Anda di halaman 1dari 31

PERSALINAN DENGAN DISTOSIA BAHU

Disusun Oleh :
Saufa Fahira
P07124120026

Dosen Pengampu :
Asrian, S. SiT, M.Kes

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES ACEH
JURUSAN KEBIDANAN BANDA ACEH
PRODI D-III KEBIDANAN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,karena


dengan rahmat dan hidayah-Nya,kami dapat menyelesaikan Makalah
yang berjudul: PERSALINAN DENGAN DISTOSIA BAHU ini dengan
baik meskipun masih banyak kekurangan. Saya juga berterima kasih
kepada dosen yang telah memberikan tugas ini dan telah membimbing
kami. Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah
wawasan serta pengetahuan bagi para pembaca.

Kami menyadari sepenuhnya bawah masih banyak kekurangan


dalam segi penyusunan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena
itu kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin
memberi kritik dan sarannya kepada saya sehingga saya dapat
memperbaiki makalah ini dikemudian hari. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan mohon maaf apabila terdapat kesalahan katakata yang
kurang berkenan.

Aceh Besar, 23 November 2022

Penulis

DAFTAR ISI

ii
HALAMAN JUDUL .......................................................................................i
KATA PENGANTAR .....................................................................................ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................1
A. Latar Belakang .....................................................................................1
B. Rumusan Masalah ................................................................................3
C. Tujuan ..................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................4
1. Persalinan Normal ................................................................................4
A. Definisi ..........................................................................................4
B. Macam-macam Persalinan .............................................................4
C. Tahapan Persalinan Normal ...........................................................5
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kehamilan ...........................10
2. Persalinan Dengan Distosia Bahu ........................................................13
A. Definisi Distosia Bahu ...................................................................13
B. Etiologi Distosia Bahu ...................................................................13
C. Patofisiologi Distosia Bahu ...........................................................15
D. Tanda-tanda Distosia Bahu.............................................................15
E. Pencegahan Distosia Bahu..............................................................16
F. Diagnosis........................................................................................16
G. Penatalaksanaan .............................................................................17
BAB III PENUTUP .........................................................................................23
A. Kesimpulan ..........................................................................................23
B. Saran ....................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I

iii
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Manajemen asuhan
kebidanan merupakan
suatu proses pemecahan
C. masalah dalam kasus
kebidanan yang
dilakukan secara
sistematis, diawali dari
D. pengkajian data (data
subjektif dan objektif)
dianalisis sehingga
didapatkan
E. diagnosa kebidanan
aktual dan potensial,

iv
masalah dan kebutuhan,
adanya
F. perencanaan,
pelaksanaan hingga
evaluasi.
G. Manajemen asuhan
kebidanan merupakan
suatu proses pemecahan
H. masalah dalam kasus
kebidanan yang
dilakukan secara
sistematis, diawali dari
I. pengkajian data (data
subjektif dan objektif)

v
dianalisis sehingga
didapatkan
J. diagnosa kebidanan
aktual dan potensial,
masalah dan kebutuhan,
adanya
K. perencanaan,
pelaksanaan hingga
evaluasi.
L. Manajemen asuhan
kebidanan merupakan
suatu proses pemecahan
M. masalah dalam kasus
kebidanan yang

vi
dilakukan secara
sistematis, diawali dari
N. pengkajian data (data
subjektif dan objektif)
dianalisis sehingga
didapatkan
O. diagnosa kebidanan
aktual dan potensial,
masalah dan kebutuhan,
adanya
P. perencanaan,
pelaksanaan hingga
evaluasi.
Manajemen asuhan kebidanan merupakan suatu proses pemecahan
masalah dalam kasus kebidanan yang dilakukan secara sistematis, diawali
dari pengkajian data (data subjektif dan objektif) dianalisis sehingga
didapatkan diagnosa kebidanan aktual dan potensial, masalah dan
kebutuhan, adanya perencanaan, pelaksanaan hingga evaluasi.

vii
Dalam dunia kebidanan, sangat penting memberikan pelayanan
yang baik sehingga saat mengatasi masalah kebidanan tidak menjadi suatu
masalah yang perlu dikawatrikan seperti masalah sitosia bahu. Distosia
bahu adalah suatu keadaan diperlukannya tambahan maneuver obstetrik
oleh karena tarikan biasa ke belakang pada kepala bayi tidak berhasil
untuk melahirkan bayi. Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah
kepala lahir bahu tidak dapat dilahirkan dengan cara pertolongan biasa dan
tidak didapatkan sebab lain dari kesulitan tersebut. Insidensi distosia bahu
sebesar 0,2% -0,3 % dari seluruh persalinan vaginal presentasi kepala.
Apabila distosia bahu didefinisikan sebagai jarak waktu antara lahirnya
kepala dengan badan bayi lebih dari 60 detik, maka waktu antara lahirnya
kepala dengan lahirnya badan lebih baik dari 60 detik. Maka insidensinya
menjadi 11%.
Distosia bahu merupakan kondisi kegawatdaruratan obstetric pada
persalinan pervaginam dimana bahu janin gagal lahir secara spontan
setelah lahirnya kepala. Distosia bahu masih menjadi penyebab penting
cedera neonatal dan maternal dengan tingkat insidensi distosia bahu
mencapai 0.260 (166 kasus dari 44.580 persalinan normal. Distosia bahu
memiliki kaitan erat dengan terjadinya cedera pleksus brakhialis. Cedera
pleksus brakhialis berkisar 1-20% dari seluruh kasus distosia bahu.
Seringkali cedera hanya bersifat sementara dan akan pulih dalam hitungan
jam hingga bulan, namun ditemukan juga cedera permanen, pada 3-10%
kasus yang diduga terjadi akibat avulsi jaringan saraf.
Insiden distosia bahu sulit dihitung karena masalah dalam
mendefinisikannya sehingga semakin luas definisi, semakin tinggiinsiden
yang dicatat. Akan tetapi rentan antara 0,232,09 % dari seluruh kelahiran
per vagina telah dilaporkan, dengan peningkatan risiko karena peningkatan
berat badan lahir.
Sebuah penelitian di Nigeria menyebutkan prevalensi distosia
adalah 2,13% dari seluruh persalinan, sebagian besar disebabkan
disproporsi sefalopelvis. Di Indonesia terdapat penelitian di Banda Aceh

viii
menemukan 6,52% persalinan melalui sectio caesarea disebabkan oleh
distosia.  Kejadian mortalitas neonatus pada persalinan distosia lebih
tinggi daripada mortalitas pada maternal.
Prevalensi distosia diperkirakan antara 4,8 – 21% diantara seluruh
persalinan pervaginam. Sebuah penelitian kohort lain di Denmark pada
2.810 wanita hamil menemukan bahwa 37% pasien nulipara mengalami
perlambatan persalinan dan 61% nya terjadi saat kala 2.
Data dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa 1 dari 3 wanita
hamil mengalami persalinan melalui sectio caesarian dan distosia menjadi
penyebab operasi sectio caesaria pada 34% kasus. Sebuah penelitian di
Nigeria menemukan bahwa prevalensi distosia adalah 2,13%. Sebagian
besar kasus distosia tersebut disebabkan oleh disproporsi sefalopelvis
(65,37%), posisi oksipitoposterior persisten (16,58%), dan malpresentasi
(11,7%).
Berdasarkan penelitian di Nigeria, ditemukan bahwa angka
mortalitas ibu pada kasus distosia adalah 0,98% dan mortalitas bayi pada
kasus distosia adalah 34,15%. Studi lain yang dilakukan di Jamshoro pada
1.650 ibu hamil menemukan bahwa prevalensi distosia pada populasi
subjek adalah 6,4% (107 kasus). Dari keseluruhan kasus tersebut kematian
maternal ditemukan pada 2,8% kasus dan kematian pada neonatus
ditemukan pada 20,5% kasus.
Data mengenai prevalensi distosia di Indonesia masih belum
banyak ditemukan. Studi di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel
Abidin (RSUDZA) Banda Aceh menemukan bahwa 6,52% persalinan
melalui Sectio Ceasaria disebabkan oleh distosia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang Dimaksud Distosia Bahu?
2. Apa Etiologi Distosia Bahu?
3. Apa Patofisiologi Distosia Bahu?
4. Apa Saja Tanda-Tanda Distosia Bahu?

ix
5. Bagimana Pencegahan Distosia Bahu?
6. Bagaimana Diagnosa Distosia Bahu?
7. Bagaimana Penatalaksanaan Distosia Bahu?

C. Tujuan
1. Dapat Mengetahui Pengertian Distosia Bahu
2. Dapat Mengetahui Etiologi Distosia Bahu
3. Dapat Mengetahui Patofisiologi Distosia Bahu
4. Dapat Mengetahui Tanda-tanda Distosia Bahu
5. Dapat Mengetahui Pencegahan Distosia Bahu
6. Dapat Memahami Diagnosa Distosia Bahu
7. Dapat Mengetahu Penatalaksanaan Distosia Bahu

BAB II

PEMBAHASAN

1. Persalinan Normal
A. Definisi

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri)


yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan
lahir atau bukan jalan lahir, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan
sendiri). Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks,
hingga janin turun ke dalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses di mana

x
janin dan ketuban didorong keluar melalui jalan lahir. Persalinan adalah
proses di mana bayi, plasenta, dan selaput ketuban keluar dari rahim ibu.
Persalinan dianggap abnormal jika prosesnya terjadi pada usia cukup
bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai dengan penyulit (Mutmainnah et
al., 2018)

Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan


janin turun ke dalam jalan lahir (Mutmainnah et al., 2018). Persalinan
normal adalah pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan
(37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang
berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun janin.
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat
hidup di luar uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan normal atau
persalinan spontan adalah bila bayi lahir dengan letak belakang kepala
(Mutmainnah et al., 2018)

B. Macam-Macam Persalinan
Menurut (Mutmainnah et al., 2018) macam-macam persalinan adalah
sebagai berikut :
1. Berdasarkan caranya persalinan dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu :
a. Persalinan Normal
Adalah proses kelahiran bayi yang terjadi pada usia kehamilan
cukup bulan (lebih dari 37 minggu) tanpa adanya penyulit, yaitu
dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-alat serta tidak melukai
bayi dan ibu. Partus spontan umumnya berlangsung 24 jam.
b. Persalinan Abnormal Persalinan pervaginam dengan bantuan alat-
alat atau melalui dinding perut dengan operasi caesar.
2. Berdasarkan proses berlangsungnya persalinan dapat dibedakan
menjadi tiga, yaitu :
a. Persalinan Spontan

xi
Bila persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri atau
melalui jalan lahir ibu tersebut.

b. Persalinan Buatan

Bila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar, misalnya


ekstraksi forceps atau dilakukan operasi section caesar.

c. Persalinan Anjuran

Persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya, tetapi baru


berlangsung setelah pemecahan ketuban karena pemberian
prostaglandin.

C. Tahapan Persalinan Normal


1. Kala I
Kala I disebut juga dengan kala pembukaan yang
berlangsung antara pembukaan O sampai dengan pembukaan
lengkap (10 cm). Pada permulaan his, kala pembukaan berlangsung
tidak begitu kuat sehingga pasien masih dapat berjalan-jalan.
Proses pembukaan serviks sebagai akibat his dibedakan menjadi
dua fase, yaitu:
a. Fase Laten

Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat


sampai dengan pembukaan mencapai ukuran diameter 3 cm.

b. Fase Aktif
1) Fase Akselerasi
Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
2) Fase Dilatasi Maksimal
Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4
cm sampai dengan 9 cm.
3) Fase Dilatasi

xii
Pembukaan menjadi lambat sekali, dalam waktu 2 jam
pembukaan berubah menjadi pembukaan lengkap.

Di dalam fase aktif ini, frekuensi dan lama kontraksi uterus


akan meningkat secara bertahap, biasanya terjadi tiga kali atau
lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40 detik atau
lebih. Biasanya dari pembukaan 4 cm hingga mencapai pembukaan
lengkap atau 10 cm, akan terjadi kecepatan rata-rata yaitu 1 cm per
jam untuk primigravida dan 2 cm untuk multigravida (Mutmainnah
et al., 2018)

Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida begitu pula


pada multigravida, tetapi pada fase laten, fase aktif, dan fase
deselerasi terjadi lebih pendek. Mekanisme pembukaan serviks
berbeda antara primi atau multigravida (Mutmainnah et al., 2018)

Pada primigravida, OUI membuka lebih dulu sehingga


serviks akan mendatar dan menipis, baru kemudian OUE

membuka, pada multigravida OUI dan OUE akan mengalami


penipisan dan pendataran yang bersamaan. Kala I selesai apabila
pembukaan serviks sudah lengkap. Pada primigravida kala
berlangsung kira-kira 12 jam, sedangkan padamultigravida kira-
kira 7 jam.

Gambar 1. Mekanisme Pembukaan Serviks

xiii
2. Kala II

Kala II disebut juga dengan kala pengeluaran, kala ini


dimulai dari pembukaan lengkap (10cm) sampai bayi lahir
(Mutmainnah et al., 2018). Proses ini berlangsung 2 jam pada
primigravida dan 1 jam pada multigravida, gejala utama dari kala
II adalah :

a. His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit dengan


durasi 50 sampai 100 detik.

b. Menjelang akhir kala 1, ketuban pecah yang ditandai dengan


pengeluaran cairan secara mendadak.

c. Ketuban pecah pada pembukaan merupakan pendeteksi lengkap


diikuti keinginan mengejan karena fleksus frankenhauser tertekan.

d. Kedua kekuatan, his dan mengejan lebih mendorong kepala bayi


sehingga kepala bayi membuka pintu, subocciput bertindak sebagai
hipomoglion berturut-turut lahir dari dahi, muka, dagu yang
melewati perineum.

e. Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putaran paksi luar, yaitu
penyesuaian kepala pada punggung.

f. Setelah putar paksi luar berlangsung maka persalinan bayi


ditolong dengan jalan :

1) Kepala dipegang pada ocsiput dan dibawah dagu,


ditarik curam ke bawah untuk melahirkan bahu
belakang
2) Setelah kedua bahu lahir, ketiak diikat untuk
melahirkan sisa badan bayi

xiv
3) Bayi kemudian lahir diikuti oleh air ketuban

Gambar 2. Kala II Persalinan

3. Kala III

Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai


10 menit. Melalui kelahiran bayi, plasenta sudah mulai terlepas
pada lapisan Nitabisch karena sifat retraksi otot rahim. Dimulai
segera setelah bayi sampai plasenta lahir, yang berlangsung tidak
lebih dari 30 menit, jika lebih harus diberikan penanganan lebih
atau dirujuk (Mutmainnah et al., 2018) Lepasnya plasenta sudah
dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda :
1. Uterus menjadi bundar
2. Uterus terdorong ke atas karena plasenta dilepas ke segmen
bawah rahim
3. Tali pusat bertambah panjang
4. Terjadi perdarahan

Melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan ringan


secara crede pada fundus uteri. Biasanya plasenta lepas dalam 6
sampai 15 menit setelah bayi lahir.

xv
Lepasnya plasenta secara Schultze, biasanya tidak ada
pendarahan sebelum plasenta lahir banyak mengeluarkan darah
setelah plasenta lahir, sedangkan cara Duncan yaitu plasenta lepas
dari pinggir, biasanya darah mengalir keluar antara selaput ketuban
(Wahyuni et al., 2022)

Gambar 3. Kala III

4. Kala IV

Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena


perdarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama.
Observasi yang dilakukan adalah :

a. Tingkat kesadaran penderita


b. Pemeriksaan ttv
c. Kontraksi uterus
d. Terjadi perdarahan

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan


Faktor-faktor yang mempengaruhi persalinan adalah :

xvi
a) Power (kekuatan) Adalah kekuatan yang mendorong janin keluar.
Kekuatan yang mendorong janin keluar dalam persalinan ialah his,
kontraksi otot-otot perut, kontraksi diafgrama dan aksi dari
ligamen dengan kerja yang baik dan sempurna. Kontraksi uterus
(His)
His yang baik adalah kontraksi simultan simetris di seluruh
uterus,kekuatan terbesar di daerah fundus, terdapat periode
relaksasi di antara dua periode kontraksi, terdapat retraksi otot-otot
korpus uteri setiap sesudah his,osthium uteri eksternum dan
osthium internum pun akan terbuka. His dikatakan sempurna
apabila kerja otot paling tinggi di fundus uteri yang lapisan otot-
ototnya paling tebal,bagian bawah uterus dan serviks yang hanya
mengandung sedikit otot dan banyak kelenjar kolagen akan mudah
tertarik hingga menjadi tipis dan membuka,adanya koordinasi dan
gelombang kontraksi yang simetris dengan dominasi di fundus
uteri dan amplitudo sekitar 40-60 mmHg selama 60-90 detik.
Tenaga meneran (Wahyuni et al., 2022)

(1) Pada saat kontraksi uterus dimulai ibu diminta untuk menarik
nafas dalam,nafas ditahan,kemudian segera mengejan ke arah
bawah(rectum) persisBAB. Kekuatan meneran dan mendorong
janin ke arah bawah dan menimbulkan keregangan yang bersifat
pasif. Kekuatan his dan refleks mengejan makin mendorong bagian
terendah sehingga terjadilah pembukaan pintu dengan crowning
dan penipisan perinium,selanjutnya kekuatan refleks mengejan dan
his menyebabkan ekspulsi kepala sebagian berturut-turut lahir
yaitu UUB, dahi, muka, kepala dan seluruh badan (Wahyuni et al.,
2022)

b) Faktor passenger

xvii
Menurut (Wahyuni et al., 2022) terdiri dari atas 3 komponen
yaitu janin, air ketuban dan plasenta.

(1) Janin
Janin bergerak sepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi
beberapa faktor yaitu ukuran kepala janin,presentasi,letak,
sikap dan posisi janin.
(2) Air ketuban
Saat persalinan air ketuban membuka serviks dan mendorong
selaput janin ke dalam osthium uteri,bagian selaput anak yang
di atas osthium uteri yang menonjol waktu his adalah ketuban.
Ketuban inilah yang membuka serviks.
(3) Plasenta
Plasenta juga harus melalui jalan lahir, plasenta juga dianggap
sebagai penumpang yang menyertai janin. Namun plasenta
jarang menghambat proses persalinan pada persalinan normal.
Plasenta adalah bagian dari kehamilan yang penting dimana
plasenta memiliki peranan berupa transport zat dari ibu ke
janin, penghasil hormon yang berguna selama kehamilan,serta
sebagai barrier.
c) Passage
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu,yaitu bagian tulang padat,dasar
panggul,vagina,introitus vagina. Meskipun jaringan lunak,
khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut menunjang
keluarnya bayi tetapi panggul ibu lebih berperan dalam proses
persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap
jalan lahir yang relatif kaku. Oleh karena itu ukuran dan bentuk
panggul harus ditentukan sebelum persalinan dimulai
d) Faktor psikologi ibu
Keadaan psikologi ibu mempengaruhi proses persalinan. Ibu
bersalin yang di damping oleh suami dan orang-orang yang di
cintainya cenderung mengalami proses persalinan yang lebih lancar

xviii
dibandingkan dengan ibu bersalin yang tanpa di damping suami
atau orang-orang yang di cintainya. Ini menunjukan bahwa
dukungan mental berdampak positif bagi keadaan psikis ibu, yang
berpengaruh pada kelancaran proses persalinan.
e) Faktor penolong
Kompetensi yang dimiliki penolong sangat bermanfaat untuk
memperlancar proses persalinan dan mencegah kematian maternal
neonatal, dengan pengetahuan dan kompetensi yang baik di
harapkan kesalahan atau malpraktek dalam memberikan asuhan
tidak terjadi.

2. Persalinan Dengan Distosia Bahu


A. Definisi Distosia Bahu

Distosia bahu yaitu proses lahir nya bayi dalam keadaan bahu
gagal lahir secara spontan atau kondisi kegawatdaruratan obstetri pada
persalinan pervaginam yang membutuhkan manuver obstetrik
tambahan untuk melahirkan fetus setelah kepala lahir dan traksi gagal.
Diagnosis objektif dapat ditegakkan apabila lebih dari 60 detik, namun
waktu ini juga tidak rutin digunakan. Distosia bahu terjadi ketika baik
bahu fetus anterior atau posterior (jarang), mengalami impaksi pada
simfisis pubis atau promontorium sakral ibu (Siantar & Rostianingsih,
2022)

Pada presentasi kepala bahu anterior terjepit di atas simpisis


pubis sehingga bahu tidak dapat melewati panggul kecil atau bidang
sempit panggul. Bahu posterior tertahan di atas promontorium bagian
atas. Distosia bahu terjadi jika bahu masuk ke dalam panggul kecil
dengan diameter biakromial pada posisi anteroposterior dari panggul
sebagai pengganti diameter oblik panggul yang mana diameter oblik
sebesar 12,75 cm lebih panjang dari diameter anteroposterior (11 cm).

xix
Waktu untuk menolong distosia bahu kurang lebih 5-10 menit (Siantar
& Rostianingsih, 2022)

B. Etiologi Distosia Bahu

Menurut (Siantar & Rostianingsih, 2022) kelainan bentuk


panggul, diabetes gestasional, kehamilan postmature, riwayat
persalinan dengan distosia bahu dan ibu yang pendek.

1. Makrosomia
Ini adalah kondisi di mana bayi yang baru lahir
memiliki berat lahir berlebihan. Bayi dengan berat badan lebih
banyak daripada kasus umum cenderung memiliki berat badan
yang dapat mempersulit persalinan normal.
2. Anatomi Pelvis Abnormal
Ada kemungkinan panggul kecil akan menyebabkan
bayi tersangkut.
3. Gestational Diabetes
Ini meningkatkan kemungkinan bayi menambah berat
badan pada batang tubuh, yang mungkin menghalangi jalan
lancar melalui jalan lahir
4. Kehamilan Pascakencan
Masa inap bayi yang lama di dalam rahim seorang ibu
cenderung meningkatkan pertumbuhan bayi secara keseluruhan
yang menyebabkan sulitnya persalinan normal.
5. Persalinan dengan bantuan vagina menggunakan Forceps atau
Vacuum
Ini dapat menyebabkan cedera pleksus brakialis pada
bayi. Ini adalah ikatan saraf yang menghubungkan tulang
belakang ke bahu, lengan dan tangan.
6. Abnormalitas Persalinan
Periode dinamis tertunda persalinan tahap pertama saat
serviks membesar sekitar 8 cm, dan persalinan tahap kedua

xx
yang berkepanjangan, juga dapat menyebabkan cedera pleksus
brakialis. Memiliki persalinan yang diinduksi juga dapat
meningkatkan risiko kondisi ini.
7. Oksitosin dan Anestesi
Meskipun tidak ada data untuk menetapkan korelasi
antara penggunaan oksitosin dan anestesi dengan distosia bahu,
ada hubungan tidak langsung yang dilihat sebagai faktor risiko.
Oksitosin digunakan untuk bayi makrosomik, dan,
sebagaimana disebutkan di atas, bayi besar lebih rentan
terhadap kondisi tersebut.

Etiologi distosia dapat disebabkan oleh beberapa hal,


antara lain disproporsi sefalopelvis, kontraksi uterus yang tidak
adekuat, dan posisi janin yang abnormal. Risiko distosia akan
meningkat pada primipartus, menggunakan analgesia epidural,
berat janin diatas 4.000 gram, posisi kepala janin yang tinggi
saat dilatasi serviks maksimal, dan usia ibu diatas 35 tahun
(Siantar & Rostianingsih, 2022)

C. Patofisiologi Distosia Bahu

Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang


menyebabkan kepala berada pada sumbu normal dengan tulang
belakang bahu pada umumnya akan berada pada sumbu miring
(oblique) dibawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu meneran akan
menyebabkan bahu depan (anterior) berada dibawah pubis, bila bahu
gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengna sumbu miring
dan tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi yang besar
akan terjadi benturan bahu depan terhadap simfisis sehingga bahu
tidak lahir mengikuti kepala (Wahyuni et al., 2022)

D. Tanda – Tanda Distosia Bahu

xxi
Ibu bisa mengalami gejala mulai dari memar kandung kemih,
rektum, vagina, atau leher rahim, atau bahkan pendarahan. Bayi
menghadapi kesulitan dalam muncul dengan traksi normal dan
mungkin meminta ibu untuk memberikan tekanan ekstra untuk
mendorong bagian tubuh yang tersisa keluar (Wahyuni et al., 2022)

E. Pencegahan Distosia Bahu

Menurut (Wahyuni et al., 2022) Upaya pencegahan distosia


bahu dan cedera yang dapat ditimbulkannya dapat dilakukan dengan
cara :

1. Tawarkan untuk dilakukan bedah sesar pada persalinan vaginal


berisiko tinggi: janin luar biasa besar (> 5 kg), janin sangat besar (>4,5
kg) dengan ibu diabetes, janin besar (>4 kg) dengan riwayat distosia
bahu pada persalinan sebelumnya, kala Il yang memanjang dengan
janin besar

2. Identifikasi dan obati diabetes pada ibu

3. Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi

4. Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan


suprapubis atau fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan risisko
cedera pada janin
5. Perhatikan waktu dan segera minta pertolongan begitu distosia
diketahui. Bantuan diperlukan untuk membuat posisi mcrobert,
pertolongan persalinan, resusitasi bayi, dan tindakan anestesia (bila
perlu).

F. Diagnosis Distosia Bahu

Keluhan utama pada pasien dengan distosia adalah persalinan


yang macet atau terhenti. Dikatakan terjadi perlambatan apabila kala 1
fase laten lebih dari 20 jam pada pasien nulipara dan lebih dari 14 jam

xxii
pada pasien multipara, sedangkan perpanjangan kala 1 fase aktif
apabila dilatasi servikal kurang dari 2 cm dalam 4 jam. Didefinisikan
distosia pada kala 2 apabila lebih dari 3 jam pada pasien nulipara dan
lebih dari 2 jam pada pasien multipara. Diagnosis distosia ditegakkan
berdasarkan penghitungan durasi persalinan. Selain menegakkan
diagnosis distosia, kemungkinan penyebab distosia harus dapat
diketahui untuk menentukan rencana tata laksana (Wahyuni et al.,
2022)

Seperti yang telah dijelaskan, distosia bahu merupakan kondisi


gawat darurat. Saat persalinan, dokter dapat langsung mendiagnosis
distosia bahu jika bayi mengalami kondisi di bawah ini:

1. Kepala bayi keluar, tetapi tubuh bayi tidak dapat keluar

2. Tubuh bayi tidak keluar setelah lebih dari 1 menit

G. Penatalaksanaan Distosia Bahu

Karena distosia bahu tidak dapat diramalkan, tenaga medis


obstetrik harus mengetahui betul prinsip-prinsip penatalaksanaan
penyulit yang terkadang dapat sangat melumpuhkan ini. Pengurangan
interval waktu antara pelahiran kepala sampai pelahiran badan amat
penting untuk bertahan hidup. Usaha untuk melakukan traksi ringan
pada awal pelahiran, yang dibantu dengan gaya dorong ibu, amat
dianjurkan. Traksi yang terlalu keras pada kepala atau leher, atau rotasi
tubuh berlebihan, dapat menyebabkan cedera serius pada bayi
(Nugraha et al., 2022)

Beberapa ahli menyarankan untuk melakukan episiotomi luas


dan idealnya diberikan analgesi yang adekuat. Tahap selanjutnya
adalah membersihkan mulut dan hidung bayi. Setelah menyelesaikan
tahap-tahap ini, dapat diterapkan berbagai teknik untuk membebaskan
bahu depan dari posisinya yang terjepit di bawah simfisis pubis
(Nugraha et al., 2022)

xxiii
1. Meminta bantuan tenaga kesehatan lain (help), untuk menolong
persalinan dan resusitasi neonatus bila diperlukan. Berpisahlah
juga untuk kemungkinan perdarahan pascasalin atau robekan
perineum setelah tatalaksana.
2. Dilakukan tekanan ringan pada daerah suprapubik dan secara
bersamaan dilakuka traksi curam bawah pada janin, ini disebut
sebagai disimpaksi bahu anterior atau Manuver Massanti.

Gambar 4. Penekanan suprapubik pada manuver massanti.

Mintalah salah seorang asisten untuk melakukan tekanan


secara simultan ke arah lateral bawah paha daerah suprasimfisis
untuk membantu persalinan bahu. Tekan kepala bayi secara mantap
dan terus-menerus ke arah bawah (kearah anus ibu) untuk
menggerakkan bahu anterior di bawah symphisis pubis. Hindari
tekanan yang berlebihan pada bagian kepala bayi karena mungkin
akan melukainya. Secara bersamaan minta salah satu asisten untuk
memberikan sedikit tekanan suprapubik ke arah bawah dengan
lembut. Jangan lakukan dorongan pada pubis, karena akan
memperngaruhi ahu lebih jauh dan bisa menyebabkan ruptur uteri.
Tekanan harus dilakukan pada sisi punggung bayi, ke arah dada
bayi. Perasat ini membantu adopsi bahu dan mendorong bahu
anterior menjauh dari simfisis pubis (Nugraha et al., 2022)

xxiv
Gambar 5. Massanti maneuver/External Pressure Suprapubic

3. Manuver McRobert yang ditemukan oleh Gonik dan rekannya


(1983) dan dinamai sesuia nama william A. McRobert.

Gambar 6. Manuver McRobert

Dalam posisi ibu berbaring terlentang, mintalah dia untuk


menekuk kedua tangannya dan mendekatkan lututnya sejauh
mungkin ke arah dadanya. Mintalah bantuan 2 orang asisten untuk
menekan fleksi kedua lutut ibu ke arah dada (Nugraha et al., 2022)

Prasat McRobert dilakukan dengan cara paha ibu ditarik


sekuatnya mendekati badan ibu, hal ini menyebabkan antara lain;
sakrum bertambah luas, memutar simfisis pubis membebaskan
habu depan dari cengkraman simfisi pubis, penarikan paha ke arah
badan dapat mengurangi kekuatan tarikan pada kepala bayi untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas (Nugraha et al., 2022)

xxv
Menganalisa manuver Mcrobert menggunakan pelvimetri
sinar-x menemukan bahwa prosedur tersebut menyebabkan
pelurusan os sacrum relatif terhadap vertebra lumbal, rotarsi
simfisis pubis ke arah kepala ibu, dan pengurangan sudut inklinasi
panggul. Walaupun hal ini tidak memperluas dimensi panggul,
rotasi panggul ke arah kepala cenderung untuk membebaskan bahu
anterior yang tertahan.

Gambar 7. Posisi pinggul ibu ketika dilakukan Manuver


McRobert

4. Enter The Vagina


a. Rubin Maneuver
Prinsip: Mengecilkan diameter bahu/bisacromial (12 cm) menjadi
lebih kecil sehingga dapat lahir atau keluar dari terperangkap di
simfisis. 2 tahapan perasat Rubin: 1) Kecilkan diameter bahu
dengan jalan menekannya vertical melalui dinding abdomen.
Sementara itu kepala bayi ditarik seperti biasa dalam proses
persalinan; 2) Jika tindakan diatas tidak berhasil, lakukan dengan
jalan memasukkan tangan yang paling dekat dengan bahu,
menelusuri nya, dan dada bayi ditekan. Dengan demikian
diharapkan diameter bahu akan menjadi lebih kecil dan persalinan
dapat berlangsung (Nugraha et al., 2022)

xxvi
Gambar 8. Rubin Maneuver

b. Wood Corkscrew
Prinsip: merotasi bahu ke diameter yang lebih menguntungkan
Teknik wood yaitu dengan cara bahu belakang sudah diharapkan
berada di daerah sacrum dengan ruang yang lebih luas dan posisi
yang lebih rendah. Lalu tangan dimasukkan di belakang bahu
belakang, Selanjutnya diputar sebesar 180° (menjadi bahu depan
searah jarum jam), diharapkan kedua bahu akan lahir dengan
sendirinya.Setelah kedua bahu lahir badan bayi dilahirkan seperti
biasa (Nugraha et al., 2022)

Gambar 9. Teknik Woods

xxvii
c. Remove The Posterior Arm (kelahiran lengan posterior)
Untuk melahirkan lengan posterior, bidan harus memasukkan
tanggannya ke dalam vagina dengan menggunakan ruang yang
diciptakan oleh lubang sacrum. Kemudian dua jari membelat
humerus lengan posterior, memfleksikan siku, dan menggeser
lengan bawah melewati dada untuk melahirkan tangan. Jika proses
kelahiran kemudian tidak selesai, lengan kedua dapat dilahirkan
setelah rotasi bahu menggunakan perasat Woods atau Rubin

Gambar 10. Teknik Melahirkan Lengan Posterior

d. Roll The Patient To Her Hand and Knees Gaskin Maneuver,


dengan melakukan perubahan posisi yaitu saat ibu dalam posisi
berbaring, ibu langsung diminta untuk berputar dan mengubah
menjadi posisi merangkak.

Gambar 11. Gaskin Maneuver

xxviii
BAB III

PENUTUP

A. Keimpulan
Distosia bahu merupakan kondisi kegawatdaruratan obstetric pada
persalinan pervaginam dimana bahu janin gagal lahir secara spontan
setelah lahirnya kepala. Distosia bahu masih menjadi penyebab penting
cedera neonatal dan maternal dengan tingkat insidensi distosia bahu
mencapai 0.260 (166 kasus dari 44.580 persalinan normal. Distosia bahu
memiliki kaitan erat dengan terjadinya cedera pleksus brakhialis. Cedera
pleksus brakhialis berkisar 1-20% dari seluruh kasus distosia bahu.
Seringkali cedera hanya bersifat sementara dan akan pulih dalam hitungan
jam hingga bulan, namun ditemukan juga cedera permanen, pada 3-10%
kasus yang diduga terjadi akibat avulsi jaringan saraf.
Prevalensi distosia adalah 2,13% dari seluruh persalinan, sebagian
besar disebabkan disproporsi sefalopelvis. Di Indonesia terdapat penelitian
di Banda Aceh menemukan 6,52% persalinan melalui sectio caesarea
disebabkan oleh distosia.  Kejadian mortalitas neonatus pada persalinan
distosia lebih tinggi daripada mortalitas pada maternal. Prevalensi distosia
diperkirakan antara 4,8 – 21% diantara seluruh persalinan pervaginam.
Sebuah penelitian kohort lain di Denmark pada 2.810 wanita hamil
menemukan bahwa 37% pasien nulipara mengalami perlambatan
persalinan dan 61% nya terjadi saat kala 2.
B. Saran
Mahasiswa diharapkan mengetahui pengertian persalinan normal dan
persalinan dengan indikasi . Mahasiswa juga diharapkan mengetahui serta
memahami tanda dan gejala, faktor yang mempengaruhi serta penanganan

xxix
yang perlu dilakukan pada kejadian distosia bahu sehingga mampu
memberikan pelayanan kebidanan yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Mutmainnah, A. U., Johan, H., & Llyod, S. S. (2018). Asuhan Persalinan Normal
dan Bayi Baru Lahir. Cv. Andi Offset.

Nugraha, A. P. H. S., Rahmawati, S., Yulivantina, E. V., Setiawandari,


Pramestiyani, M., Dewi, E. S., Damalita, A. F., Dessy Hidayati Fajrin, S. F.,
& Bakoil, M. B. (2022). Kupas tuntas seputar asuhan kegawatdaruratan
maternal dan neonatal. Rena Cipta Mandiri.

Siantar, R. L., & Rostianingsih, D. (2022). Asuhan Kebidanan Gawat Darurat


Maternal dan Neonatal. Rena Cipta Mandiri.

Wahyuni, Ismawati, Wijayanti, Wahyuni, T. S., Goltom, L., & Wulandari, D. T.


(2022). Penyakit akibat Gawat Darurat Obstetri. Yayasan Kita Menulis.

xxx
LAMPIRAN

xxxi

Anda mungkin juga menyukai