Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN

“PEMERIKSAAN PERSALINAN”

DOSEN PEMBIMBING :

Rosita Syaripah,S.SiT,.M.Keb

DISUSUN OLEH :
Kelas IIA

Denissa Aura Rizal P17124018007

PRODI DIII KEBIDANAN


POLTEKKES KEMENKES JAKARTA 1
TAHUN 2020
LEMBAR PERSETUJUAN

Makalah perkuliahan dengan pokok bahasan “PEMERIKSAAN PERSALINAN”.


Telah dikoreksi oleh dosen penanggung jawab dan telah dilakukan revisi oleh tim.

Jakarta, Mei 2020

Dosen Pembimbing

Rosita Syaripah,S.SiT,.M.Keb

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke khadirat Allah SWT


karena atas ridho,taufik,dan hidayah-Nya.Penulis masih diberi kesehatan
dan kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan.Tak lupa shalawat dan salam hendaknya penulis
haturkan kepada nabi akhir zaman Rasulullah SAW beserta keluarga dan
sahabat yang telah membawa kita kezaman yang penuh rahmat.

Makalah yang berjudul “PEMERIKSAAN PERSALINAN”.


Makalah ini dibuat untuk membantu mempermudah pemahaman dalam
mendalami mata kuliah Asuhan Kebidanan, Makalah ini tersusun dengan
dukungan dan bantuan beberapa pihak yang terkait. Pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih yang tidak terhingga pada semua pihak
yang telah membantu penyusunan makalah yang tidak dapat penulis
sebutkan namanya satu per satu. Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna, maka penulis menerima kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan makalah ini di masa mendatang. Akhir kata,
terimakasih dan Wassalam.

Jakarta, Mei 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................1

B. Tujuan Penulisan....................................................................................3

1. Tujuan Umum................................................................................3
2. Tujuan Khusus...............................................................................3
C. Manfaat Penelitian.................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................5

A. Daftar Tilik Asuhan Kebidanan Pada Persalinan...............................5

B. Langkah-langkah Pemeriksaan dan penjelasan menurut teori dan


pelaksanaan dilahan praktik.......................................................................12

BAB III PENUTUP..............................................................................................31

A. Kesimpulan............................................................................................31

B. Saran......................................................................................................31

DARTAR PUSTAKA..........................................................................................32

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang


normal dalam kehidupan. Persalinan adalah suatu proses yang dimulai
dengan adanya kontraksi uterus yang menyebabkan terjadinya dilatasi
progresif dari serviks, kelahiran bayi dan kelahiran plasenta merupakan
proses alamiah. Persalinan alamiah yang dialami perempuan merupakan
pengeluaran hasil konsepsi yang telah mampu hidup di luar kandungan
melalui beberapa proses seperti adanya penipisan dan pembukaan serviks,
serta adanya kontraksi yang berlangsung dalam waktu tertentu tanpa
adanya penyulit (Rohani dkk, 2011:3).
Salah satu tolak ukur penting dalam menciptakan Indonesia Sehat
adalah menekan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB). Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia pada tahun
2011 di Indonesia AKI masih sangat tinggi yaitu 288/100.000 kelahiran
hidup, sedangkan pada tahun 2012 jumlah AKI meningkat menjadi
359/100.000 kelahiran hidup, dimana angka tersebut menunjukan
terjadinya peningkatan jumlah AKI dari tahun sebelumnya. Sementara
AKB di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 35/1000 kelahiran hidup
atau 2 kali lebih besar dari target WHO sebesar 15/1000 kelahiran hidup
(SDKI, 2012:85).
Angka kematian prenatal dengan persalinan presentasi bokong
mempunyai prosentase 16,8-38,5% diIndonesia. Penyebab kematian
perinatal yang terpenting ialah prematuritas dan penanganan persalinan
yang kurang sempurna yang mengakibatkan hipoksia dan perdarahan
dalam tengkorak. Penanganan pada persalinan dengan kehamilan sungsang
(letak bokong) harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan sesuai
dengan prosedur tetap yang berlaku (Wiknjosastro, 2005:123).
Kejadian presentasi bokong (sungsang) berkisar antara 2,5-3%
bervariasi di berbagai tempat, dimana 50-70% adalah presentasi bokong

iv
murni (frankbreech), 5-10% adalah presentasi bokong kaki sempurna
(completebreech)dan 10-30% adalah presentasi bokong kaki tidak
sempurna dan presentasi kaki (incomplete breech presentation)
(Wiknjosastro, 2005:215).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Grobogan diketahui bahwa pada tahun 2013 terdapat 38 kasus AKI dan
305 kasus AKB. Dan pada tahun 2014 terdapat 43 kasus AKI dan 460
kasus AKB. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah kasus AKI
dan kasus AKB dari tahun ke tahun (Dinkes Kabupaten Grobogan, 2014).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Grobogan diketahui bahwa jumlah AKI pada persalinan presentasi bokong
(sungsang) mengalami peningkatan dari tahun 2013 ke tahun 2014. Jumlah
AKI pada persalinan presentasi bokong (sungsang) pada tahun 2013
diketahui sebanyak 7 kematian (18,4%) dari keseluruhan jumlah total
kematian. Sedangkan AKI pada persalinan presentasi bokong (sungsang)
pada tahun 2014 diketahui sebanyak 9 kematian (20,9%) dari keseluruhan
jumlah total kematian.
Berdasarkan data yang diperoleh di Puskesmas Wirosari I
diketahui bahwa di Wilayah Puskesmas Wirosari I pada tahun 2013
terdapat 30 (3,9%) persalinan presentasi bokong dari jumlah 764
keseluruhan persalinan, dimana semua pasien (100%) dirujuk ke tingkat
pelayanan selanjutnya. Sedangkan pada tahun 2014 terdapat 24 (3,2%)
persalinan presentasi bokong dari jumlah 606 keseluruhan persalinan,
dimana semua pasien (100%) dirujuk ke tingkat pelayanan selanjutnya
(Data Laporan Pasien Puskesmas Wirosari I, 2014).
Meskipun jumlah persalinan presentasi bokong di Wilayah
Puskesmas Wirosari I mengalami penurunan dari tahun sebelumnya,
namun resiko dan jumlah angka kematian prenatal dengan persalinan
presentasi bokong yang tinggi perlu di waspadai. Pertolongan persalinan
dengan presentasi bokong memerlukan perhatian karena dapat
menimbulkan komplikasi kesakitan, cacat permanen sampai dengan
kematian bayi (Sarwono, 2002:47).

v
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa tertarik untuk
mengambil sebuah studi kasus dengan judul “Asuhan Kebidanan Pada Ibu
Bersalin Ny. S GII PI A0 dengan Presentasi Bokong Murni di Puskesmas
Wirosari I Kabupaten Grobogan”.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Penulis dapat memahami dan melakukan asuhan kebidanan pada ibu


bersalin dengan presentasi bokong murni di Puskesmas Wirosari I
Kabupaten Grobogan ditingkat pelayanan dasar sebagai salah satu
upaya penurunan angka kematian ibu dan bayi.

2. Tujuan Khusus

a. Penulis dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan letak


bokong.
b. Penulis dapat mengidentifikasi masalah pasien dengan letak
bokong.
c. Penulis dapat membuat diagnosa yang muncul pada pasien
presentasi bokong.
d. Penulis dapat melaksanakan tindakan segera sesuai dengan
kondisi pasien presentasi bokong.
e. Penulis dapat mengimplementasikan rencana asuhan secara
efisien dan aman pada pasien presentasi bokong.
f. Penulis dapat mengevaluasi asuhan yang diberikan, mengkaji
ulang secara tepat.
g. Penulis dapat menerapkan cara pendokumentasian yang baik
dan benar dengan metode Helen Varney.

C. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

vi
Memberikan pengalaman yang berharga bagi penulis memperluas
wawasan dan meningkatkan pengetahuan mengenai asuhan kebidanan
ibu bersalin dengan presentasi bokong murni.
2. Bagi Institusi
Dapat digunakan sebagai studi pustaka dan bahan bacaan ilmiah dan
kerangka konsep perbandingan untuk pengembangan kualitas ilmu
kebidanan.
3. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan yang akhirnya menimbulkan kesadaran untuk
mendeteksi dini masalah yang muncul pada ibu bersalin dengan
presentasi bokong murni.
4. Bagi Lahan Praktik / Nakes
Meningkatkan kualitas pelayanan asuhan kebidanan ibu bersalin
dengan presentasi bokong murni.

vii
BAB II
PEMBAHASAN

A. Daftar Tilik Asuhan Kebidanan Pada Persalinan

PENUNTUN BELAJAR
PERSALINAN NORMAL
LANGKAH / TUGAS KASUS
1 2 3 4 5
I.   MELIHAT TANDA DAN GEJALA KALA DUA
1) Mengamati tanda dan gejala persalinan kala dua :
 Ibu mempunyai keinginan untuk meneran
 Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rektum
dan/atau vaginanya
 Perineum menonjol
 Vulva-vagina dan sfingter anal membuka
II.   MENYIAPKAN PERTOLONGAN PERSALINAN
2) Memastikan perlengkapan, bahan, dan obat-obatan esensial siap
digunakan, yaitu :
 Partus set :          
 2 klem kelly atau kocher          
 Gunting tali pusat          
 Benang tali pusat          
 ½ kocher          
 1 ½ pasang sarung tangan DTT          
 Kateter nelaton          
 Gunting episiotomi          
 Kassa secukupnya          
 Kapas DTT dalam tempatnya          
 Spuit 2 ½ atau 3 ml          
 1 ampul oksitosin 10 U          
 Kapas alkohol dalam tempatnya          
 DeLee
 2 kain bersih
 2 handuk
  Celemek plastic
 Perlengkapan perlindungan pribadi : masker, kaca mata, alas kaki
tertutup
  Perlak
 Linec
 Tensimeter
 Larutan klorin 0,5 % dalam tempatnya

5
6

  Air DTT dalam tempatnya


 3 buah tempat sampah : basah, kering, tempat benda tajam
  Kantung plastik atau pendil
  Kain ibu
 Pembalut
 Gurita
 Waslap
 Mematahkan ampul oksitosin 10 U, dan menempatkan tabung
suntik steril sekali pakai di dalam partus set.
3)  Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih
4) Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku. Mencuci
kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan
mengeringkan tangan dengan haduk satu kali pakai / pribadi yang
bersih.
5) Memakai sarung tangan DTT. Memakai sarung tangan disinfeksi
tingkat tinggi atau steril untuk semua pemeriksaan dalam.
6) Menghisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan
memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan
meletakkannya kembali di partus set/ wadah desinfeksi tingkat tinggi
atau steril tampa mengkontaminasi tabung suntik.
III. MEMASTIKAN PEMBUKAAN LENGKAP & KEDAAN JANIN BAIK

7) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati


dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kassa yang
sudah dibasahi air desinfeksi tingkat tinggi. Jika mulut vagina,
perineum atau anus terkontaminasi oleh kotoran ibu,
membersihkannya dengan seksama dengan cara menyeka dari depan
ke belakang. Membuang kapas atau kassa yang terkontaminasi dalam
wadah yang benar. Mengganti sarung tangan jika terkontaminasi
(meletakkan kedua sarung tangan tersebut dengan benar di dalam
larutan dekontaminai, langkah # 10)
8) Dengan menggunakan teknik aseptik, melakukan pemeriksaan dalam
untuk memastikan bahwa pembukaan sudah lengkap.
Bila selaput ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan sudah
lengkap, lakukan amniotomi.
9) Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan
yang masih memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin
0,5% dan kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta
merendamnya di larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Mencuci
kedua tangan (seperti di atas).
10) Memeriksa denyut jantung janin (DJJ) setelah kontraksi uterus
berakhir untuk memastikan DJJ dalam batas normal (100 – 180
x/mnt)
 Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal
 Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan
semua hasil- hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf
IV. MENYIAPKAN IBU DAN KELUARGA UNTUK MEMBANTU PROSES PIMPINAN
7

MENERAN
11) Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.
 Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai dengan
keinginannya.
 Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran.
Melanjutkan pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta janin
sesuai dengan pedoman persalinan aktif dan mendokumentasikan
temuan-temuan.
 Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat
mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat ibu mulai
meneran.
12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu untuk 
meneran. (Pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi setengah duduk
dan pastikan ibu merasa nyaman)
13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai dorongan kuat
untuk meneran :
 Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinginan
untuk meneran
 Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk meneran
 Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya
(tidak meminta ibu berbaring terlentang)
 Menganjurkan ibu untuk istirahat di antara kontraksi
 Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi
semangat pada ibu
 Menganjurkan asupan cairan per oral
 Menilai denyut jantung janin setiap lima menit
 Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi
segera dalam waktu 120 menit (2 jam) meneran untuk ibu
primipara atau 60 menit (1 jam) untuk ibu multipara, merujuk
segera
 Jika ibu tidak mempunyai keinginan untuk meneran
 Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau
mengambil posisi yang nyaman. Jika ibu belum ingin
meneran dalam 60 menit, anjurkan ibu untuk mulai meneran
pada puncak kontraksi-kontraksi tersebut dan beristirahat di
antara kontraksi
 Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi
segera setelah 60 menit meneran, merujuk ibu dengan segera
V. PERSIAPAN PERTOLONGAN KELAHIRAN BAYI
14) Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm,
meletakkan handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
Sediakan tempat untuk mengantisipasi terjadinya komplikasi
persalinan (asfiksia), sebelah bawah kaki ibu tempat yang datar alas
keras. Beralaskan 2 kain dan 1 handuk. Dengan lampu sorot 60 watt
(jarak 60 cm dari tubuh bayi)
15) Meletakkan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian, di bawah bokong ibu
16) Membuka partus set
8

17) Memakai sarung tangan DTT atau steril  pada kedua tangan
VII. MENOLONG KELAHIRAN BAYI
Lahirnya Kepala
18) Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi
perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan tangan
yang lain di kepala bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak
menghambat pada kepala bayi, membiarkan kepala keluar perlahan-
lahan. Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan-lahan atau
bernafas cepat saat kepala lahir.
Jika ada mekonium dalam cairan ketuban, segera hisap mulut dan
hidung bayi setelah kepala lahir menggunakan penghisap lendir
DeLee disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau bola karet penghisap
yang baru dan bersih
19) Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung bayi dengan kain
atau kassa yang bersih
20) Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika
hal itu terjadi, dan kemudian meneruskan segera proses kelahiran
bayi :
 Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat
bagian atas kepala bayi.

 Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di dua
tempat, dan memotongnya.
21) Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara
spontan
Lahirnya Bahu
22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua
tangan di masing-masing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk
meneran saat kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya ke
arah bawah dan ke arah luar hingga bahu anterior muncul di bawah
arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan
ke arah luar untuk melahirkan bahu posterior
Lahinya Badan dan Tungkai
23) Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala
bayi yang berda di bagian bawah ke arah perineum tangan,
membiarkan bahu dan lengan posterior lahir ke tangan tersebut.
Mengendalikan kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati
perineum, gunakan lengan bagian bawah untuk menyangga tubuh
bayi saat dilahirkan. Menggunakan tangan anterio (bagian atas) untuk
mengendalikan siku dan tangan anterior bayi saat keduanya lahir.
24) Setelah tubuh dan lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas
(anterior) dari punggung ke arah kaki bayi untuk menyangganya saat
punggung dan kaki lahir. Memegang kedua mata kaki bayi dan
dengan hati-hati membantu kelahiran kaki.
VII. PENANGAN BAYI BARU LAHIR
25) Menilai bayi dengan cepat (jika dalam penilaian terdapat jawaban
tidak dari 5 pertanyaan, maka lakukan langkah awal),  kemudian
9

meletakkan bayi di atas perut ibu dengan posisi kepala lebih rendah
dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek, meletakkan bayi di
tempat yang memungkinkan)
26) Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan badan bayi
kecuali bagian tali pusat
27) Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi.
Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu dan
memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama (ke arah ibu)
28) Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari
gunting, dan memotong tali pusat di antara dua klem tersebut
29) Mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain
atau selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala,
membiarkan tali pusat terbuka.
Jika bayi mengalami kesulitan bernafas, mengambil tindakan yang
sesuai.
30) Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk
memeluk bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu
menghendakinya.
VIII. PENATALAKSANAAN AKTIF PERSALINAN KALA III
Oksitosin

31) Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi


abdomen untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua.
32) Memberi tahu ibu bahwa ia akan disuntik
33) Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, memberikan suntikan
oksitosin 10 unit IM di 1/3 paha kanan atas ibu bagian luar, setelah
mengaspirasinya terlebih dulu.
Penegangan Tali Pusat Terkendali
34) Memindahkan klem pada tali pusat sekitar  5-10 cm dari vulva
35) Meletakkan satu tangan di atas kain yang ada di perut ibu, tepat di
atas  tulang pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan
palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus. Memegang tali pusat dan
klem dengan tangan yang lain.
36) Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan
perenganganke arah bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan
tekanan yang berlawanan arah pada bagian bawah uterus  dengan
cara menekan uterus ke arah atas dan belakang (dorso-kranial)
dengan hati-hati untuk membantu mencegah terjadinya inversio uteri.
Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, menghentikan
peragangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi berikut mulai.

Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang anggota


keluarga untuk melakukan rangsangan puting susu
Mengeluarkan Plasenta
37) Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil
menarik tali pusat ke arah bawah dan kemudian ke atas, mengikuti
kurve jalan lahir sambil meneruskan tekanan berlawanan arah pada
10

uterus.
 Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga
berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva
 Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan peregangan tali pusat
selama 15 menit :
 Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM
 Menilai kandung kemih dan mengkateterisasi kandung
kemih dengan menggunakan teknik aseptik jika perlu
 Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan
 Mengulangi peregangan tali pusat selama 15 menit
berikutnya
 Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30
menit sejak kelahiran bayi
38) Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran
plasenta dengan menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta
dengan dua tangan dan dengan hati-hati memutar plasenta hingga
selaput ketuban terpilin. Dengan lembut dan perlahan melahirkan
selaput ketuban tersebut.
Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan disinfeksi tingkat
tinggi atau steril dan memeriksa vagina dan serviks ibu dengan
seksama. Menggunakan jari-jari tangan atau klem atau forseps
disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk melepasakan selaput yang
tertinggal
Rangsangan Taktil (Pemijatan) Uterus
39) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan masase
uterus, meletakkan telapak tangan kanan di fundus dan melakukan
masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus
berkontraksi (fundus menjadi keras ).
IX. MENILAI PERDARAHAN
40) Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun
janin dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa selaput ketuban
lengkap dan utuh. Meletakkan plasenta di dalam kantung plastik atau
tempat khusus.
Jika uterus tidak berkontraksi setelah  melakukan masase selama 15
detik mengambil tindakan yang sesuai
41) Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera
menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif
X. MELAKUKAN PROSEDUR PASCA PERSALINAN
42) Menilai ulang uterus dan memastikan berkontraksi dengan baik
Mengevaluasi perdarahan pervaginam
43) Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam
larutan klorin 0,5%, membilas kedua tangan yang masih bersarung
tangan tersebut dengan air didensinfeksi tingkat tinggi dan
mengeringkannya dengan kain yang bersih dan kering
44) Menempatkan klem tali pusat disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau
mengikatkan tali disinfeksi tingkat tinggi  dengan simpul mati di
sekeliling tali pusat sekitar 1 cm dari pusat
11

45) Mengikat satu lagi  simpul mati di bagian tali pusat yang
berseberangan  dengan simpul mati yang pertama
46) Melepaskan klem  bedah dan meletakkannya di dalam larutan klorin
0,5%.
47) Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya.
Memastikan handuk atau kainnya bersih dan kering
48) Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI
Evaluasi
49) Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan
pervaginam :
 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
 Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pascapersalinan
 Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan
 Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melaksanakan
perawatan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri
 Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan
penjahitan dengan anestesia lokal dan mengunakan teknik yang
sesuai.
50) Mengajarkan ibu / keluarga bagaimana melakukan masase uterus dan
memeriksa kontraksi uterus
51) Mengevaluasi kehilangan darah
52) Memeriksa tekanan darah, nadi dan kandung kemih setiap 15 menit
selama satu jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit selama
jam kedua pascapersalinan.
 Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama dua jam
pertama pascapersalinan
 Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal
Kebersihan dan Keamanan
53) Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk
didekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas peralatan setelah
didekontaminasi
54) Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat
sampah yang sesuai
55) Membersihkan ibu dengan menggunakan air DTT. Membersihkan
cairan ketuban, lendir dan darah. Membantu ibu memakai pakaian
yang bersih dan kering
56) Memastikan  ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI.
Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan
makanan yang diinginkannya
57) Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan
larutan klorin 0,5%, dan membilasnya dengan air bersih
58) Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%,
membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit
59) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir
Dokumentasi
12

60) Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang)


SKOR NILAI  = ∑  NILAI    X  100%
             90           
TANGGAL
PARAF PEMBIMBING
D. Langkah-langkah Pemeriksaan dan penjelasan menurut teori dan
pelaksanaan dilahan praktik.

Langkah 1 : Melihat Tanda Gejala Kala Dua

Teori:
Gejala dan tanda persalinan kala II adalah sebagai berikut.
1. Ibu merasa ingin meneran seiring dengan bertambahnya kontraksi.
Rasa ingin meneran disebabkan oleh tekanan kepala janin pada
vagina dan rektum, serta tekanan oleh uterus yang berkontraksi lebih
kuat dan lebih sering.
2. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau
vaginanya Tekanan di rektum dan vagina disebabkan oleh daya
dorong uterus dan turunnya kepala ke dasar panggul.
3. Perineum menonjol yang disebalbkan penurunan kepala janin
sebagai akbat dari kontraksi yang semakin sering.
4. Vulva-vagina dan sfingter ani membuka. Membukanya vulva-vagina
dan sfingter ani terjadi akibat adanya tahanan kepala janin pada
perineum.
5. Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.Lendir
bercampur darah ini merupakan lendir yang berasal dari jalan lahir
akibat turumnya kepala ke dasar panggul.

b. Pelaksanaan di lahan praktik

Di lahan praktik Puskesmas Perjuangan langkah 1 sudah sesuai


dengan teori yang sudah diberikan di kampus dengan melihat adanya
tanda gejala kala II yang meliputi : Tekanan pada anus,Dorongan untuk
meneran,Perineum menonjol, dan Vulva membuk
(TEKNUS,DORAN,PERJOL,VULKA)
13

Langkah 3 : Mengenakan Baju Penutup atau Celemek Plastik yang Bersih

a. Teori :
Pelindung pribadi merupakan penghalang atau barier antara penolong
dengan bahan- bahan yang berpotensi untuk menularkan penyakit.
Oleh sebab itu, penolong persalinan harus memakai celemek yang
bersih dan penutup kepala atau ikat rambut pada saat menolong
persalinan. Selain itu, gunakan juga masker penutup mulut dan
pelindung mata (kacamata) yang bersih dan nyaman. Kenakan semua
pribadi selama membantu kelahiran bayi dan plasenta, serta saat
melakukan penjahitan laserasi atau luka episiotomi.

b. Pelaksanaan di lahan praktik

Tindakan ini sudah dilakukan di lapangan sesuai dengan teori

Langkah 5 : Memakai sarung tangan DTT. Memakai sarung tangan


disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk semua pemeriksaan dalam.

a. Teori :
Sarung tangan DTT atau steril harus selalu dipakai selama melakukan
periksa dalam, membantu kelahiran bayi, episiotomi, penjahitan
laserasi, dan asuhan segera bagi bayi baru lahir. Sarung tangan
desinfeksi tingkat tinggi atau steril harus menjadi bagian dari
perlengkapan untuk menolong persalinan (partus set) dan prosedur
penjahitan (rnetruring atau hecting set). Sarung tangan harus diganti
apabila te:kontaminasi, robek, atau bocor.

c. Pelaksanaan di lahan praktik

Tindakan ini sudah dilakukan di lapangan sesuai dengan teori, karena


untuk mencegah kontak dengan cairan tubuh pasien sebelum
melakukan pemeriksaan dalam, membersihkan sampah yang
terkontaminasi
14

Langkah 8 : Amniotomi

a. Teori :
Teknik aseptik

Teknik aseptik membuat prosedur menjadi lebih aman bagi ibu, bayi
baru lahir, dan penolong. Teknik asepsis meliputi penggunaan
perlengkapan pelindung pribadi, antisepsis, dan menjaga tingkat
sterilitas atau disinfeksi tingkat tinggi.

Amniotomi

Apabila selaput ketuban belum pecah dan pembukaan sudah lengkap,


maka perlu dilakukan tindakan amniotomi. Perhatilkan warna air
ketuban yang keluar saat dilakukan amniotomi. Jika terjadi pewarnaan
mekonium pada air ketuban, maka lakukan persiapan pertolongan bayi
setelah lahir karena hal tersebut menunjukkan adanya hipoksia dalam
rahim atau selama proses persalinan.

d. Pelaksanaan di lahan praktik

Tindakan ini sudah dilakukan di lapangan sesuai dengan teori

Langkah 9 : Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan


tangan yang masih memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin
0,5% dan kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta
merendamnya di larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Mencuci kedua
tangan (seperti di atas).

a. Teori :
Dekontaminasi merupakan langkah pertama dalam menangani alat
bedah, sarung tangan, dan benda lainnya yang telah tercemar. Hal
penting sehelum membersikkan adalah mendekontaminasi alat tersebut
dengan merendamnya dalam laru:an klorin 0.5% selama 10 menit.
Larutan klorin terbuat dari sodium hipoklorit yang umurmnya tidak
mahal dan merupakan produk dengan reaksi yang paling cepat dan
efektif pada proses dekontaminasi, tetapi ada juga bahan lainnya yang
bisa digunakan seperti etil atau isopropyl alkohol 70 % dan bahan
fenolik 0,5-3%.
15

e. Pelaksanaan di lahan praktik

Tindakan ini sudah dilakukan di lapangan sesuai dengan teori

Langkah 11 : Menyiapkan Ibu Dan Keluarga Untuk Membantu Proses


Pimpinan Meneran

a. Teori :
Pemberian informasi.
Ibu dan suami harus diberi informasi selengkapnya tentang kemajuan
persalinan dan perkembangannya selama proses persalinan. Setiap
pengobatan atau intervensi yang mungkin dan akan dilakukan harus
dijelaskan terlebih dahulu. Ibu dan suaminya dilibatkan dalam
pengambilan keputusan

Mobilitas.
Ibu dianjurkan untuk mengubah posisi dari waktu ke waktu agar
merasa nyama dan mungkin persalinan akan berjalan lebih cepat
karena ibu merasa menguasai keadaan. Jika ibu bisa didorong untuk
tetap tegak dan bergerak, persalinan mungkin akan berjalan lebih cepat
dan ibu akan lebih merasa menguasai keadaan terutama jika ia
didorong untuk mengubah posisi dari waktu ke waktu agar bisa merasa
senyaman mungkin.

f. Pelaksanaan di lahan praktik

Tindakan ini sudah dilakukan di lapangan sesuai dengan teori

Langkah 13 : Jika Ibu Tidak Ada Keinginan Untuk Meneran

a. Teori :
Jika pembukaan sudah lengkap, tetapi ibu tidak ada dorongan
untuk meneran, bantu ibu untuk memperoleh posisi yang nyaman (bila
ibu masih mampu, anjurkan untuk berjalan-jalan).Posisi berdiri dapat
membantu penurunan bayi yang berlanjut dengan dorongan untuk
meneran.Ajarkan cara bernapas selama kontraksi berlangsung yaitu
bernapas melalui hidung dan menge uarkannya melalui mulut, pantau
16

kondisi ibu dan janin.Catat dalam partograf.Berikan cukup cairan dan


anjurkan/perbolehkan ibu untuk berkemih sesuai kebutuhan.Pantau
DJI setiap 15 menit.Stimulasi puting susu mungkin dapat
meningkatkan kekuatan dan kualitas kontraksi.

Jika tetap tidak ada dorongan untuk meneran setelah 60 menit


pembukaan lengkap, anjurkan ibu untuk mulai meneran di setiap
puncak kontraksi.Anjurkan ibu untuk mengubah posisinya secara
teratur.Jika bayi tidak lahir setelah 60 menit dilakukan upaya tersebut
di atas acau jika kelahiran bayi tidak segera terjadi, rujuk ibu segera
karena tidak turunnya kepala mungkin disebabkan oleh CPD.

g. Pelaksanaan di lahan praktik

Tindakan ini sudah dilakukan di lapangan sesuai dengan teori

Langkah 18 : Menolong Kelahiran Bayi

a. Teori :
Melahirkan Kepala

Saat kepala bayi membuka vulva (5-6 cm), letakkan kain bersih
dan kering yang dilipat %nya di bawah bokong ibu dan siapkan kain
atau handuk bersih di atas perut ibu (untuk mengeringkan bayi segera
setelah lahir). Lindungi perineum dengan satu tangan (di bawah kain
bersih dan kering), ibu jari pada salah satu sisi perineum dan 4 jari
tangan pada sisi yang lain dan tangan yang lain pada belakang kepala
bayi. Hal ini berguna untuk melindungi perineum dan mengendalikan
keluarnya kepala bayi secara bertahap dan hati-hati. Cara ini dapat
mengurangi regangan berlebilhan (robekan) pada vagina dan
perineum. Tekanan ke arah bawah melibatkan lebih banyak jaringan
dan gerakan ke arah dalam menyebarkan setiap jaringan tambahan ke
arah bagian tengah perineum sehingga dapat mengurangi regangan.
Tangan berada di bawah kain bersih dan kering untuk mencegah
terkontaminasinya tangan terhadap tindakan menggosok orifisium
vagina.

Tahan bagian belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi
pada saat keluar secara bertahap melewati introitus dan perineum.
Menahan kepala bayi dengan menempatkan ujung-ujung jari pada
verteks yang berada pada introitus vagina. Bidan harus berhati-hati
agar jari-jari tidak terselip ke dalam vagina sepanjang sisi kepala
17

karena jika tangan terselip dalam vagina akan meningkatkan infeksi


dan meningkathan risiko robek. Ketika bagian kepala semakin keluar
pada introitus vagina, lebarkan jari- jari di atas verteks kepala bayi
dengan ujung depan jari-jari Anca sebelum wajah muncul dan siku
bidan menghadap ke atas terhadap ibu. Melebarkan jari-jari pada
verteks secara merata menyebarkan tekanan yang diberikan oleh bidan
dan dapat menghindari setiap cedera intrakranial. Hal ini juga dapat
mencegah terjadinya ekstensi kepala bayi yang terlalu cepat.

Perhatikan perineum pada saat kepala keluar dan dilahirkan.


Penolong persalinan harus yakin untuk mengamati peregangan akhir
perineum. Garis-garis putih tipis muncul dengan segera sebelum
perineum robek sehingga bila hal ini terjadi penolong persalinan harus
meningkatkan topangan pada perineum.

h. Pelaksanaan di lahan praktik

Tindakan ini sudah dilakukan di lapangan sesuai dengan teori

Langkah 19 : Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung bayi


dengan kain atau kassa yang bersih

a. Teori :
Usap muka bayi dengan kain/kasa bersih atau DTT untuk
membersihkan lendir dan darah dari mulut dan hidung bayi. Jangan
melakukan pengisapan lendir secara rutin pada mulut, serta hidung
bayi. Sebagian besar bayi sehat dapat menghilangkan lendir tersebut
secara alamiah dengan mekanisme bersin dan menangis saat lahir.
Pada pengisapan lendir yang terlalu dalam, ujung kanul pengisap dapat
menventuh daeran orofaring yang kaya dengan persarafan parasimpatis
sehingga dapat menimbulkan reaksi vaso-vagal. Reaksi ini
menyebabkan perlambatan denyut jantung (bradikarda dan/atau henti
napas (apnea) sehingga dapat menyelamatkan jiwa bayi. Dengan alas
tersebut, maka pengisapan lendir secara rutin tidak dianjurkan.

Selalu isap malut bayi terlebih dahulu sebelum mengisap


hidungnya. Meng hidung lebih dulu dapat menyebabkanbayi menarik
napas dan terjadi aspi mekonium atau cairan yang ada di muluinya.
Jangan masukkan kateter atau bola karet pengisap terlalu dalam pada
mulut atau hidung bayi. Isap lendir pada bayi deng lembut, hindari
pengisapan yang dalam dan agresif.
18

i. Pelaksanaan di lahan praktik

Tindakan ini sudah dilakukan di lapangan sesuai dengan teori

Langkah 20 : Memeriksa Lilitan Tali Pusat

a. Teori :
Setelah kepala bayi lahir, minta ibu untuk berhenti meneran dan
bernapas cepat.Periksa leher bayi apakah terlilit oleh tali pusat. Jika
ada dan lilitan di leher cukup longgar, maka lepaskan lilitan tersebut
melalui kepala bayi. Jika lilitan tali pusat sangat erat, maka jepit tali
pusat dengan klem pada 2 tempat dengan jarak 3 cm, kemudian potong
tali pusat di antara 2 klem tersebut. Manuver tangan untuk memeriksa
lilitan tali pusat ini yaitu dengan menempatkan ujung jari salah satu
tangan pada oksiput dan kemudian gerakkan tangan tersebut ke bawah
lengkung kepala bayi sampai punggung bayi setinggi puncak bahu dan
usap bahu dalam dua arah, raba tali pusat.

j. Pelaksanaan di lahan praktik

Tindakan ini sudah dilakukan di lapangan sesuai dengan teori

Langkah 22 : Lahirnya Bahu

a. Teori :
1. Setelah menyeka mulut, hidung bayi, dan memeriksa tali pusat,
tunggu kontraksi berikutnya sehingga terjadi putaran paksi luar
secara spontar. Letakkan tangan di bawah setengah bagian atas
kepala bayi sambil terus memperhatikan. Tidak perlu tergesa-gesa
atau mengintervensi dengan merotasi bahu secara manual kecuali
jika tali pusat sudah dipotong. Hal ini dilakukan untuk memberi
topangan pada kepala. Dengan mempertahankan tangan tepat di
bawah kepala bagian atas dan mempertahankan jari-jari jauh dari
rektum dapat mencegah kontaminasi
2. Letakkan tangan pada sisi kiri dan kanan kepala bayi sehingga jari-
jari menuniuk ke arah wajah bayi dan jari-jari kelingking berada
paling dekat dengan perineumibu.Posisi tangan ini mencegah
kontaminasi dari rektum.
3. Minta ibu meneran sambil menekan kepala ke arah bawah dan
lateral tubuh bayi hingga bahu depan melewati simfisis pubis dan
19

dapat dilihat. Menempatkan tangan pada kedua sisi kepala bayi


dengan mempertahankan jari-jari menarik bagian manapun di
bawah mandibula atau menekan ke/pada leher sehingga
menghindari cedera fleksus saraf brakialis.
4. Setelah bahu depan lahir, gerakkan kepala ke atas dan lateral tubuh
bayi sehingg bahu bawah dan seluruh dada dapat
dilahirkan.Sementara melakukan hal n bungkukkan badan ke depan
secukupnya untuk memperhatikan perineum sela kelahiran bahu
posterior.Pengamatan perineum untuk melihat kecepatan kelahiran
dan melihat apakah ada tangan bayi di sepanjang bahu yang harus
dikendalikan.

b. Pelaksanaan di lahan praktik

Tindakan ini sudah dilakukan di lapangan sesuai dengan teori

Langkah 23 : Lahirnya Badan dan Tungkai

a. Teori :
1. Saat bahu posterior lahir, geser tangan bawah (posterior) ke arah
perineum dengan melewati kepala dan leher bayi, sanggah bahu
dan lengan atas bayi pada tangan tersebut
2. Gunakan tangan yang sama untuk menopang lahirnya siku dan
tangan posterior saatmelewati perineum. Tangan ini mutlak
penting untuk mengontrol lengan atas, siku, dan tangan bahu
belakang saat bagian-bagian ini dilahirkan karena jika tidak,
tangan atau siku dapat tergelincir keluar dan menimbulkan
laserasi perineum.Laserasi dapat dicegah jika tangan
mempertahankan lengan atas menekan tubuh sampai siku dan
tangan telah melewati perineum.
3. Tangan bawah (posterior) menopang bagian lateral tubuh bayi
saat lahir. Posisi tangan saat ini adalah tangan bagian bawah dan
ibu jari berada di punggung bayi, jari-jari di dada bayi, leher bayi
berada pada posisi V, yang terbentuk antara ibu jari dan jari yang
lain, serta kepala bayi disokong oleh pergelangar tangan.
Tindakan ini memungkinkan penolong menahan bayi sehingga
penolong dapat mengontrol kelahiran badan bayi yang tersisa
dan menempatkan bayi dalam rengkuhan tangan penolong tanpa
ada kemungkinan tergelincir melewati badan atau tangan atau
jari-jari penolong.
20

4. Secara simultan, tangan atas (anterior) untuk menelusuri dan


memegang bahu siku, dan lengan bagian anterior.
5. Lanjutkan penelusuran dan memegang tubuh bayi pada bagian
punggung, bokono dan kaki. Dari arah belakang, sisipkan jari
telunjuk tangan atas di antara kedua kaki bayi selama bokong
bayi melewati perineum, bengkokkan jari tengah dan ibu jari
penolong untuk memegang tungkai, serta biarkan tangan terus ke
tungkai hingga penolong dapat memegang pergelangan kaki
bayi. Pada saat ini, tutun ibu jari dan jari tengah pada jari
telunjuk sehingga sepenuhnya membungkus tungkai dalam
genggaman penolong. Satu kaki bayi akan bersandar pada V
yang terbentuk antara jari telunjuk dan jari tengah. Perasat
tangan ini memungkinkan penolong menggendong bayi
sepenuhnya. Bayi aman dalam gendongan kedua tangan
penolong dan bayi tidak akan jatuh.
6. Gerakkan bayi dengan suatu gerakan melengkung yang mulus ke
abdomen ibu. Letakkan bayi di atas kain atau handuk yang telah
disiapkan pada perut bawah ibu dan posisikan kepala bayi sedikit
lebiia rendah dari tubuhnya. Penempatan bayi di atas perut ibu
memungkinkan ibu kontak langsung terhadap bayinya dan
menimbulkan kontraksi uterus. Selain itu, juga dapat menjadi
pencegahan hipotermi pada bayi. Dengan meletakkan kepala
bayi lebih rendah dari badan bayi memungkinkan drainase cairan
dari saluran oral tubuh bayi dan jalan napas nasal bayi.

b. Pelaksanaan di lahan praktik

Tindakan ini sudah dilakukan di lapangan sesuai dengan teori

Langkah 25 : Penanganan Bayi Baru Lahir

a. Teori :
Segera keringkan sambil melakukan rangsangan taktil pada tubuh bayi
dengan kain atau selimut di atas perut ibu. Pastikan kepala bayi
tertutup dengan baik. Pertahankan satu tangan pada bayi saat penolong
menggunakan tangan yang lain untuk mengambil bahan dan alat yang
diperlukan untuk pengisapan dan mengeringkan bayi, mengklem,
memotong tali pusat, dan sebagainya.Hal ini merupakan tindakan
pengamanan yang melindungi bayi dari meluncur, jatuh atau lepas dari
abdomen ibu.
21

Langkah 27 : Memotong Tali Pusat

a. Teori :
1. Dengan menggunakan klem DTT, lakukan penjepitan tali pusat
dengan klem pada sekitar 3 cm dari dinding perut (pangkal pusat)
bayi.
2. Dari titik jepitan, tekan tali pusat dengan dua jari kemudian
dorong isi tali pusat ke arah ibu (agar darah tidak terpancar pada
saat dilakukan pemotongan tali pusat).
3. Lakukan jepitan kedua dengan jarak 2 cm dari jepitan pertama
pada sisi atau mengarah ke ibu.

b. Pelaksanaan di lahan praktik

Tindakan ini sudah dilakukan di lapangan sesuai dengan teori

Langkah 28 : Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi


dari gunting, dan memotong tali pusat di antara dua klem tersebut

a. Teori :
Pegang tali pusat di antara kedua klem tersebut, satu tangan menjadi
landasan tali pusat sambil melindungi bayi, tangan yang lain
memotong tali pusat di antare kedua klem tersebut dengan
menggunakan gunting disinfeksi tingkat tinggi atau steril.

Langkah 29 : Mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan


kain atau selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala,
membiarkan tali pusat terbuka.

a. Teori :
1. Setelah memotong tali pusat, ganti handuk basah dan selimut bayi
dengan selimut atau kain yang bersih dan kering.
2. Letakkan bayi tengkurap di dada ibu.Luruskan bahu bayi sehingga
bayi menempel di dada/perut ibu. Usahakan kepala bayi berada di
antara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari puting
payudara ibu.
22

3. Selimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di
kepala bayi.

b. Pelaksanaan di lahan praktik

Tindakan ini sudah dilakukan di lapangan sesuai dengan teori

Langkah 31-39 : Manajemen Aktif Kala III (Oksitosin, Penegangan Tali


Pusat Terkendali, Mengeluarkan Plasenta, Massase Fundus Uterus)

a. Teori :
5. Pemberian Suntikan Oksitosin

Pemberian suntikan oksitosin dilakukan dalam 1 menit pertama


setelah bayi lahir. Namun perlu diperhatikan dalam pemberian
suntikan oksitosin adalah memastikan tidak ada bayi
lain (undiagnosed twin) di dalam uterus. Mengapa demikian?
Oksitosin dapat menyebabkan uterus berkontraksi yang dapat
menurunkan pasokan oksigen pada bayi.

Suntikan oksitosin dengan dosis 10 unit diberikan secara


intramuskuler (IM) pada sepertiga bagian atas paha bagian
luar (aspektus lateralis). Tujuan pemberian
suntikan oksitosin dapat menyebabkan uterus berkontraksi dengan
kuat dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan
mengurangi kehilangan darah.
6. Penegangan Tali Pusat Terkendali

Klem pada tali pusat diletakkan sekitar 5-10 cm


dari vulva dikarenakan dengan memegang tali pusat lebih dekat
ke vulva akan mencegah evulsi tali pusat. Meletakkan satu tangan
di atas simpisis pubis dan tangan yang satu memegang klem di
dekat vulva. Tujuannya agar bisa merasakan uterus berkontraksi
saat plasenta lepas.

Segera setelah tanda-tanda pelepasan plasenta terlihat


dan uterus mulai berkontraksi tegangkan tali pusat dengan satu
tangan dan tangan yang lain (pada dinding abdomen)
menekan uterus ke arah lumbal dan kepala ibu (dorso-kranial).
Lakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya inversio uteri.
Lahirkan plasenta dengan peregangan yang lembut mengikuti
kurva alamiah panggul (posterior kemudian anterior).
23

Ketika tampak di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan


mengangkat pusat ke atas dan menopang plasenta dengan tangan
lainnya. Putar plasenta secara lembut hingga selaput ketuban
terpilin menjadi satu.

7. Mengeluarkan Plasenta

Plasenta yang sudah lepas dan menepati segmen bawah rahim,


kemudian melalui servik,vagina dan di keluarkan ke intritus
vagina.

Tanda-tanda pelepasan plasenta

1. Perubahan bentuk uterus

Bentuk uterus yang semula discoid menjadi globuler (bundar)


akibat dari kontraksi uterus.

2. Semburan darah tiba-tiba

Semburan darah ini disebabkan karena penyumbat retroplasenter


pecah saat plasenta lepas.

3. Tali pusat memanjang

Hal ini disebabkan karena plasenta turun ke segmen uterus yang


lebih bawah atau rongga vagina.

4. Perubahan posisi uterus

Setelah plasenta lepas dan menepati segmen bawah rahim maka


uterus muncul pada rongga abdomen (uterus naik kedalam
abdomen).

Plasenta adalah organ sementara yang menghubungkan ibu dan


fetus dan mengirim oksigen dan nutrisi-nutrisi dari ibu ke fetus.
Plasenta berbentuk cakram dan pada masa sepenuhnya berukuran
kira-kira tujuh inches dalam diameternya (garis tengahnya).
Plasenta melekat pada dinding kandungan (uterus). Plasenta atau
ari-ari terdiri dari vili-vili dan kotiledon yang berfungsi untuk jalan
dan makanan dan oksigen bagi janin. Makanan akan diantar
melalui peredaran darah sebelumnya disaring terlebih dahulu
melalui plasenta. Plasenta juga menyaring racun maupun obat-
obatan yang membahayakan janin (Prawirohardjo, 2006).
24

Struktur plasenta :

1. Berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15-20 cm dan


tebal 2-2.5 cm.
2. Berat rata-rata 500 gram.
3. Letak plasenta umumnya didepan atau dibelakang dinding uterus, agak
ke atas ke arah fundus.
4. Terdiri dari 2 bagian, antara lain :
a) Pars maternal : bagian plasenta yang menempel pada dua desidua,
terdapat kotiledon (rata-rata 20 kotiledon). Di bagian ini tempat
terjadinya pertukaran darah ibu dan janin.
b) Pars fetal : terdapat tali pusat (insersio/penanaman tali pusat)
1) Insersio sentralis : penanaman tali pusat di tengah plasenta
2) Insersio marginalis : penanaman tali pusat di pinggir plasenta
3) Insersio velamentosa : penanaman tali pusat di selaput
janin/selaput amnion
4) Plasenta suksenturiata

Fungsi plasenta :

1. Memberi makan kepada janin


2. Ekskresi hormon
3. Respirasi janin : tempat pertukaran O2 dan CO2 antara janin dan ibu
4. Membentuk hormon estrogen
5. Menyalurkan berbagai antibody dari ibu
6. Sebagai barrier (penghalang) terhadap janin dari ibu kemungkinan
masuknya mikroorganisme/kuman

Tali pusat

Tali pusat merupakan bagian yang sangat penting untuk kelangsungan


hidup janin meskipun tidak menutup kemungkinan bahwa tali pusat juga
dapat menyebabkan penyulit persalinan, misalnya pada kasus lilitan tali
pusat.

Struktur tali pusat :

1. Terdiri dari dua arteri umbilikalis dan satu vena umbilikalis


2. Bagian luar tali pusat berasal dari lapisan amnion
3. Didalamnnya terdapat jaringan yang lembek yang dinamakan selai
warthon. Selai warthon berfungsi melindungi dua arteri dan satu vena
umbilikalis yang berada dalam tali pusat
4. Panjang rata-rata tali pusat adalah 50-55 cm dan diameter sebesar jari
(1-2,5 cm)
25

Fungsi tali pusat :

1. Transportasi nutrisi dan oksigen dari plasenta ke tubuh janin


2. Pengeluaran sisa metabolisme janin ke tubuh ibu
3. Zat antibody dari ibu ke janin

Sirkulasi tali pusat :

1. Dua arteri dan satu vena yang berbeda dalam tali pusat menghubungkan
system kardiovaskuler janin dengan plasenta
2. Pada beberapa kasus dilaporkan adanya bentuk tali pusat yang tidak
normal, misalnya terlalu kecil dan berpilin, tersimpul, terlalu besar,
terlalu panjang, terlalu pendek dll.

8. Rangsangan Taktil (Masase Fundus Uteri)

Segera setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uteri dengan tangan


kiri sedangkan tangan kanan memastikan bahwa kotiledon dan
selaput plasenta dalam keadaan lengkap. Periksa sisi maternal dan fetal.
Periksa kembali uterus setelah satu hingga dua menit untuk memastikan uterus
berkontraksi. Evaluasi kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam
pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama satu jam kedua pasca
persalinan.

b. Pelaksanaan di lahan praktik

Tindakan ini sudah dilakukan di lapangan sesuai dengan teori

Langkah 41 : Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum


dan segera menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif

a. Teori :
Luka Perinium

Luka perinium adalah perlukaan yang terjadi akibat persalinan


pada bagian perineum. Robekan perineum umumnya terjadi di garis
tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat,
sudut arkus pubis lebih kecil dari ukuran normal, kepala janin
melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar dari
pada sirkumferensia suboksipito bregmatika.
Luka perinium, dibagi atas 4 tingkatan :
1. Tingkat I : Robekan hanya pada selaput lender vagina dengan
atau tanpa mengenai kulit perineum
26

2. Tingkat II : Robekan mengenai selaput lender vagina dan otot


perinea transversalis, tetapi tidak mengenai spingter ani
3. Tingkat III : Robekan mengenai seluruh perinium dan otot
spingter ani
4. Tingkat IV : Robekan sampai mukosa rectu

Penatalaksanaan luka perenium


1. Penjahitan Robekan Derajat I Dan II
Sebagian besar derajat I menutup secara spontan tanpa dijahit.
a) Tinjau kembali prinsip perawatan secara umum.
b) Berikan dukungan dan penguatan emosional. Gunakan
anastesi lokal dengan lidokain.
c) Minta asisten memeriksa uterus dan memastikan bahwa
uterus berkontraksi.
d) Periksa vagina, perinium, dan serviks secara cermat.
e) Jika robekan perinium panjang dan dalam, inspeksi untuk
memastikan bahwa tidak terdapat robekan derajat III dan
IV.
f) Ganti sarung tangan yang bersih, steril atau DTT
g) Jika spingter cedera, lihat bagian penjahitan robekan derajat
III dan IV.
h) Jika spingter tidak cedera, tindak lanjuti dengan penjahitan

2. Penjahitan Robekan Perineum Derajat III Dan IV


Jahit robekan diruang operasi
a) Tinjau kembali prinsip perawatan umum
b)  Berikan dukungan dan penguatan emosional. Gunakan
anastesi lokal dengan lidokain. Gunakan blok pedendal,
ketamin atau anastesi spinal. Penjahitan dapat dilakukan
menggunakn anastesi lokal dengan lignokain dan petidin
serta diazepam melalui IV dengan perlahan ( jangan
mencampurdengan spuit yang sama ) jika semua tepi
robekan dapat dilihat, tetapi hal tersebut jarang terjadi.
c) Minta asisten memeriksa uterus dan memastikan bahwa
uterus berkontraksi.
d) Periksa vagina, perinium, dan serviks secara cermat.
e)  Untuk melihat apakah spingter ani robek.
f)  Ganti sarung tangan yang bersih, steril atau yang DTT
g) Oleskan larutan antiseptik kerobekan dan keluarkan materi
fekal, jika ada.
h) Pastikan bahwa tidak alergi terhadap lignokain atau obat-
obatan terkait.
i) Masukan sekitar 10 ml larutan lignokain 0,5 % kebawah
mukosa vagina, kebah kulit perineum dan ke otot perinatal
yang dalam.
27

j) Pada akhir penyuntikan, tunggu selama dua menit


kemudian jepit area robekan dengan forcep. Jika ibu dapat
merasakan jepitan tsb, tunggu dua menit  lagi kemudian
lakukan tes ulang.
k) Jahit rektum dengan jahitan putus-putus menggunakan
benang 3-0 atau 4-0 dengan jarak 0,5 cm untuk menyatukan
mukosa.
  Jika spingter robek
a) Pegang setiap ujung sfingter dengan klem Allis ( sfingter
akan beretraksi jika robek ).
b) Selubung fasia disekitar sfingter kuat dan tidak robek jika
ditarik dengan klem.
c)  Jahit sfingter dengan dua atau tiga jahitan putus-putus
menggunakan benang 2-0.
d) Oleskan kembali larutan antiseptik kearea yang dijahit.
e) Periksa anus dengan jari yang memakai sarung tangan
untuk memastikan penjahitan rektum dan sfingter dilakukan
dengan benar. Selanjutnya, ganti sarung tangan yang bersih,
steril atau yang DTT.
f)  Jahit mukosa vagina, otot perineum dan kulit.

b. Pelaksanaan di lahan praktik

Tindakan ini sudah dilakukan di lapangan sesuai dengan teori

Langkah 43-46 : Pemrosesan alat

a. Teori :
Proses pencegahan infeksi dasar yang dianjurkan untuk menurunkan
penularan penyakit dari instrumen yang kotor, sarung tangan dan
barang-barang lain yang dipakai kembali adalah :

1. Dekontaminasi adalah proses yang membuat benda mati lebih aman


untuk ditangani oleh staf sebelum dibersihkan (meng-inaktifasi HBV,
HBC, dan HIV) dan mengurangi, tetapi tidak menghilangkan jumlah
mikroorganisme yang mengkontaminasi.
2. Pembersihan adalah proses yang secara fisik membuang semua debu
yang tampak, kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya dari benda
mati ataupun membuang sejumlah mikroorganisme untuk mengurangi
risiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau menangani objek.
Proses terdiri dari mencuci sepenuhnya dengan sabun atau detergen
dan air, membilas dengan air bersih, dan mengeringkan.
28

3. Dan sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi (DTT) merupakan proses


menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus, fungi dan
parasite) termasuk endospore bacterial dari benda mati dengan uap
tekanan tinggi (otoklaf), panas kering (oven), sterilan kimiawi, atau
radiasi. Sedangkan DTT merupakan proses menghilangkan semua
mikroorganisme, kecuali beberapa endospore bacterial dari objek,
dengan merebus, menguapkan atau memakai desinfektan kimiawi.
(JNPK-KR-Jhpiego; Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas
Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas, YBPSP, 2004).

b. Pelaksanaan di lahan praktik

Tindakan ini sudah dilakukan di lapangan sesuai dengan teori

Langkah 48 : Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI

a. Teori :
ASI merupakan makanan alami yang pertama untuk bayi. ASI telah
mencukupi semua kebutuhan energi dan nutrisi yang bayi perlukan selama
bulan-bulan pertama kehidupan hingga berusia 6 bulan, sehingga pemberian
susu formula atau makanan tambahan sebelum usia 6 bulan belum
diperlukan. Selain itu, ASI mencukupi setengah dari kebutuhan bayi usia 6-
12 bulan dan sepertiga dari balita usia 1-2 tahun.

ASI ternyata dapat membantu perkembangan sensorik dan kognitif pada


bayi. Pada sebuah penelitian di Korea yang meneliti 697 bayi pada tahun
2006, didapatkan bahwa perkembangan kognitif bayi yang diberikan ASI
lebih baik dibandingkan yang tidak diberikan ASI.

Selain itu, bayi yang diberikan ASI hingga 9 bulan perkembangan


kognitifnya lebih baik dibanding yang hanya diberikan selama 3 bulan atau
6 bulan. Pada beberapa penelitian lain juga didapatkan bahwa nilai IQ yang
tinggi berhubungan dengan pemberian ASI.

Pada ASI terdapat sistem kekebalan tubuh yang terkandung dalam protein-
protein seperti lactoferin dan IgA yang berfungsi melindungi bayi dari
infeksi kuman-kuman seperti bakteri, virus maupun parasit. Pemberian ASI
eksklusif 6 bulan tanpa pemberian susu formula dapat mengurangi angka
kematian bayi yang disebabkan oleh penyakit seperti diare atau radang paru-
paru dan membantu mempercepat proses penyembuhan.

b. Pelaksanaan di lahan praktik


29

Tindakan ini sudah dilakukan di lapangan sesuai dengan teori

Langkah 51 : Mengevaluasi kehilangan darah

a. Teori :
Sangat sulit untuk memperkirakan kehilangan darah secara tepat, karena
darah seringkali bercampur dengan cairan ketuban atau urin, dan mungkin
terserap handuk, kain atau sarung. Meletakkan wadah atau pispot dibawah
bokong ibu bukanlah cara yang efektif untuk mengukur kehilangan darah
juga tidak mencerminkan asuhan sayang ibu karena berbaring di atas wadah
atau pispot sangat tidak nyaman dan menyulitkan ibu untuk memegang dan
menyusui bayinya.

Cara tak langsung untuk mengukur kehilangan darah adalah melalui


penampakan gejala, dan mengukur tanda vital (nadi dan tekanan darah).

Apabila perdarahan menyebabkan ibu lemas, pusing, tachicardi dan


hipotensi (sistolik turun >30 mmHg dari kondisi sebelumnya) maka telah
terjadi perdarahan 500 ml-1000 ml. Bila ibu mengalami syok hipovolemik,
maka ibu telah kehilangan darah 50% (2000-2500 ml). Penting sekali untuk
selalu memantau keadaan umum ibu dan menilai jumlah kehilangan darah
ibu selama kala IV melalui tanda vital, jumlah darah yang keluar dan
kontraksi uterus.

b. Pelaksanaan di lahan praktik

Tindakan ini sudah dilakukan di lapangan sesuai dengan teori

Langkah 52 : Memeriksa tekanan darah, nadi dan kandung kemih setiap


15 menit selama satu jam pertama pascapersalinan dan setiap 30 menit
selama jam kedua pascapersalinan

a. Teori :
Hal yang harus diperhatikan dalam pemantauan lanjut selama kala
IV adalah :

1. Vital sign – Tekanan darah normal < 140/90 mmHg; Bila TD < 90/ 60
mmHg, N > 100 x/ menit (terjadi masalah); Masalah yang timbul
kemungkinan adalah demam atau perdarahan.
30

2. Suhu – S > 380 C (identifikasi masalah); Kemungkinan terjadi


dehidrasi ataupun infeksi.
3. Nadi
4. Pernafasan
5. Tonus uterus dan tinggi fundus uteri – Kontraksi tidak baik
maka uterus teraba lembek; TFU normal, sejajar dengan pusat atau
dibawah pusat; Uterus lembek (lakukan massase uterus, bila perlu
berikan injeksi oksitosin atau methergin).
6. Perdarahan – Perdarahan normal selama 6 jam pertama yaitu satu
pembalut atau seperti darah haid yang banyak. Jika lebih dari normal
identifikasi penyebab (dari jalan lahir, kontraksi atau kandung
kencing).
7. Kandung kencing – Bila kandung kencing penuh, uterus berkontraksi
tidak baik.
Tanda Bahaya Kala IV

Selama kala IV, bidan harus memberitahu ibu dan keluarga tentang


tanda bahaya:

1. Demam.
2. Perdarahan aktif.
3. Bekuan darah banyak.
4. Bau busuk dari vagina.
5. Pusing.
6. Lemas luar biasa.
7. Kesulitan dalam menyusui.
8. Nyeri panggul atau abdomen yang lebih dari kram uterus biasa.

b. Pelaksanaan di lahan praktik

Tindakan ini sudah dilakukan di lapangan sesuai dengan teori

Langkah 53-58 : Dekontaminasi, Pembersihan dan DTT

a. Teori :
Dekontaminasi adalah proses yang membuat benda mati lebih aman untuk
ditangani oleh staf sebelum dibersihkan (meng-inaktifasi HBV, HBC, dan
HIV) dan mengurangi, tetapi tidak menghilangkan jumlah mikroorganisme
yang mengkontaminasi.
31

Pembersihan adalah proses yang secara fisik membuang semua debu yang
tampak, kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya dari benda mati ataupun
membuang sejumlah mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi
mereka yang menyentuh kulit atau menangani objek. Proses terdiri dari
mencuci sepenuhnya dengan sabun atau detergen dan air, membilas
dengan air bersih, dan mengeringkan.

Dan sterilisasi atau desinfeksi tingkat tinggi (DTT) merupakan proses


menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus, fungi dan
parasite) termasuk endospore bacterial dari benda mati dengan uap tekanan
tinggi (otoklaf), panas kering (oven), sterilan kimiawi, atau radiasi.
Sedangkan DTT merupakan proses menghilangkan semua
mikroorganisme, kecuali beberapa endospore bacterial dari objek, dengan
merebus, menguapkan atau memakai desinfektan kimiawi. (JNPK-KR-
Jhpiego; Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas, YBPSP, 2004).

b. Pelaksanaan di lahan praktik

Tindakan ini sudah dilakukan di lapangan sesuai dengan teori

Langkah 59 : Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir

a. Teori :
Cuci tangan adalah prosedur paling penting dari pencegahan penyebaran
infeksi yang menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir.

Cuci tangan harus di lakukan pada saat :

1. Segera setelah datang dan pulang dari tempat kerja


2. Sebelum melakukan kontak fisik secara langsung dengan ibu dan bayi
baru lahir
3. Sebelum memakai sarung tangan desinfeksi tingkat tinggi atau steril
4. Setelah melepas sarung tangan
5. Setelah menyentuh benda yang mungkin terkontaminasi
6. Setelah ke kamar mandi
7. Sebelum dan sesudah makan

Prosedur cuci tangan :

1. Lepaskan perhiasan ditangan dan pergelangan


2. Basahi tangan dengan air bersih dan mengalir
32

3. Gosok kedua tangan dengan menggunakan sabun biasa atau yang


mengandung anti septik selama 10-15 detik (pastikan sela-sela jari digosok
menyeluruh). Tangan yang terlihat otor harus dicuci lebih lama. Dengan 7
langkah cuci tangan
4. Bilas tangan dengan air bersih dan mengalir
5. Biarkan tangan kering dengan cara di angin-anginkan atau dikeringkan
dengan tisu atau handuk yang bersih dan kering.

b. Pelaksanaan di lahan praktik

Tindakan ini sudah dilakukan di lapangan sesuai dengan teori

Langkah 60 : Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang)

a. Teori :
Observasi yang ketat harus dilakukan selama kala I persalinan untuk
keselamatan ibu, hasil observasi dicatat didalam patograf. Patograf
membantu bidan mengenali apakah ibu masih dalam kondisi normal atau
mulai ada penyulit. Dengan selalu menggunakan patograf, bidan dapat
mengambil keputusan klinik dengan cepat dan tepat sehingga dapat
terhindar dari keterlambatan dalam pengelolaan ibu bersalin. Patograf
dilengkapi halaman depan dan halaman belakang untuk diketahui dengan
lengkap proses persalinan kala I sd IV.

Lembar patograf halaman depan menyediakan lajur dan kolom untuk


mencatat hasil-hasil pemeriksaan selama fase aktif persalinan, termasuk :

1. Informasi tentang ibu :

a)Nama, umur
b)Gravida, para, abortus (keguguran)
c)Nomor catatan medis/nomor puskesmas
d)Tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika dirumah, tanggal dan
waktu penolong persalinan mulai merawat ibu)
e) Waktu pecahnya selaput ketuban
2. Kondisi janin :
a) DJJ
b) Warna dan adanya air ketuban
c) Penyusupan (molase) kepala janin

3. Kemajuan persalinan :
33

a) Pembukaan serviks
b) Penurunan bagian terbawah janin atau presentasi janin
c) Garis waspada dan garis bertindak

4. Jam dan waktu :


a) Waktu mulainya fase aktif persalinan
b) Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian

5. Kontraksi uterus :
a) Frekuensi dan lamanya

6. Obat-obatan dan cairan yang diberikan :


a) Oksitosin
b) Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan

7. Kondisi ibu :
a) Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh
b) Urin (volume, aseton atau protein)
c) Asupan cairan dan nutrisi
8. Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam kolom
yang tersedia di sisi patograf atau di catatan kemajuan persalinan)
a) Halaman belakang patograf diisi setelah kelahiran berlangsung,
semua proses, tindakan dan obta-obatan serta observasi yang
dilakukan dicatat dilembar ini. Data ini penting jika tiba-tiba ibu
mengalami penyulit di klinik atau setelah dirumah.

b. Pelaksanaan di lahan praktik

Tindakan ini sudah dilakukan di lapangan sesuai dengan teori


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Persalinan adalah proses pergerakan keluar janin, plasenta, dan


membrane dari dalam rahim melalui jalan lahir. Berbagai perubahan
terjadi pada system reproduksi wanita dalam hitungan hari dan minggu
sebelum persalinan dimulai. Persalinan sendiri dapat dibahas dalam bentuk
mekanisme yang terjadi selama proses dan tahapan yang dilalui wanita.
Persalinan merupakan proses normal, berupa kontraksi uterus
involunter yang efektif dan terkoordinasi, yang menyebabkan penipisan
dan dilatasi serviks secara progresif serta penurunan dan pelahiran bayi
dan plasenta. Mendekati akhir proses persalinan dapat dipercepat dengan
upaya mengejan yang volunter untuk membantu pelahiran hasil konsepsi.

B. Saran

Saya sebagai penulis bahwa pembuatan makalah ini masih jauh


dari kesempurnaan maka dari itu kami mengharapkan saran dan kritiknya,
agar menjadi lebih baik lagi, dan kami harap pembuatan makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi para pembaca dan pengetahuan wawasan yang
lebih luas mengenai ”PEMERIKSAAN PERSALINAN”

34
DARTAR PUSTAKA

Sulistyawati, Ari dan Esti Nugraheny. 2010. Asuhan Kebidanan pada Ibu
Bersalin. Jakarta: Salemba Medika.
Rohani, Saswita Reni, dan Marisah. 2011. Asuhan Kebidanan pada Masa
Persalinan.
Jakarta: Salemba Medika.
Gulardi.2008.Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta : departemen
Kesehatan RI

Reeder,Sharon J dkk.2011.Keperawatan Maternitas:Kesehatan Wanita, Bayi &


Keluarga.Jakarta:EGC
Leveno,Kenneth J.2009.Obstetri Williams Panduan Ringkas.Jakarta:EGC
Benson,Ralph.C & Martin L.Pernoll.2008.Buku Saku Obstetri dan Ginekologi
edisi 9.Jakarta:EGC
Cunningham,dkk.2012.Obstetri Williams Edisi 23.Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai