Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN ANTARA STATUS IMUNISASI DAN INFEKSI

SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI


PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

Relationship Between Immunization Status And Acute Respiratory


Infections (ARI) In Toddlers At Ngoresan Public Health Center
Surakarta

Fadhilah Tia Nur1), Yulvira Febriani 2), Angesti Nugraheni3)


*)
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

e-mail: fadhilah.harris@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang: ISPA merupakan penyakit terbanyak yang dilaporkan kepada


pelayanan kesehatan dan penyakit yang paling sering menyebabkan kematian pada anak
balita. Salah satu faktor yang mendasari terjadinya ISPA adalah Status Imunisasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cakupan imunisasi dan kejadian ISPA serta
hubungan antara status imunisasi dengan ISPA pada balita di Puskesmas Ngoresan
Surakarta.
Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan desain observasional analitik dengan
pendekatan kasus kontrol. Teknik sampling menggunakan quota sampling. Besar
sampel masing-masing 32 responden pada kelompok kasus dan kelompok kontrol.
Teknik pengumpulan data untuk status imunisasi menggunakan wawancara dan KMS
dan kejadian ISPA pada balita menggunakan rekam medis. Teknik analisis data
menggunakan uji statistik Koefisien Kontingensi dengan aplikasi SPSS version 17.
Hasil Penelitian: Status imunisasi lengkap sebanyak 46 orang (71,9%) dan status
imunisasi tidak lengkap sebanyak 18 orang (28,1%). 32 (50%) responden yang
mengalami ISPA dan 32 (50%) responden tidak mengalami ISPA. Berdasarkan hasil
analisis data diperoleh p = 0,000 atau p < 0,05 dan OR = 0,067.
Simpulan Penelitian: Terdapat hubungan yang bermakna antara status imunisasi dan
ISPA pada balita di Puskesmas Ngoresan Surakarta.

Kata Kunci: status imunisasi, infeksi saluran pernafasan akut, balita

9
ABSTRACT

Background: ARI is the most prevalent diseases reported to health services and disease
that most often cause of death in children under five. One of the factors that contribute
the ARI was Immunization Status. This study was to determine how the relationship
immunization status andARI in toddlers at NgoresanPublic Health Center, Surakarta.
Methods: The research method was analitical observational design used case control
approach. The sampling technique was quota sampling. The sample size was 32
respondents in case group and control group. The data collecting technique used
interview and health card for immunization status and medical records for ARI in
toddlers. The data analysis technique used Contingency Coefficient statistical test with
SPSS version 17.
Results: Immunization status complete as many as 46 people (71.9%) and immunization
status is not complete as many as 18 people (28.1%). 32 (50%) of respondents suffered
from ARI and 32 (50%) of respondents did not suffer from ARI. Based on the results of
data analysis, it was obtained p = 0,000 or p < 0,05 and OR = 0,067.
Conclusion: There is a worthwhile correlation between immunization status and ARI in
Toddlers at NgoresanPublic Health Center Surakarta.

Keywords: immunization status, acute respiratory infection, toddlers

PENDAHULUAN Berdasarkan laporan hasil peng-


amatan penyakit di Puskesmas, pada
Infeksi Saluran Pernafasan Akut tahun 2014 di kota Surakarta ditemukan
(ISPA) adalah penyakit terbanyak yang kasus ISPA pada balita sebanyak 90
dilaporkan kepada pelayanan kesehatan. kasus. Perkiraan penderita pneumonia
World Health Organization (WHO) pada balita adalah 10 persen jumlah
memperkirakan insidensi ISPA di negara balita (50.782 balita). Angka Kematian
berkembang dengan angka kematian Balita (AKABA) di Kota Surakarta pada
balita di atas 40 per 1000 kelahiran tahun 2014 sebesar 2,14 per 1.000
hidup adalah 15%-20% per tahun pada kelahiran hidup. Hasil penemuan kasus
golongan usia balita. ISPA adalah salah ISPA balita di Kecamatan Jebres pada
satu penyebab utama kematian dengan tahun 2014 yaitu sekitar 902 orang dari
membunuh ±4 juta anak balita setiap jumlah balita sebanyak 9.023 orang.
tahun[23]. Puskesmas Ngoresan merupakan salah
Period prevalence ISPA dihitung satu puskesmas di Kota Surakarta yang
dalam kurun waktu 1 bulan terakhir. berada di Kecamatan Jebres. Jumlah
Period prevalence ISPA Indonesia perkiraan penderita ISPA (pneumonia)
menurut Riset Kesehatan Dasar pada balita di Puskesmas Ngoresan
(Riskesdas) tahun 2013 sebesar 25,0%. sebanyak 206 orang, dengan penderita
Penduduk dengan ISPA yang tertinggi yang ditemukan dan ditangani sebanyak
terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun 4 orang[3].
(25,8%). Menurut jenis kelamin, tidak Berdasarkan hasil studi pendahulu-
berbeda antara laki-laki dan an di Puskesmas Ngoresan, pada tahun
[11]
perempuan . 2016 tercatat sebanyak 1.526 kasus
ISPA (non pneumonia) pada usia 2 bulan

10
- 5 tahun dengan jumlah rata-rata pen- menderita ISPA dan terdapat hubungan
derita setiap bulannya sebanyak 127 bermakna antara riwayat imunisasi
orang. Sedangkan jumlah bayi yang ter- dengan kejadian ISPA pada balita.
catat di Puskesmas Ngoresan sebanyak Berdasarkan uraian tersebut, maka
570 orang dengan angka cakupan peneliti tertarik mengambil judul
imunisasi dasar lengkap pada bayi “Hubungan antara Status Imunisasi dan
sebesar 529 orang. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Sebagian besar kematian ISPA pada balita di Puskesmas Ngoresan
berasal dari jenis ISPA yang berkem- Surakarta”.
bang dari penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi seperti difteri, pertusis,
dan campak, maka cakupan peningkatan SUBJEK DAN METODE
imunisasi akan berperan besar dalam Penelitian ini menggunakan desain
upaya pemberantasan ISPA. Untuk penelitian observasional analitik dengan
mengurangi faktor yang meningkatkan pendekatan kasus kontrol yaitu suatu
mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi penelitian dengan cara membandingkan
lengkap. Bayi dan balita yang mem- antara kelompok kasus dan kelompok
punyai status imunisasi lengkap bila kontrol berdasarkan status paparannya
menderita ISPA dapat diharapkan (retrospective) arah pengusutannya,
perkembangan penyakitnya tidak akan rancangan tersebut bergerak dari akibat
menjadi lebih berat. Cara yang terbukti (penyakit) ke sebab (paparan). Subyek
paling efektif saat ini adalah dengan dipilih out come tertentu, lalu dilihat
pemberian imunisasi campak dan kebelakang (backward) tentang status
pertusis (DPT). Kematian pneumonia paparan penelitian yang dialami subyek,
balita dapat dicegah melalui imunisasi dimana desain ini bergerak dari akibat
campak yang efektif sekitar 11% dan penyakit ke sebab atau melihat
dengan imunisasi pertusis (DPT) 6%[8]. kebelakang tentang riwayat status
Beberapa penelitian telah dilaku- paparan penelitian yang dialami subyek.
kan untuk melihat faktor yang mem- Tempat Penelitian ini di
pengaruhi tingginya prevalensi ISPA, di Puskesmas Ngoresan Surakarta, bulan
antaranya yaitu penelitian Deb SK Desember 2016 - Juni 2017.
(1998) melaporkan anak yang tidak
mendapat imunisasi memiliki risiko 2,7 Populasi dalam penelitian ini
kali mengalami ISPA. Wantani[22] adalah seluruh balita yang datang ke
menyebutkan campak, pertusis, dan Puskesmas Ngoresan Surakarta dan
beberapa penyakit lain dapat meningkat- tercatat di buku register MTBS
kan risiko terkena ISPA. (Manajemen Terpadu Balita Sakit) yang
terdiagnosis ISPA. Sampel dalam
Pemberian imunisasi menunjukkan penelitian ini adalah sebagian dari balita
konsistensi dalam pengaruh terhadap yang datang ke Puskesmas Ngoresan
kejadian ISPA. Pada penelitian lain Surakarta. Pada penelitian ini
sebelumnya[9] di Jakarta; Simare-mare[14] pengambilan sampel dilakukan dengan
di Medan; Sukmawati[17] di Maros; teknik quota sampling. Adapun kriteria
Srivsatava[15] di Lucknow India) kasus yaitu pasien ISPA balita usia 1
mengatakan bahwa balita yang tidak tahun yang datang ke Puskesmas
mendapatkan imunisasi berisiko Ngoresan Surakarta, tercatat dalam buku

3
register MTBS pada bulan Januari - Mei Tabel 1menunjukkan mayoritas
2017, bertempat tinggal di wilayah kerja responden berjenis kelamin laki-laki
Puskesmas Ngoresan (Kelurahan yaitu sebanyak 33 orang (51,6%), status
Jebres); dan kriteria kontrol yaitu balita gizi yang paling banyak adalah gizi baik
sehat usia 1 tahun yang bertempat yaitu sebanyak 61 orang (95,3%), dan
tinggal di wilayah kerja Puskesmas berat badan lahir yang paling banyak
Ngoresan (Kelurahan Jebres) dan tidak adalah berat badan lahir normal yaitu
menderita cacat bawaan (kongenital). sebanyak 59 orang (92,2%).
Instrumen yang digunakan dalam
B. Status Imunisasi
penelitian ini adalah wawancara, KMS,
dan Rekam Medis bulan Januari sampai Tabel 2. Data Status Imunisasi Pada
dengan Mei 2017. Kelompok Kasus
Analisis data dalam penelitian ini Status
f Prosentase (%)
menggunakan analisis univariat dan Imunisasi
bivariat yaitu uji statistik Koefisien Lengkap 16 50
Kontingensi dan parameter kekuatan Tidak Lengkap 16 50
Jumlah 32 100
hubungan yang digunakan adalah Odd
Sumber: Data Primer 2017
Rasio (OR).
Pada tabel 2 menunjukkan bahwa
pada kelompok kasus terdapat 16 balita
HASIL DAN PEMBAHASAN (50%) memiliki status imunisasi lengkap
Sampel penelitian berjumlah 64 dan 16 balita (50%) memiliki status
responden, dengan 32 responden kasus imunisasi tidak lengkap.
yaitu balita yang menderita ISPA dan 32 Tabel 3. Data Status Imunisasi Pada
responden kontrol yaitu balita yang tidak Kelompok Kontrol
menderita ISPA. Berikut ini disampaikan
hasil penelitian dalam 2 jenis analisis Status Prosentase
f
Imunisasi (%)
yaitu sebagai berikut.
Lengkap 30 93,8
A. Karakteristik Responden Tidak Lengkap 2 6,3
Jumlah 32 100
Tabel 1. Distribusi Frekuensi
Sumber: Data Primer 2017
Karakteristik Responden
Jenis Data f Persentase (%) Bila dilihat pada tabel 3 diatas,
Jenis Kelamin terlihat bahwa pada kelompok kontrol
Laki-laki 33 51,6 terdapat 30 balita (93,8%) memiliki
Perempuan 31 48,4 status imunisasi lengkap dan 2 balita
Jumlah 64 100 (6,3%) memiliki status imunisasi tidak
Status Gizi
Gizi kurang 3 4,7 lengkap.
Gizi baik 61 95,3
Jumlah 64 100
Berat badan
lahir
BBLR 4 6,3
Normal 59 92,2
Bayi besar 1 1,6
Jumlah 64 100
Sumber: Data Primer 2017

4
C. Kejadian ISPA
Tabel 4. Distribusi Frekuensi ISPA pada Balita di PuskesmasNgoresan Periode
Bulan Januari-Mei 2017
ISPA
Jenis Data Ya Tidak
n % n %
Jenis Kelamin
Laki-laki 17 53,1 16 50
Perempuan 15 46,9 16 50
Jumlah 32 100 32 100
Status Gizi
Gizi kurang 2 6,2 1 3,1
Gizi baik 30 93,8 31 96,9
Jumlah 32 100 32 100
Berat badan lahir
BBLR 3 9,4 1 3,1
Normal 28 87,5 31 96,9
Bayi besar 1 3,1 0 0
Jumlah 32 100 32 100
Sumber: Data Primer 2017
Bila ditinjau dari tabel 4 distribusi dan pada status gizi kurang sebanyak 2
frekuensi ISPA pada balita berdasarkan orang (6,2%). Sedangkan pada balita
karakteristiknya menunjukkan bahwa yang tidak mengalami ISPA sebagian
balita yang dikelompokkan berdasarkan besar balita memiliki gizi yang baik
jenis kelamin didapatkan hasil bahwa yaitu sebanyak 31 orang (96,6%) dan
pada kelompok kasus terdapat balita pada balita dengan gizi kurang sebanyak
yang mengalami ISPA paling banyak 1 orang (3,1%).
pada jenis kelamin laki-laki yaitu Berdasarkan berat badan lahir,
sebanyak 17 orang (53,1%) dan jenis balita yang mengalami ISPA terbanyak
kelamin perempuan sebanyak 15 orang pada riwayat berat lahir normal yaitu
(46,9%). Sedangkan pada kelompok sebanyak 28 orang (87,5%), paling
kontrol balita yang tidak mengalami sedikit pada riwayat berat lahir besar
ISPA sebagian balita yaitu 16 orang (baby giant) sebanyak 1 orang (3,1%)
(50%) dengan jenis kelamin laki-laki dan dan 3 orang (9,4%) lainnya dengan
sebagian lainnya yaitu 16 orang (50%) riwayat BBLR. Sedangkan pada balita
dengan jenis kelamin perempuan. yang tidak mengalami ISPA terbanyak
Berdasarkan status gizi, balita pada riwayat berat lahir normal yaitu
yang mengalami ISPA paling banyak sebanyak 31 orang (96,9%) dan 1 orang
terdapat pada balita dengan status gizi (3,1%) mempunyai riwayat BBLR.
baik yaitu sebanyak 30 orang (93,8%)

5
D. Hubungan antara Status Imunisasi dan Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) pada Balita di Puskesmas Ngoresan Surakarta
Tabel 5. Hubungan Status Imunisasi dan ISPA pada Balita di Puskesmas
Ngoresan Surakarta
ISPA Hasil Uji Statistik
Status Imunisasi Ya Tidak
p value OR
f % f %
Lengkap 16 50 30 93,8
Tidak Lengkap 16 50 2 6,2 0,000 0,067
Jumlah 32 100 32 100
Sumber: Data Primer dan SPSS 17.0 for Windows, 2017
Pada tabel 5 menunjukkan bahwa lengkap. Bayi dan balita yang mem-
sebagian balita yang mengalami ISPA punyai status imunisasi lengkap bila
memiliki status imunisasi tidak lengkap menderita ISPA dapat diharapkan
yaitu sebanyak 16 orang (50%). Sedang- perkembangan penyakitnya tidak akan
kan pada balita yang memiliki imunisasi menjadi lebih berat.
lengkap sebanyak 30 orang (93,8%) Pada penelitian ini juga didapatkan
tidak mengalami ISPA. Sebagian besar sebanyak 2 balita (3,1%) yang memiliki
kematian ISPA berasal dari jenis ISPA status imunisasi tidak lengkap namun
yang berkembang dari penyakit yang tidak mengalami ISPA. Berdasarkan
dapat dicegah dengan imunisasi seperti hasil wawancara yang diperoleh
difteri, pertusis, dan campak, maka menunjukkan pada balita yang memiliki
cakupan peningkatan imunisasi akan status imunisasi tidak lengkap dan tidak
berperan besar dalam upaya pem- tekena ISPA memiliki status gizi yang
berantasan ISPA[8]. baik dan berat badan lahir yang normal.
Meskipun masih terdapat sebagian Menurut Killing[7] semakin baik status
balita yang memiliki imunisasi lengkap gizinya sehingga semakin baik juga
namun tetap mengalami ISPA yaitu kekebalan tubuhnya. Sehingga dalam
sebanyak 16 orang (50%). Hal ini bisa keadaan gizi yang baik, tubuh mem-
dikarenakan adanya balita yang memiliki punyai cukup kemampuan untuk mem-
status gizi kurang dan riwayat BBLR pertahankan diri terhadap infeksi. Dan
serta faktor-faktor lain yang menjadi menurut Wantania[22] berat badan lahir
penyebab terjadinya ISPA yang tidak memiliki peran penting terhadap
ditelusuri dalam penelitian ini sehingga kematian akibat ISPA.
menjadi keterbatasan dalam penelitian Hasil uji hipotesis untuk
ini. Menurut Wantania[22], terdapat mengetahui adakah hubungan antara
banyak faktor yang mendasari perjalanan status imunisasi dengan ISPA pada balita
penyakit ISPA pada anak seperti usia, dapat dilihat pada tabel 4.6 mengenai
jenis kelamin, status gizi, pemberian hasil uji analisis Koefisien Kontingensi.
ASI, BBLR, imunisasi, pendidikan orang Berdasarkan hasil uji ini diperoleh
tua, status sosial ekonomi, penggunaan Approx Sig (p value) sebesar 0,000 (p <
fasilitas kesehatan dan lingkungan. 0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat
Menurut Maryunani[8], untuk hubungan yang bermakna antara status
mengurangi faktor yang meningkatkan imunisasi dengan ISPA pada balita. Hal
mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi

6
ini sesuai dengan pendapat Wantania[22] toksin yang dihasilkan (melekat pada
bahwa imunisasi sebagai salah satu bulu getar saluran nafas atas) akan
faktor yang mendasari perjalanan melumpuhkan bulu getar tersebut
penyakit ISPA. campak, pertusis, dan sehingga menyebabkan gangguan aliran
beberapa penyakit lain dapat meningkat- sekret saluran pernafasan, berpotensi
kan risiko terkena ISPA dan mem- menyebabkan sumbatan jalan napas dan
perberat ISPA itu sendiri, tetapi sebetul- pneumonia[20].
nya hal ini dapat dicegah. Di India, anak Imunisasi hepatitis B tidak
yang baru sembuh dari campak, selama 6 bekaitan langsung dengan penyakit
bulan berikutnya dapat mengalami ISPA ISPA. HIV merupakan faktor risiko
enam kali lebih sering daripada anak ISPA[22]. Kelainan imunologis yang
yang tidak terkena campak. Campak, dapat ditimbulkan oleh infeksi HIV pada
pertusis, dan difteri bersama-sama dapat anak didapatkan adanya antibodi, salah
menyebabkan 15-25% dari seluruh satunya terhadap virus hepatitis B[18].
kematian yang berkaitan dengan ISPA. Penyakit hepatitis juga merupakan efek
Vaksin campak cukup efektif dan samping dari obat isoniazid (obat
dapat mencegah kematian hingga 25%. antituberkulosis) [10].
Usaha global dalam meningkatkan Imunisasi campak merupakan
cakupan imunisasi campak dan pertusis pencegahan untuk penyakit campak dan
telah mengurangi angka kematian ISPA merupakan cara paling efektif untuk
akibat dua penyakit ini. Pada imunisasi mencegah pneumonia, sebab anak yang
BCG bertujuan untuk mencegah terinfeksi campak lebih berisiko untuk
penyakit tuberkulosis yaitu penyakit terkena pneumonia. Pneumonia atau
infeksi menular pada sistem pernapasan infeksi paru merupakan komplikasi
yang disebabkan oleh mikrobakterium campak yang cukup sering[6].
tuberkulosa yang dapat mengenai bagian
paru. Proses penularan ini dapat melalui Hasil penelitian ini juga diperoleh
proses udara atau langsung, seperti saat kekuatan hubungan menggunakan Odd
batuk[5]. Rasio (OR) yaitu sebesar 0,067, artinya
balita dengan status imunisasi lengkap
Imunisasi polio bertujuan untuk mempunyai kemungkinan 0,067 kali
mencegah penyakit poliomielitis dengan untuk mengalami ISPA dibandingkan
gejala setelah panas singkat anak meng- dengan balita yang tidak imunisasi
alami kekakuan leher dan paralisis lengkap.
flaksid yang asimetris dan berlanjut
menjadi paralisis bulbar atau pernapasan. Hasil penelitian ini didukung oleh
Virus polio masuk ke dalam tubuh penelitian yang dilakukan oleh
melalui saluran pernapasan atas dan Wahuddin [21]
yang berjudul “Faktor
saluran pencernaan. Komplikasi utama yang berhubungan dengan kejadian
adalah gagal napas[12] [22]. ISPA pada anak balita di Desa
Bontongan Kabupaten Enrekang”. Hasil
Imunisasi DPT bertujuan untuk penelitian tersebut menunjukkan ada
mencegah penyakit difteri, pertusis, dan hubungan yang signifikan antara status
tetanus. Kuman difteri menempel dan imunisasi dan ISPA dengan nilai p value
berkembangbiak pada mukosa saluran = 0,045 (p < 0,005).
napas atas[24]. Pertusis merupakan
penyakit yang bersifat toxin-mediated,

7
Penelitian ini juga sejalan dengan Keterbatasan penelitian ini adalah
penelitian Nasution[9] di Jakarta tentang faktor predisposisi terjadinya ISPA yang
“Infeksi Saluran Napas Akut pada Balita lainnya tidak semua dibahas dalam
di Daerah Urban Jakarta” didapatkan penelitian ini dikarenakan banyak aspek
hubungan bermakna antara pajanan dan keterbatasan dari peneliti sendiri.
riwayat imunisasi dengan nilai p=0,017. Namun, ada pun kelebihan dalam
Pada penelitian Simare-mare[14] di penelitian ini yaitu peneliti mengguna-
Medan dengan nilai p=0,038 dan nilai kan metode penelitian kasus kontrol
OR=0,253 menunjukkan bahwa balita sehingga adanya kesamaan ukuran
yang status imunisasi tidak lengkap waktu antara kelompok kasus dengan
mempunyai peluang 0,253 kali untuk kelompok kontrol, adanya pembatasan
terjadi ISPA dibanding balita yang status atau pengendalian faktor risiko sehingga
imunisasinya lengkap. Didukung juga hasil penelitian lebih tajam dan
oleh penelitian Damanik (2013) di kelompok kontrol dapat digunakan untuk
Medan dengan nilai p=0,037 dan memperkuat ada tidaknya hubungan
OR=3,763; Sugihartono (2012) di Pagar sebab-akibat, serta tidak memerlukan
Alam nilai 0,012 dan nilai OR = 3,357; waktu lama (lebih ekonomis).
Sukmawati dan Sri (2010) di Maros
dengan nilai p=0,026; Srivsatava (2014)
di Lucknow India; Sadono dkk (2005) di SIMPULAN DAN SARAN
Blora dan Fonseca W (1996) di Brazil.
A. Simpulan
Berbeda dengan hasil penelitian
Killing (2016) menemukan bahwa tidak Sebagian besar balita di Puskesmas
ada hubungan yang bermakna antara Ngoresan Surakarta memiliki imunisasi
status imunisasi dengan ISPA pada lengkap sebanyak 46 orang (71,9%),
balita. Pada penelitian Taisir (2005) di sedangkan imunisasi tidak lengkap
Aceh Selatan menyatakan bahwa sebanyak 18 orang (28,1%).
hubungan status imunisasi dengan ISPA Sebagian balita yang mengalami
pada balita tidak secara langsung. ISPA sebanyak 32 orang (50%) sebagai
Kebanyakan kasus ISPA disertai dengan kelompok kasus dan sebagian lain
komplikasi campak yang merupakan merupakan balita yang tidak mengalami
faktor risiko ISPA yang dapat dicegah ISPA sebanyak 32 orang (50%) sebagai
dengan imunisasi. Jadi, imunisasi kelompok kontrol.
campak dan DPT yang diberikan bukan
untuk memberikan kekebalan tubuh Terdapat hubungan yang bermakna
terhadap ISPA secara langsung, antara status imunisasi dan ISPA pada
melainkan hanya untuk mencegah faktor balita di Puskesmas Ngoresan Surakarta,
yang memacu terjadinya ISPA. diperoleh nilai p=0,000 atau p < 0,05dan
OR = 0,067, artinya balita dengan status
Berdasarkan hasil penelitian diatas imunisasi lengkap mempunyai kemung-
dapat dibuktikan bahwa hipotesis kinan 0,067 kali untuk mengalami ISPA
diterima yaitu terdapat hubungan antara dibandingkan dengan balita yang tidak
status imunisasi dan infeksi saluran imunisasi lengkap.
pernafasan akut (ISPA) pada balita di
Puskesmas Ngoresan Surakarta.

8
B. Saran %20Usia%2012-
24%20Bulan%20di%20Wilayah%2
Bagi masyarakat khususnya orang 0Kerja%20Puskesmas%20Glugur%
tua yang memiliki balita diharapkan 20Darat%20Kota%20Medan –
untuk memberikan imunisasi yang leng- Diakses Januari 2017.
kap kepada anaknya. Selain itu, dianjur-
kan ibu-ibu secara rutin membawa anak 2. Deb SK (1998) Acute respiratory
balita ke posyandu agar dapat dipantau disease survey in Tripura in case of
kelengkapan imunisasi maupun tumbuh children below five years of age. J
kembang pada anak. Indian Med Assoc. 96(4):111-6.
Penelitian ini hanya meneliti salah 3. Dinkes Kota Surakarta (2014).
satu faktor risiko yang dapat menyebab- Profil kesehatan kota surakarta
kan terjadinya ISPA pada balita. Penulis tahun 2014.
berharap pada penelitian selanjutnya http://www.depkes.go.id/resources/d
agar dapat mengembangkan penelitian ownload/profil/PROFIL_KAB_KO
ini dengan desain penelitian, metode TA_2014/3372_Jateng_Kota_Surak
pengambilan sampel yang berbeda dan arta_2014.pdf -Diakses Desember
meneliti lebih lanjut mengenai faktor- 2016.
faktor lain yang dapat menyebabkan
ISPA pada balita seperti lama pemberian 4. Fonseca W, Victoria CG, Flores JA,
ASI, pemberian vitamin A, pendidikan Kirkwood BR, Fuchs SR, Misago C
orang tua, status sosial ekonomi, dan (1996). Risk factors for childhood
lingkungan (polusi udara, ventilasi, pneumonia among the urban poor in
orang tua perokok, musim, penyakit lain Fortaleza, Brazil. Bulletin of the
dan bencana alam) agar didapatkan hasil world health organization,
yang lebih sempurna dan lebih baik lagi. 72(2):199-208.
5. Hidayat AAA (2011). Pengantar
DAFTAR PUSTAKA ilmu kesehatan anak untuk
pendidikan kebidanan. Jakarta:
1. Damanik PEG, Siregar MA, dan Salemba Medika, pp: 54-7.
Aritonang EY (2013). Hubungan
status gizi, pemberian asi eksklusif, 6. Kemenkes RI (2012). Pedoman
status imunisasi dasar dengan pengendalian infeksi saluran
kejadian infeksi saluran pernafasan pernafasan akut. Jakarta:
akut (ispa) pada anak usia 12-24 Kementerian Kesehatan RI.
bulan di wilayah kerja puskesmas
7. Killing M, Suoth S, Tandipajung T
glugur darat kota Medan. Jurnal
(2016). Hubungan status gizi dan
USU.
status imunisasi dengan kejadian
http://download.portalgaruda.org/art
infeksi saluran pernafasan akut pada
icle.php?article=299215&val=4108
anak balita di wilayah kerja
&title=Hubungan%20Status%20Giz
puskesmas ratotok. E-Journal
i,%20Pemberian%20ASI%20Eksklu
Sariputra, 3(2):48-55.
sif,%20Status%20Imunisasi%20Das
ar%20dengan%20Kejadian%20Infe 8. Maryunani A (2010). Ilmu
ksi%20Saluran%20Pernapasan%20 kesehatan anak dalam kebidanan.
Akut%20(ISPA)%20pada%20Anak Jakarta: Trans Info Media, p: 16.

9
9. Nasution K, Sjahrullah MAR, 14. Simare-mare BA (2014). Hubungan
Brohet KE, Wibisana KA, Yassien status imunisasi dengan infeksi
MR, Ishak LM, Pratiwi L et al saluran pernafasan akut (ISPA)
(2009). Infeksi saluran napas akut pada balita sakit (1-5 tahun) di
pada balita di daerah urban jakarta. puskesmas teladan medan tahun
Dalam: Dr. Bernie Endyarni, SpA. 2014, Universitas Sumatera Utara,
Divisi tumbuh kembang-pediatri Medan. Skripsi.
sosial departemen ilmu kesehatan
anak FKUI/RSCM Jakarta. Sari 15. Srivsatava JP, Arun A, Gupta P, and
Pediatri. 11(4):223-228. Sachan B (2013). Study on
prevalence of acute respiratory tract
10. Rahajoe NN, Supriyatno B, infections (ARI) in under five
Darmawan BS (2008). Buku Ajar children in lucknow district.
Respirologi. Jakarta: Badan Penerbit National Journal of Medical
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Reasearch. 4(4):298-302.
11. Riskesdas (2013). Riset Kesehatan 16. Sugihartono dan Narjazuli (2012).
Dasar. Jakarta: Badan Penelitian Analisis faktor risiko kejadian
dan Pengembangan Kesehatan pneumonia pada balita di wilayah
Kementerian Kesehatan RI, pp: 98- kerja puskesmas sidorejo kota pagar
9. alam. Jurnal Kesehatan Lingkungan
http://www.depkes.go.id/resources/d Indonesia. 11(1):82-6.
ownload/general/Hasil%20Riskesda
s%202013 - Diakses Desember 17. Sukmawati dan Ayu SD (2010).
2016. Hubungan status gizi, berat badan
lahir (BBL), imunisasi dengan
12. Rusmil K, Suyitno H, Ismudijanto, kejadian infeksi saluran pernafasan
Pusponegoro H (2011). akut (ISPA) pada balita di wilayah
Poliomielitis. Dalam: Ranuh IGNG, kerja puskesmas tunikamaseang
Suyitno H, Hadinegoro SRS, kabupaten maros. Media Gizi
Kartasasmita CB, Ismoedijanto, Pangan. X(2):16-20.
Soedjatmiko (eds). Buku pedoman
imunisasi di Indonesia. Edisi ke 4. 18. Suwendra R, Purniti PS (2008).
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Penyakit paru pada anak dengan
Dokter Anak Indonesia, pp: 264-77. infeksi HIV. Dalam: Rahayoe NN,
Supriyatno B, Setiyanto DB (eds).
13. Sadono (2005). Bayi berat lahir Buku ajar respirologi anak. Edisi ke
rendah sebagai salah satu faktor 1. Jakarta: Pusat Penerbitan Ikatan
risiko infeksi saluran pernafasan Dokter Anak Indonesia, p: 452.
akut pada bayi (Studi Kasus di
Kabupaten Blora).Jurnal 19. Taisir (2005). Faktor-faktor yang
Epidemiologi Universitas berhubungan dengan kejadian ISPA
Diponegoro.http://eprints.undip.ac.i pada balita di Kelurahan Lhok
d/5249/1/Sadono_Wiwoho.pdf - Bengkuang Kecamatan Tapaktuan
Diakses Desember 2016. Aceh Selatan tahun 2005.
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Skripsi.

10
20. Tumbelaka AR, Hadinegoro SRS, Buku ajar respirologi anak. Edisi ke
Ismoedijanto (2011). Difteria 1. Jakarta: Pusat Penerbitan Ikatan
Tetanus Pertusis . Dalam: Ranuh Dokter Anak Indonesia, p: 268-75.
IGNG, Suyitno H, Hadinegoro SRS,
Kartasasmita CB, Ismoedijanto, 23. WHO (2007). Pencegahan dan
Soedjatmiko (eds). Buku pedoman pengendalian infeksi saluran
imunisasi di Indonesia. Edisi ke 4. pernapasan akut (ISPA) yang
Jakarta: Badan Penerbit Ikatan cenderung menjadi epidemi dan
Dokter Anak Indonesia, p: 289. pandemi di fasilitas pelayanan
kesehatan.http://apps.who.int/iris/bit
21. Wahiduddin, Marhamah, Arsin AA stream/10665/69707/14/WHO_CDS
(2013). Faktor yang berhubungan _EPR_2007.6_ind.pdf - Diakses
dengan kejadian ISPA pada anak Desember 2016.
balita di Desa Bontongan
Kabupaten 24. Widoyono (2011). Penyakit tropis
Enrekang.http://repository.unhas.ac. epidemiologi, penularan,
id/bitstream/handle/123456789/460 pencegahan, dan
2/MARHAMAH_K11109323.pdf?s pemberantasannya. Jakarta:
equence=1 – Diakses Maret 2017. Erlangga, p: 204-5.

22. Wantania JM, Naning R, dan 25. Zain S (1992). Ilmu kesehatan anak
Wahani A (2008). Infeksi respiratori untuk perawat. Dalam: Al Speirs
akut. Dalam: Rahayoe NN, (ed) Buku paediatrics for nurses.
Supriyatno B, Setiyanto DB (eds). Semarang: IKIP Semarang Press, p:
183.

11

Anda mungkin juga menyukai