Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN INDIVIDU

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN NEONATAL

PADA By. Ny.”A” G1P00000 USIA 0 HARI DENGAN ASFIKSIA SEDANG

DI PMB NY. WIDIYASTUTI

Dosen Pembimbing: Sulikah, S.ST, M.Kes

Disusun Oleh :
DEBBY RAHMAWATI
P27824218029

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN KAMPUS MAGETAN
MAGETAN
2020
LAPORAN INDIVIDU

ASUHAN KEBIDANAN KEGAWATDARURATAN NEONATAL

PADA By. Ny. “A” G1P00000 USIA 0 HARI DENGAN ASFIKSIA SEDANG

DI PMB NY. WIDIYASTUTI

Dosen Pembimbing: Sulikah, S.ST, M.Kes

Disusun Oleh :

DEBBY RAHMAWATI

P27824218029

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN KAMPUS MAGETAN
MAGETAN
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan individu Asuhan Kebidanan yang disusun oleh mahasiswa


semester IV Prodi D III Kebidanan Kampus Magetan Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kememkes Surabaya tahun akademik 2020/2021 dengan judul
“Asuhan Kebidanan Gadar Neonatal Pada By. Ny. “A” Usia 0 Hari dengan
Asfiksia Sedang” ini sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.

Tempat Praktik PMB Ny. Widiyastuti

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Ruangan

Sulikah, S.ST., M.Kes Widiyastuti, S.ST


NIP 1968062311988032001

ii
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah


memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan dengan judul “Asuhan Kebidanan Gadar Neonatal Pada By. Ny. “A” Usia
0 Hari Dengan Asfiksia Sedang” ini dengan baik.

Laporan ini disusun dalam rangka memenuhi tugas pengalaman belajar


praktik di Prodi Kebidanan Magetan. Dalam penyusunan laporan ini, penyusun
mendapat bantuan, pengarahan, dan bimbingan. Untuk itu, kami pada kesempatan
ini mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Teta Puji Rahayu, S.ST., M.Kes selaku Ketua Prodi DIII Kebidanan
Kampus Magetan
2. Ibu Sulikah, S.ST, M.Kes, selaku Pembimbing Akademik Program Studi DIII
Kebidanan Kampus Magetan.
3. Widiyastuti, S.ST selaku Pembimbing praktek
4. Semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan dan penyusunan laporan
ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
penulis memohon kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan pembuatan
laporan dimasa yang akan datang.
Semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya.

Magetan, Januari 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Lembar Pengeshan................................................................................................ii
Kata Pengantar......................................................................................................iii
Daftar Isi................................................................................................................iv
BAB 1 TINJAUAN TEORI
1.1 Tinjauan Teori Asfiksia...................................................................................1
1.1.1 Pengertian Asfiksia................................................................................1
1.1.2 Etilogi dan Faktor Risiko......................................................................1
1.1.3 Patofisiologi ..........................................................................................3
1.1.4 Klasifikasi Asfiksia...............................................................................4
1.1.5 Tanda dan Gejala...................................................................................5
1.1.6 Diagnosa................................................................................................6
1.1.7 Pelaksanaan Resusitasi .........................................................................6
1.1.8 Penatalaksanaan Berdasarkan Apgar Skore..........................................9
1.1.9 Komplikasi............................................................................................10
1.1.10 Prognosa...............................................................................................11
1.1.11 Asuhan Pasca Resusitasi......................................................................11
1.2 Tinjauan Teeri Asuhan Kebidanan..................................................................12
1.2.1 Pengkajian Data......................................................................................12
1.2.2 Diagnosa Kebidanan...............................................................................17
1.2.3 Perencanaan............................................................................................17
1.2.4 Pelaksanaan............................................................................................18
1.2.5 Evaluasi..................................................................................................19
BAB 2 TINJAUAN KASUS
2.1 Data Subjektif..................................................................................................20
2.2 Data Objektif...................................................................................................21
2.3 Asassment........................................................................................................22
2.4 Penatalaksanaan...............................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB 1
TINJAUAN TEORI

1.1 Tinjauan Teori Asfiksia


1.1.1 Pengertian Asfiksia
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh
hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-
faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir
(Saifuddin, 2016)
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur
pada saat lahir atau beberapa saat setelah saat lahir yang ditandai dengan
hipoksemia, hiperkarbia, dan asidosis (Anik & Eka, 2013:296).
Asfiksia adalah kegagalan untuk memulai dan melanjutkan pernafasan
secara spontan dan teratur pada saat bayi baru lahir atau beberapa saat
sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam kondisi asfiksia (Asfiksia Primer)
atau mungkin dapat bernafas tetapi kemudian mengalami asfiksia beberapa
saat setelah lahir (Asfiksia Sekunder) ( Icesmi & Sudarti, 2014:158)
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan
untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut
yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan,
beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan
asfiksia.
1.1.2 Etiologi dan Faktor Risiko
Pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama
kelahiran kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila didapati adanya
gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janin akan
berakibat asfiksia 28 janin. Gangguan ini dapat timbul pada masa
kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Hampir sebagian besar
asfiksia bayi baru lahir merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itu

1
2

penilaian janin selama masa kehamilan dan persalinan memegang peranan


penting untuk keselamatan bayi.
Menurut Gomella (2009) yang dikutip dari AHA dan American
Academy of Pediatrics (AAP) faktor-faktor penyebab kegagalan pernafasan
pada bayi yang terdiri dari :
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu : hal ini berakibat pada hipoksia janin. Hipoksia ibu
dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik
atau anestesia lain.
b. Ganggguan aliran darah uterus : berkurangnya aliran darah pada
uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta
dan janin.
c. Ibu ekslamsia dan Preeklamsia
d. Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
e. Partus lama atau partus macet
f. Demam selama persalinan Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
g. Kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan mendadak
pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan plasenta,plasenta
pendek dan lain-lain
3. Faktor janin
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah
dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas
antara ibu dan janin. Hal ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat
menumbung, tali pusat melilit leher dan lain-lain
4. Faktor neonates
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena
beberapa hal, yaitu :
a. Pemakaian obat anestesi dan analgesia yang berlebihan
3

b. Trauma persalinan seperti tindakan forceps


c. Kelainan kongenital bayi seperti hernia diafragmatika, atresia saluran
pernafasan, hipoplasia paru dan lain-lain
d. Faktor tali pusat
e. Seperti lilitan tali pusat,tali pusat pendek,simpul tali pusat, prolapsus
tali pusat
f. Bayi Prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
g. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep
h. Kelainan bawaan (kongenital)
i. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
1.1.3 Patofisiologi
Menurut Hasan, pernafasan spontan bayi baru lahir tergantung kepada
kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri
selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi
(asfiksia transien). Proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang
kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi “Primary gasping” yang
kemudian akan berlanjut dengan pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak
mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat
mengatasinya.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen
selama kehamilan atau persalinan, akan terjadi asfiksia yang lebih berat.
Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi
akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat
reversibel atau tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia
yang terjadi dimulai dengan suatu periode atau (Primary apnoea) disertai
dengan penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan
memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh
pernafasan teratur.
Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi
selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (secondary apnoea). Pada
4

tingkat ini di samping bridakardia ditemukan pula penurunan tekanan


darah.
1.1.4 Klasifikasi Asfiksia
1. Menurut Anik dan Eka (2013:296) klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai
APGAR :
a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
1) Frekuensi jantnng kecil, yaitu < 40 kali per menit.
2) Tidak ada usaha napas.
3) Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada.
4) Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan.
5) Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu.
6) Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah
persalinan.
b. Asfiksia ringan sedang dengan nilai 4-6.
1) Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali permenit.
2) Usaha napas lambat.
3) Tonus otot biasanya dalam keadaan baik.
4) Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan.
5) Bayi tampak sianosis.
6) Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses
persalinan.
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-10
1) Takipnea dengan napas lebih dari 60 kali per menit.
2) Bayi tampak sianosis.
3) Adanya retraksi sela iga.
4) Bayi merintih (grunting)
5) Adanya pernapasan cuping hidung.
6) Bayi kurang aktifitas.
7) Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi, rales, dan
wheezing positif (Dewi, 2010).
5

Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen


selama kehamilan atau persalinan akan terjadi asfiksia berat.
2. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
3. Score Downes
PENILAIAN KEEFEKTIFAN PERNAFASAN PADA BAYI RDS
DOWNES SCORE
No Hal Yang Dinilai Skor*)
1. Frekuensi Nafas
        <60 kali/menit 0
        60-80 kali/menit 1
        >80 kali/menit 2
2 Retraksi
        Tidak ada 0
        Ringan 1
        Berat 2
3 Sianosis
        Tidak ada 0
        Hilang dengan O2 1
        Menetap walaupun diberi O2 2
4 Air Entry
        Udara masuk 0
        Penurunan ringan udara masuk 1
        Tidak ada udara masuk 2
5 Merintih
        Tidak merintih 0
        Dapat didengar dengan stetoscope 1
        Dapat didengar tanpa alat bantu 2
*) Nilai harus nol (0) untuk semua item yang dinilai, jika tidak maka perlu
mendapatkan perawatan intensif
1.1.5 Gejala dan Tanda-tanda Asfiksia
1. Tidak bernafas atau nafas mega-megap
2. Warna kulit kebiruan
3. Kejang
4. Penurunan kesadaran
5. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur
6. Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala
6

1.1.6 Diagnosa
Menurut Anik dan Eka (2013:302), untuk menegakkan diagnosis,
dapat dilakukan dengan berbagai cara dan pemeriksaan berikut ini:
1. Anamnesis:
Anamnesis diarahkan untuk mencari faktor resiko terhadap terjadinya
asfiksia neonatorium.
2. Pemeriksaan fisik
Memperhatikan apakah terdapat tanda-tanda berikut atau tidak, antara
lain:
a. Bayi tidak bernafas atau menangis
b. Denyutjantung kurang dari 100x/menit
c. Tonus otot menurun
d. Bisa didapatkan cairan ketuban ibu bercampur mekonium, atau sisa
mekonium pada tubuh bayi
e. BBLR
1.1.7 Pelaksanaan Resusitasi
Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal secara
cepat supaya bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau tidak.
Tindakan ini merupakan langkah awal resusitas bayi baru lahir. Tujuannya
supaya intervensi yang diberikan bisa dilaksanakan secara tepat dan cepat
(tidak terlambat).
1. Membuka Jalan Nafas
Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.
Metode :
a. Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
b. Letakkan bayi secara terlentang atau miring dengan leher agak
ekstensi/ tengadah. Perhatikan leher bayi agar tidak mengalami
ekstensi yang berlebihan atau kurang. Ekstensi karena keduanya
akan menyebabkan udara yang masuk ke paru-paru terhalangi.
c. Letakkan selimut atau handuk yang digulung dibawah bahu sehingga
terangkat 2-3 cm diatas matras.
7

d. Apabila cairan/lendir terdapat bar dalam mulut, sebaiknya kepala


bayi dimiringkan supaya lendir berkumpul di mulut (tidak
berkumpul di farings bagian belakang) sehingga mudah disingkirkan.
2. Membersihkan Jalan Nafas
a. Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium, hisap cairan dari
mulut dan hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian
hidung.
b. Apabila air ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari
trakea, sebaiknya menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET).
c. Urutan kedua metode membuka jalan nafas ini bisa dibalik,
penghisapan terlebih dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi
yang benar, pembersihan jalan nafas pada semua bayi yang sudah
mengeluarkan mekoneum, segera setelah lahir (sebelum baru
dilahirkan) dilakukan dengan menggunakan keteter penghisap no 10
F atau lebih. Cara pembersihannya dengan menghisap mulut, faring
dan hidung.
3. Mencegah Kehilangan Suhu Tubuh / Panas
Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas.
Metode :
a. Meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant
warmer) dengan temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi
preterm 35°C.
b. Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk
dan selimut hangat, keuntungannya bayi bersih dari air ketuban,
mencegah kehilangan suhu tubuh melalui evaporosi serta dapat pula
sebagai pemberian rangsangan taktik yang dapat menimbulkan atau
mempertahankan pernafasan.
c. Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau
apabila suhu ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan
sehelai plastik tipis yang tembus pandang.
8

4. Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)


Tujuan : untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.
Metode :
a. Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
b. Agar VTP efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan
tekanan ventilasi harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60
kali/menit.
c. Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut :
7) Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40 cm H2O.
8) Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O.
9) Bayi dengan kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat
turunnya compliance membutuhkan 20-40 cm H2O.
10) Tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila digunakan balon
yang mempunyai pengukur tekanan.
5. Observasi gerak dada bayi
Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa sungkup
terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik
nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik
nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang
berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan
pneumotoraks.
6. Observasi gerak perut bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif.
Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara kedalam lambung.
7. Penilaian suara nafas bilateral
Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara
nafas di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat
ventilasi yang benar.
8. Observasi pengembangan dada bayi
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi
meremas balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan
9

oleh salah satu sebab berikut yakni perlekatan sungkup kurang


sempurna, arus udara terhambat, atau tidak cukup tekanan.
9. Pemberian Obat-Obatan Penunjang
Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung bayi tetap 80 per menit
walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%) dan
kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung nol.
Obat-obatan yang diperlukan pada bayi asfiksia :
a. Beri adrenalin (larutan 1 : 10.000) dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg berat
badan, apabila bayi mengalami bradikardia menetap diberikan
sublingual atau diberikan intravena, sementara NaHCO3 tetap
diberikan, disertai pernafasan buatan.
b. Natrium bicarbonat (NaHCO3) diberikan dengan dosis 2 ml/kg berat
badan (cairan 7,5%) dilarutkan dengan Dextrose 10% dalam
perbandingan 1 : 1 disuntikkan perlahan-lahan kedalam Vena
umbilikus dalam waktu 5 menit.
c. Infus NaCl 0,9% atau Ringer laktat 10 ml/kg berat badan.
1.1.8 Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor
1. Apgar skor menit I : 0-3
a. Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan
hipotermis dengan segala akibatnya. Jangan diberi rangsangan taktil,
jangan diberi obat perangsang nafas lekukan resusitasi.
b. Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator
to tube ventilasi. Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth
respiration kemudian dibawa ke ICU.
c. Ventilasi Biokemial
Dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi
dengan Natrium Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas tidak ada,
berikan Natrium Bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2-4
mcg/kg BB, maksimum 8 meg/kg BB / 24 jam. Ventilasi tetap
dilakukan. Pada detik jantung kurang dari 100/menit lakukan pijat
10

jantung 120/menit, ventilasi diteruskan 40 x menit. Cara 3-4x pijat


jantung disusul 1x ventilasi.
2. Apgar skor menit I : 4-6
a. Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas.
b. Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum
15-30 detik.
c. Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik
O2 yang dihangatkan).
d. Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali permenit
lakukan bag dan mask ventilation dan pijat jantung.
3. Apgar skor menit I : 7-10
a. Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung dahulu
(karena bayi adalah bernafas dengan hidung) sambil melihat adakah
atresia choane, kemudian mulut, jangan terlalu dalam hanya sampai
fasofaring. Kecuali pada bayi asfiksia dengan ketuban mengandung
mekonium, suction dilakukan dari mulut kemudian hidung karena
untuk menghindari aspirasi paru.
b. Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan,
termasuk rambut kepala, karena kehilangan panas paling besar
terutama daerah kepala.
c. Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4 jam.
1.1.9 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul akibat asfiksia adalah:
1. Sembab Otak
2. Pendarahan Otak
3. Anuria atau Oliguria
4. Hyperbilirubinemia
5. Obstruksi usus yang fungsional
6. Kejang sampai koma
7. Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumothorax
11

1.1.10 Prognosa
1. Asfiksia ringan / normal : Baik
2. Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat
prognosa baik.
3. Asfiksia berat dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama,
atau kelainan syaraf permanen. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat
menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis yang
permanent misalnya cerebal palsy, mental retardation
1.1.11 Asuhan pasca resusitasi
Asuhan pasca resusitasi menurut wiknjosastro 2008:162 adalah sebagai
berikut:
1. Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi
2. Pemantauan dan perawatan tali pusat
3. Bila nafas bayi dan kulit bayi normal, berikan bayi kepada ibunya.
4. Pencegahan hipotermia
5. Pemberian vit. K1
6. Pencegahan infeksi
7. Pemeriksaan fisik
8. Lakukan pencatatan dan pelaporan
Perawatan Bayi Baru Lahir Setelah Resusitasi menurut Varney 2008:
902: Setelah resusitasi berhasil, bayi yang mengalami asfiksia harus
diobservasi dengan seksama untuk mengatahui adanya efek akibat iskemia
dan asidosis metabolic serta untuk mengetahui stabilitas suhu, tekanan
darah yang adekuat, glukosa darah dan elektrolit serum, serta pengeluaran
urine yang adekuat. Glukosa harus diberikan sebagai profilaksis, dengan
rute pemberian harus bergantung pada beratnya asfiksia. Asidosis
metabolic mungkin perlu diobati dengan obat-obatan seperti natrium
bikarbonat. Ultrasonografi, EEG, atau pemindaian CT otak bayi yang
diresusitasi digunakan untuk menindaklanjuti bayi baru lahir yang
mengalami asfiksia berat
12

1.2 Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan


1.2.1 Pengkajian
1. Data subyektif
a. Identitas Bayi
Diperlukan sebagai alat pengenal yang efektif harus untuk
memudahkan identifikasi bayi meliputi nama bayi, tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat, nama orang tua, umur orang tua, pendidikan orang
tua, pekerjaan orang tua, agama. (Saifuddin, 2014 : N-35).
b. Riwayat antenatal
Faktor penyebab asfiksia: gangguan his (tetania uteri-hipertoni),
turunnya tekanan darah dapat mendadak : perdarahan pada plasenta
previa dan solusio plasenta, asokontriksi arterial : hipertensi pada
hamil dan gestosis preeklampsia-eklampsia dan gangguan pertukaran
nutrisi/O2 : solusio plasenta (Manuaba, 2012:421). Hasil penelitian
Sundari (2011) menunjukkan bahwa anemia pada masa kehamilan
meningkatkan risiko terjadinya asfiksia neonatorum.
c. Riwayat natal
Bayi dilahirkan dengan jenis partus biasa (normal/spontan) yaitu bayi
lahir dengan presentasi belakang kepala tanpa memakai alat-alat atau
pertolongan istimewa serta tidak melukai ibu dan bayi, dan umumnya
berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam (Wiknjosastro,
2008:180). Berdasarkan hasil penelitian Dahriana (2010) bahwa
partus lama merupakan faktor risiko kejadian asfiksia neonatorum.
Selain itu, menurut Rika Herawati (2013) menyatakan bahwa lilitan
tali pusat meningkatkan risiko terjadinya asfiksia neonatorum.
d. Riwayat post natal
Asuhan pascaresusitasi yaitu biasanya dilakukan kontak kulit di dada
ibu (metode kanguru), bayi berada di bawah radian heater (jika
tersedia) (Saifuddin 2014:M-120). Bayi bisa dalam keadaan soanosis
(biru) atau sukar bernafas diberikan oksigen lewat kateter hidung atau
nasal prong (Saifuddin 2014:M-121).
13

e. Pola kebiasaan sehari-hari


1) Nutrisi
Kebutuhan minum BBLC:

Hari pertama :

Hari kedua :

Begitu seterusnya sampai maksimal :

Bayi akan lapar setiap 2-4 jam sepanjang hari. Bayi hanya
memerlukan ASI atau susu formula selama 6 bulan pertama
(Varney, 2007:897).
2) Tidur/istirahat
Bayi perlu banyak tidur (Varney, 2007:897). Dalam 2 minggu
pertama setelah lahir, bayi normalnya sering tidur, bayi baru lahir
sampai usia 3 bulan rata-rata tidur 16 jam sehari (Marmi, 2012: 81)
3) Eliminasi
BAB : Bayi mempunyai feces lengket berwarna hitam
kehijauan selama dua hari pertama, ini disebut
mekoneum. Feces bayi yang diberi ASI akan berubah
warna jadi hijau-emas, lunak dan terlihat seperti bibit
(seedy). Bayi yang diberi susu formula memiliki feces
berwarna coklat gelap, seperti pasta atau padat. Bayi
akan BAB 1 sampai 4 kali per hari (Varney, 2007:897).
BAK : Bayi BAK 4-5 kali/hari (Varney, 2007:897).
Bayi baru lahir cenderung sering BAK yaitu 7- 10 x
sehari.
4) Personal hygiene
Untuk menjaga bayi tetap bersih, hangat dan kering, maka setelah
BAK harus diganti popoknya minimal 4- 5 kali/ hari (Marmi,
2012: 80). Bungkus bayi dengan kain lunak, kering dan selimuti
14

dan pakai topi untuk menghindari kehilangan panas (Saifuddin,


2014:M-122).
2. Data obyektif
a. Keadaan umum
Pada asfiksia, bayi tidak bernafas spontan dan teratur segera setelah
lahir. (Winkjosastro, 2008: 144)
b. Tanda-tanda vital menurut Varney (2007:891) :
Dalam keadaan asfiksia diketahui:
Suhu : < 36oC
Nadi : < 100 x/menit
Pernafasan : frekuensi <30 atau >60 x per menit, tarikan
dinding dada ke dalam atau merintih (Saifuddin, 2014:M-121).
c. Pengukuran antropometri
1) Lingkar kepala 33-38 cm. Pengukuran dilakukan dari dahi
kemudian melingkari kepala kembali ke dahi (Marmi, 2012: 55)
2) Sirkumferensia suboccipito bregmatika 32 cm.
3) Sirkumferensia mento occipito 34 cm (Wiknjosastro,2008:119).
4) Lingkar dada 30-38 cm. Ukur lingkar dada dari daerah dada ke
punggung kembali ke dada (pengukuran dilakukan melalui kedua
putting susu) (Marmi, 2012: 55)
5) Lingkar lengan ± 11 cm.
6) Panjang badan 48-52 cm (Pusdiknakes, 1992:72).
7) Berat badan 2500-4000 gram.
8) Berat badan janin kecil dari usia kehamilannya dapat menimbulkan
asfiksia sedang sampai berat (Manuaba, 2012:440).
d. Pemeriksaan fisik
Kepala : bersar, bentuk, molding, sutura tertutup/melebar,
kaput, hematoma (Winkjosastro, 2008)
Hidung : Adanya pernafasan cuping hidung
Mulut : Sianosis (Saifuddin, 2014: M-120)
Leher : kerusakan persendian tulang leher (Manuaba,
2012:493)
15

Dada : frekuensi <30 atau >60 x per menit, tarikan dinding


dada ke dalam atau merintih (Saifuddin, 2014:M-
121). Apneu (sukar bernafas) (Saifuddin, 2014:P-88)
Jantung : frekuensi denyut jantung krang dari 100x/menit
bahkan detak jantung tidak dapat terdeteksi
(Saifuddin, 2014:P-88)
Integumen : sianosis sentral atau sianosis perifer (Saifuddin,
2014:P-88)
e. Keadaan neuromiskuler
Berdasarkan criteria neurologic pada bayi normal adalah; a) posisi
bayi frog psotion (fleksi pada ekstremitas atas dan bawah), b) Reflek
moro positif dan harus simetris, c) reflek hisap positif pada sentuhan
palatum mole, d) refleks menggenggam positif (Marmi, 2012: 70).
Refleks : gerakan naluriah untuk melindungi bayi.
1) Refleks gabella
Ketuk daerah pangkal hidung secara pelan-pelan dengan
menggunakan jari telunjuk pada saat mata terbuka. Bayi akan
mengedipkan mata pada 4 samapi 5 ketukan pertama.
2) Refleks hisap
Benda menyentuh bibir bayi disertai refleks menelan. Tekanan
pada mulut bayi pada langit bagian dalam gusi atas timbul isapan
yang kuat dan cepat. Dilihat pada waktu bayi menyusu.
3) Refleks mencari (rooting)
Bayi menoleh ke arah benda yang menyentuh pipi. Misalnya
mengusap pipi bayi dengan lembut: bayi menolehkan kepalanya ke
arah jari kita dan membuka mulutnya.
4) Refleks genggam (Palmar gasp)
Dengan meletakkan jari telunjuk pada palmar, tekanan dengan
gentle, normalnya bayi akan menggenggam dengan kuat. Jika
telapak tangan bayi ditekan : bayi akan mengepalkan tinjunya.
16

5) Refleks Babinski
Gores telapak kaki ke arah atas kemudian gerakan jari sepanjang
telapak kaki. Bayi akan menunjukkan respon berupa semua jari
kaki hyperekstensi dengan ibu jari dorsifleksi.
6) Refleks moro
Timbulnya pergerakan tangan yang simetris apabila kepala tiba-
tiba digerakkan atau dikejutkan dengan cara bertepuk tangan.
7) Refleks melangkah
Bayi menggerak-gerakkan tungkainya dalam satu gerakan bejalan
atau melangkah jika diberikan dengan cara memegang lengannya
sedangkan kakinya dibiarkan menyentuh permukaan yang rata dan
keras.
8) Refleks merangkak
Bayi akan berusaha untuk merangkak ke depan dengan kedua
tangan dan kaki bila diletakkan telungkup pada permukaan datar.
9) Refleks toning leher atau “fencing”
Ekstremitas pada satu sisi dimana kepala ditolehkan akan ekstensi,
dan ekstremitas yang berlawanan akan fleksi bial kepala bayi
ditolehkan ke satu sisi selagi istirahat. Respon ini dapat tidak ada
atau tidak lengkap segera setelah lahir.
10) Refleks ekstruksi
Bayi baru lahir menjulurkan lidahnya keluar bila ujung lidah
disentuh dengan jari atau putting.
(Marmi, 2012: 70-72).
Jika kekuatan menghisap kurang baik, rujuk ke kamar bayi atau ke
tempat pelayanan yang dituju (Saifuddin, 2014:M-121).
3. Analisa Data
Pada langkah ini, dilakukan identifikasi terhadap diagnose, masalah, dan
kebutuhan pasien berdasarkan intrepetasi yang benar atas data-data yang
telah dikumpulkan. Langkah awal dari perumusan diagnose, atau
17

masalah adalah pengolahan data dan analisa dengan menggabungkan


data satu dengan lainnya sehingga tergambar fakta (Purwanti, 2012: 81).
1.2.2 Diagnosa kebidanan
Bayi baru lahir, usia < 5 menit, jenis kelamin laki-laki/perempuan, lahir
spontan/dengan tindakan, aterm/prematur/postmatur, dengan AS 0-3
(asfiksia berat), AS 4-6 (asfiksia sedang), keadaan umum lemah.
Dengan kemungkinan masalah :
1. Potensial terjadinya gangguan pemenuhan O2 sehubungan dengan post
asfiksia.
2. Potensial terjadinya hipotermi sehubungan dengan adanya perpindahan
intra uterin ke ekstra uterin.
3. Potensial terjadinya gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan
dengan reflek menghisap lemah.
4. Potensial terjadinya infeksi sehubungan dengan penurunan daya tahan
tubuh bayi.
5. Potensial terjadinya hipoglikemi sehubungan dengan metabolisme yang
meningkat.
6. Potensial terjadinya gangguan interpersonal antara bayi dan ibu
sehubungan dengan tidak dilakukannya IMD.
Prognosa baik/ buruk.
1.2.3 Perencanaan
Diagnosa : Bayi baru lahir, usia < 5 menit, jenis kelamin laki-
laki/perempuan, lahir spontan/dengan tindakan, aterm/prematur/postmatur,
dengan AS 0-3 (asfiksia berat), AS 4-6 (asfiksia sedang), keadaan umum
lemah.
Tujuan : keadaan bayi menjadi lebih baik dan asfiksia teratasi.
Kriteria : -TTV normal
a. Bayi bergaerak aktif
b. Bayi menangis kuat
c. Bernafas spontan dan teratur (30-60 x/menit)
d. Warna kulit kemerahan
18

e. Denyut nadi > 100 kali/menit


f.Ada respon batuk/bersin terhadap refleks
Intervensi menurut (Wiknjosastro, 2008: 144) :
a. Beritahu ibu bahwa bayi telah lahir namun harus dilakukan tindakan
yaitu resusitasi awal / HAIKAP.
R/ ibu mengerti tindakan yang akan dilakukan.
b. Hangatkan bayi dengan menyelimuti dengan handuk/ kain dan
nyalakan lampu 60 watt dengan jarak 60 cm.
R/ mencegah hipotermi
c. Atur posisi kepala bayi sedikit ekstensi dengan mengganjal bahu.
R/ jalan nafas tidak terganggu
d. Isap atau bersihkan jalan nafas dengan penghisap lender delee.
R/ Membersihkan jalan nafas
e. Keringkan bayi (dengan sedikit tekanan) dan gosok muka / dada/
perut/ punggung.
R/ memberikan rangsangan supaya dapat berusaha bernafas.
f. Atur posisi kepala bayi dengan ekstensi ringan.
R/ jalan nafas tidak terganggu
g. Lakukan penilaian,
1) Bila menangis spontan dan pernafasannya 30-60 x/ menit lakukan
perawatan BBL pasca resusitasi
2) Bila tidak menagis spontan, lakukan ventilasi percobaan 2x lalu
dilanjutkan dengan ventilasi definitive sebanyak 20x/ 30 detik
selama 2 menit menggunakan tabung dan sungkup atau balon dan
sungkup. Bila berhasil lakukan perawatan BBL pasca resusitasi.
Bila tidak berhasi atau bayi belum menangis maka rujuk untuk
dilakukan pijat jantung.
R/ deteksi dini untuk intervensi lebih lanjut.
1.2.4 Pelaksanaan
Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara komprehensif,
efektif, efisien dan aman berdasarkan. Dilaksanakan evidence based kepada
19

klien/pasien dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan


rehabilitatif secara mandiri, kolaborasi dan rujukan yang mengacu pada
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.938/Menkes/SK/VIII/2007
(Kemenkes RI, 2011).
1.2.5 Evaluasi
Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan
untuk melihat keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai
dengan perubahan perkembangan kondisi klien. Hasil evaluasi harus
ditindaklanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien. Menurut Kemenkes
RI (2011), evaluasi ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP,
yaitu sebagai berikut:
S : Adalah data subjektif, mencatat hasil anamnesa.
O : Adalah data objektif, mencatat hasil pemeriksaan.
A : Adalah hasil analisa, mencatat diagnosa dan masalah
kebidanan.
P : Adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan
penata-laksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan
antisipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif,
penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi/follow up dan
rujukan.
Petugas
BAB 2
TINJAUAN KASUS

Tanggal Pengkajian : 1 Januari 2021 pukul 17.00 wib


Tempat Pengkajian : PMB Ny. Widiyastuti
2.1 Data Subjektif
1. Biodata bayi
Nama : By. Ny. A
Tanggal lahir : 1 Januari 2021 pukul 17.30 wib
Usia : 0 hari
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Anak ke :1
2. Biodata orang tua
Istri Suami
Nama : Ny “A” Tn “P”
Umur : 28 tahun 24 tahun
Agama : Islam Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia Jawa/Indonesia
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan : IRT Karyawan swasta
Penghasilan :- Rp.1.500.000,00/bulan
Umur menikah : 26 tahun 22 tahun
Lama/berapa kali : 2th / 1 2th / 1
Alamat : Jalan Wilis, Magetan
3. Keluhan Utama
Bayi lahir tidak menangis, merintih, gerak kurang aktif.
4. Riwayat Kesehatan Ibu dan Keluarga
Ibu sehat, suami dan keluarga sehat, tidak memiliki riwayat penyakit
menular, menurun, dan menahun

20
21

5. Riwayat antenatal
Hamil anak pertama, usia kehamilan 39-40 minggu. Ibu rutin ANC di
bidan 2x TM I, 2x TM II, dan 3x TM 3, ANC terpadu 1x (Hb 11,8 gr/dl,
goldar B+, HbsAg negative, proteinuria negative, HIV NR, sifilis negative,
status gizi non KEK), USG 3x (uk 30-31 minggu, plasenta berada di
fundus, tidak ada lilitan tali pusat, ketuban jernih, TBJ 2380 gram),
mendapatkan tablet Fe 90 tablet, kalsium 90 tablet diminum habis sesuai
petunjuk, status TT5 lengkap, mendapatkan KIE kebutuhan dasar ibu
hamil, tanda bahaya kehamilan, tanda persalinan, dan persiapan
persalinan. HPHT 28-3-2020, HPL 4-1-2021
6. Riwayat Persalinan
Ibu datang ke bidan tanggal 31 Desember 2020 pukul 18.00 WIB, lama
persalinan 23 jam mulai dari pembukaan pertama pukul 18.00 WIB. Bayi
lahir tanggal 1-1-2021 pukul 17.30 WIB, Bayi lahir spontan di tolong
bidan, tidak segera menangis, tidak bergerak (lemas), air ketuban
bercampur meconium, jenis kelamin laki-laki, BB : 3900 gr, PB : 49 cm,
terjadi distosia bahu.

2.2 Data Objektif


1. Keadaan umum lemah
Apgar Score : 4-5
Suhu : 360C
HR : 125 x/menit
2. Pemeriksaan fisik
Warna kulit kemerahan, pernapasan lemah, tidak bergerak, turgor baik
(kembali dalam waktu <2 detik)
3. APGAR Skor
No Kriteria Menit 1 Menit 5
1 Appearence 2 2
2 Pulse 2 2
3 Grimance 0 1
4 Activity 0 1
22

5 Respiration 0 2
Jumlah 4 8

2.3 Assesment
Bayi baru lahir, usia 0 hari lahir spontan dengan distosia bahu, cukup bulan,
jenis kelamin laki-laki dengan masalah asfiksia sedang (AS 4-5). KU lemah,
prognosa buruk.

2.4 Penatalaksanaan
1. Menjepit dan memotong tali pusat tidak diikat, tali pusat diikat ketika
asuhan pasca resusitasi
2. Menyelimuti bayi dengan kain bersih dan kering agar bayi tetap
hangat.
3. Meletakkan bayi di tempat resusitasi.
4. Memposisikan kepala bayi menghidu yaitu kepala sedikit ekstensi
dengan mengganjal bahu dengan kain bersih.
5. Membersihkan jalan napas dengan menghisap lendir di mulut sedalam
<3cm kemudian hidung ±2 cm.
6. Mengeringkan bayi dan gosok muka/dada/perut/punggung bayi sebagai
rangsangan taktil untuk merangsang pernapasan. Mengganti kain yang
basah dengan kain bersih dan kering. Menyelimuti bayi dengan kain
kering, bagian wajah dan dada terbuka.
7. Mereposisikan kepala bayi sedikit ekstensi.
8. Melakukan penilaian. E/ Bayi menangis kuat, gerak aktif, bernafas
spontan.

Tanggal 1-1-2021 pukul 17.05 WIB


S : Ibu bersyukur bayi telah menangis
O : Bayi menangis kuat, gerak aktif
-RR: 50x/menit
- Tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada tarikan otot intercosta.
- AS 7-8
23

A : BBL pasca asfiksia sedang, ku baik, prognosa baik

P:
- Mengikat tali pusat
- Melakukan IMD
- Menyuntikkan vitamin K secara IM pada paha kiri dan memberi
salep mata erlamycetin 1 % setelah IMD selama 30 menit.
- Memberi imunisasi Hb0 1 jam setelah vit K.
- Menjaga kehangatan bayi dengan memakaikan bedong
- Memandikan bayi setelah 6 jam
- Mengobservasi KU, nadi, suhu, pernafasan, tonus otot, warna kulit,
akral, BAB dan BAK.
- Melakukan dokumentasi tindakan dan melengkapi partograf

Debby Rahmawati.
DAFTAR PUSTAKA

Dahriana, A. Faktor risiko kejadian asfiksia neonatorum di RSIA Siti Fatimah


Makasar Tahun 2010. Makasar: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas hasanudin makassar; 2011.
Dewi, (2010). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika.
Gomella, T.L.Perinatal Asphyxia. In: Gomella, T.L editors. Neonatology.
Newyork: Mc Graww Hill Education; 2009..
Herawati, R. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Asfiksia Neonatorum
Pada Bayi Baru Lahir Di RSUD Rokan Hulu. Jurnal Maternity and
Neonatal; 2013; 1(2)
Manuaba, Ida Bagus Gde, 2012. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, KB
Untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta.
Marmi, 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita dan Anak Prasekolah. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Maryinani, Anik dan Puspita, Eka. 2013.Asuhan Kegawatdaruratan Maternal &
Neonatal. Jakarta:CV. Trans Info Media.
Purwanti, Eni, 2012. Asuhan Kebidanan untuk Ibu Nifas, Cakrawala Ilmu:
Yogyakarta.
Saifuddin, A. B. (2014). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, A. B. (2016). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Sukarni, I dan Sudarti. 2014. Patologi Kehamilan dan Masa Nifas. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Sundari, T. Faktor-faktor risiko terjadinya asfiksia neonatoru, di RSD Jombang
Periode 1 Januari-31 Desember 2007. Malang: Fakultas Kedokteran
Muhammadiyah Malang: 2011.

Varney, Helen, DKK. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 1. (edisi 4)
Jakarta: EGC.
Wiknjosastro, Gulardi H.2008. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR

24

Anda mungkin juga menyukai