Pembimbing :
Disusun oleh :
2020
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
ASFIKSIA NEONATORUM
Referat ini telah diperiksa dan disetujui sebagai salah satu tugas dalam
rangka menyelesaikan studi kepaniteraan Dokter Muda di Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Haji Surabaya.
I
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat berjudul
Asfiksia neonatorum sebagai tugas kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Kesehatan Anak. Tak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih
kepada dr. Monique Noorvitry, Sp.A, selaku dokter pembimbing, yang
telah memberi arahan dan masukan kepada penulis sehingga penulis
mampu menyelesaikan referat ini. Keberhasilan dalam menyelesaikan
referat ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu,
penulis menyampaikan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian referat ini.
Penulis
II
DAFTAR ISI
III
BAB I
PENDAHULUAN
1
neonatorum di Indonesia kurang lebih 40/1000.Angka Kematian Bayi
(AKB) adalah jumlah kematian bayi ( 0-12 bulan ) per 1000 kelahiran
hidup dalam kurun waktu satu tahun. Angka Kematian Bayi (AKB) di
Provinsi Jawa Tengah tahun 2008 sebesar 9,17/1.000 kelahiran hidup,
menurun bila dibandingkan dengan tahun 2007 sebesar 10,48/1.000
kelahiran hidup. Apabila dibandingkan dengan target dalam Indikator
Indonesia Sehat tahun 2010 sebesar 40/1.000 kelahiran hidup, maka AKB
di Provinsi Jawa Tengah tahun 2008 sudah melampaui target, demikian
juga bila dibandingkan dengan cakupan yang diharapkan dalam Millenium
Development Goal’s (MDG’s) ke- 4, pada tahun 2015 yaitu 17/1.000
kelahiran hidup.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
apnea primer. Perlu diketahui bahwa kondisi pernafasan megap-megap
dan tonus otot yang turun juga dapat terjadi akibat obat-obat yang
diberikan kepada ibunya. Biasanya pemberian perangsangan dan oksigen
selama periode apnea primer dapat merangsang terjadinya pernafasan
spontan. Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan
megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah
bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat lemas (flaccid).
Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode
apnea yang disebut apnea sekunder.
2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi Asfiksia Berdasarkan APGAR Score
4
Usaha Tidak Ada Lambat, tidak Menangis
Bernafas teratur Kuat
Keterangan:
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5,
bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5
menit sampai skor mencapai 7. Nilai apgar berguna untuk menilai
keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan
untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila
bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar). Asfiksia
neonatorum di klasifikasikan :
3) . Asfiksia Berat
5
bunyi jantung menghilang post partum, pemeriksaan fisik sama
pada asphyksia berat.
2.1.3 Etiologi
Towel (1966) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan
pernafasan pada bayi yang terdiri dari :
1. Faktor Ibu
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan
mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan
plasenta dan lain-lain.
3. Faktor fetus
6
4. Faktor neonatus
Depresi tali pusat pernafasan bayi baru lahir dapat terjadi karena
beberapa hal, yaitu :
2.1.4 Patogenesis
Gangguan suplai darah teroksigenasi melalui vena umbilical dapat
terjadi pada saat antepartum, intrapartum, dan pascapartum saat tali
pusat dipotong. Hal ini diikuti oleh serangkaian kejadian yang dapat
diperkirakan ketika asfiksia bertambah berat.
A. Awalnya hanya ada sedikit nafas. Sedikit nafas ini dimaksudkan untuk
mengembangkan paru, tetapi bila paru mengembang saat kepala dijalan
lahir atau bila paru tidak mengembang karena suatu hal, aktivitas
singkat ini akan diikuti oleh henti nafas komplit yang disebut apnea
primer.
7
C. Frekuensi jantung menurun selama apnea primer dan akhirnya turun di
bawah 100 kali/menit. Frekuensi jantung mungkin sedikit meningkat
saat bayi bernafas terengah-engah tetapi bersama dengan menurun
dan hentinya nafas terengah-engah bayi, frekuensi jantung terus
berkurang. Keadaan asam-basa semakin memburuk, metabolisme
selular gagal, jantungpun berhenti. Keadaan ini akan terjadi dalam
waktu cukup lama.
8
2.1.6 Diagnosis
Neonatus yang mengalami asfiksia bisa didapatkan riwayat
gangguan lahir, lahir tidak bernafas dengan adekuat, Riwayat ketuban
bercampur mekoneum. Temuan klinis yang didapatkan pada neonatus
dengan asfiksia neonatorum dapat berupa lahir tidak bernadas/megap-
megap, denyut jantung <100x/menit, kulit sianosis atau pucat dan tonus
otot yang melemah. Secara klinis dapat digunakan skor APGAR pada
menit ke-1, 5 dan 10 untuk mendiagnosa dan mengklasifikasikan derajat
asfiksia secara cepat. Skor APGAR biasanya dinilai pada menit pertama
kemudian pada menit ke-5. Jika nilainya pada menit ke-5 kurang dari 7,
tambahan penilaian harus dilakukan setiap 5 menit sampai 20 menit.
Walaupun skor APGAR bukan merupakan nilai prediksi yang baik untuk
hasil, akan tetapi perubahan nilai yang terjadi pada saat resusitasi dapat
menggambarkan bagaimana bayi memberikan respon terhadap Tindakan
resusitasi.
9
ketuban pada presentasi-kepala dapat merupakan indikasi untuk
mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
1. CT skan kepala
3. Foto Thorax
10
2.1.8 Diagnosis banding
Hipoksia Pulmonal:
2. Pneumonia.
Ekstra Pulmonal:
2. Sepsis neonatorum.
2.1.9 Tatalaksana
Bayi baru lahir dalam apnu primer dapat memulai pola pernapasan
biasa, walaupun mungkin tidak teratur dan mungkin tidak efektif, tanpa
intervensi khusus. Bayi baru lahir dalam apnu sekunder tidak akan
bernapas sendiri. Pernapasan buatan atau tindakan ventilasi dengan
tekanan positif (VTP) dan oksigen diperlukan untuk membantu bayi
memulai pernapasan pada bayi baru lahir dengan apnu sekunder.
Semakin lama kita menunda upaya pernapasan buatan, semakin lama
bayi memulai pernapasan spontan. Penundaan dalam melakukan upaya
pernapasan buatan, walaupun singkat, dapat berakibat keterlambatan
pernapasan yang spontan dan teratur. Perhatikanlah bahwa semakin
lama bayi berada dalam apnu sekunder, semakin besar kemungkinan
terjadinya kerusakan otak.
11
mencegah asfiksia progresif. Resusitasi bertujuan memberikan ventilasi
yang adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk
menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan alat – alat vital lainnya.
12
semua bayi perlu penilaian awal dan harus dipastikan bahwa setiap
langkah dilakukan dengan benar dan efektif sebelum ke langkah
berikutnya. Secara garis besar pelaksanaan resusitasi mengikuti
algoritma resusitasi neonatal.
13
14
Prinsip dasar tatalaksana bayi baru lahir yang mengalami asfiksia
meliputi:
3.Pada dasarnya pada setiap bayi baru lahir kita harus melakukan
penilaian terhadap 5 hal : Apakah air ketuban tanpa mekonium ?
Apakah bayi bernafas atau menangis? Apakah tonus otot baik?
Apakah warna kulit merah muda? Apakah bayi cukup bulan ?
(lihat bagan).
2.1.10 Komplikasi
Asfiksia neonatorum dapat menyebabkan komplikasi pasca hipoksia,
antara lain berikut ini:
15
1) Pada keadaan hipoksia akut akan terjadi redistribusi aliran darah
sehingga organ vital seperti otak, jantung, dan kelenjar adrenal
akan mendapatkan aliran yang lebih banyak dibandingkan organ
lain. Perubahan dan redistribusi aliran terjadi karena penurunan
resistensi vascular pembuluh darah otak dan jantung serta
meningkatnya asistensi vascular di perifer.
3. Gastrointestinal: enterokolitisnekrotikana.
16
2.1.11 Edukasi
Mengedukasi kepada ibu dimana Asfiksia neonatorum adalah gagal
napas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat
sesudah lahir.
Mengedukasi kepada ibu dimana penyebab asfiksia adalah
gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga oksigen ke bayi
menjadi berkurang.
2.1.12 Preventif
A. Pencegahan secara Umum
Pencegahan terhadap asfiksia neonatorum adalah dengan
menghilangkan atau meminimalkan faktor risiko penyebab asfiksia.
Derajat kesehatan wanita, khususnya ibu hamil harus baik. Komplikasi
saat kehamilan, persalinan dan melahirkan harus dihindari. Upaya
peningkatan derajat kesehatan ini tidak mungkin dilakukan dengan satu
intervensi saja karena penyebab rendahnya derajat kesehatan wanita
adalah akibat banyak faktor seperti kemiskinan, pendidikan yang rendah,
kepercayaan, adat istiadat dan lain sebagainya. Untuk itu dibutuhkan
kerjasama banyak pihak dan lintas sektoral yang saling terkait. Adanya
kebutuhan dan tantangan untuk meningkatkan kerjasama antar tenaga
obstetri di kamar bersalin. Perlu diadakan pelatihan untuk penanganan
situasi yang tak diduga dan tidak biasa yang dapat terjadi pada persalinan.
Setiap anggota tim persalinan harus dapat mengidentifikasi situasi
persalinan yang dapat menyebabkan kesalahpahaman atau
menyebabkan keterlambatan pada situasi gawat. Pada bayi dengan
prematuritas, perlu diberikan kortikosteroid untuk meningkatkan maturitas
paru janin.
17
Yang harus diperhatikan:
a. Bila ibu anemis, perbaiki keadaan ini dan bila ada perdarahan
berikan oksigen dan darah segar.
b. Jangan berikan obat bius pada waktu yang tidak tepat, dan
jangan menunggu lama pada kala II
18
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) adalah kegagalan nafas secara
spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir.Keadaan
ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.Asfiksia
neonatorum di klasifikasikan menggunakan APGAR SCORE. Faktor-faktor
risiko terjadinya asfiksia neonatorum adalah faktor ibu, faktor plasenta, faktor
janin, dan faktor persalinan. Dimana ditandai dengan adanya DJJ<100x/menit,
takipnea, Tonus otot buruk, Depresi pernafasan, Sianosis, dan Pucat.
Sedangkan dalam pemeriksaan analisis gas darah, pada asfiksia neonatus
didapatkan PaO2 < 50mmH2O, PaCO2 >55 mmH2O dan pH <7,3. Terapi
utama dalam kasus ini adalah melakukan resusitasi. Resusitasi bertujuan
memberikan ventilasi yang adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung
yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan alat – alat
vital lainnya. Asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir dapat menimbulkan
komplikasi jika tidak segera tertangani, seperti hipoksia iskemik ensefalopati,
edema serebri, hipertensi pulmonal presisten pada neonatus dan komplikasi
pada organ yang lainnya.
19
DAFTAR PUSTAKA
Lee, et. al. 2008. “Risk Factors for Neonatal Mortality Due to the birth
Asphyxia in Southern Nepal : A Prospective, Community-Based
Cohort Study”. Journal Pediatrics Vol. 121 No. 5 May 1, 2008.
Amerika:American academic of pediatric
Saifuddin, AB. 2009. Masalah Bayi Baru Lahir. Dalam; Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Cetakan Kelima. Jakarta, hal. 347 –
54