Anda di halaman 1dari 37

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN HUMAN

IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) DI RUANG BERSALIN


RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN

Disusun Oleh :
Saufa Fahira
P07124120026

Pembimbing :
Adri Idiana, S.SiT, MPH

Preseptor :
Suriyani, Amd.Keb

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES ACEH JURUSAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN
BANDA ACEH
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini dibuat berdasarkan data yang di peroleh di Ruang Bersalin


Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin, pada tanggal 25 Maret 2023 dengan judul
“ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL DENGAN HUMAN
IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)” .

Laporan ini disetujui oleh :

Preseptor Pembimbing

Suriyani, Amd.Keb Adri Idiana, S.SiT, MPH


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan Syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Individu yang
berjudul "Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Dengan Human Immunodeficiency
Virus (HIV)".

Laporan ini disusun berdasarkan data yang didapatkan selama praktik


lapangan di Ruang Bersalin RSUD dr. Zainoel Abidin. Dalam menyusun laporan
ini saya mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing dan preseptor di
lahan praktik Ruang Bersalin RSUD dr. Zainoel Abidin yang banyak membantu
dalam menyelesaikan laporan ini.

Demikian yang dapat saya sampaikan saya mengucapkan terimakasih


banyak kepada dosen pembimbing dan preseptor. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca serta khususnya bagi penulis.

Banda Aceh, 25 Januari 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................


LEMBAR PENGESAHAN ..............................................................................
KATA PENGANTAR .......................................................................................
DAFTAR ISI ......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................
A. Latar Belakang ......................................................................................
B. Tujuan ....................................................................................................
C. Manfaat ..................................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................
A. Kehamilan ..............................................................................................
1. Definisi Kehamilan ...........................................................................
2. Tanda – Tanda Kehamilan ...............................................................
3. Tanda Bahaya Pada Kehamilan .......................................................
B. Human Immunodeficiency Virus (HIV) .............................................
1. Definisi HIV ......................................................................................
2. Etiologi HIV ......................................................................................
3. Patofisiologi HIV ..............................................................................
4. Manifestasi Klinis HIV ....................................................................
5. Cara Penularan HIV .........................................................................
6. Masa Inkubasi ...................................................................................
7. Faktor Yang Berperan Dalam Penularan HIV
Dari Ibu Ke Anak .............................................................................
8. Waktu dan Resiko Penularan HIV Dari Ibu Ke Anak ...................
9. Pemberian Terapi Antiretroviral ......................................................
10. Tatalaksana Persalinan Dengan HIV ...............................................
BAB III TINJAUAN KASUS ..........................................................................
A. SOAP .......................................................................................................
BAB IV PENUTUP ...........................................................................................
A. Kesimpulan ............................................................................................
B. Saran .......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan
didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum
kemudian dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Kehamilan normal akan
berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 9 bulan menurut kalender
Internasional. Kehamilan merupakan hal fisiologis yang terjadi pada seorang
wanita. Meskipun demikian, semua jenis kehamilan memiliki resiko terjadinya
komplikasi pada masa persalinan atau bahkan masa kehamilan itu sendiri.
(Catur et al., 2021).

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan sebuah retrovirus


yang memiliki genus lentivirus yang menginfeksi, merusak, atau menggangu
fungsi sel sistem kekebalan tubuh manusia sehingga menyebabkan sistem
pertahanan tubuh manusia tersebut menjadi melemah. Virus HIV menyebar
melalui cairan tubuh dan memiliki cara khas dalam menginfeksi sistem
kekebalan tubuh manusia terutama sel Cluster of Differentiation 4 (CD4) atau
sel-T. HIV menyerang sel - sel sistem kekebalan tubuh manusia terutama sel-T
CD4+ dan makrofag yang merupakan sistem imunitas seluler tubuh.

HIV dan AIDS adalah penyakit yang penularannya terjadi melalui


cairan tubuh, seperti darah, air susu ibu (ASI), cairan yang dihasilkan dari organ
reproduksi. Umumnya terjadi karena aktivitas seksual (homoseksual dan
heteroseksual tanpa memakai kondom), penggunaan jarum suntik berulang dan
bergantian (Dilakukan saat penggunaan zat terlarang), serta kehamilan dan ibu
menyusui.

Berdasarkan data yang diperoleh dari United Nations Programme on


HIV dan AIDS (UNAIDS) dan Word Health Organization (WHO) tahun 2020
jumlah penderita HIV didunia sebasar 36,9 juta jiwa, jumlah wanita yang
mengalami HIV meningkat sebesar 50%, hal ini dikarenakan banyaknya laki-
laki yang melakukan seks yang tidak aman. Asia Selatan dan tenggara ada 4
juta orang dengan HIV dan AIDS saat kehamilan, namun yang melakukan
skrining HIV hanya 7% dari 359/100.000 kehamilan, angka ini masih jauh dari
target yang telah ditetapkan (WHO, 2020).

Berdasarkan data dari Kemenkes RI, jumlah kasus HIV dan AIDS di
Indonesia pada tahun 2019 mencapai 50.282. Kasus ini mengalami peningkatan
signifikan pada Juni 2022, dimana kasusnya telah mencapai 522.674 .
Sehingga, terjadi kenaikan kasus sebanyak 13% dalam 3 tahun (Kemenkes RI,
2022).

Data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2020,


terdapat 2.404.754 orang ibu hamil yang dilakukan pemeriksaan HIV dan
terdapat 6.094 orang ibu hamil (0,2%) yang HIV positif dan sedang dilakukan
perawatan HIV dan ART sebanyak 2.211 orang. Sedangkan periode Januari
sampai Maret 2021 jumlah ibu hamil yang dilakukan tes HIV sebanyak 520.974
orang dan yang positif HIV sebanyak 1.590 orang ( 0,3%) dan sedang
dilakukan perawatan HIV dan ART sebanyak 500 orang (Kemenkes RI, 2021).

Prevalensi kasus HIV dan AIDS di Provinsi Aceh tahun 2020 pada laki-
laki 79% dan perempuan 21%. Kasus HIV sebanyak 63 kasus dan AIDS 79
kasus, angka ini meningkat pada tahun 2021 untuk kasus HIV 100 kasus dan
AIDS sebanyak 55 kasus dengan kasus terbanyak terdapat di Kota Banda Aceh
sebanyak 35 kasus HIV/AIDS. Selain itu juga terdapat 2% anak usia kurang
dari 4 tahun yang positif HIV/AIDS, hal ini menunjukkan bahwa terdapat
penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak yang ditunjukkan adanya penemuan
kasus HIV pada kelompok usia di bawah 4 tahun (Dinkes Provinsi, 2021).

Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh tahun 2021
jumlah ibu hamil sebanyak 5.556 jiwa yang melakukan tes HIV sebanyak 4.472
orang. Jumlah kasus HIV/AIDS tahun 2020 sebanyak 5 orang dan meningkat
pada tahun 2021 sebanyak 35 orang (Dinkes Kota Banda Aceh, 2021).
Ibu hamil merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap penyakit,
ibu hamil dengan HIV positif akan mengancam keselamatan ibu dan juga bayi
yang dikandung. Bayi yang dikandung bukan hanya akan tertular HIV saja,
namun juga berisiko terhadap kematian. Kurangnya kemauan ibu hamil
melakukan tes HIV masih menjadi permasalahan sampai saat ini, karena jika
ibu tidak melakukan tes HIV maka status HIV pada ibu tidak diketahui, dan ibu
tidak mendapatkan terapi ARV (antiretroviral) yang merupakan obat HIV yang
harus dikonsumsi oleh ibu selama masa kehamilan. Hal ini akan meningkatkan
risiko penularan HIV dari ibu ke bayi semakin tinggi (Febriyeni, 2021)

Pemerintah juga ikut berupaya menurunkan kasus penularan HIV dari


ibu ke anak, dengan dikeluarkannya permenkes Nomor 51 tahun 2013 melalui
program PMTCT. Prevention of Mother-to-Child Transmission (PMTCT)
merupakan sebuah program yang tujuannya adalah untuk mencegah penularan
HIV dari ibu ke bayi yang dikandungnya. Program PMTCT dianggap efektif
dan mampu menurunkan kejadian HIV yang ditularkan oleh ibu ke bayinya,
melalui intervensi yang dilakukan pada saat hamil, bersalin, dan menyusui.
Namun pada kenyataannya program PMTCT belum mampu terlaksana dengan
baik, hal ini disebabkan karena sulitnya untuk mengakses pelayanan PMTCT
yang memadai (Fauziani, 2021).

Dari data diatas penulis tertarik untuk membuat laporan yang berjudul
“Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Dengan Human Immunodeficiency Virus
(HIV)”

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

Mampu memberikan Asuhan Kebidanan Pada Ibu Hamil Dengan Human


Immunodeficiency Virus (HIV) di Ruang Bersalin RSUD dr. Zainoel
Abidin.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian data Subjektif Pada Ibu Hamil Dengan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Ruang Bersalin RSUD dr.
Zainoel Abidin.
b. Dapat melakukan pengkajian data Objektif Pada Ibu Hamil Dengan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Ruang Bersalin RSUD dr.
Zainoel Abidin.
c. Dapat menegakkan Analisis Data Pada Ibu Hamil Dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) di Ruang Bersalin RSUD dr. Zainoel
Abidin.
d. Dapat melakukan Penatalaksanaan pada Pada Ibu Hamil Dengan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Ruang Bersalin RSUD dr.
Zainoel Abidin.

C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Mahasiswa

Sebagai bahan bacaan ilmu pengetahuan dan wawasan, terutama dalam


memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV)

2. Bagi Petugas Kesehatan


Sebagai bahan pertimbangan bagi petugas kesehatan di lahan praktik dan
dapat dijadikan bahan masukan dan informasi, khususnya bidan dalam
memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV)
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Kehamilan
1. Definisi Kehamilan

Kehamilan merupakan suatu proses yang fisiologis dan alamiah,


dimana setiap perempuan yang memiliki organ reproduksi sehat, telah
mengalami menstruaisi, dan melakukan hubungan seksual dengan seorang
pria yang sehat maka besar kemungkinan akan mengalami kehamilan.
Kehamilan juga dikenal sebagai gravida atau gestasi adalah waktu dimana
satu atau lebih bayi berkembang di dalam diri seorang wanita. Kehamilan
dapat terjadi melalui hubungan seksual atau teknologi reproduksi bantuan
(Catur et al., 2021).

Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi dan dilanjutkan dengan


nidasi atau implantasi. Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai
lahirnya bayi dengan lama 280 hari atau 40 minggu yang dihitung dari hari
pertama haid terakhir. Pada keadaan normal, ibu hamil akan melahirkan
pada saat bayi telah aterm (mampu hidup diluar rahim) yaitu saat usia
kehamilan 37 – 42 minggu, tetapi kadang-kadang kehamilan justru berkahir
sebelum janin mencapai aterm. Kehamilan dapat pula melewati batas waktu
yang normal lewat dari 42 minggu (Catur et al., 2021).

Ada beberapa definisi kehamilan yang berasal dan berbagai sumber


lainnya, beberapa diantaranya adalah: Kehamilan adalah hal yang luar biasa
karena menyangkut perubahan fisiologis, biologis, dan psikis yang
mengubah hidup seorang wanita. Kehamilan dengan kasus khusus misalnya
hamil bermasalah kecemasan yang menghantui ibu hamil juga
mempengaruhi turun naiknya kadar hormon. Selain itu, ibu yang menjalani
kehamilan dengan kasus khusus, misalnya hamil bermasalah atau pernah
mengalami keguguran akan mengalami kecemasan yang berlebih (Sekar et
al., 2021).
2. Tanda – Tanda Kehamilan
Tanda – tanda kehamilan adalah sekumpulan tanda atau gejala yang timbul
pada wanita hamil dan terjadi akibat adanya perubahan fisiologis dan
psikologis pada masa kehamilan. Untuk dapat menegakkan kehamilan di
tetapkan dengan melakukan penilaian dari beberapa tanda dan gejala
kehamilan (Rostina, 2022).
a. Tanda pasti kehamilan
Tanda pasti adalah tanda yang menunjukan langsung
keberadaanjanin, yang dapat dilihat langsung oleh pemeriksa. Tanda
pasti kehamilan terdiri atas hal-hal berikut ini (Elisabeth, 2020) :

1) Gerakan janin dalam rahim

Gerakan janin ini harus dapat diraba dengan jelass oleh


pemeriksa. Gerakan janin baru dapat dirasakan pada usia kehailan
sekitar 20 minggu.

2) Denyut jantung janin Dapat didengar dengan jelass pasa usia 12


minggu dengan menggunakan alat fetal electrocardiograf (misalnya
dopler). Dengan stetchoscope laenec, DJJ baru dapat didengar pada usia
kehamialn 18 – 20 minggu.

3) Bagian bagian janin Bagian – bagian janin yaitu bagian besar janin (
kepala dan bokong) serta bagian kecil janin ( lengan dan kaki ) dapat
diraba dengann jelas pada usia kehamilan lebih tua ( trimester akhir).
Bagiaan janin ini dapat dilihat lebih sempurna lagi dengan
menggunakan USG.

4) Kerangka janin Kerangkan jaanin dapat dilihat dnegan menggunakan


foto rontgen maupun USG.

b. Tanda Tidak pasti kehamilan


Tanda – tanda presumtif / tanda tidak pasti adalah perubahan –
perubahan yang di rasakan oleh ibu ( subyektif ) yang timbul selama
kehamilan (Rostina, 2022).
Yang termasuk tanda presumtif / tanda tidak pasti :
1) Amenorhoe (tidak dapat haid)
Pada wanita sehat dengan haid yang teratur, amenorhoe menandakan
kemmungkinan kehamilan. Penting diketahuitanggal hari pertama haid
terakhir dapat di tentukan tuanya kehamilan dan tafsiran tanggal
persalinan dengan memakai rumus dari Naegele. Kadang – kadang
amenorhoe disebabkan oleh hal – hal lain diantaranya penyakit berat
seperti TBC, Typus, Anemia atau karena pengaruh psychis misalnya
karena perubahan lingkungan (dari desa ke desa) juga dalam masa
perang sering timbul amenorhoe.
2) Nausea ( enek) dan emesis ( muntah )
Enek terjadi umumnya pada bulan – bulan pertama kehamilan sampai
akhir triwulan pertama kehamilan sampai akhir triwulan pertama
disertai kadang – kadang oleh muntah. Sering terjadi pada pagi hari,
tetapi tidak selalu. Keadaan ini lazim disebut morning sickness. Dalam
batas tertentu keadaan masih fisiologis, namun bila terlampau sering
mengakibatkan gangguan kesehatan dan disebut dengan hiperemesis
gravidarum.
3) Mengidam ( menginginkan makanan atau minuman tertentu)
Sering terjadi pada bulan – bulan pertama dan menghilang dengan
semakin tuanya kehamilan.
4) Mamae
menjadi tegang dan membesar Keadaan ini disebabkan oleh pengaruh
estrogen dan progestron yang merangsang duktus dan alveoli pada
mamae, sehingga glandula montglomery tampak lebih jelas
5) Anoreksia ( tidak nafsu makan)
Terjadi pada bulan – bulan pertama, tetapi setelah itu nafsu makan akan
timbul lagi. Hendaknya di jaga jangan sampai salah pengertian makan
untuk “ dua orang “, sehingga kenaikan berat badan tidak sesuai dengan
tuanya kehamilan.
6) Sering kencing
Terjadi karena kandung kencing pada bulan – bulan pertama kehamilan
tertekan oleh uterus yang mulai membesar. Pada triwulan kedua
umumnya keluhan ini hilang oleh karena uterus yang membesar keluar
dari rongga panggul. Pada akhir triwulan gejala bisa timbul kembali
karena janin mulai masuk ke rongga panggul dan menekan kembali
kandung kemih.
3. Tanda Bahaya Pada Kehamilan

Tanda bahaya kehamilan adalah gejala yang menunjukan ibu atau


bayi yang dikandung dalam keadaan bahaya/ mengancam. Umunya
gangguan ini dapat terjadi secara maendadak dan tidak diperkirakan
sebelumnya (Erina, 2019).

Menurut (Catur et al., 2021) dalam bukunya menjelaskan tanda


bahaya yang perlu diwaspadai oleh ibu hamil dan kader Kesehatan yaitu
diantaranya :

a. Tanda – tanda Dini Bahaya Komplikasi Ibu dan janin Masa Kehamilan
Muda
1. Perdarahan pervaginam
Sekitar 20-40% wanita hamil akan mengalami perdarahan
pervaginam pada trimester pertama. Penyebab utamanya adalah
keguguran dan kehamilan ektopik seringkali tidak terjadi
perdarahan, namun ditemukan nyeri pada perut bagian bawah.
Penyakit tofoblastik gestasional juga perlu dipertimbangkan sebagai
salah satu penyebab perdarahan pada kehamilan usia mua, terutama
jika ditemukan serum HCG yang tinggi dan hasil pemeriksaan USG
yang mencurigakan. Anamnesa dan pemeriksaan usia kehamilan
sangat penting. Jika mengalami perdarahan pada trimester awal
kehamilan segera bawa ibu ke puskesmas, bidan atau dokter terdekat
didampingi suami dan keluarga.
2. Mual muntah berlebihan
Pada trimester pertama kehamilan merupakan hal yang normal jika
terjadi mual dan muntah yang disebut dengan morning sickness.
Sebagian besar wanita mengalami hal tersebut. Namun, jika mual
dan muntah intensitassnya melebihi mual dan muntah normal,
menyebabkan penderitaan bagi ibu atau mengakibatkan dehidrasi,
penurunan berat badan dan ketonemia, maka hal ini sudah tergolong
hyperemesis gravidarum:
a) Muntah hebat
b) Nafsu makan berkurang
c) Asupan makanan buruk
d) Penurunan berat badan
e) Dehidrasi
f) Ketidakseimbangan elektrolit
g) Respon yang berlebihan terhadap masalah psikososial yang
mendasar
h) Muntah yang tidak dapat diatasi dengan tindakan untuk
menangani morning sickness
3. Demam tinggi
Suhu badan di atas 38ºC pada ibu hamil, merupakan hal yang serius.
Hal ini dapat merupakan suatu penanda adanya infeksi yang
mempengaruhi bayi. Infeksi disebabkan oleh mikroorganisme,
terutama mikroorgannisme yang masuk dalam kategori berikut ini:
virus, bakteri, jamur, riketsia protozoa dan hewan parasit. Demam
pada masa kehamilan yang disertai dengan ruam dan nnyeri dapat
menjadi penanda adanya infeksi cytomegalovirus, toxoplasma dan
parvovirus, cytomegalovirus merupakan penyebab paling umum
terjadi ketulian kongenetal.
b. Tanda – tanda Dini Bahaya/Komplikasi Ibu dan Janin Masa kehamilan
Lanjut
1. Penglihatan kabur
Penglihatan kabur yaitu masalah visual yang mengidentifikasikan
keadaan yang mengancam jiwa, adanya perubahan visual
(penglihatan) yang mendadak, misalnya pandangan kabur atau
bayangan. Perubahan penglihatan ini mungkin disertai dengan sakit
kepala yang hebat dan mungkin suatu tanda dari pre-eklampsia.
2. Bengkak pada wajah dan jari-jari tangan
Edema ialah penimbuhan cairan secara umum dan berlebihan dalam
jaringan tubuh biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan
serta pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Edema pretibial
yang ringan ditemukan pada kehamilan biasa sehingga tidak
seberapa penting untuk penentuan diagnosis preeklamsia. Selain itu,
kenaikan BB ½ kg setiap minggunya dalam kehamilan masih
dianggap normal, tetapi bila kenaikan 1 kg semminggu beberapa kali
maka perlu kewaspadaan terhadap timbulnya preeklampsia.
3. Keluar cairan pervaginam
Keluarnya cairan berupa air-air dari vagina pada trimester 3. Cairan
pervaginam dalam kehamilan normal apabila tidak berupa
perdarahan banyak, air ketuban maupun leukhore yang patologis
penyebab terbesar persalinan premature adalah ketuban pecah
sebelum waktunya. Insidensi ketuban pecah dini 10% mendekati
dari semua persalinan dan 4% pada kehamilan kurang 34 mg.
4. Gerakan janin tidak teraba
Ibu hamil mulai dapat merasakan gerakan bayinya pada usia
kehamilan 16-18 minggu (multigravida, sudah pernah hamil dan
melahirkan sebelumnya) dan 18-20 minggu (primigravida, baru
pertama kali hamil). Jika bayi tidur, gerakannya akan melemah. Bayi
harus bergerak paling sedikit 3 kali dalam periode 3 jam (10 gerakan
dalam 12 jam). Gerakan bayi akan lebih mudah terasa jika ibu
berbaring/beristirahat dan jika ibu makan dan minum dengan baik.
5. Nyeri perut yang hebat
Nyeri abdomen yang tidak berhubungan dengan persalinan adalah
tidak normal. Nyeri abdomen yang mengidintifikasi mengancam
jiwa adalah yang hebat, menetap dan tidak hilang setelah
beristirahat, kadang-kadang dapat disertai dengan perdarahan lewat
jalan lahir.

B. Human Immunodeficiency Virus (HIV)


1. Definisi HIV
HIV adalah sebuah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh
manusia, dengan kata lain HIV adalah virusnya (Setiarto et al., 2021)

HIV adalah virus yang dapat menyebabkan kerusakan sistem


kekebalan saat masuk ke tubuh. Istilah HIV sendiri adalah singkatan dari
human immunodeficiency virus. Dari namanya berarti virus ini hanya dapat
tertular pada manusia dan menyerang sistem imunitas. Saat infeksinya
menyebar, sistem imun di dalam tubuh tidak dapat bekerja dengan efektif
seperti sebelumnya.Sistem kekebalan setiap orang dapat sepenuhnya
membersihkan banyak virus dari dalam tubuh, tetapi berbeda kasus dengan
HIV. Meski begitu, beberapa pengobatan dapat mengendalikan virus
tersebut dengan efektif sehingga siklus hidupnya berhenti. Salah satu
pengobatan yang dapat dilakukan adalah antiretroviral yang dilakukan
secara teratur dan pengharapan untuk hidup mendekati normal (Setiarto et
al., 2021)

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan sebuah


retrovirus yang memiliki genus lentivirus yang menginfeksi, merusak, atau
menggangu fungsi sel sistem kekebalan tubuh manusia sehingga
menyebabkan sistem pertahanan tubuh manusia tersebut menjadi
melemah.1 Virus HIV menyebar melalui cairan tubuh dan memiliki cara
khas dalam menginfeksi sistem kekebalan tubuh manusia terutama sel
Cluster of Differentiation 4 (CD4) atau sel-T. HIV menyerang sel - sel
sistem kekebalan tubuh manusia terutama sel-T CD4+ dan makrofag yang
merupakan sistem imunitas seluler tubuh.11, 12 Infeksi dari virus ini akan
menyebabkan kerusakan secara progresif dari sistem kekebalan tubuh,
menyebabkan defisiensi imun sehingga tubuh tidak mampu melawan
infeksi dan penyakit. Seiring dengan berjalannya waktu, HIV dapat merusak
banyal sel CD4 sehingga kekebalan tubuh semakin menurun dan tidak dapat
melawan infeksi dan penyakit sama sekali, infeksi ini akan berkembang
menjadi Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) (Setiarto et al.,
2021)

2. Etiologi HIV

Virus HIV pertama kali diisolasi oleh Montagnier et al. di Prancis


tahun 1983 dengan nama Limphadnopathy Associated Virus (LAV),
sedangkan Gllo di Amerika Serikat mengisolasi virus HIV-2, yang
kemudian pada tahun 1986 atas kesepakatan internasional diberi nama virus
HIV. HIV tergolong dalam family lentivirus. Infeksi dari family lentivirus
ini khas ditandai dengan sifat latennya yang lama, masa inkubasi yang lama,
replikasi virus yang persisten dan keterlibatan dari susunan saraf pusat
(SSP). Sedangkan ciri khas untuk jenis retrovirus yaitu: dikelilingi oleh
membran lipid, mempunyai kemampuan variasi genetik tang tinggi,
mempunyai cara unik untuk replikasi serta dapat menginfeksi seluruh jenis
vertebrata.

HIV terdapat dalam cairan tubuh ODHA, dan dapat dikeluarkan


melalui cairan tubuh tersebut. Seseorang dapat terinfeksi HIV bila kontak
dengan cairan tersebut. Meskipun berdasarkan penelitian, virus terdapat
dalam saliva, air mata, cairan serebrospinal dan urine, tetapi cairan tersebut
tidak terbukti berisiko menularkan infeksi karena kadarnya sangat rendah
dan tidak ada mekanisme yang memfasilitasi untuk masuk ke dalam darah
orang lain, kecuali kalau ada luka.
Virus HIV digolongkan menjadi 2 tipe yaitu virus yang menyerang
dan menghindari mekanisme pertahanan tubuh dengan melakukan
perlawanan dan melumpuhkannya. Jenis virus HIV yaitu HIV-1 dan HIV-
2, tetapi sebagian besar kasus di seluruh dunia pada tahun 1992 disebabkan
oleh virus HIV-1, meskipun endemik virus HIV-2 jarang dijumpai di
Amerika Serikat. Retrovirus memiliki genom yang mengkode reverse
transcriptase yang memungkinkan DNA diterjemahkan RNA, maka virus
dapat membuat salinan DNA dari genomnya sendiri dalam sel pejamu.

3. Patofisiologis HIV

HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu


secara vertikal, horizontal dan transeksual. Jadi HIV dapat mencapai
sirkulasi sistemik secara langsung dengan diperantarai benda tajam yang
mampu menembus dinding pembuluh darah atau secara tidak langsung
melalui kulit dan mukosa yang tidak intak seperti yang terjadi pada kontak
seksual. Begitu mencapai atau berada dalam sirkulasi sistemik, 4-11 hari
sejak paparan pertama HIV dapat dideteksi di dalam darah.

Dalam tubuh ODHA, partikel virus bergabung dengan DNA sel


pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan
tetap terinfeksi. Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan tanda atau
gejala tertentu. Sebagian memperlihatkan gejala tidak khas pada infeksi
HIV akut, 3-6 minggu setelah terinfeksi. Gejala yang terjadi adalah demam,
nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau
batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa
gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10
tahun.Tetapi ada sekelompok orang yang perjalanan penyakitnya sangat
cepat, sekitar 2 tahun, dan ada pula yang lambat (non-progressor). Seiring
dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA mulai menampakkan
gejala-gejala akibat infeksi oportunistik seperti berat badan menurun,
demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar getah bening, diare,
tuberkulosis, infeksi jamur, herpes dan akhirnya pasien menunjukkan gejala
klinik yang makin berat, pasien masuk dalam tahap AIDS.

Stadium perkembangan infeksi virus HIV sebagai berikut:

a. Stadium pertama (HIV)

Stadium dimulai dari masuknya virus HIV ke dalam tubuh diikuti


dengan perubahan serologis yaitu antibodi dari negatif menjadi positif.
Perubahan antibodi memerlukan waktu satu sampai 3 bulan bahkan ada
yang berlangsung hingga enam bulan. Pada tahap ini pasien tidak
menunjukkan gejala sama sekali atau mengalami Linfadenopati
Generalisata Persisten (LPG), yakni pembesaran kelenjar getah bening di
beberapa tempat yang menetap. Pada tingkat ini, pasien belum mempunyai
keluhan dan tetap dapat melakukan aktivitas.

b. Stadium kedua (Asimptomatik)

Dalam organ tubuh terdapat virus HIV dan mulai menunjukkan


gejala kecil yang berlangsung selama 5-10 tahun. Cairan tubuhnya dapat
menularkan HIV kepada orang lain. Beberapa gejala yang mulai tampak
antara lain: Penurunan berat badan kurang dari 10%; kelainan kulit dan
mulut yang ringan, misalnya dermatitis seboroika, prurigo, infeksi jamur
pada kaki, ulkas pada mulut berulang, dan chelitis anguralis; herpes zoster
yang timbul pada lima tahun terakhir; dan infeksi saluran nafas bagian atas
berulang, misalnya sinusitis. Pada tingkat ini, pasien sudah menunjukkan
gejala tetapi aktivitasnya tetap normal.

c. Stadium ketiga

Pembesaran kelenjar limfa yang menetap dan merata berlangsung


lebih dari satu bulan. penurunan berat badan lebih dari 10%, diare kronik
lebih dari 1 bulan, dengan penyebab tidak diketahui; panas yang tidak
diketahui sebabnya selama lebih dari 1 bulan, hilang-timbul, maupun terus
menerus; kandidiasis mulut, bercak putih berambut di mulut; tuberkulosis
setahun terakhir, infeksi bakteriil yang berat, misalnya pnemonia. Pada
tingkat ini, penderita biasanya berbaring di tempat tidur lebih dari 12 jam
per hari.

d. Stadium keempat (AIDS)

Stadium keempat (AIDS) yaitu keadaan yang disertai dengan infeksi


oportunistik, penurunan berat badan dan munculnya kanker serta infeksi
sekunder. badan menjadi kurus (HIV Wasting Sydrome), yaitu berat badan
turun lebih dari 10% dan diare kronik lebih dari sebulan dengan penyebab
tidak diketahui, atau kelemahan kronik timbul panas yang tidak diketahui
sebabnya selama lebih dari 1 bulan: pnemonia pneumosistis karini,
toksoplasmosis otak; kriptosporidiosis dengan diare lebih dari 1 bulan,
penyakit virus sitomegalo pada organ tubuh, kecuali di limfa, hati, atau
kelenjar getah bening; infeksi virus herpes simpleks dimukokutan lebih dari
satu bulan, atau di alat dalam (visceral) lamanya tidak dibatasi; mikosis
(infeksi jamur) apa saja, tuberculosis di luar paru; limfoma, sarcoma
Kaposi; ensefatopati HIV, sesuai kriteria Center for Disease Control and
Prevention (CDC) yaitu gangguan kognitif atau disfungsi motorik yang
mengganggu aktivitas sehari-hari, progresif setelah beberapa minggu atau
beberapa bulan, tanpa ditemukan penyebab selain HIV.

4. Manifestasi Klinis

Berdasarkan (Hidayati, 2020) infeksi HIV tidak akan langsung


memperlihatkan tanda atau gejala tertentu. Dalam perjalanannya, infeksi
HIV dapat melalui 3 fase klinis.

a. Tahap 1: Infeksi Akut

Dalam 2 hingga 6 minggu setelah terinfeksi HIV, seseorang


mungkin mengalami penyakit seperti flu, yang dapat berlangsung
selama beberapa minggu. Ini adalah respons alami tubuh terhadap
infeksi. Setelah HIV menginfeksi sel target, yang terjadi adalah proses
replikasi yang menghasilkan berjuta-juta virus baru (virion), terjadi
viremia yang memicu sindrom infeksi akut dengan gejala yang mirip
sindrom semacam flu Gejala yang terjadi dapat berupa demam, nyeri
menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, nyeri otot,
dan sendi atau batuk.

b. Tahap 2: Infeksi Laten

Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi asimtomatik (tanpa


gejala), yang umumnya berlangsung selama 8-10 tahun. Pembentukan
respons imun spesifik HIV dan terperangkapnya virus dalam sel
dendritik folikuler di pusat germinativum kelenjar limfe menyebabkan
virion dapat dikendalikan, gejala hilang dan mulai memasuki fase laten.
Meskipun pada fase ini virion di plasma menurun, replikasi tetap terjadi
di dalam kelenjar limfe dan jumlah limfosit T-CD4 perlahan menurun
walaupun 978602 belum menunjukkan gejala (asimtomatis). Beberapa
pasien dapat menderita 2020 sarkoma Kaposi's, Herpes zoster, Herpes
simpleks, sinusitis bakterial, atau pneumonia yang mungkin tidak
berlangsung lama.

c. Tahap 3: Infeksi Kronis

Sekelompok kecil orang dapat menunjukkan perjalanan penyakit


amat cepat dalam 2 tahun, dan ada pula yang perjalanannya lambat (non-
progressor). Akibat replikasi virus yang diikuti kerusakan dan kematian
sel dendritik folikuler karena banyaknya virus, fungsi kelenjar limfe
sebagai perangkap virus menurun dan virus dicurahkan ke dalam darah.
Saat ini terjadi, respons imun sudah tidak mampu meredam jumlah
virion yang berlebihan tersebut. Limfosit T-CD4 semakin tertekan oleh
karena 97800 intervensi HIV yang semakin banyak, dan jumlahnya
dapat menurun hingga di bawah 200 sel/mm³. Penurunan limfosit T ini
mengakibatkan sistem imun menurun dan pasien semakin rentan
terhadap berbagai A Hu penyakit infeksi sekunder, dan akhirnya pasien
jatuh pada kondisi AIDS.
Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, ODHA
mulai menampakkan gejala akibat infeksi oportunistik seperti berat
badan menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar getah
bening, diare, tuberkulosis, infeksi jamur, herpes, dan lain-lain. Sekitar
50% dari semua orang yang terinfeksi HIV, 50% berkembang masuk
dalam tahap AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun, hampir
semua 7-menunjukkan gejala AIDS, kemudian meninggal.

5. Cara Penularan HIV

Cara penularan HIV sampai saat ini diketahui melalui hubungan


seksual (homoseksual maupun heteroseksual) serta secara non seksual
seperti melalui kontak dengan darah/produk darah, parenteral dan
transplasenta. Virus HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel
limposit T sebagai sasarannya. Vehikulum yang dapat membawa virus HIV
keluar tubuh dan menularkan kepada orang lain melalui berbagai cairan
tubuh. Cairan tubuh yang terbukti menularkan di antaranya semen, cairan
vagina atau serviks dan darah penderita (Tahir et al., 2022)

Cara penularan yang diketahui melalui:

a. Transmisi Seksual
Penularan HIV melalui hubungan seksual baik heteroseksual maupun
homoseksual merupakan penularan yang sering terjadi.
1) Transmisi virus HIV pada homoseksual: Cara hubungan seksual
anogenital merupakan perilaku seksual dengan risiko tinggi bagi
penularan HIV. Khususnya bagi mitra seks yang pasif menerima
ejakulasi semen dari seseorang pengidap HIV. Hal ini disebabkan
mukosa rektum yang sangat tipis dan mudah mengalami perlukaan
pada saat berhubungan seksual secara anogenital. Di Amerika
Serikat lebih dari 50% pria homoseksual di daerah urban tertular
HIV melalui hubungan seks anogenital tanpa pelindung.
2) Transmisi virus HIV pada heteroseksual: Penularan heteroseksual
dapat terjadi dari laki-laki ke perempuan atau sebaliknya. Di Negara
Afrika penderita HIV/AIDS mendapat infeksi melalui hubungan
heteroseksual tanpa kondom. Transmisi dari laki-laki pengidap
HIV/AIDS ke perempuan pasangannya lebih sering terjadi
dibandingkan dengan perempuan pengidap HIV ke pria
pasangannya.
b. Transmisi Non Seksual
1) Tranmisi Parenteral
Transmisi ini terjadi akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk
lainnya (alat tindik) yang tidak steril atau telah terkontaminasi
seperti pada penyalahgunaan narkotika suntik yang menggunakan
jarum suntik secara bersama-sama. Risiko- tertular transmisi secara
parenteral kurang dari 1% dapat terjadi pada penggunaan jarum
suntik yang terkontaminasi kontak dengan kulit yang lecet, sekret
atau bahan yang terinfeksi.
2) Transmisi Transplasenta
Penularan dari ibu yang mengidap HIV positif kepada janin yang
dikandungnya. Penularan dapat terjadi sewaktu hamil, melahirkan
dan waktu menyusui.
3) Transmisi melalui darah atau produk darah
4) Transplantasi organ dan jaringan tubuh yang terinfeksi HIV.
Transplantasi organ potensial meningkatkan HIV/AIDS yang telah
dicangkokkan pada orang yang sehat, maka virus HIV akan
menyebar ke seluruh tubuh.
6. Masa Inkubasi

Masa inkubasi pemyakit ini bervariasi, waktu dari penularan hingga


berkembang atau terdeteksinya antibodi biasanya satu sampai tiga bulan.
Penularan virus HIV hingga terdiagnosis sebagai AIDS sekira kurang lebih
satu tahun hingga 15 tahun atau bahkan lebih. Median masa inkubasi pada
anak-anak yang terinfeksi lebih pendek dari orang dewasa. Masa inkubasi
pada orang dewasa berkisar tiga bulan sampai terbentuknya antibodi anti
HIV. Manifestasi klinis infeksi HIV dapat singkat maupun bertahun-tahun
tergantung tingkat kerentanan individu terhadap penyakit, fungsi imun dan
infeksi lain. Khusus pada bayi di bawah umur satu tahun, diketahui bahwa
viremia sudah dapat dideteksi pada bulan-bulan awal kehidupan dan tetap
terdeteksi hingga usia satu tahun. Manifestasi klinis infeksi opcunistik
sudah dapat dilihat ketika usia dua bulan (Setiarto et al., 2021).

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa perkembangan dari infeksi


HIV menjadi AIDS lebih cepat terjadi di negara berkembang, namun
secepatnya perkembangan dari infeksi HIV menjadi AIDS tergantung pada
usia saat terkena infeksi HIV. Dewasa muda dan dewasa yang mendapat
infeksi HIV pada usia lebih muda akan lebih lambat menjadi AIDS maka
infeksi terjadi pada usia lebih tua. Perkembangan penyakit juga tergantung
pada sub tipe virus. Masa inkubasi penyakit ini mulai terjadinya infeksi
sampai timbulnya gejala penyakit sangat lama (sampai 5 tahun atau lebih)
dan karena infeksi HIV dianggap seumur hidup maka risiko terjadinya
penyakit akan berlanjut selama hidup pengidap virus HIV. Seseorang yang
terserang virus AIDS menjadi pembawa virus tersebut selama hidupnya
orang tersebut bisa saja tidak menampakkan gejala sama sekali namun tetap
sebagai sumber penularan pada orang lain (Setiarto et al., 2021).

7. Faktor yang berperan dalam penularan HIV dari ibu ke anak

Menurut (Setiarto et al., 2021). ada tiga faktor utama yang


berpengaruh pada penularan HIV dari ibu ke anak, yaitu faktor ibu,
bayi/anak, dan tindakan obstetrik.

a. Faktor Ibu
1) Jumlah virus (viral load) Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat
menjelang atau saat persalinan dan jumlah virus dalam air susu ibu
ketika ibu menyusui bayinya sangat mempengaruhi penularan HIV
dari ibu ke anak. Risiko penularan HIV menjadi sangat kecil jika
kadar HIV rendah (kurang dari 1.000 kopi/ml) dan sebaliknya jika
kadar HIV di atas 100.000 kopi/ml.
2) Jumlah Sel CD4 Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko
menularkan HIV ke bayinya. Semakin rendah jumlah sel CD4 risiko
penularan HIV semakin besar.
3) Status gizi selama hamil Berat badan rendah serta kekurangan
asupan seperti asam folat, vitamin D, kalsium, zat besi, mineral
selama hamil berdampak bagi kesehatan ibu dan janin akibatntya
dapat meningkatkan risiko ibu untuk menderita penyakit infeksi
yang dapat meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke
bayi.
4) Penyakit infeksi selama hamil
Penyakit infeksi seperti sifilis, infeksi menular seksual,infeksi
saluran reproduksi lainnya, malaria,dan tuberkulosis, berisiko
meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke bayi.
5) Gangguan pada payudara
Gangguan pada payudara ibu dan penyakit lain, seperti mastitis,
abses, dan luka di puting payudara dapat meningkatkan risiko
penularan HIV melalui ASI sehingga tidak sarankan untuk
memberikan ASI kepada bayinya dan bayi dapat disarankan
diberikan susu formula untuk asupan nutrisinya.
b. Faktor Bayi
1) Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir
Bayi lahir prematur dengan berat badan lahir rendah (BBLR) lebih
rentan tertular HIV karena sistem organ dan sistem kekebalan
tubuhnya belum berkembang dengan baik.
2) Periode pemberian ASI
Semakin lama ibu menyusui, risiko penularan HIV ke bayi akan
semakin besar.
3) Adanya luka dimulut bayi
Bayi dengan luka di mulutnya lebih berisiko tertular HIV ketika
diberikan ASI.
c. Faktor obstetrik

Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan
lahir. Faktor obstetrik yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV
dari ibu ke anak selama persalinan adalah :

1) Jenis persalinan
Risiko penularan persalinan per vagina lebih besar daripada
persalinan melalui bedah sesar (seksio sesaria).
2) Lama persalinan
Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan HIV
dari ibu ke anak semakin tinggi, karena semakin lama terjadinya
kontak antara bayi dengan darah dan lendir ibu.
3) Ketuban pecah lebih dari 4 Jam sebelum persalinan meningkatkan
risiko penularan hingga dua kali lipat dibandingkan jika ketuban
pecah kurang dari 4 jam.
4) Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forceps meningkatkan
risiko penularan HIV karena berpotensi melukai ibu.

Tabel 1. Faktor yang berperan dalam penularan HIV dari ibu ke bayi.

Faktor Ibu Faktor Bayi Faktor Obtetrik


Kadar HIV (Viral Load) Prematuritas dan berat Jenis persalinan
bayi saat lahir
Kadar CD4 Lama memyusu Lama persalinan
Status gizi hamil Lama di mulut bayi (jika Adanya ketuban pecah
bayi menyusu) dini
Penyakit infeksi saat Tindakan episiotomi,
hamil ekstraksi vacum dan
forceps
Masalah di payudara (jika
menyusu)
8. Waktu dan resiko penularan HIV dari ibu ke Anak

Pada saat hamil, sirkulasi darah janin dan sirkulasi darah ibu
dipisahkan oleh beberapa lapis sel yang terdapat di plasenta. Plasenta
melindungi janin dari infeksi HIV. Tetapi, jika terjadi peradangan, infeksi
ataupun kerusakan pada plasenta, maka HIV bisa menembus plasenta,
sehingga terjadi penularan HIV dari ibu ke anak. Penularan HIV dari ibu ke
anak pada umumnya terjadi pada saat persalinan dan pada saat menyusui.
Risiko penularan HIV pada ibu yang tidak mendapatkan penanganan PPIA
saat hamil diperkirakan sekitar 15-45%. Risiko penularan 15-30% terjadi
pada saat hamil dan bersalin, sedangkan peningkatan risiko transmisi HIV
sebesar 10-20% dapat terjadi pada masa nifas dan menyusui (Setiarto et al.,
2021).

Tabel 2. Waktu dan resiko penularan HIV dari ibu ke anak

Waktu Resiko
Selama hamil 5 – 10%
Bersalin 10 – 20%
Menyusui (ASI) 5 – 20%
Resiko penularan keseluruhan 20 – 50%
Apabila ibu tidak menyusui bayinya, risiko penularan HIV menjadi 20-
30% dan akan berkurang jika ibu mendapatkan pengobatan anti retrovirus
(ARV). Pemberian ARV jangka pendek dan ASI eksklusif memiliki risiko
penularan HIV sebesar 15-25% dan risiko penularan sebesar 5-15% apabila ibu
tidak menyusui. Akan tetapi, dengan terapi antiretroviral jangka panjang, risiko
penularan HIV dari ibu ke anak dapat diturunkan lagi hingga 1-5%, dan ibu
yang menyusui secara eksklusif memiliki risiko yang sama untuk menularkan
HIV ke anaknya dibandingkan dengan ibu yang tidak menyusui (Setiarto et al.,
2021).
Tabel 3.. Resiko penularan HIV dari ibu ke anak saat hamil, bersalin dan
menyusui

Masa Kehamilan Persalinan Postpartum melalui ASI


0-14 14-16 36 Selama 0-6 bulan 6-24 bulan
minggu minggu minggu Persalinan
kelahiran
1% 4% 12% 8% 7% 3%

9. Pemberian Terapi Antiretroviral

Sampai sekarang belum ada obat yang dapat menyembuhkan HIV-


AIDS, namun dengan terapi antiretroviral, jumlah virus di dalam tubuh
dapat ditekan sangat rendah, sehingga ODHA dapat tetap hidup layaknya
orang sehat (Hartanto dan & Marianto, 2019)

Terapi ARV bertujuan untuk:


a. Mengurangi laju penularan HIV di masyarakat,
b. Menurunkan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan
HIV,
c. Memperbaiki kualitas hidup ODHA,
d. Memulihkan dan memelihara fungsi kekebalan tubuh, dan
e. Menekan replikasi virus secara maksimal
Cara paling efektif untuk menekan replikasi HIV adalah dengan
memulai pengobatan dengan kombinasi ARV yang efektif. Semua obat
yang dipakai harus dimulai pada saat yang bersamaan pada pasien baru.
Terapi kombinasi ARV harus menggunakan dosis dan jadwal yang tepat.
Obat ARV harus diminum terus menerus secara teratur untuk menghindari
timbulnya resistensi. Diperlukan peran serta aktif pasien dan pendamping/
keluarga dalam terapi ARV. Di samping ARV, timbulnya infeksi
oportunistik harus mendapat perhatian dan tatalaksana yang sesuai. Pilihan
terapi yang direkomendasikan untuk ibu hamil dengan HIV adalah terapi
menggunakan kombinasi tiga obat (2 NRTI + 1 NNRTI). Seminimal
mungkin hindari triple nuke (3 NRTI).
Gambar 1. Rekomdendasi ART pada ibu hamil dengan HIV dan ARV profilaksis
pada bayi

Gambar 2. Alur pemberian terapi antiretroviral pada ibu hamil


10. Tatalaksana Persalinan Dengan HIV
Cara persalinan harus ditentukan sebelum umur kehamilan 38
minggu untuk meminimalkan terjadinya komplikasi persalinan. Sampel
plasma viral load dan jumlah CD4 harus diambil pada saat persalinan.
Pasien dengan HAART harus mendapatkan obatnya sebelum persalinan,
jika diindikasikan, sesudah persalinan. Semua ibu hamil dengan HIV positif
disarankan untuk melakukan persalinan dengan seksio sesaria. Infus ZDV
diberikan secara intravena selama persalinan elektif seksio sesaria dengan
dosis 2 mg/kg selama 1 jam, diikuti dengan 1 mg/kg sepanjang proses
kelahiran. Pada persalinan ini, infus ZDV dimulai 4 jam sebelumnya dan
dilanjutkan sampai tali pusar sudah terjepit. National Guidelines
menyarankan pemberian antibiotik peripartum pada saat persalinan untuk
mencegah terjadinya infeksi.

Ruangan operasi juga harus dibuat senyaman mungkin untuk


mencegah PROM sampai kepala dilahirkan melalui operasi insisi.
Kelompok meta-analisis Internasional Perinatal HIV, menemukan bahwa
resiko transmisi vertikal meningkat 2% setiap penambahan 1 jam durasi
PROM. Jika persalinan sesaria dikerjakan setelah terjadi PROM,
keuntungan operasi jelas tidak ada. Pada kasus ini, pemilihan jalan lahir
harus disesuaikan secara individu. Oleh karena itu, usahakan agar membran
tetap intak selama mungkin. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
ACOG pada tahun 2000, pasien HAART dengan viral load >1000 kopi/mL,
harus konseling berkenaan dengan keuntungan yang didapat dari persalinan
dengan elektif seksio sesaria dalam menurunkan resiko transmisi vertikal
pada perinatal.

Persalinan pervaginama yang direncanakan hanya boleh dilakukan


oleh wanita yang mengkonsumsi HAART dengan viral load <50 kopi/mL.
Jika pasien ini tidak ingin melakukan persalinan lewat vagina, seksio sesaria
harus dijadwalkan pada umur kehamilan 39+ minggu, untuk meminimalkan
resiko transient tachypnea of the newborn (TTN). Prosedur invasif seperti
pengambilan sampel darah fetal dan penggunaan eletrode kulit kepala fetal
merupakan kontraindikasi. Pada persalinan pervaginam, amniotomi harus
dihindari, tetapi tidak jika proses kelahiran kala 2 memanjang. Jika terdapat
indikasi alat bantu persalinan, forsep dengan kavitas rendah lebih
disarankan untuk janin karena insiden trauma fetal lebih kecil.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. SOAP
Hari/Tanggal : Sabtu/25 Maret 2023
Waktu : 14.30 Wib
Tempat : Ruang Bersalin Rsudza

S : Pasien dari IGD dengan keluhan mules-mules sejak 1 hari


lalu. Lendir darah dirasakan keluar dari pagi, gerakan janin
aktif. Pasien mengaku ANC ke dokter SPOG setiap bulan
dengan hasil USG terakhir didapatkan janin dengan keaadan
baik. Pasien mengatakan memiliki riwayat HIV sejak 6
tahun lalu dan menggunakan ARV rutin.

HPHT : 18-07-2022

O : Keadaan Umum : Sedang

Kesadaran : Compos Mentis

TTV

TD : 110/80 mmHg TB : 157 cm

N : 85 x/m BB : 65 kg

P : 24 x/m LILA : 33 cm

S : 36,9 ºC TTP : 25-04-2023

Pemeriksaan Fisik :

Wajah : Tidak oedema, tidak pucat

Mata : Konjungtiva merah muda, Sklera tidak


kuning

Leher : Tidak ada pembengkakan kalenjar


Payudara : Simetris, tidak ada benjolan, areola
menghitam, papila menonjol, striae tidak ada

Pemeriksaan Abdomen :

Inspeksi : Pembesaran perut sesuai dengan usia


kehamilan, tidak ada bekas operasi, linea nigra ada, striae
ada

Palpasi :

L1 : Pertengahan pusat dan px (TFU : 28 cm)

L2 : Teraba keras seperti papan disebelah kanan ibu


(Puka), (DJJ : 148 x/m)

L3 : Teraba keras bulat melenting yaitu kepala

L4 : Kepala belum masuk PAP

Pemeriksaan Penunjung :

Hb : 12,3 g/dL

Hematokrit : 33%

Eritrosit : 2,8%

Trombosit : 322 10³/mm³

Leukosit : 9,28 10³/mm³

HbsAg : Non Reaktif

His : Positif

A : G2P0A1 usia kehamilan 35-36 minggu ancaman


prematurus ibu dengan Human Immunodeficiency
Virus (HIV) reaktif
P :
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan
2. Melakukan kolaborasi dengan dokter obgyn
a. Memberikan kaltropen (supp) mengurangi
rasa nyeri
b. Melakukan tindakan vagina wash/hari
c. Melakukan tindakan vagina swab
d. Melakukan pemasangan infus RL 500 ml
e. Memberikan obat MgSO4 dan nifedipine
untuk mensupresi kontraksi uterus
f. Memberikan dexamethasone 6 mg/12 jam
secara IV
g. Rencana konsul IPD (Saran IPD cek CD4
Viral Load)
h. Menjadwalkan tindakan persalinan SC pada
tanggal 26 Maret 2023, pukul 21.00 wib.
3. Memberitahu ibu untuk menjaga personal
hygiene terutama diarea vagina
4. Memberitahu ibu untuk beristirahat dan tenang
agar kondisi ibu dan bayi baik (Bedrest)
5. Memberitahu ibu makan makanan yang bergizi,
sayur-sayuran, buah-buahan, daging dan telur
6. Memberi ibu dukungan atau support mental dan
beritahu keluarga untuk tetap memberi semangat
pada ibu
7. Melakukan pemantauan TTV,DJJ setiap 30
menit sekali
8. Ibu sudah mengerti
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan dari pengumpulan data di ruang bersalin RSUDZA di
dapatkan Ny. I Berumur 33 tahun dengan keluhan mules-mules sejak 1 hari lalu.
Lendir darah dirasakan keluar dari pagi, gerakan janin aktif. Pasien mengaku
ANC ke dokter SPOG setiap bulan dengan hasil USG terakhir didapatkan janin
dengan keaadan baik. Ibu memiliki riwayat HIV sejak 6 tahun lalu dan
menggunakan ARV rutin. Hasil pemeriksaan di dapatkan tanda-tanda vital
dalam batas normal. Ibu G2P0A1 usia kehamilan 35-36 minggu dengan HIV
reaktif. Diberikan penetalaksanaan ibu dianjurkan untuk bedrest, ibu akan
dilakukan tindakan vagina wash/hari, melanjutkan terapi sesuai intruksi, pasien
dijadwal kan untuk SC pada tanggal 26 Maret 2023 pukul 21.00 WIB. Bayi lahir
secara SC, BB : 2400 gr, TB : 45 cm, JK : Laki-laki, bayi dirawat di ruang NICU
terpisah dengan ibu, bayi direncanakan untuk memeriksa resiko tertular HIV.

B. Saran
1. Bagi Pasien

Diharapkan pasien dapat menjaga kesehatan dengan rutin


melakukan pemeriksaan ditenaga kesehatan terutama pada masa kehamilan,
persalinan, nifas, bayi baru lahir dan KB

2. Bagi institusi

Agar lebih meningkatkan mutu pendidikan dalam proses


pembelajaran baik teori maupun praktik. Agar mahasiswa dapat
meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang teori-teori pada Ibu hamil
3. Bagi lahan praktek

Diharapkan Laporan Praktik ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk


dapat memperbaiki serta mempertahankan mutu pelayanan terutama dalam
memberikan asuhan pelayanan kebidanan Kehamilan
DAFTAR PUSTAKA
Catur, wulandari leny, Risyati, L., Maharani, Kaltsum, U., Kristin, diyan M., Nelly,
M., Neneng, latifa siti, Milatun, K., Astin, H. nur, & Melinda,
wariyaka R. (2021). asuhan kebidanan kehamilan (widyastuti ririn
(ed.)).

Kemenkes RI. 2022. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI

Dinkes Provinsi. (2021). HIV/AIDS. Profil Kesehatan Provinsi Aceh. (Dikutip


pada tanggal 1 Februari 2022).

Dinkes Kota Banda Aceh. (2021). Penyakit Menular Seksual. Laporan Tahunan.

Fauziani. (2021). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu hamil Dalam


Pemeriksaan HIV di Puskesmas Idi Rayeuk Kabupaten Aceh
Timur. Jurnal Of Healthcare Tecnology and Medicine, 7(1),352-
363.

Febriyeni. (2021). Asuhan Kebidanan Kehamilan Komrehensif. Yogyakarta:


Yayasan Kita Menulis.

WHO. (2020). HIV/AIDS. https://who.int (Dikutip pada tanggal 2 Februari 2022)

Hidayati, A. N. (2020). Manajemen HIV/AIDS Komprehensif. Universitas


Airlangga.

Setiarto, H. B., Karo, M. B., & Tambaip, T. (2021). Virus HIV/AIDS. CV BUDI
UTAMA.

Tahir, Y., Hertiana, Nusdin, & Wardani, H. R. (2022). Mengenai HIV/IADS.


Rizmedia Pustaka Indonesia.

Sekar, A., Erlinawati, Fauzzia, Fitri, A., Iis, A., Milda, H., Martini, Suci, rahayu
fitri, Nelly, M., Esme, A., Mirawati, Septi, W., & Syukrianti, S.
(2021). kehamilan sehat mewujudkan generasi berkualitas di masa
new normal (Yuhanah & Yusriani (eds.)).
Rostina, pohan afrida. (2022). pengantar asuhan kebidanan. IPI ( PT inovasi
Pratama Internasional ).

Erina, hatini eka. (2019). asuhan kebidanan kehamilan. wineka media.

Hartanto dan, & Marianto. (2019). Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
dalam Kehamilan. Cdk-276, 46(5), 346–350. Setiarto, H. B., Karo,
M. B., & Tambaip, T. (2021). Virus HIV/AIDS. CV BUDI UTAMA.

Tahir, Y., Hertiana, Nusdin, & Wardani, H. R. (2022). Mengenai HIV/IADS.


Rizmedia Pustaka Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai