Anda di halaman 1dari 24

DISTOCIA BAHU

MAKALAH

DIBUAT UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH


KEGAWATDARURATAN MATERNAL NEONATAL

DOSEN PENGAJAR :
NURHASANAH,SKM.,M.Kes

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4 (TINGKAT 2B)

ASNAWATI (21011330)
NOVI FIRMAYANI (21011346)
NIDA MAULIDYA ERLINA (21011345)

PRODI DIII KEBIDANAN


TAHUN AJARAN 2022/2023
POLITEKNIK ‘AISYIAH PONTIANAK
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul "Dictosia Bahu" dengan tepat waktu. Adapun tujuan makalah ini di
buat untuk memenuhi tugas ibu Nurhasanah,SKM.,M.Kes pada mata kuliah
Kegawatdaruratan Maternal Neonatal . Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah Pengetahuan tentang Dictosia Bahu bagi para pembaca dan
juga bagi penulis.
Kelompok mengucapkan Terimakasih kepada ibu Nurhasanah,SKM.,
M.Kes Selaku Dosen Pengajar Mata Kuliah Kegawatdaruratan Maternal
Neonatal yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang di tekuni.
Kelompok menyadari, mungkin dalam pembuatan makalah ini terdapat
kesalahan yang belum di sadari. Maka Kelompok meminta saran dan kritik dari
kawan-kawan ataupun dosen. Demi tercapainya makalah yang sempurna,
Sekian Terimakasih.

Pontianak, 17 Februari 2023

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
...............................................................................................................................
i
DAFTAR ISI
...............................................................................................................................
ii
BAB 1 PENDAHULUAN
...............................................................................................................................
1
A. Latar Belakang
..........................................................................................................................
1
B. Rumusan Masalah
..........................................................................................................................
2
C. Tujuan Penulisan
..........................................................................................................................
2
D. Manfaat Penulisan
..........................................................................................................................
2
BAB 2 TINJAUAN TEORI
...............................................................................................................................
3
A. Pengertian Dictosia Bahu
..........................................................................................................................
3

ii
B. Etiologi Dictosian Bahu
..........................................................................................................................
4
C. Manifestasi Klinis Dictosia Bahu
..........................................................................................................................
5
D. Klasifikasi Dictosia Bahu
..........................................................................................................................
8
E. Patafisiologi Dictosia Bahu
..........................................................................................................................
15
F. Diagnosis Dictosia Bahu
..........................................................................................................................
16
G. Prognosis Dictosia Bahu
..........................................................................................................................
17
H. Penanganan Dictosia Bahu
..........................................................................................................................
17
BAB 3 PENUTUP.....................................................................................................19
A. Kesimpulan.......................................................................................................19
B. Saran.................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................20

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Angka kematian ibu bersalin dan angka kematian perinatal umumya dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk menilai kemampuan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan suatu bangsa. Selain itu, angka kematian ibu dan bayi di
suatu negara mencerminkan tingginya resiko kehamilan dan persalinan.
Berdasarkan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007,
AKI di Indonesia mencapai 228/100.000 kelahiran hidup dan angka kematian
bayi sebesar 34/1000 kelahiran hidup umumnya kematian terjadi pada saat
melahirkan. Namun hasil SDKI 2012 tercatat, angka kematian ibu melahirkan
sudah mulai turun perlahan bahwa tercatat sebesar 102 per seratus ribu
kelahiran hidup dan angka kematian bayi sebesar 23 per seribu kelahiran hidup.
(Alfita, 2014)
Salah satu penyebab tingginya kematian ibu dan bayi adalah distosia bahu
saat proses persalinan. Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya
manuver obstetrik oleh karena dengan tarikan ke arah belakang kepala bayi
tidak berhasil untuk melahirkan kepala bayi. Pada persalinan dengan presentasi
kepala, setelah kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara
pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut.
Insidensi distosia bahu sebesar 0,2-0,3% dari seluruh persalinan vaginal
presentasi kepala. (Alfita, 2014)
Angka kejadian distosia bahu tergantung pada kriteria diagnosa yang
digunakan. Salah satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam
persalinan pervaginam untuk melahirkan bahu harus dilakukan maneuver
khusus seperti traksi curam bawah dan episiotomi. (Alfita, 2014)

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Dictosia Bahu?
2. Apa Etiologi Dictosian Bahu?
3. Apa Manifestasi Klinis Dictosia Bahu?
4. Apa Klasifikasi Dictosia Bahu?
5. Apa Patafisiologi Dictosia Bahu?
6. Apa Diagnosis Dictosia Bahu?
7. Apa Prognosis Dictosia Bahu?
8. Apa Penanganan Dictosia Bahu?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Apa Pengertian Dictosia Bahu.
2. Untuk mengetahui Apa Etiologi Dictosian Bahu.
3. Untuk mengetahui Apa Manifestasi Klinis Dictosia Bahu.
4. Untuk mengetahui Apa Klasifikasi Dictosia Bahu.
5. Untuk mengetahui Apa Patafisiologi Dictosia Bahu.
6. Untuk mengetahui Apa Diagnosis Dictosia Bahu.
7. Untuk mengetahui Apa Prognosis Dictosia Bahu.
8. Untuk mengetahui Apa Penanganan Dictosia Bahu.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang di ambil dari penulisan makalah tentang Dictosia
Bahu untuk mengetahui banyak pengetahuan serta informasi dari Dictosia
Bahu itu sendiri.

2
BAB 2
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Dictosia Bahu


Distosia bahu adalah hal paling penting untuk menentukan urutan
penatalaksanaan langkah dan perasat yang paling efektif. Hasil diagnostik
yang disebut dengan distosia bahu adalah presentasi sefalik dengan bahu
anterior terjepit di atas simfisis pubis bukan masuk ke pelvis minor.
Distosia bahu adalah penyulit dalam persalinan, meliputi faktor klinis:
faktor power, passage, pasangger, patient, dan faktor teknis. (Prof.Dr.Ida
Bagus, 2011)
Distosia bahu adalah peristiwa tersangkutnya bahu janin sehingga
tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin terlebih dahulu telah dilahirkan.
Nilai normal interval waktu antara persalinan kepala dengan persalinan
seluruh tubuh adalah 24 detik tetapi pada kasus distosia bahu yaitu selama
79 detik. Distosia bahu termasuk kondisi darurat sehingga apabila tidak
segera ditangani akan menyebabkan kematian janin, serta terdapat
ancaman terjadinya cedera saraf daerah leher akibat regangan berlebihan
atau terjadinya robekan. (Prof.Dr.Ida Bagus, 2011)
Distosia bahu adalah kesulitan dalam jalannya persalinan. Distosia
karena kelainan tenaga (his) yang tidak normal, baik kekuatan maupun
sifatnya, sehingga menghambat kelancaran persalinan. (Prof.Dr.Ida Bagus,
2011)
Distosia bahu adalah kelahiran kepala janin dengan bahu anterior
macet diatas sympisis pubis dan tidak bisa masuk melalui pintu bawah
panggul. (Prof.Dr.Ida Bagus, 2011)
Distosia bahu suatu keadaan diperlikannya tambahan manuver
obstetrik oleh karena dengan tarikan biasa kearah belakang pada kepala
bayi tidak berhasil untuk melahirkan bayi. (Prof.Dr.Ida Bagus, 2011)

3
B. Etiologi Dictosian Bahu
Etiologi dari kondisi bahu adalah adanya kelainan bentuk panggul,
memiliki penyakit diabetes gestasional atau mengalami kehamilan
postmsture. Selain itu, dapat juga terjadi pada pasien dengan riwayat
persalinan dengan distosia bahu atau fisik dari pasien yang pendek.
Distosia bahu utamanya disebabkan oleh deformitas panggul
karena fase aktif dan persalinan kala Il yang pendek pada multipara
sehingga penurunan kepala yang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak
melipat pada saat melaluijalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah
panggul setelah mengalami pemanjangan kala II sebelah bahu yang
berhasil masuk ke dalam pangggul. (sari koto, 2020)
Sebab-sebab dystocia bahu dapat dibagi menjadi tiga golongan
besar :
1. Distosia karena kekuatan-kekuatan yang mendorong anak keluar
karena kuat.
a) Karena kelainan his :
Inersia Uteri Hipotonik, adalah kelainan his dengan
kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk melakukan
pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Di sini
kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering
dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang
baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya
akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau
makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada
penderita dengan keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi
pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif,
maupun pada kala pengeluaran. Inersia uteri hipotonik
terbagi dua, yaitu :
 Inersia uteri primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah
terjadi his yang tidak adekuat ( kelemahan his yang
timbul sejak dari permulaan persalinan ), sehingga

4
sering sulit untuk memastikan apakah penderita
telah memasuki keadaan inpartu atau belum.
 Inersia uteri sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan
his baik, kemudian pada keadaan selanjutnya
terdapat gangguan / kelainan.
b) Karena kekuatan mengejan kurang kuat, misalnya karena
cicatrix baru pada dinding perut, hernia, diastase musculus
rectus abdominis atau karena sesak nafas. Distosia karena
kelainan letak atau kelainan anak, misalnya letak lintang,
letak dahi, hydrochepalus atau monstrum. (sari koto, 2020)
2. Distosia karena kelainan jalan lahir : panggul sempit, tumor-tumor
yang mempersempit jalan lahir.
Penyebab lain dari distosia bahu adalah fase aktif memanjang
yaitu:
a) Malposisi (presentasi selain belakang kepala).
b) Makrosomia (bayi besar) atau disproporsi kepala-panggul
(CPD).
c) Intensitas kontraksi yang tidak adekuat.
d) Serviks yang menetap.
e) Kelainan fisik ibu, missal nya pinggang pendek.
f) Kombinasi penyebab atau penyebab yang tidak diketahui.
(sari koto, 2020)
C. Manifestasi Klinis Dictosia Bahu
Manifestasi Klinis adalah sebuah istilah lain dari tanda dan gejala atas
suatu kondisi. tiga penyebab utama distosia, Jika tidak ada progres, maka
kemungkinan ibu hamil mengalami distosia. Penyebab distosia adalah
dengan melihat hubungan 3P yakni Power (tenaga), Passage (jalan lahir)
dan Passengger (bayi). (J.E.Wantania, 2015)
1. Power (Tenaga)

5
Power adalah tenaga ibu mendorong bayi keluar. Jika tenaga ibu
kuat, maka persalinan lancar. Sebaliknya, jika tenaga ibu tidak ada,
maka akan sulit melahirkan.
2. Passage (Jalan Lahir)
Passage adalah kondisi jalan lahir yang terdiri dari mulut rahim dan
juga ukuran panggul ibu. Apabila kondisi panggul ibu tidak baik,
dan pembukaan tidak lengkap maka bisa mengalami distosia.
3. Passenger (Bayi)
Passenger adalah bayi. Dalam persalinan, ukuran bayi sangat
penting untuk diperhatikan. Ukuran bayi yang besar (di atas 4 kg)
bisa menyebabkan ibu mengalami distosia saat keluarnya kepala
dan macet saat melahirkan bahu. Batas atas berat bayi saat
dilahirkan adalah 3,5 kg atau 3.500 gram. Jadi, kalau 3P ini baik,
dan didukung dengan tenaga ibu ada untuk mengejan, kondisi
panggul ibu adekuat, dan ukuran bayinya 2500-3500 g maka
persalinan biasanya akan berjalan lancer dan mudah dilahirkan.
(J.E.Wantania, 2015)
Kondisi lain yang berhubungan dengan 3P:
1. Malposisi dan Malpresentasi
Persalinan normal terjadi ketika bagian kepala janin terletak
di bagian bawah panggul. Kelainan posisi atau malposisi dapat
menyebabkan distosia contohnya karena janin letak lintang yang
dapat terjadi pada bayi besar, terlilit tali pusat, dan kelainan
panggul.
Kelainan bagian terbawah janin atau malpresentasi terjadi
pada bayi sungsang. Bayi sungsang atau bagian terbawah janin
adalah bokong dapat menyebabkan persalinan tiga kali lebih sulit
dari persalinan dengan posisi bayi normal. Bayi sungsang dapat
terjadi pada keadaan posisi plasenta berada di bawah (dekat jalan
lahir), bayi berukuran besar, dan adanya tumor atau kista.
(J.E.Wantania, 2015)
2. Diabetes Gestasional

6
Ibu yang mengalami diabetes gestasional bisa memiliki
bayi yang berukuran besar atau makrosomi. Bayi makrosomi
biasanya memiliki bobot di atas 4 kg. Kalau makrosomi maka
dianjurkan operasi karena bisa mengalami distosia bahu.
3. Usia terlalu muda dan tua
Usia terlalu muda bisa menjadi penyebab persalinan
menjadi sulit. Apabila usia ibu belum terlalu matang, belum siap
juga bisa menyebabkan distosia.
4. CPD
Cephalopelvic disproportion (CPD) merupakan komplikasi
kehamilan dimana terdapat ketidaksesuaian ukuran antara panggul
ibu dengan kepala janin. Tindakan yang bisa dilakukan
menggunakan vakum.
5. Tenaga ibu kurang
Jika tenaga ibu kurang, maka diberikan obat penambah
kontraksi yakni oksitosin. Dengan begitu akan ada rangsangan
tenaga untuk mendorong bayi bisa keluar dari jalan lahir.
6. Kelainan di panggul
Apabila kondisi panggul tidak imbang, ada kelainan di panggul
ibu. Kemudian jalan lahir juga sempit, maka tindakannya juga
harus melalui operasi caesar. (J.E.Wantania, 2015)
7. Bayi sungsang
Bayi sungsang dalam kandungan dan bayi itu adalah anak
pertama maka disarankan untuk operasi caesar. Ini karena bayi
sungsang biasanya yang lahir dahulu adalah bagian bokongnya
kemudian kepala. Apabila kepala bayi masih berada di dalam jalan
lahir lebih dari 5 menit, dikhawatirkan bayi bisa meninggal.
Jika bayi sungsang ditemui di trimester kedua, maka bayi
masih bisa diupayakan untuk dapat diputar. Namun, ada risiko
bayinya mati di dalam kandungan dan sekarang metode itu sudah
ditinggalkan. Ibu hamil biasanya diminta senam hamil dengan
gerakan nungging. (J.E.Wantania, 2015)

7
8. Bahu bayi patah
Ukuran bayi yang terlalu besar bisa menyebabkan distosia
bahu. Kondisi ini biasanya kepala bayi lahir tapi bahu tidak lahir.
Untuk bisa mengeluarkan bayi, maka bahu bayi akan dipatahkan.
Untuk itu, sebisa mungkin hal ini dicegah.
9. Fistula
Distosia bisa sebabkan ibu mengalami fistula. Kondisi
ketika kencing keluar terus karena kandung kemihnya bolong. Ini
diakibatkan tekanan akibat bayi besar, ibu yang terlalu banyak
mengejan selama persalinan.
Pencegahan distosia Distosia sebenarnya bisa dicegah sejak kehamilan. Itu
sebabnya, sangat penting melakukan pemeriksaan ke dokter kandungan
agar bisa mengontrol berat badan janin secar rutin. (J.E.Wantania, 2015)
D. Klasifikasi Dictosia Bahu
1. Persalinan Disfungsional ( Distosia karena Kelainan Kekuatan).
Persalinan disfungsional adalah kontraksi uterus abnormal yang
menghambatkemajuan dilatasi serviks normal, kemajuan
pendataran/effacement (kekuatan primer), danatau kemajuan penurunan
(kekuatan sekunder). Gilbert (2007) menyatakan beberapa faktoryang
dicurigai dapat meningkatkan resiko terjadinya distosia uterus sebagai
berikut:
a) Bentuk tubuh (berat badan yang berlebihan, pendek)
b) kondisi uterus yang tidak normal (malformasi kongenital, distensi
yangberlebihan,kehamilan ganda, atau hidramnion)
c) Kelainan bentuk dan posisi janin
d) Disproporsi cephalopelvic (CPD)
e) Overstimulasi oxytocin
f) Kelelahan, dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit, dan
kecemasan
g) Pemberian analgesik dan anastetik yang tidak semestinya. Kontraksi
uterus abnormal terdiri dari disfungsi kontraksi uterus primer

8
(hipotonik)dan disfungsi kontraksi uterus sekunder (hipertonik).
(Agung putri Harsa, 2022)
1) Disfungsi Hipotonik
Perempuan yang semula membuat kemajuan normal tahap
kontraksi persalinan aktifakan menjadi lemah dan tidak
efisien, atau berhenti sama sekali. Uterus mudah “indented”,
bahkan pada puncak kontraksi. Tekanan intrauterin selama
kontraksi (biasanya kurang dari 25 mmHg) tidak mencukupi
untuk kemajuan penipisanserviks dan dilatasi. CPD dan
malposisi adalah penyebab umum dari jenis disfungsi dari
uterus. HIS bersifat biasa dalam arti bahwa fundus
berkontraksi lebih kuat dan lebih dahuludaripada bagian lain,
kelainannya terletak dalam hal bahwa kontraksi uterus lebih
aman,singkat, dan jarang daripada biasa. Keadaan umum
penderita biasanya baik dan rasa nyeritidak seberapa. Selama
ketuban masih utuh umumnya tidak banyak bahaya baik bagi
ibuataupun janin. Apabila his terlampau kuat maka akan
terjadi disfungsi hipertonik. (Agung putri Harsa, 2022)
2) Disfungsi Hipertonik
Ibu yang mengalami kesakitan/ nyeri dan frekuensi kontraksi
tidak efektif menyebabkan dilatasi servikal atau peningkatan
effacement. Kontraksi ini biasa terjadi padatahap laten,yaitu
dilatasi servikal kurang dari 4 cm dan tidak terkoordinasi.
Kekuatankontraksi pada bagian tengah uterus lebih kuat dari
pada di fundus, karena uterus tidakmampu menekan kebawah
untuk mendorong sampai ke servik. Uterus mungkin
mengalamikekakuan diantara kontraksi.
Distosia servikalis sekunder disebabkan oleh kelainan
organik pada servik, misalnyakarena jaringan parut atau
karsinoma. Dengan HIS kuat serviks bisa robek, dan robekan
ini bisa menjalar ke bagian bawah uterus. Oleh karena itu
setiap wanita yang pernah mengalamioperasi pada serviks

9
selalu harus diawasi persalinannya di rumah sakit. Kondisi
distosia ini jarang ditemukan kecuali pada wanita yang tidak
diberi pengawasan yang baik waktu persalinan. (Harun akbar,
2017)
2. Distosia karena Kelainan struktur Pelvis
Jenis-jenis panggul:
a) Panggul Ginekoid
Pintu atas panggul bundar dengan diameter transversa yang lebih
panjang sedikit dari pada diameter . anteroposterior dan dengan
panggul tengah dan pintu bawah panggul yang cukup luas.
b) Panggul Antropoid
Diameter anteroposterior yang lebih panjang dari diameter
transversa dengan arkus pubis menyempit sedikit Panggul Android.
c) Pintu atas panggul yang berbentuk sebagai segitiga berhubungan
dengan penyempitan kedepan, dengan spina iskiadika menonjol
kedalam dan arkus pubis menyempit.
d) Panggul Platypelloid
Distosia pelvis dapat terjadi bila ada kontraktur diameter
pelvis yang mengurangi kapasitas tulang panggul, termasuk pelvis
inlet (pintu atas panggul), pelvis bagian tengah pelvis outlet (pintu
bawah panggul), atau kombinasi dari ketiganya.
Disproporsi pelvis merupakan penyebab umum dari distosia
Kontraktur pelvis mungkin disebabkan oleh ketidak normalan
kongenital, malnutrisi maternal, neoplasma atau kelainan tulang
belakang. Ketidakmatangan ukuran pembentukan pelvis pada
beberapa ibu muda dapat menyebabkan distosia pelvis. Kontraktur
pintu atas panggul terdiagnosis jika diagonal konjugata kurang dari
11.5 cm. Insiden pada bentuk wajah dan bahu meningkat. Karena
bentuk interfere dengan kesempitan pada pintu atas panggul,
engagement dan bayi turun, sehingga beresiko terhadap prolaps tali
pusat.

10
Kesempitan panggul tengah Pada panggul tengah yang
sempit, lebih sering ditemukan posisi oksipitalis posterior persisten
atau posisi kepaladalam posisi lintang tetap.
Kesempitan pintu bawah panggul Agar kepala janin dapat
lahir, diperlukan ruangan yang lebih besar pada bagian belakang
pintu bawah panggul. Dengan distansi tuberum bersama dengan
diameter sagittalis posterior kurang dari 15 cm, timbul kemacetan
pada kelahiran janin ukuran normal.
Penanganan : Hal yang perlu diperhatikan adalah
bagaimana kemajuan pembukaan serviks, apakali gangguan
pembukaan seperti: pemanjangan fase laten; pemanjangan fase
aktif, sekunder arrest, bagaimana kemajuan penurunan bagian
terbawah janin (belakang kepala), apakah ada tanda-tanda klinis
dari ibu atau janin yang menunjukkan adanya bahaya bagi ibu atau
anak (seperti: gawat janin, rupture uteri).
Apabila ada salah satu gangguan diatas, maka menandakan
bahwa persalinan pervagmam tidak mungkin dan harus
dilaksanakan seksio sesaria. Bila ada kemajuan pembukaan serta
penurunan kepala berjalan lancer, maka persalinan pervaginam
bisa dilaksanakan. (Harun akbar, 2017)
3. Distosia karena kelainan letak dan bentuk janin
a) Kelainan letak, presentasi atau posisi
1) Posisi oksipitalis posterior persisten.
Pada persalinan persentasi belakang kepala, kepala janin turun
melalui pintu atas panggul dengan sutura sagittalis melintang atau
miring sehingga ubun-ubun kecil dapat berada di kiri melintang,
kanan melintang, kiri depan, kanan depan, kiri belakang atau
kanan belakang. Namun keadaan ini pada umumnya tidak akan
terjadi kesulitan perputarannya kedepan, yaitu bila keadaan
kepala janin dalam keadaan fleksi dan panggul mempunyai
bentuk serta ukuran normal.Penyebab terjadinya posisi oksipitalis

11
posterior persisten ialah usaha penyesuaian kepala terhadap
bentuk dan ukuran panggul.
2) Presentasi puncak kepala Kondisi ini kepala dalam keadaan
defleksi. Berdasarkan derajat defleksinya maka dapat terjadi
presentasi puncak kepala, presentasi dahi atan presentisimuka.
Presentasi puncak kepala (presentasi sinsiput) terjadi apabila
derajat defleksinya ringan sehingga ubun- ubun besar berada
dibawah.
3) Presentasi muka Persentasi muka terjadi bila derajat defleksi
kepala maksimal sehingga muka bagian terendah Kondisi ini
dapat terjadi pada panggal sempit atau janin besar. Multiparitas
dan perut gantung juga merupakan faktor yang menyebabkan
persentasi muka,
4) Presentasi dahi Presentasi dahi adalah bila derajat defleksi
kepalanya lebih berat, sehingga dahi merupakan bagian yang
paling rendah. Kondisi ini merupakan kedudukan yang bersifat
sementara yang kemudian berubah menjadi presentasi muka atau
presentasi belakang kepala Penyehah terjadinya kondisi ini sama
dengan presentasi muka.
5) Letak sungsang Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin
terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong
berada dibawah cavum uteri. Beberapa jenis letak sungsung
yakni:
a) Presentasi bokong
Pada presentasi bokong, akibat ekstensi kedua sendi lutut,
kedua kaki terangkat keatas, sehingga ujungnya terdapat
setinggi bahu atau kepala janin. Sehingga pada pemeriksaan
dalam hanya dapat diraba bokong.
b) Presentasi bokong kaki sempurna. Disamping bokong dapat
diraba kedua kaki.

12
c) Presentasi bokong kaki tidak sempurna. Hanya terdapat satu
kaki disamping bokong sedangkan kaki yang lain terangkat
keatas.
d) Presentasi kaki Pada presentasi kaki bagian paling rendah
adalah satu atau dua kaki.
6) Letak lintang
Letak lintang ialah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam
uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada
pada sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih
tinggi daripada kepala janin, sedangkim bahu berada pada pintu
atas panggul Punggung janin berada di depa, di belakang, di atas,
atau di bawah.
7) Presentasi ganda Keadaan dimana disamping kepala jattin di dalam
rongga panggul dijumpai tangan. lengan kaki, atau keadaan dimana
disamping bokong janin dijumpai tangan.
8) Pertumbuhan janin yang berlebihan.
Yang dinamakan bayi besar ialah bila berat badannya lebih dari
4000 gram. Kepala dan bahu tidak mampu menyesuaikannya ke
pelvis, selain itu distensi uterus oleh janin yang besar mengurangi
kekuatan kontraksi selama persalinan dan kelahirannya. Pada
panggul normal, janin dengan berat badan 4000-5000 gram pada
umumnya tidak mengalami kesulitan dalam melahirkannya.
9) Kelainan bentuk janin yang lain.
a) Janin kembar melekat (double master).
Torakopagus(pelekatan pada dada) merupakan janin kembar
melekat yang paling sering menimbulkan kesukaran persalinan.
b) Janin dengan perut besar Pembesaran perut yang menyebabkan
distocia, akibat dari asites atau tumor hati. limpa, ginjal dan
ovarium jarang sekali dijumpai.
10) Prolaksus funikuli
Keadaan dimana tali pusat berada disamping atau melewati
bagian terendah janin didalam jalan lahir setelah ketuban pecah.

13
Pada presentasi kepala, prolaksus finikuh sangat berbahaya bagi
janin, karena setiap saat tali pusat dapat terjepit antara bagian
terendah janin dengan jalan lahir dengan akibat gangguan
oksigenasi.Prolaksus funikuli dan turunnya tali pusat disebabkan
oleh gangguan adaptasi bagian bawah janin terhadap panggul,
sehingga pintu atas panggul tidak tertutup oleh bagian bawah
janin.(Harun akbar, 2017)
4. Distosia karena kelainan posisi ibu
Posisi bisa menimbulkan dampak positif dan negatif pada
persalinan, dimana efek gravitasi dan bagian tubuh memiliki hubungan
yang penting untuk kemajuan proses persalinan Misalnya posisi tangan
dan hutut, posisi oksiput posterior lebih efektif dari pada posisi lintang
Posisi duduk dan jongkok membantu mendorong janin turun dan
memperpendek proses kala II (Terry et al, 2006). Posisi recumbent dan
litotomy bisa membantu pergerakan janin ke arah bawah. Apabila
distosin karena kelainan posisi ibu ini terjadi, tindakan yang harus segera
dilakukan pada proses persalinan adalah seksio sesario atau vakum.
(Harun akbar, 2017)
5. Distosia karena respon psikologis.
Stress yang diakibatkan oleh hormon dan neurotransmitter (seperti
catecholamines) dapat menyebabkan distosia. Sumber stress pada setiap
wanita bervariasi, tetapi nyeri dan tidak adanya dukungan dari seseorang
merupakan faktor penyebab stress. Cemas yang berlebihan dapat
menghambat dilatasi servik secara normal, persalinan berlangsung lama,
dan nyeri meningkat. Cemas juga menyebabkan peningkatan level strees
yang berkaitan dengan hormon (seperti: B endorphin,
adrenokortikotropik, kortisol, dan epinephrine). Hormon ini dapat
menyebabkan distosia karena penurunan kontraksi uterus. (Harun akbar,
2017)
6. Pola persalinan tidak normal.
Pola persalinan yang tidak normal diidentifikasi dan diklasifikasikan oleh
Riedman (1989) berdasarkan sifat dilasi servikal dan penurunan janin.

14
Persalinan normal :
a) Dilasi (pembukaan) berlanjut.
Fase laten: <4 cm dan low slope.
Fase aktif. >5 cm dan high slope
Fase deselerasi: 29 cm
b) Penurunan: aktif pada dilasi ≥9 cm. (Harun akbar, 2017)
E. Patafisiologi Dictosia Bahu
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang
menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang
bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring (oblique) dibawah
ramus pubis. (Chandranita, 2009)
Dorongan pada saat ibu meneran akan menyebabkan bahu depan
(anterior) berada dibawah pubis, bila bahu gagal untuk mengadakan
putaran menyesuaikan dengna sumbu miring dan tetap berada pada posisi
anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi benturan bahu depan
terhadap simfisis sehingga bahu tidak lahir mengikuti kepala.
(Chandranita, 2009)
Patofisiologi distosia bahu pada persalinan normal disebabkan oleh
ketidaksesuaian ukuran antara bahu bayi dan pelvis inlet ibu. Pada
persalinan normal, setelah terjadi ekspulsi kepala janin maka akan terjadi
rotasi eksternal yang diikuti dengan turunnya bahu janin. Bahu janin
bagian depan harus muncul di bawah ramus pubis, biasanya terjadi ketika
bahu anterior janin ini terhalang oleh simfisis pubis ibu. Selain itu, bisa
juga diakibatkan oleh impaksi bahu posterior pada promontorium sakrum
ibu. Akibat bahu yang terhalang tersebut, terjadi retraksi kepala bayi
terhadap perineum ibu yang disebut turtle sign. Tanda ini adalah kepala
bayi seperti kura-kura yang menarik kepala kembali ke cangkangnya.
(Chandranita, 2009)

15
F. Diagnosis Dictosia Bahu
Diagnosis distosia bahu dimana tubuh bayi tidak kunjung lahir setelah
kepala lahir walaupun kontraksi his baik. Tanda klinis terjadinya distosia
bahu meliputi:
1. Tubuh bayi tidak muncul setelah ibu meneran dengan baik dan
traksi yang cukup untuk melahirkan tubuh setelah kepala bayi
lahir.
2. Turtle sign adalah kepala bayi tertarik kembali ke perineum ibu
setelah keluar dari vagina. Pipi bayi menonjol keluar, seperti kura-
kura yang menarik kepala kembali ke cangkangnya. Penarikan
kepala bayi ini terjadi akibat bahu depan bayi terperangkap di
simfisis pubis ibu sehingga mencegah lahirnya tubuh bayi.
(Prof.Dr.Ida Bagus, 2011)
Faktor risiko utama dari distosia bahu meliputi faktor antepartum dan
intrapartum. Faktor antepartum meliputi usia ibu, riwayat distosia bahu
sebelumnya, diabetes atau obesitas pada ibu sebelum hamil, makrosomia,
diabetes gestasional dan peningkatan berat badan berlebih selama
hamil.Usia ibu lebih dari 35 tahun, IMT lebih dari 30 kg/m2 , dan
peningkatan BB lebih dari 20 kg selama hamil merupakan faktor
antepartum yang rutin ditemukan.Faktor intrapartum meliputi disproporsi
sefalopelvik relatif, persalinan macet dan persalinan dengan bantuan alat.
(Prof.Dr.Ida Bagus, 2011)
Pengukuran antropometrik fetal dengan USG belum dapat mencegah
risiko terjadinya distosia bahu. Namun, diduga ukuran diameter abdomen
(abdominal diameter/AD) - diameter biparietal (biparietal diameter/BPD)
≥26 mm diduga dapat menjadi faktor penting dalam deteksi distosia bahu.
Meskipun makrosomia merupakan faktor risiko distosia bahu yang telah
diketahui, namun justru mayoritas kasus distosia bahu terjadi pada bayi
yang non-makrosomi. Batas berat lahir yang diprediksi dapat mengalami
distosia bahu adalah >3800-4200 g. (Prof.Dr.Ida Bagus, 2011)
G. Prognosis Dictosia Bahu

16
Prognosis adalah ramalan tentang peristiwa yang terjadi terkait
dengan penyakit atau penyembuhan setelah dilakukan tindakan
pengobatan, misalnya operasi. Istilah kesehatan ini menunjukkan prediksi
dokter mengenai bagaimana kondisi pasien di masa mendatang. (Aprilia,
2014)
Prognosis distosia bahu ditentukan oleh komplikasi yang timbul
pada ibu maupun pada bayi. Komplikasi terberat yang bisa terjadi adalah
kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan pasca melahirkan, akibat
laserasi jalan lahir maupun perburukan kontraksi uterus. Sementara,
kematian bayi umumnya disebabkan oleh hipoksia hingga asfiksia berat
akibat persalinan yang terlalu lama. Baik bila segera mendapatkan
pertolongan dan kematian karena perdarahan yang hebat di sertai syok
dalam. (Aprilia, 2014)
H. Penanganan Dictosia Bahu
Distosla Bahu: Setelah kepala janin dilabirkan, adanya benturan
tulang bahu terhadap simfisis pubis (distosia bahu) merupakan suatu
kedaruratan yang memerlukan kerja korektif secepatnya. Walaupun faktor-
faktor predis posisi termasuk makrosomia yang berhubungan dengan
diabetes melitus, dan abnormalitas janin, problemnya sering muncul secara
tiba-tiba dan tidak diharapkan. Segera setelah kepala dilahirkan
keadaannya tampak lebih jelas bila kepala tertarik ke belakang menekan
perineum dan bahu tidak lahir setelah dilakukan traksi seperlunya.
Komplikasi yang potensial meliputi kerusakan pleksus brakialis, fraktur
klavikula janin, dan anoksia janin.(Putri mayda sari, 2020)
Penanganan objektifnya adalah melepaskan bahu anterior dari
posisi terjepit tanpa melukai serabut saraf servikal (pleksus brakialis).
Ketergesaan yang tidak perlu dan pemaksaan yang agresif harus dibindari,
karena fleksi lateral leer yang berlebiban dan traksi kepala dan leher yang
berlebihan dapat meningkatkan kemungkinan kerusakan pleksus brakialis.
Penekanan pada funds dapat memperberat jepitan pada bahu. (Putri mayda
sari, 2020)

17
Penatalaksanaan Dua macam metoda yang paling sering dianjurkan
adalah rotasi tulang bahu dan melahirkan lengan belakang. Keduanya
dipermudah dengan episiotomi dan anastesia yang adekuat. (Putri mayda
sari, 2020)

18
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Distosia bahu adalah peristiwa dimana tersangkutnya bahu janin dan tidak
dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. Tanda dan gejala distosia bahu
adalah pada proses persalinan normal kepala lahir melalui gerakan ekstensi.
Pada distosia bahu kepala akan tertarik ke dalam dan tidak dapat mengalami
putaran paksi luar yang normal. Disebabkan oleh karena faktor-faktor
komplikasi pada maternal atau neonatal. Untuk penatalaksanaan nya dilakukan
episiotomy secukupnya dan dilakukannya Manuver Mc.Robert,karena manuver
ini cukup sederhana, aman, dan dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu
derajat ringan sampai sedang.
B. Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Kami berharap para
pembaca, untuk memberikan kritik dan saran yang membangun kepada kami
demi kesempurnaan dalam makalah ini untuk kedepannya. Semoga makalah ini
dapat berguna dan bermanfaat bagi kami dan bagi para pembaca.

19
DAFTAR PUSTAKA

Agung putri Harsa. (2022). Ketidaknyamanan dan komplikasi yang ering terjadi
selama Persalinan & Nifas. In agung putri Harsa (Ed.), Ketidaknyamanan
dan komplikasi yang sering terjadi selama Persalinan & Nifas (p. 19).
Rebaciptamandiri.
Alfita. (2014). Distosia Bahu. Kegawatdaruratan Maternal Neonatal, 14, 3.
Aprilia. (2014). Distosia Bahu. Gadar, 14, 17.
Chandranita. (2009). Patofisiologi. In Buku ajar patologi obstetric untuk
mahasiswa kebidanan (pp. 13–15). EGC.
Harun akbar. (2017). Kehamilan Aterm Dengan Distosia Bahu. Kedokteran, 7, 2.
J.E.Wantania, D. john. (2015). Kedaruratan oberetik. Kedokteran, 2, 4.
Prof.Dr.Ida Bagus. (2011). Distosia Bahu. In Kapita selekta penatalaksanaan
Rutin obstetri Ginekologi dan KB (p. 74).
Putri mayda sari. (2020). Distosia Bahu. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin
Dengan Distosia Bahu, 1(2), 24.
sari koto. (2020). Asuhan Kebidanan pada ib bersalin dengan distosia bahu.
Asuhan Ibu Bersalina, 1(2), 14.

20

Anda mungkin juga menyukai