmodium terdiri dari 2, yaitu siklus sporogoni (siklus seksual)
yang terjadi pada nyamuk dan siklus skizogoni (siklus aseksual) yang terdapat pada
manusia. Siklus ini dimulai dari siklus sporogoni yaitu ketika nyamuk mengisap darah
manusia yang terinfeksi malaria yang mengandung plasmodium pada stadium gametosit
(8). Setelah itu gametosit akan membelah menjadi mikrogametosit (jantan) dan
makrogametosit (betina) (9). Keduanya mengadakan fertilisasi menghasilkan ookinet (10).
Ookinet masuk ke lambung nyamuk membentuk ookista (11). Ookista ini akan
membentuk ribuan sprozoit yang nantinya akan pecah (12) dan sprozoit keluar dari

7
ookista. Sporozoit ini akan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, salah satunya di kelenjar
ludah nyamuk. Dengan ini siklus sporogoni telah selesai.
Siklus skizogoni terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus eksoeritrositik dan siklus
eritrositik. Dimulai ketika nyamuk menggigit manusia sehat. Sporozoit akan masuk
kedalam tubuh manusia melewati luka tusuk nyamuk (1). Sporozoit akan mengikuti aliran
darah menuju ke hati, sehingga menginfeksi sel hati (2) dan akan matang menjadi skizon
(3). Siklus ini disebut siklus eksoeritrositik. Pada Plasmodium falciparum dan Plasmodium
malariae hanya mempunyai satu siklus eksoeritrositik, sedangkan Plasmodium vivax dan
Plasmodium ovale mempunyai bentuk hipnozoit (fase dormant) sehingga siklus
eksoeritrositik dapat berulang. Selanjutnya, skizon akan pecah (4) mengeluarkan merozoit
(5) yang akan masuk ke aliran darah sehingga menginfeksi eritrosit dan di mulailah siklus
eritrositik. Merozoit tersebut akan berubah morfologi menjadi tropozoit belum matang lalu
matang dan membentuk skizon lagi yang pecah dan menjadi merozoit lagi (6). Diantara
bentuk tropozoit tersebut ada yang menjadi gametosit (7) dan gametosit inilah yang
nantinya akan dihisap lagi oleh nyamuk. Begitu seterusnya akan berulang-ulang terus.
Gametosit tidak menjadi penyebab terjadinya gangguan klinik pada penderita malaria,
sehingga penderita dapat menjadi sumber penularan malaria tanpa diketahui (karier
malaria).

Tabel 1. Lamanya siklus eksoerittrosik

Diameter skizon Jumlah merozoit


Lama siklus
Spesies matur eksoeritrosik dalam skizon
eksoeritrosik (hari)
(µm) eksoeritrositik

Plasmodium
5-7 60 30.000
falciparum
Plasmodium vivax 6-8 45 10.000
Plasmodium ovale 9 60 15.000
Plasmodium
14-16 55 15.000
malariae

8
Tabel 2. Lamanya siklus eritrosik

Plasmodium Plasmodium Plasmodium Plasmodium


Lamanya daur
falciparum vivax ovale malariae
Masa prepaten 9-10 hari 11-13 hari 10-14 hari 15-16 hari
Masa inkubasi 9-14 hari 12-17 hari 16-18 hari 18-40 hari

Daur eritrositik 48 jam 48 jam 50 jam 72 jam

Merozoit
20-30 hari 18-24 hari 8-14 hari 8-10 hari
skizon

F. Metode Pengendalian Vektor Penyakit Malaria


1. Upaya pengendalian nyamuk anopheles
Pengendalian vektor Malaria dapat dilakukan dengan cara pengendalian fisik, biologi,
maupun kimia. Pada pengendalian vektor Malaria tindakan yang harus diambil adalah
menurunkan jumlah populasi nyamuk penyebab Malaria. Untuk dapat melakukan
langkah- langkah kegiatan pengendalian nyamuk Anopheles berikut beberapa langkah
yang harus dilakukan (Purnama, 2015):
a. Pengenalan wilayah (Geographical Reconnaisance)
Kegiatan ini meliputi pemetaan langsung penduduk dan survei tambahan untuk
menentukan situasi tempat tinggal penduduk dari suatu daerah yg dicakup oleh
program pengendalian malaria. Hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan
situasi tempat tinggal adalah sebagai berikut:
1) Letak bangunan dan akses menuju tempat tersebut.
2) Jarak satu tempat dengan tempat lainnya.
3) Memperhatikan sifat topografi (daerah datar, daerah bergunung, sumber air
seperti sungai, danau, rawa- rawa, lagun, dan sumur, tempat perindukan vektor)
b. Pemetaan tempat perindukan
Hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan ini adalah sifat dan perilaku vektor
Malaria yang menyukai tempat peristirahatan yang dingin, gelap, dan basah, setelah
menggigit penjamu. Dengan begitu pada tahapan kegiatan ini, pengendali vektor
akan mampu menyasar tempat- tempat tempat perindukan vektor Malaria di setiap

9
wilayah desa / dusun. Berikut lokasi- lokasi yang menjadi tempat sasaran dalam
mengendalikan vektor Malaria.
1) Letak tempat perindukan yg positif jentik & yang potensial.
2) Jumlah tempat perindukan.
3) Tipe tempat perindukan.
4) Luas tempat perindukan
c. Aplikasi /penerapan metoda intervensi (Kusnoputranto H., Susanna D., 2002)
1) Pengendalian secara fisik
Pengelolaan lingkungan berupa penimbunan kolam, pengangkatan tumbuhan air,
pengeringan sawah secara berkala setidaknya setiap dua minggu sekali, dan
pemasangan kawat kasa pada jendela.
2) Pengendalian secara biologis
Penyebaran ikan pemakan larva nyamuk, penyebaran Bacillus thuringiensis,
penyebaran ikan pemakan larva nyamuk dan Bacillus thuringiensis dapat pada
anak sungai, rawa-rawa, dan bendungan atau pengairan sawah.
3) Pengendalian secara kimia
a) Penyemprotan rumah dgn insektisida
b) Penggunaan kelambu
Kelambu yang digunakan dapat berupa kelambu celup ataupun kelambu
berinsektisida (LLITN = Long Lasting Inseciticide Treated Net)
c) Larviciding
Larviciding adalah aplikasi larvisida pada tempat perindukan potensial vektor
guna membunuh / memberantas larva nyamuk dgn menggunakan bahan kimia
seperti Diflubenzuron (Andalin / Dimilin) atau agen biologis Bacillus
thuringiensis H-14 (Bti H-14).
4) Pelatihan SDM
Pelatihan bertujuan agar SDM (Sumber Daya Manusia) khususnya masyarakat
setempat akan mampu melakukan pengendalian vektor dengan baik dan benar.
2. Upaya pengendalian penyakit malaria
a. Meningkatkan pengetahuan tentang gejala malaria
1) Malaria dapat menyebabkan kematian jika pengobatannya terlambat. Pencarian
pertolongan medis harus segera dilakukan jika yang bersangkutan dicurigai
menderita malaria. Pemeriksaan parasit malaria pada darah harus dilakukan lebih
dari satu kali dengan selang waktu beberapa jam.

10
2) Gejala malaria dapat ringan; seseorang harus dicurigai menderita malaria jika 1
minggu setelah berkunjung ke daerah endemis yang bersangkutan menunjukkan
gejala panas, lemah, sakit kepala, sakit otot dan tulang.
b. Menghindari gigitan nyamuk
1) Mengenakan celana panjang dan baju lengan panjang yang berwarna terang saat
bepergian antara senja dan malam hari karena pada saat itu umumnya nyamuk
menggigit dan nyamuk sangat suka dengan pakaian yang berwarna gelap.
2) Menggunakan kawat kasa anti nyamuk pada pintu dan jendela, jika tidak ada
maka tutup jendela dan pintu pada malam hari.
3) Menggunakan kawat kasa anti nyamuk pada pintu dan jendela, jika tidak ada
maka
tutup jendela dan pintu pada malam hari.
c. Pengobatan siaga malaria
Semua orang yang belum kebal terhadap malaria jika terpajan atau terinfeksi malaria
maka orang tersebut harus segera mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan yang
tepat jika diduga menderita malaria. Namun apabila akses terhadap pelayanan
kesehatan jauh maka WHO menganjurkan agar orang-orang tersebut dibekali obat
anti malaria agar dapat melakukan pengobatan sendiri. Kemudian diberikan
penjelasan tentang gejala-gejala malaria, dosis dan cara pemakaian obat, gejala-
gejala efek samping obat dan apa yang harus dilakukan jika pengobatan gagal.
Mereka juga diberikan penjelasan bahwa pengobatan sendiri yang mereka lakukan
bersifat sementara, selanjutnya mereka harus pergi ke dokter.
3. Upaya pencegahan dengan meningkatkan imunitas
a. Untuk daerah yang masih sensitif terhadap klorokuin maka untuk menekan agar
tidak timbul malaria pada orang-orang yang non imun yang tinggal atau berkunjung
ke daerah endemis malaria diberikan pengobatan sebagai berikut: Klorokuin
(Aralen, 5 mg basa/kg BB, 300 mg basa atau 500 mg klorokuin fosfat untuk orang
dewasa) diberikan seminggu sekali atau hidroksi klorokuin (praquenil 5 mg basa/kg
BB – dosis dewasa 310 mg basa atau 400 mg dalam bentuk garam). Obat ini harus
diteruskan dengan dosis dan jadwal yang sama sampai dengan 4 minggu setelah
meninggalkan tempat endemis.
b. Untuk mencegah terjadinya infeksi malaria terhadap pendatang yang berkunjung ke
daerah dimana P. Falciparum sudah resisten terhadap klorokuin (Asia Tenggara,
Afrika bagian Sub Sahara, di daerah hutan hujan di Amerika bagian selatan dan

11
Pulau Pasifik Barat) direkomendasikan untuk memberikan meflokuin (5 mg/kg
BB/minggu). Untuk mencegah malaria pemberian obat dilakukan setiap minggu;
mulai minum obat 1-2 minggu sebelum mengadakan perjalanan ke tempat tersebut
dan dilanjutkan setiap minggu selama dalam perjalanan atau tinggal didaerah
endemis malaria dan selama 4 minggu setelah kembali dari daerah tersebut.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit malaria (plasmodium)
bentuk aseksual yang masuk ke dalam tubuh manusia yang ditularkan oleh nyamuk
malaria (Anopheles sp.) betina.
2. Penyakit malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus
plasmodium. Suatu daerah dikatakan endemis malaria jika secara konstan angka
kejadian malaria dapat diketahui serta penularan secara alami berlangsung sepanjang
tahun.
3. Pada zaman dulu, orang beranggapan bahwa malaria disebabkan oleh udara yang kotor.
malaria dikenal dengan nama “paladisme atau paludismo”, yang berarti daerah rawa
atau payau karena penyakit ini banyak ditemukan di daerah pinggiran pantai.
3. Ada dua mekanisme penularan penyakit malaria yaitu secara alamiah dan ada tidak
alamiah. Penularan secara alamiah terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles,
sedangkan penularan secara tidak alamiah terjadi karena bawaan, secara mekanik dan
oral.
4. Siklus hidup Plasmodium terdiri dari 2, yaitu siklus sporogoni (siklus seksual) yang
terjadi pada nyamuk dan siklus skizogoni (siklus aseksual) yang terdapat pada manusia.
5. Metode pengendalian vektor penyakit malaria dapat dilakukanan pengenalan wilayah
(Geographical Reconnaisance), pemetaan tempat perindukan dan aplikasi /penerapan
metoda intervensi.

B. Saran
Marilah lebih memperhatikan kondisi rumah dan lingkungan sebagai upaya
pencegahan penyakit malaria dengan cara melakukan pengendalian vektor malaria yaitu
nyamuk Anopheles.

13
DAFTAR PUSTAKA

Depkes R.I., 2001. Pedoman Ekologi dan Aspek Perilaku Vektor. Jakarta: Direktorat Jendral
Pemberantas Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman
(DITJEN.PPM dan PLP).

Sutanto, Inge, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Parasitologi kedokteran. Edisi ke-4,
Jakarta: Balai Penerbit FKUI: 2008.hlm.189-255.

Widoyono., 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &


Pemberantasannya. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Widoyono.2011. Penyakit Tropis, Epidemiologi, Penularan dan Pemberantasannya. Jakarta:


Penerbit Erlangga.

14

Anda mungkin juga menyukai