Ernirita1,*, Putri Ananda Fitria2, Giri Widakdo3, Tria Astika Endah Permatasari4,
Ika Kurniaty5
1,2,3Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
4Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
5Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Jakarta
*E-mail: erni_dika@yahoo.co.id
ABSTRAK
Prevalensi TB paru di Indonesia yang mencapai 8% menjadikan isu global dalam kesehatan dunia.
Karakteristik skrining yang diduga berkaitan dengan kejadian TB paru anak diantaranya ventilasi
rumah, kepadatan hunian, jenis lantai rumah, status gizi, pemberian ASI eksklusif, BBLR, imunisasi
BCG, keberadaan dan tempat merokok serta kontak dengan penderita. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui hubungan karakteristik skrining dengan kejadian TB paru pada anak di
Puskesmas Kecamatan Cakung tahun 2019. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional
pada 62 responden. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara semua variabel
(karakteristik skrining) dengan kejdian TB paru pada Anak (P value < 0,05), sehingga perlunya
penguatan kerjasama yang terintegrasi antara program gizi, KIA, imunisasi serta program
pemberantasan TB pada puskesmas setempat dengan masyarakat dan pengambilan kebijakan.
ABSTRACT
The prevalence of pulmonary TB in Indonesia, which reaches 8%, is a global issue in world health
(WHO, 2019). Screening characteristics that were thought to be related to the incidence of
pulmonary TB in children included house ventilation, occupancy density, type of house floor,
nutrition, exclusive breastfeeding, LBW, BCG immunization, presence and smoking area and contact
with patients. The purpose of this study was to determine the relationship between screening
characteristics and the incidence of pulmonary TB in children at the Cakung District Health Center
in 2019. This study used a cross-sectional approach to 62 respondents. The results of the study
showed a relationship between all variables (screening characteristics) and pulmonary TB
prevalence in children (P value <0.05), so that there is a need to strengthen integrated cooperation
between nutrition programs, MCH, and immunization with TB eradication programs at local health
centers with society and policy makers.
1. PENDAHULUAN
Tuberkulosis sampai saat ini masih paling banyak terinfeksi TB paru yaitu pria
merupakan masalah kesehatan di dunia, yang berusia lebih dari 15 tahun, wanita
mengingat tingginya angka kejadian TB 32% dan anak-anak yang berusia kurang
yang terus meningkat di setiap negara. dari 15 tahun dengan persentase sebanyak
Pada tahun 2018 terdapat 11,1 juta kasus 11%. Delapan Negara yang menjadi
insiden TB paru setara dengan 130 kasus peringkat pertama untuk kejadian TB paru
per 100.000 penduduk. Data berdasarkan adalah India sebanyak 27%, Cina sebanyak
usia diperkirakan sebanyak 57% kasus 9%, Indonesia sebanyak 8%, Filipina
sebanyak 6%, Pakistan sebanyak 5%, karena adanya riwayat kontak, status
Nigeria sebanyak 4%, Bangladesh merokok anggota keluarga, karakteristik
sebanyak 4% dan Afrika Selatan sebanyak hunian, pendidikan orang tua, pendapatan
3% .Sebagian besar kasus TB pada tahun orang tua serta pekerjaan orang tua.
2018 berada di wilayah Asia Tenggara Penelitian yang dilakukan oleh
(44%), Afrika (24%) dan Pasifik Barat Siregar et al (2018) mengatakan bahwa
(18%). Indonesia menduduki posisi ketiga salah satu faktor risiko terjadinya TB pada
dengan kasus tuberkulosis (TB) tertinggi anak adalah tidak mendapatkan imunisasi
di dunia. BCG. Serta dalam penelitian yang
Jumlah estimasi kasus TB di Indonesia dilakukan oleh Kholifah dan Indeswari
sebanyak 845.000 orang. Jumlah ini (2015) mengatakan masyarakat masih
meningkat dari sebelumnya sebanyak memiliki pengetahuan dan kesadaran yang
843.000 orang. Ini menempatkan kurang terhadap penyakit TB Paru pada
Indonesia sebagai salah satu negara anak, serta ketidakpahaman masyarakat
penyumbang 60% dari seluruh kasus TB akan pentingnya asupan gizi yang harus
dunia. (World Health Organization Global diberikan pada anak-anak khususnya anak
Tuberculosis Report, 2019 (WHO, 2019). dengan TB paru.Menurut Kemenkes RI
TB paru dampak sebagai pada tahun 2018 ditemukan sebanyak
kedaruratan global oleh WHO ditetapkan 566.623 kasus, angka tersebut meningkat
sejak tahun 1993. Namun, secara umum bila dibandingkan dengan tahun 2017
penyakit ini hanya dievaluasi pada yaitu sebesar 446.732 kasus. Jumlah kasus
populasi dewasa. TB paru pada anak tertinggi yang dilaporkan terdapat di
menjadi aspek yang terabaikan dari provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan
epidemi TB yang terjadi saat ini. Padahal, Jawa Tengah yaitu sebesar 44% dari
TB paru anak terjadi pada lebih 20% di jumlah seluruh kasus TB di Indonesia.
seluruh kasus di banyak negara Sedangkan menurut perkiraan jumlah
berinsidensi TB tinggi (Esposito et al., kasus yang diobat dan kasus yang
2013). Beban global TB paru anak juga dilaporkan atau Case Notification Rate
menjadi sangat samar diakibatkan (CNR) diantara jumlah semua kasus
kurangnya data pelaporan dan perekaman tersebut tertinggi pada provinsi DKI
TB secara rutin terhadap populasi melalui Jakarta (112,2%), Sulawesi Selatan (84%),
program pengendalian TB nasional. Hal Papua (84%). Di provinsi DKI Jakarta
ini dipersulit dengan sulitnya penegakkan lebih dari 100% (112,2%) disebabkan
diagnosis pada TB anak dengan karena terdapat penderita TB yang
pemeriksaan bakteriologis,(Al Asyary Upe, terdeteksi di fasilitas kesehatan terdekat.
2015) Kota Jakarta Timur memiliki jumlah
Kasus TB anak di dunia dengan penderita TB paru terbesar ke-2 di DKI
beban tidak diketahui karena kurangnya Jakarta tahun 2016 Berdasarkan data
alat diagnostik ,dan tidak adekuatnya Dinas Kesehatan Kota Jakarta Timur
sistem pencatatan dan pelaporan kasus TB tahun 2016, ditemukan 1.227 orang
anak. Faktor risiko penularan TB pada penderita TB paru BTA (+). Sedangkan
anak sama halnya dengan TB pada pada kasus TB pada anak pada tahun 2019
umumnya, tergantung dari tingkat ditemukan 608 kasus TB pada anak angka
penularan, lama pajanan dan daya tahan ini meningkat bila dibandingkan dengan
tubuh. Pasien TB dengan BTA negatif tahun 2018 yaitu sebanyak 441 kasus TB
lebih berisiko tertular dengan pasien TB pada anak.(DKI, 2016)
dengan BTA positif, namun pasien TB Studi pendahuluan yang dilakukan
dengan BTA negatif masih memiliki peneliti di Puskesmas Kecamatan Cakung
kemungkinan untuk menularkan penyakit (2019), berdasarkan data pasien TB 01
TB.(Kemenkes ,2018) terdapat 85 orang, 30 - 40 orang
Hasil penelitian yang dilakukan oleh diantaranya yang memiliki anak berusia
Apriliasari dkk pada tahun 2018 (0 – 14 tahun). Anak yang tinggal atau
menemukan bahwa faktor resiko memiliki kontak dengan orang penderita
terjadinya TB pada anak disebabkan TB memilki resiko sebesar 1,33 kali
2
Seminar Nasional Penelitian LPPM UMJ
Website: http://jurnal.umj.ac.id/index.php/semnaslit E-ISSN: 2745-6080
Jumlah
Karakteristik Variabel Kategori
f %
1. Jenis kelamin Laki-laki 33 53,2
Perempuan 29 46,8
2. Pendidikan Ibu Rendah 40 64,5
Tinggi 22 35,5
3. Pekerjaan ibu Tidak Bekerja 29 46,8
Bekerja 33 53,2
4. Penghasilan Keluarga Rendah (< Rp. 4.200.000) 40 64,5
Tinggi (> Rp. 4.200.000) 22 35,5
5. Pengetahuan Ibu Kurang Baik 30 48,4
Baik 32 51,6
Baik 30 48,4
3. Lantai Rumah Kurang Baik 33 53,2
Baik 29 46,8
4. Status Gizi Underweight 36 58,1
3
Seminar Nasional Penelitian LPPM UMJ
Website: http://jurnal.umj.ac.id/index.php/semnaslit E-ISSN: 2745-6080
Normal 26 41,9
5. Pemberian ASI Eksklusif Tidak Eksklusif 34 54,8
Eksklusif 28 45,2
6. Riwayat BBLR Tidak 34 54,8
Ya 28 45,2
7. Imunisasi BCG BCG Scar (-) 29 46,8
BCG Scar (+) 33 53,2
8. Keberadaan Perokok
Tidak Ada 32 51,6
dirumah
Ada 30 48,4
9. Tempat Merokok Luar Rumah 28 45,4
Dalam Rumah 34 54,6
10.Riwayat Kontak dengan Tidak Ada 14 22,6
penderita TB Ada 48 77,4
11. Kejadian TB Paru pada Negatif TB 31 50
Anak Positif TB 31 50
Tabel 3. Hasil Analisis Hubungan Sosio Demografi dengan Kejadian TB Pada Anak (n = 62)
Kejadian TB
P OR
Karakteristik Tidak Ya
Value CI 95%
f % f %
1. Usia
Balita ( < 5 Tahun) 11 33,3 22 66,7
4,44 (1,52 –
Usia Sekolah (> 5 Tahun) 20 69 9 31 0.011
12,9)
2. Jenis Kelamin
Laki-laki 21 65,6 11 34,4
0,26 (0,09–
Perempuan 10 33,3 20 66,7 0.022
0,75)
3. Pendidikan Ibu
Rendah 14 35,0 26 65,0
6,31 (1,52–
Tinggi 17 77,3 5 22,7 0,004
12,94)
4. Pekerjaan Ibu
Tidak Bekerja 20 69,0 9 31,0
4,44 (1,89 –
Bekerja 11 33,3 22 66,7 0,011
2,00)
4
Seminar Nasional Penelitian LPPM UMJ
Website: http://jurnal.umj.ac.id/index.php/semnaslit E-ISSN: 2745-6080
5. Penghasilan Keluarga
Rendah 14 35,0 26 65,0
6,31 (1,92-
Tinggi 17 77,3 5 22,7 0,004
20,75)
6. Pengetahuan Ibu
Kurang Baik 8 26,7 22 73,3
7,03 (2,29 –
Baik 23 71,9 9 28,1 0.01
21,48)
5
Seminar Nasional Penelitian LPPM UMJ
Website: http://jurnal.umj.ac.id/index.php/semnaslit E-ISSN: 2745-6080
signifikan antara pekerjaan ibu dengan anak. Anak yang memiliki ibu dengan
kejadian TB paru, dengan p value 0,74. pengetahuan yang kurang berisiko 7,03
Analisis penghasilan keluarga kali lebih tinggi dibanding dengan anak
dengan kejadian TB paru pada anak, yang memiliki ibu dengan pengetahuan
didapatkan bahwa penghasilan keluarga yang baik, dengan P value 0.01 dan nilai
yang rendah memiliki risiko 6,31 kali lebih OR=7,03, (95% CI 2,29 –21,48) Hasil
tinggi terkena penyakit TB paru dibanding penelitian ini tidak sejalan dengan
dengan keluarga yang memiliki penelitian (Siti Nurul Kholifah, 2015)
penghasilan keluarga tinggi. Penghasilan dengan P valuenya 0,763 yang
secara tidak langsung keterkaitan dengan menunjukan tidak ada hubungan antara
daya beli masyarakat dan penggunaan pengetahuan orang tua dengan terjadinya
fasilitas layanan Kesehatan Daya beli TB anak. Pengetahuan tentang suatu
masyarakat yang rendah menyebabkan penyakit (terutama tentang definisi dan
berkurangnya konsumsi makanan bergizi gejala – gejala penuakit tersebut) akan
yang selanjutnya mengarah kepada membuat seseorang mempunyai
menurunnya daya tahan tubuh sehingga gambaran seperti apa penyakit tersebut
memudahkan seseorang terinfeksi dan menjadi lebih sadar dan peka serta
penyakit. Beberapa penelitian waspada terhadap diri sendiri, anggota
menunjukkan adanya hubungan antara keluarga, maupun orang sekitar yang
penghasilan dengan kejadian TB paru mempunyai gejala – gejala penyakit
anak, diantaranya adalah penelitian yang tersebut.
dilakukan ( W i h a r s i n i , 2 0 1 2 )
Pengetahuan yang dimiliki ibu
sangat berkaitan terhadap kesehatan
Tabel 4. Hasil Analisis Hubungan Karakteristik Skrining dengan Kejadian TB Pada Anak
(n=62)
Kejadian TB
P OR
Karakteristik Tidak Ya
Value CI 95%
F % f %
1. Ventilasi Rumah
Kurang Baik 9 29,0 22 71,0
5,97 (1,99 –
Baik 22 71,0 9 29,0 0.002
17,99)
2. Kepadatan Hunian
Kurang Baik 10 31,2 22 68,8
5,13 (1,74 –
Baik 21 70,0 9 30,0 0.005
15,13)
3. Lantai Rumah
Kurang Baik 10 30,3 23 69,7
6,03 (2,03–
Baik 21 72,4 8 27,6 0.002
18,17)
4. Status Gizi
Underweigth 12 31,6 26 68,4
8,23 (2,48-
Normal 19 79,2 5 20.8 0.01
27,31)
5. Pemberian ASI Eksklusif
Tidak Eksklusif 12 35,3 22 64,7
Eksklusif 3,87(1,34 -
19 67,9 9 32,1 0.022
11,17)
6
Seminar Nasional Penelitian LPPM UMJ
Website: http://jurnal.umj.ac.id/index.php/semnaslit E-ISSN: 2745-6080
6. Riwayat BBLR
Tidak 10 33,3 20 71,4
3,81(1,33 –
Ya 21 65,6 11 34,4 0.022
10,94)
7. Imunisasi BCG
Scar (-) 9 31,0 20 69,0
4,44 (1,52-
Scar (+) 22 66,7 11 33,3 0,011
12,94)
8. Keberadaan Perokok di Rumah
Tidak Ada 10 33,3 20 66,7
3,81 (1,33–
Ada 21 65,6 11 34,4 0.022
10,94)
9.Tempat Merokok
Luar Rumah 13 46,4 15 53,6
9,16 (1,49–
Dalam Rumah 15 44,1 19 55,9 0.022
56,2)
10.Riwayat Kontak dengan Penderita
TB
Tidak Ada 23 69,7 10 30,3
6,03 (2,00-
Ada 8 27,6 21 72,4 0,002
18,17)
Anak yang tinggal di rumah dengan memenuhi syarat kesehatan, maka kuman
ventilasi rumah yang kurang memiliki TB dapat terbawa ke luar ruangan rumah,
resiko 5,97 kali lebih tinggi dibanding tetapi apabila ventilasinya buruk makan
dengan rumah yang memiliki ventilasi kuman TB akan tetap ada di dalam rumah.
yang baik dengan P Valuenya 0.002, dan Selain itu ventilasi yang tidak memenuhi
nilai ORnya 5,97, (95% CI 1,99 –17,99), syarat kesehatan akan mengakibatkan
Ventilasi merupakan tempat masuknya terhalangnya sinar matahari masuk ke
sinar matahari ke dalam rumah. Cahaya dalam rumah, (Depkes RI, 2002 dalam
matahari mempunyai sifat membunuh Ikeu Nurhidayah,2007)
bakteri, terutama kuman mikobakterium Ventilasi alami diukur dengan cara
tuberculosis, rumah yang tidak masuk membandingkan luas ventilasi tersebut
sinar matahari mempunyai resiko dengan luas lantai. Memenuhi syarat atau
menderita TB Paru sebesar 3 – 7 kali tidaknya suatu ventilasi alami rumah
dibandingkan dengan rumah yang responden dapat disebabkan oleh
dimasuki sinar matahari yang cukup. Hasil beberapa hal seperti luas ruangan rumah
penelitian (Ikeu Nurhidayah, 2007) ini yang tidak sebanding dengan luas ventilasi
sesuai dengan yang dilakukan dan jendela atau lubang angin yang
membuktikan bahwa keadaan ventilasi terbuat dari kaca yang tidak dapat dibuka.
rumah merupakan faktor yang Beberapa rumah responden memiliki
berpengaruh terhadap kejadian ventilasi yang dapat dibuka dan ditutup,
Tuberkulosis paru, didapat hasil namun karena alasan untuk keamanan
hubungan sedang, dengan ORnya 3,69. rumah, responden memilih untuk tidak
ventilasi memiliki berbagai fungsi, membuka ventilasi rumah walaupun di
diantaranya adalah membebaskan siang hari. bahwa jendela yang tertutup
ruangan rumah dari bakteri-bakteri yang menyebabkan ventilasi rumah yang buruk
patogen, yaitu bakteri tuberkulosis. sehingga meningkatkan risiko penularan
Bakteri TB yang ditularkan melalui droplet TB.(Lygizos et al., 2013)
nuclei, dapat melayang di udara karena Ventilasi merupakan suatu kondisi
memililiki ukuran yang sangat kecil, yaitu rumah yang memiliki sirkulasi udara
sekitar 50 mikron. Apaila ventilasi rumah keluar masuk yang cukup dengan luas
7
Seminar Nasional Penelitian LPPM UMJ
Website: http://jurnal.umj.ac.id/index.php/semnaslit E-ISSN: 2745-6080
ventilasi minimal 10% dari luas lantai. penelitian didapatkan P Value 0.002,
Ventilasi buruk dapat mempengaruhi dan nilai OR= 6,03 (95% CI 2,03–
kejadian TB. Suatu ruangan dengan luas 18,17),menunjukkan hasil yang serupa
ventilasi yang tidak memenuhi syarat (< dengan penelitian yang dilakukan oleh
10% luas lantai) menyebabkan tingginya Fahdhienie (2011) menunjukkan
kelembaban dan suhu dalam ruangan hubungan jenis lantai dengan kejadian
karena kurang adanya pertukaran udara TB paru (p=0,002). Rumah dengan
dari luar rumah sehingga memberi jenis lantai tidak kedap air mempunyai
kesempatan kepada bakteri TB untuk risiko 2,85 kali lebih besar
dapat bertahan hidup di dalam ruang dibandingkan dengan rumah dengan
tersebut karena sifat bakteri TB yang jenis lantai kedap air.
mampu bertahan hidup di dalam ruangan Menurut KepMenkes RI
yang gelap dan lembab. Ventilasi alami No.829/Menkes/SK/VII/1999, jenis
yang memenuhi syarat mempermudah lantai yang memenuhi syarat kesehatan
masuknya sinar ultraviolet (UV) ke dalam adalah yang kedap air dan mudah
rumah. Sinar UV dapat membunuh bakteri dibersihkan, seperti jenis lantai yang
patogen termasuk bakteri TB karena sifat terbuat dari plester, ubin, semen,
bakteri TB yang tidak mampu bertahan porselen atau keramik, sedangkan jenis
hidup jika terpapar secara langsung. lantai yang tidak memenuhi syarat
Rumah dengan kepadatan hunian kesehatan adalah tidak kedap air seperti
yang kurang berisiko 5,13 kali lebih tinggi jenis lantai tanah, papan, dan lontar.
dibandingkan dengan yang memiliki Jenis lantai papan atau panggung dapat
kepadatan hunian baik. Dengan P Value menyebabkan kenaikan kelembaban
0.005, dan nilai OR =5,13 ( 95% CI 1,74 – rumah karena papan bukan bahan kedap
15,13), Hasil penelitian ini sejalan dengan air dan pengaruh kelembaban tanah.
.(Dotulong & Margareth R. Sapulete, Untuk mencegah terjadinya kelembaban
2015) yang menyatakan bahwa secara pada rumah dengan jenis lantai papan,
statistic ada hubungan antara kepadatan perlu dilapisi dengan tikar karet yang
hunian dengan penderita tuberculosis berfungsi sebagai alas kedap air sehingga
paru,dengan OR = 1,177, (95% Cl 0.499- mampu melindungi dari rembesan air
2.778). Selanjutnya juga serupa dengan dan kelembaban.
(Heriyani, Farida et al, 2013) dengan nilai Konstruksi lantai rumah harus
(p = 0,019). Penelitian tersebut rapat air dan selalu kering serta harus
menyatakan terdapat hubungan bermakna dapat menghindari naiknya tanah yang
antara kepadatan hunian dengan kejadian dapat menyebabkan meningkatnya
TB paru.dengan P Value 0.019 dan nilai kelembaban dalam ruangan.Suatu
OR=2.222,( 95% CI 1.134 – 4.355), ruangan yang lembab dapat dijadikan
Semakin besar hunian dalam satu rumah, tempat hidup dan perkembangbiakan
maka semakin besar pula interaksi yang bakteri dan vektor penyakit. Oleh sebab
terjadi antar penghuni dalam satu rumah itulah jenis lantai tidak kedap air
tersebut. Hal ini memudahkan merupakan salah satu faktor risiko
penyebaran penyakit khususnya TB paru. kejadian TB paru karena bakteri
Kepadatan merupakan untuk penyebab TB dapat bertahan hidup di
proses penularan penyakit, khususnya tempat yang lembab.
melalui udara (akan semakin mudah dan Status gizi pada anak sangat
cepat). Luas rumah yang tidak sebanding penting, dari hasil penelitian didapatkan P
dengan jumlah penghuni akan value 0.01, dan Nilai OR 8,23 (2,48-27,31),
menyebabkan kurangnya konsumsi ada hubungan antara status gizi anak
oksigen, dan bila salah satu anggota dengan kejadian TB, Anak dengan Status
keluarga terkena penyakit seperti infeksi gizi Underweigth beresiko 8,23 kali
TB maka akan mudah menularkan kepada terjadinya TB, karena status gizi yang baik
anggota keluarga yang lain. akan meningkatkan daya tahan dan
Variabel lantai rumah dengan kekebalan tubuh anak, sehingga anak
kejadian TB Paru pada anak, hasil tidak mudah menderita penyakit TB. Dan
8
Seminar Nasional Penelitian LPPM UMJ
Website: http://jurnal.umj.ac.id/index.php/semnaslit E-ISSN: 2745-6080
bila terinfeksi pun, anak dengan status gizi penelitian didapat kan P Value 0.022, dan
yang baik cenderung menderita TB ringan nilai OR= 3,81 (95% CI 1,33 – 10,94),
dibandingkan dengan gizi buruk. Hasil penelitian ini sejalan Hasil
Selanjutnya anak yang status gizinya penelitian (Dewi & Widari, 2018)
kurang atau buruk mengalami penurunan menunjukkan ada hubungan berat
sistem pertahanan dalam tubuh yang badan lahir rendah (p=0.042; dengan
membuat anak mudah terserang infeksi, OR=0,157; (95% CI: 0,030-
dikatakan bahwa manfaat gizi bagi tubuh 0,822),bahwa bayi BBLR lebih mudah
yaitu berperan dalam mekanisme terkena infeksi karena daya tahan bayi
pertahanan tubuh terhadap penyakit TB BBLR tidak sekuat bayi dengan berat
Paru lebih banyak terjadi pada anak yang lahir cukup (≥ 2500 gr), hal ini
mempunyai gizi buruk sehubungan disebabkan belum sempurnanya sistem
dengan lemahnya daya tahan tubuh anak imunologi dalam memproduksi zat
yang kurang gizi. Sejalan dengan kekebalan untuk melawan penyakit
penelitian (Ernirita, 2020). Hasil yang masuk ke dalam tubuh.
menunjukkan status gizi p-value 0,001 Anak yang tidak imunisasi BCG
dan OR 18,5 (95% CI 3,158-108,37). memiliki odds terkena TB paru 4,44 kali
terdapat adanya hubungan antara status dibanding dengan anak yang imunisasi
gizi dengan kejadian Tuberkulosis pada BCG. Dari hasil penelitian ini terdapat P
anak artinya anak yang memiliki gizi Value 0,011 dan OR= 4,44 (95% CI1,52-
kurang berisiko 18,5 kali tertular TB 12,94), beberapa analisis yang
dibandingkan dengan anak yang memiliki berkembang mengenai alasan mengapa
gizi normal.Anak yang memiliki Riwayat ketiadaan scar BCG dapat menjadi risiko
status gizi underweight lebih mudah terjadinya TB paru pada anak. Analisis
berisiko terkena TB karena keadaan gizi yang pertama adalah bahwa ketiadaan
anak yang kurang baik akan scar BCG menunjukkan status imunisasi
mempengaruhi perkembangan dan BCG yang meragukan. Karena dalam
pertumbuhan berbagai fungsi terutama penelitian ini status imunisasi didapatkan
sistem pertahanan tubuh sehingga mudah hanya berdasarkan ingatan orang tua /
terserang penyakit. TB dan kurang gizi pengasuh saja, maka terdapat
seringkali ditemukan secara bersamaan. kemungkinan faktor recall bias (kesalahan
Infeksi TB menimbulkan penurunan berat responden dalam mengingat status
badan dan penyusutan tubuh, sedangkan imunisasi anak, keberadaan scar BCG
defisiensi gizi akan meningkatkan risiko mengindikasikan bahwa anak tersebut
infeksi karena berkurangnya fungsi daya pernah diberikan vaksin BCG, oleh karena
tahan tubuh terhadap penyakit ini. itu scar BCG ini sering digunakan sebagai
Anak yang tidak mendapatkan ASI marker atau penanda pernah atau
eksklusif berisiko terkena TB paru 3,87 tidaknya seorang anak mendapat
kali dibanding dengan anak yang imunisasi BCG. (Santiago et al., 2003)
mendapatkan ASI eksklusif. Terdapat ada Dampak buruk yang diakibatkan
hubungan antara pemberian ASI Ekslusif oleh rokok tidak hanya dirasakan oleh
dengan kejadian TB dengan P value 0,022, perokok itu sendiri tetapi juga berdampak
Hal ini dikarenakan ASI mengandung zat bagi orang – orang disekitarnya. Anak
kekebalan yang akan melindungi bayi dari yang memiliki keberadaan perokok
berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, dirumah memiliki resiko 3,81 kali lebih
parasite dan jamur. Pemberian ASI tinggi disbanding dengan yang tidak
eksklusif juga akan mengurangi risiko memiliki keberadaan perokok
terkena sakit yang berat, selain itu dirumahnya. Asap rokok turut
pemberian makanan padat terlalu idni meningkatkan risiko infeksi basil TB dan
dapat meningkatkan angka kesakitan pada risiko berkembangnya infeksi tersebut
bayi. menjadi sakit TB. Hasil dari penelitian
Anak dengan riwayat berat badan didapatkan P Value 0.022, dan nilai
lahir kurang dari 2500 gram (BBLR) lebih OR=3,81 (95% CI 1,33–10,94) Penelitian
berisiko untuk terkena TB. Hasil sejalan dengan penelitian (Singh, Mynak,
9
Seminar Nasional Penelitian LPPM UMJ
Website: http://jurnal.umj.ac.id/index.php/semnaslit E-ISSN: 2745-6080
10
Seminar Nasional Penelitian LPPM UMJ
Website: http://jurnal.umj.ac.id/index.php/semnaslit E-ISSN: 2745-6080
11
Seminar Nasional Penelitian LPPM UMJ
Website: http://jurnal.umj.ac.id/index.php/semnaslit E-ISSN: 2745-6080
12