net/publication/309230514
CITATIONS READS
3 1,156
2 authors, including:
Mahalul Azam
Universitas Negeri Semarang
55 PUBLICATIONS 86 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Garcinia Mangostana L Rind and Solanum Lycopersicum Fructus Trial to Prevent Exercise-induced Oxidative Stress (GMR-RCT-EOS) View project
All content following this page was uploaded by Mahalul Azam on 18 October 2016.
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang,
Indonesia
Alamat korespondensi: ISSN 2252-6781
Gedung F1 Lantai 2 FIK Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: akuningroom@gmail.com
130
Kurnia Ningrum Susanti dan Mahalul Azam/ Unnes Journal of Public Health 5 (2) (2016)
PENDAHULUAN
Penyakit kusta merupakan salah satu beban kusta yang tinggi (high endemic).
penyakit menular yang masih menimbulkan Provinsi ditetapkan sebagai provinsi dengan
masalah di berbagai negara, umumnya di high endemic jika NCDR (New Case
negara-negara berkembang (Hernawati, Detection Rate) > 10 per 100.000 penduduk
2012). Kusta adalah penyakit infeksi yang atau jumlah kasus baru lebih dari 1.000
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium (Kemenkes RI, 2013). Angka CDR Jawa
leprae. Penyakit kusta menjadi salah satu Tengah sebesar 3,33 per 100.000 dengan
penyakit penting diantara penyakit menular jumlah kasus baru sebanyak 1.118
karena dapat menyebabkan cacat yang penduduk di tahun 2013 (Dinkesprov Jawa
progresif dan permanen (Amiruddin, 2012). Tengah, 2013). Sedangkan angka prevalensi
Berdasarkan data dari Annual Report (PR) di tahun 2013 yakni 0,70 per 10.000
ILEP (2013), jumlah penderita kusta di penduduk.
dunia tahun 2012 adalah 232.857 penderita. Berbagai faktor yang berhubungan
Jumlah ini meningkat dari tahun dengan timbulnya kejadian kusta, di
sebelumnya yakni sebanyak 226.626 antaranya adalah status vaksinasi BCG
penderita. Dari 16 negara dengan jumlah (Bacillus Calmette Guerin), riwayat kontak,
kasus >1.000, tiga negara teratas dengan lama kontak, personal hygiene, umur,
jumlah kasus kusta terbanyak adalah India pendidikan, status sosial ekonomi,
(134.752), Brazil (33.303), dan Indonesia kepadatan hunian, dan jenis kelamin.
(18.994) (ILEP, 2013). Vaksinasi BCG adalah vaksin yang
Sampai saat ini, kusta masih menyebabkan peningkatan kekebalan tubuh
merupakan salah satu masalah kesehatan terhadap TBC tetapi menunjukkan adanya
masyarakat di Indonesia, meskipun perlindungan yang besar terhadap kusta
Indonesia telah mencapai eliminasi pada (Meima A et al, 2004). Vaksinasi BCG pada
pertengahan tahun 2000 (Depkes RI, 2007; kontak serumah merupakan salah satu
Hernawati, 2012). Berrdasarkan data yang upaya pengendalian atau pemutusan rantai
dilaporkan jumlah penderita baru sampai penularan kusta. Berdasarkan penelitian
saat ini tidak menunjukkan adanya yang dilakukan di Malawi, vaksinasi BCG
penurunan yang bermakna (Depkes RI, satu dosis dapat memberikan perlindungan
2007). Hal ini dapat terlihat dari angka sebesar 50% terhadap kusta, dan dua dosis
penemuan kasus baru kusta yang berkisar dapat memberikan perlindungan terhadap
antara 7 hingga 8 per 100.000 penduduk per kusta hingga 80%. Akan tetapi, penemuan
tahunnya. Begitu juga halnya dengan angka ini belum menjadi kebijakan program di
prevalensi kusta yang berkisar antara 8 Indonesia dan masih memerlukan
hingga 10 per 100.000 penduduk (Dirjen penelitian yang lebih lanjut (Depkes RI,
P2PL, 2013). 2007).
Indonesia mempunyai jumlah kasus Adanya riwayat kontak dengan
baru kusta tahun 2011 sebanyak 19.371 penderita, terutama tipe MB juga
orang dengan Case Detection Rate (CDR) merupakan faktor berisiko terjadinya
sebesar 8,3 per 100.000 penduduk penyakit kusta (WHO, 2012). Penularan di
(Kemenkes RI, 2012). Jawa Tengah dalam rumah tangga dan kontak/hubungan
merupakan salah satu provinsi dengan dekat dalam waktu yang lama tampaknya
131
Kurnia Ningrum Susanti dan Mahalul Azam/ Unnes Journal of Public Health 5 (2) (2016)
METODOLOGI PENELITIAN
Adapun hasil penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut
Tabel 1. Hasil Penelitian
No Variabel Kategori Kejadian Kusta Jumlah P value OR 95%CI
132
Kurnia Ningrum Susanti dan Mahalul Azam/ Unnes Journal of Public Health 5 (2) (2016)
Tidak
Kusta
Kusta
n % N % n %
Tidak 48 75,0 29 45,3 77 60,2
Status Vaksinasi 3,621
1. Ya 16 25,0 35 54,7 51 39,8 0,001
BCG 1,710-7,664
Jumlah 64 100,0 64 100,0 128 100,0
Ya 29 45,3 8 12,5 37 28,9 5,800
Riwayat
2. Tidak 35 54,7 56 87,5 91 71,1 0,000 2,383-
Kontak
Jumlah 64 100,0 64 100,0 128 100,0 14,115
>2 Tahun 28 43,8 3 4,7 31 24,2 15,815
3. Lama Kontak ≤ 2 Tahun 36 56,2 61 95,3 97 75,8 0,000 4,486-
Jumlah 64 100,0 64 100,0 128 100,0 55,749
Buruk 37 57,8 26 40,6 63 49,2 2,003
4. Personal Hygiene Baik 27 42,2 38 59,4 65 50,8 0,077 0,991-4,047
Jumlah 64 100,0 64 100,0 128 100,0
Tabel 2. Hubungan antara Status Vaksinasi BCG dengan Kejadian Kusta di Kota Pekalongan
133
Kurnia Ningrum Susanti dan Mahalul Azam/ Unnes Journal of Public Health 5 (2) (2016)
Dalam penelitian ini, variabel yang Selain itu juga didapatkan hasil dari
berperan sebagai perancu yaitu variabel analisis hubungan antara status vaksinasi
umur, pendidikan dan status sosial ekonomi BCG dengan kejadian kusta berdasarkan
yang merancukan hubungan antara status status sosial ekonomi pada Tabel 2 bahwa
vaksinasi BCG dengan kejadian penyakit nilai p sebesar 0,003 dimana nilai tersebut
kusta, sehingga untuk mengendalikan kurang dari 0,05 (0,003 < 0,05), yang
variabel umur, pendidikan dan status sosial artinya bahwa status sosial ekonomi
ekonomi dilakukan dengan menggunakan bukanlah variabel perancu dalam hubungan
teknik analisis berstrata. Adapun hasil antara status vaksinasi BCG dengan
analisis berstrata dapat dilihat pada Tabel 2. kejadian kusta. Dari hasil uji juga diperoleh
Dari hasil uji tersebut, diperoleh nilai nilai OR sebesar 3,320 dengan interval
p sebesar 0,002 dalam analisis hubungan 1,556-7,085 (tidak mencakup angka 1) yang
antara status vaksinasi BCG dengan artinya terdapat hubungan antara status
kejadian kusta berdasarkan umur pada vaksinasi BCG dengan kejadian kusta
Tabel 2, dimana nilai tersebut kurang dari setelah mengontrol variabel status sosial
0,05 (0,002 < 0,05), yang berarti bahwa ekonomi.
umur bukanlah variabel perancu dalam Dari hasil analisis hubungan antara
hubungan antara status vaksinasi BCG status vaksinasi BCG dengan kejadian kusta
dengan kejadian kusta. Dari hasil uji juga berdasarkan pendidikan pada Tabel 2,
diperoleh nilai OR sebesar 3,829 dengan diperoleh nilai p sebesar 0,001 dimana nilai
interval 1,671-8,775 (tidak mencakup angka tersebut kurang dari 0,05 (0,001 < 0,05),
1). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat yang berarti bahwa pendidikan bukanlah
hubungan antara status vaksinasi BCG variabel perancu dalam hubungan antara
dengan kejadian kusta setelah mengontrol status vaksinasi BCG dengan kejadian
variabel umur. kusta. Selain itu, diperoleh juga nilai OR
sebesar 3,741 dengan interval 1,752-7,988
134
Kurnia Ningrum Susanti dan Mahalul Azam/ Unnes Journal of Public Health 5 (2) (2016)
(tidak mencakup angka 1) yang artinya bahwa terdapat hubungan antara riwayat
terdapat hubungan antara status vaksinasi kontak dengan kejadian kusta. Hasil
BCG dengan kejadian kusta setelah penelitian ini juga sesuai dengan teori yang
mengontrol variabel pendidikan. dikemukakan oleh Chin (2000) yang
Dari hasil tiga analisis berstrata, menyebutkan bahwa penularan di dalam
diketahui bahwa umur, status sosial rumah tangga dan kontak/hubungan dekat
ekonomi dan pendidikan bukan merupakan dalam waktu yang lama sangat berperan
variabel perancu dalam hubungan antara dalam penularan. Responden dalam
status vaksinasi BCG dengan kejadian penelitian ini sebagian besar cenderung
kusta. belum menpunyai pengetahuan yang benar
akan kusta. Adanya ketidaktahuan dan
Riwayat Kontak stigma tentang kusta dari lingkungan sekitar
Berdasarkan hasil penelitian yang responden membuat responden kasus
dilakukan, diperoleh bahwa 64 orang yang menutup diri dan membuat pengobatan
menderita kusta, terdapat 35 orang (54,7%) menjadi tidak lancar.
yang tidak mempunyai riwayat kontak dan Kontak dengan penderita kusta
29 orang lainnya (45,3%) mempunyai memugkinkan terjadinya penularan M.
riwayat kontak dengan penderita kusta. leprae dari orang yang sakit kepada orang
Sedangkan dari 64 orang yang tidak yang sehat. Bakteri penderita yang tidak
menderita kusta, ada 56 orang (87,5%) yang diobati atau tidak teratur berobat
tidak memiliki riwayat kontak dan 8 orang merupakan sumber penularan yang utama,
(12,5%) yang memiliki riwayat kontak sehingga penting adanya pemahaman dan
dengan penderita kusta. Responden yang pengetahuan masyarakat akan kusta yang
menderita kusta cenderung memiliki diharapkan akan meningkatkan kesadaran
riwayat kontak dengan penderita kusta masyarakat untuk berobat serta patuh
sedangkan responden yang tidak menderita terhadap instruksi tenaga kesehatan. Di
kusta cenderung tidak memiliki riwayat samping itu, sangat penting adanya case
kontak dengan penderita kusta. holding dengan tertib pada penderita kusta
Berdasarkan hasil uji statistik chi untuk menghindari adanya kasus mangkir
square pada Tabel 1 menunjukkan bahwa berobat yang pada akhirnya akan
hubungan antara riwayat kontak dengan meningkatkan jumlah penularan kusta.
kejadian kusta di Kota Pekalongan tahun Berdasarkan hasil penelitian,
2013 dengan nilai p = 0,000 (p < 0,05). Dari penderita kusta di wilayah kerja Dinas
hasil analisis juga diperoleh nilai OR Kesehatan Kota Pekalongan cenderung
sebesar 5,800 (OR>1) dengan interval mempunyai riwayat kontak sebelumnya
2,383-14,115 (tidak mencakup angka 1) (45,3%). Penderita kusta sebelum menderita
artinya bahwa orang yang memiliki riwayat kusta cenderung mempunyai riwayat
kontak dengan penderita kusta berisiko kontak baik dengan orang serumah maupun
5,800 kali menderita kusta dibandingkan orang yang tidak tinggal serumah seperti
dengan orang yang tidak memiliki riwayat teman, tetangga atau rekan kerja.
kontak dengan penderita kusta. Responden kesulitan dalam mengetahui
Hasil penelitian ini sesuai dengan adanya riwayat kontak dengan penderita
hasil penelitian yang dilakukan oleh sebelumnya karena harus mengingat
Norlatifah dkk (2010) yang menyebutkan kejadian yang telah lalu, terutama untuk
135
Kurnia Ningrum Susanti dan Mahalul Azam/ Unnes Journal of Public Health 5 (2) (2016)
kontak dengan penderita kusta dari tempat menular melalui kontak yang lama (2-5
kerja. tahun) dengan penderita kusta.
Kusta hanya akan menular melalui
Lama Kontak kontak erat yang lama dengan penderita
Berdasarkan hasil penelitian yang kusta. Dalam penelitian ini, responden yang
dilakukan, diperoleh bahwa dari 64 orang mempunyai riwayat kontak, sebagian besar
yang menderita kusta, terdapat 36 orang kontak dengan penderita kusta yang
(56,2%) yang memiliki lama kontak ≤ 2 merupakan anggota keluarga atau tetangga.
tahun dengan penderita kusta dan 28 orang Kontak dengan anggota keluarga atau
(43,8%) yang memiliki lama kontak >2 tetangga merupakan kontak yang erat dan
tahun dengan penderita kusta. Sedangkan lama sehingga memungkinkan adanya
dari 64 orang yang tidak menderita kusta, penularan kusta. Hal ini sesuai dengan teori
terdapat 61 orang (95,3%) yang memiliki yang disampaikan oleh Soedarto (2009),
lama kontak ≤ 2 tahun dengan penderita bahwa penularan biasa terjadi di
kusta dan 3 orang (4,7 %) yang memiliki lingkungan keluarga, misalnya ibu
lama kontak > 2 tahun dengan penderita penderita dengan anak atau suaminya.
kusta. Baik responden yang menderita kusta
maupun yang tidak menderita kusta Personal Hygiene
cenderung memiliki lama kontak ≤ 2 tahun Berdasarkan hasil penelitian yang
dengan penderita kusta. dilakukan, diperoleh bahwa dari 64 orang
Berdasarkan hasil uji statistik chi yang menderita kusta, terdapat 37 orang
square pada Tabel 1 menunjukkan bahwa (57,8 %) yang mempunyai personal hygiene
ada hubungan antara lama riwayat kontak buruk dan 27 orang (42,2 %) yang
dengan kejadian penyakit kusta di Kota mempunyai personal hygiene baik.
Pekalongan Tahun 2013 dengan nilai p = Sedangkan dari 64 orang yang tidak
0,000 (p < 0,05). Dari hasil analisis menderita kusta, ada 38 orang (59,4 %)
diperoleh pula OR sebesar 15,815 (OR >1) yang mempunyai personal hygiene baik dan
dengan interval 4,486-55,749 (tidak 26 orang (40,6 %) yang mempunyai
mencakup angka 1) yang artinya adalah personal hygiene buruk. Responden yang
orang yang mempunyai riwayat kontak menderita kusta cenderung memiliki
dengan lama > 2 tahun lebih berisiko personal hygiene yang buruk sedangkan
15,815 kali menderita kusta dibandingkan responden yang tidak menderita kusta
dengan orang yang lama kontaknya ≤ 2 cenderung memiliki personal hygiene yang
tahun. baik.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Berdasarkan hasil penelitian pada
penelitian yang dilakukan oleh Arpana dkk Tabel 1 menunjukkan bahwa tidak ada
(2012) yang menyebutkan bahwa lamanya hubungan antara personal hygiene dengan
waktu interval rata-rata semua penderita kejadian kusta. Hasil ini didasarkan pada
dari waktu adanya kontak dengan penderita uji chi square yang diperoleh p = 0,077.
kusta hingga muncul kasus kusta adalah 2,2 Didapatkan pula hasil OR dari uji tersebut
tahun. Selain itu, hasil penelitian ini juga yaitu 2,003 dengan interval 0,991-4,047
sesuai dengan teori yang disebutkan oleh (mencakup nilai 1) yang artinya bahwa
Depkes RI (2007) bahwa penyakit kusta personal hygiene bukan merupakan faktor
resiko kusta.
136
Kurnia Ningrum Susanti dan Mahalul Azam/ Unnes Journal of Public Health 5 (2) (2016)
Hasil penelitian ini tidak sesuai kontak dengan penderita kusta dan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh kebiasaan mengganti seprai lebih dari dua
Muharry (2014), yang menyebutkan bahwa minggu. Hasil penelitian ini juga tidak
personal hygiene atau kebersihan sesuai dengan teori oleh Soedarto (2009)
perorangan merupakan faktor yang bahwa dengan memelihara personal
berhubungan dengan kejadian kusta hygiene atau kebersihan pribadi dapat
(p=0,000). Variabel kebersihan perorangan mengurangi terjadinya penularan dan
dalam penelitian yang dilakukan oleh penyebaran penyakit kusta.
Muharry (2014) terdiri dari pertanyaan Variabel yang berperan sebagai
tentang kebiasaan mandi menggunakan perancu yaitu pendidikan yang merancukan
sabun, frekuensi mandi setiap harinya, hubungan antara personal hygiene dengan
kebiasaan mengganti pakaian setiap hari, kejadian penyakit kusta. Adapun hasil
kebiasaan menyetrika pakaian sebelum analisis berstrata dapat dilihat pada Tabel 3
dipakai, kebiasaan mencuci tangan setelah sebagai berikut.
Tabel 3. Hubungan antara Personal Hygiene dengan Kejadian Kusta Berdasarkan Pendidikan
di Kota Pekalongan
Kejadian Kusta
Personal Jumlah
Pendidikan Kasus Kontrol
Hygiene OR p
(Kusta) (Tidak Kusta)
95%CI value
N % N % N %
Buruk 24 61,5 19 45,2 43 53,1 1,937
Rendah Baik 15 38,5 23 54,8 38 46,9 0,789-
Jumlah 39 100 42 100 81 100 4,699
Buruk 13 52,0 7 31,8 20 42,6 2,321 0,069
Tinggi Baik 12 48,0 15 68,2 27 57,4 0,705-
Jumlah 25 100 22 22 47 100 7,645
Jumlah 64 100,0 64 100,0 128 100,0
Dari hasil uji pada Tabel 3 tersebut, signifikan, akan tetapi orang yang
diperoleh nilai p sebesar 0,069 dimana nilai mempunyai personal hygiene buruk pada
tersebut lebih dari 0,05 (0,069 > 0,05), kasus (37 orang) lebih banyak daripada
sehingga Ho diterima dan Ha ditolak. Hal orang dengan personal hygiene buruk pada
ini berarti bahwa pendidikan adalah kontrol (26 orang). Begitu sebaliknya, orang
variabel perancu dalam hubungan antara dengan personal hygiene yang baik pada
personal hygiene dengan kejadian kusta. kontrol (38 orang) lebih banyak daripada
Tidak adanya hubungan yang orang yang mempunyai personal hygiene
bermakna antara personal hygiene dengan pada kasus (27 orang).
kejadian kusta di Kota Pekalongan,
disebabkan karena ada kesetaraan proporsi SIMPULAN
antar kelompok kasus dan kelompok
kontrol. Meskipun personal hygiene tidak Berdasarkan hasil penelitian ini,
berhubungan dengan kejadian kusta secara diperoleh simpulan sebagai berikut: (1) Ada
137
Kurnia Ningrum Susanti dan Mahalul Azam/ Unnes Journal of Public Health 5 (2) (2016)
138
Kurnia Ningrum Susanti dan Mahalul Azam/ Unnes Journal of Public Health 5 (2) (2016)
Pekalongan.
139