Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN HIV/AIDS

OLEH :
KELOMPOK 3 (KELAS A)
1. Diana Lestari
2. Nahnu Ristina Martiana
3. Nikmatul Aulia
4. Putri Aprilia
5. Rabiatun Addawiyah
6. Suci Islamiati S Malik
7. Viona Ardhyas Vega Ariesta

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN PROGRAM PROFESI
TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

            Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah
Keperawatan Medikal Bedah 2 yang berjudul “Askep HIV/AIDS”. Kemudian selawat
beserta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah
memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia.
            Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 2
di Poltekkes Kemekes Mataram. Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing mata kuliah KMB 2 dan kepada segenap pihak
yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.
            Akhirnya kami menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam penulisan
makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

                                                            Mataram, 3 Februari 2021

                                                            Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................5

A. Latar Belakang...........................................................................................................5

B. Rumusan Masalah.....................................................................................................6

C. Tujuan........................................................................................................................7

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................8

A. Konsep Teori HIV/AIDS................................................................................................8

1. Definisi......................................................................................................................8
2. Etiologi......................................................................................................................8
3. Klasifikasi................................................................................................................10
4. Patofisiologi.............................................................................................................11
5. Pathway...................................................................................................................13
6. Manifestasi Klinis....................................................................................................14
7. Pemeriksaan diagnostic...........................................................................................15
8. Penatalakasanaan.....................................................................................................16
9. Pencegahan HIV/AIDS...........................................................................................17
10. Komplikasi.............................................................................................................19
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN......................................................................21

1. Pengkajian...............................................................................................................21
2. Diagnosa Keperawatan............................................................................................24
3. Intervensi Keperawatan...........................................................................................26

iii
4. Tindakan Keperawatan..............................................................................................47
5. Evaluasi Keperawatan...............................................................................................47
BAB III PENUTUP..............................................................................................................48

A. Kesimpulan..........................................................................................................48

B. Saran........................................................................................................................48

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................49

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berbagai macam penyakit menular diseluh dunia dikaitkan dengan kesehatan


seksual yang buruk. Kesehatan seksual merupakan kebebasan untuk menikmati dan
mengekspresikan seksualitas tanpa memiliki ketakutan terhadap eksploitas, tekanan,
luka fisik atau emosional (Irianto, 2014). Kesehatan seksual bukan hanya epidemologi
infeksi yang didapat melalui hubungan seksual tetapi mengandung makna yang lebih
luas salah satunya tentang infeksi HIV/AIDS (Bhetsy, 2015).
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang atau
menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia
(Irianto, 2014). Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan
gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi
oleh HIV (Irianto, 2014). Menurut (Nursalam, 2013), HIV adalah retrovirus yang
termasuk dalam family lentivirus. Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan
RNA-nya dengan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama
periode inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus yang lainnya, HIV menginfeksi tubuh
dengan periode inkubasi yang panjang, dan utamanya menyebabkan munculnya tanda
dan gejala AIDS. HIV menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan limfosit
untuk mereplikasikan diri.
HIV/AIDS merupakan masalah kesehatan masyarakat terbesar di dunia saat ini,
karena hampir disemua negara di dunia termasuk Indonesia terdapat penyakit ini 2
(Kemenkes RI, 2016). Berdasarkan data dari United Nations Programme on HIV/AIDS
terdapat 42,9 juta orang diseluruh dunia hidup dengan HIV dan 2,1 juta orang
diantaranya merupakan kasus HIV baru, serta 1,2 juta orang meninggal karena terkait
AIDS (UNAIDS, 2016). Di Indonesia jumlah kasus baru HIV positif yang dilaporkan
dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Berdasarkan data Profil kesehatan Indonesia

5
tahun 2016, jumlah penderita HIV/AIDS di Indonesia sebanyak 785.821 orang dengan
infeksi baru sebanyak 90.915 orang dan kematian sebanyak 40.349 orang (Kemenkes
RI, 2016).
Menurut Depkes RI, (1997, dalam Nursalam 2013), gejala klinis pada stadium
AIDS yaitu demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan, diare kronis lebih dari tiga
bulan, penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 bulan, TBC, batuk kronis lebih
dari satu bulan, infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan jamur candida albicans.
Masalah gizi terkait dengan infeksi HIV perlu mendapat perhatian. Infeksi HIV
merupakan masalah yang cukup serius dan kekurangan nutrisi sering menjadi
komplikasi dari penyakit ini (Swaminathan et al., 2008). Penelitian yang dilakukan di
RSUP Dr.Kariadi Semarang pada Desember 2010 – Mei 2011 menunjukan bahwa
terdapat 22 pasien (52,38%) dengan status gizi dibawah normal/ underweight
berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) (Andersen, 2017).
Status gizi yang buruk pada pasien HIV/AIDS disebabkan karena asupan gizi
yang tidak adekuat, adanya perubahan laju metabolism tubuh, perubahan mekanisme
kerja traktus digestivus, interaksi obat dengan zat gizi (Stambullian, Feliu, &
Slobodianik, 2007). Hal ini dapat dimanfaatkan oleh HIV untuk berkembang lebih
cepat dan daya tahan tubuh untuk melawan HIV menjadi berkurang sehingga
menyebabkan meningkatkan resiko terkena infeksi oportunistik, dan mempengaruhi
absorbsi obat ARV dalam tubuh (Nursalam & Kurniati, 2009).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian HIV/AIDS ?
2. Apa penyebab timbulnya penyakit HIV/AIDS?
3. Apa saja klasifikasi dari penyakit HIV/AIDS?
4. Bagaimana patofisiologi dari HIV/AIDS?
5. Bagaimana pathway dari penyakit HIV/AIDS?
6. Apa saja manifestasi klinis dari HIV/AIDS?
7. Apa saja pemeriksaan diagnostic untuk penyakit HIV/AIDS?
8. Bagaimana penatalaksanaan medis HIV/AIDS?

6
9. Bagaimana pencegahan untuk penyakit HIV/AIDS?
10. Apa saja komplikasi yang akan terjadi pada HIV/AIDS?
11. Bagaimana asuhan keperawatan untuk pasien HIV/AIDS?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa pengertian HIV/AIDS
2. Untuk mengetahui apa penyebab timbulnya penyakit HIV/AIDS
3. Untuk mengetahui apa saja klasifikasi dari penyakit HIV/AIDS
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi HIV/AIDS
5. Untuk mengetahui bagaimana pathway dari penyakit HIV/AIDS
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari HIV/AIDS
7. Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic untuk penyakit HIV/AIDS
8. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan medis HIV/AIDS
9. Untuk mengetahui bagaimana pencegahan penyakit HIV/AIDS
10. Untuk mengetahui komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit HIV/AIDS
11. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan untuk pasien HIV/AIDS

7
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Teori HIV/AIDS

1. Definisi

HIV adalah singkatan dari Human Immunodeficiency Virus, yakni


virus yang menyerang sistem imun sehingga kekebalan menjadi lemah
bahkan sampai hilang. Sedangkan AIDS adalah singkatan dari Acquired
Immunodeficiency Disease Syndrome, yakni suatu penyakit yang
disebabkan oleh virus yaitu virus HIV (Sujana, 2007).
HIV secara umum adalah virus yang hanya dapat menginfeksi
manusia, memperbanyak diri didalam sel manusia, sehingga menurunkan
kekebalan manusia terhadap penyakit infeksi. AIDS adalah sekumpulan
tanda dan gejala penyakit akibat hilangnya atau menurunnya sistem
kekebalan tubuh seseorang yang didapat karena terinfeksi HIV.
AIDS adalah salah satu penyakit retrovirus epidemic menular, yang
disebabkan oleh infeksi HIV, yang pada kasus berat bermanifestasi
sebagai depresi berat imunitas seluler, dan mengenai kelompok resiko
tertentu, termasuk pria homoseksual, atau biseksual, penyalahgunaan
obat intra vena, penderita hemofilia, dan penerima transfusi darah
lainnya, hubungan seksual dan individu yang terinfeksi virus tersebut.
(DORLAN, 2002)
AIDS merupakan bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dan
kelainan ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata
hingga keadaan imunosupresi dan berkaitan dengan berbagai infeksi
yang dapat membawa kematian dan dengan kelainan malignitas yang
jarang terjadi. (Centre for Disease Control and Prevention)

2. Etiologi

Etiologi atau penyebab dari HIV/AIDS karena terganggunya system


imun dalam tubuh ODHA. Partikel virus bergabung dengan sel DNA

8
pasien sehingga orang yang terinfeksi HIV akan seumur hidup tetap
terinfeksi. Sebagian pasien memperlihatkan gejala tidak khas seperti
demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam dan
lain sebagainya pada 3-6 minggu setelah infeksi (Sudoyo, 2006).
Selain karena terganggunya system imun, HIV juga disebabkan oleh
penyebarluasan melalui berbagai jalur penularan diantaranya:
a. Ibu pada bayinya
Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in
utero). Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi penularan
HIV dari ibu ke bayi adalah 0’01% sampai 0,07%. Bila ibu baru
terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi
terinfeksi 20% sampai 30%, sedangkan jika gejala AIDS sudah jelas
maka kemungkinannya mencapai 50% (PELKESI, 1995).
Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui kontak
antara membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal
saat melahirkan (Lily V, 2004).
Penularan dari ibu ke anak yang biasa terjadi adalah sebagai
berikut:
1) Selama dalam kandungannya (Antepartum)
2) Selama persalinan (Intrapartum)
3) Bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang
terinfeksi (post partum)
4) Bayi tertular melalui pemberian asi
b. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS
Sangat cepat menularkan HIV karena virus langsung masuk ke
pembuluh darah dan menyebar luas.
c. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril
Alat pemeriksaan kandungan seperti spekulum, tenakulum dan
alat-alat lain yang menyentuh darah, cairan vagina atau air mani yang
terinfeksi HIV, dan langsung digunakan untuk orang lain yang tidak
terinfeksi bisa menularkan HIV (PELKESI, 1995).

9
d. Penularan melalui hubungan seks
1) Pelecehan seksual pada anak
2) Pelacuran anak
Sedangkan menurut Hudak dan Gallo (1996), penyebab dari AIDS
adalah suatu agen viral (HIV) dari kelompok virus yang dikenal
dengan retrovirus yang ditularkan oleh darah melalui hubungan
seksual dan mempunyai aktivitas yang kuat terhadap limfosit T
yang berperan dalam mekanisme pertahanan tubuh manusia. HIV
merupakan Retrovirus yang menggunakan RNA sebagai genom. HIV
mempunyai kemampuan mengcopy cetakan materi genetic dirinya ke
dalam materi genetic sel-sel yang ditumpanginya.
Sedangkan menurut Long (1996), penyebab AIDS adalah
Retrovirus yang telah terisolasi cairan tubuh orang yang sudah
terinfeksi yaitu darah, semen, sekresi vagina, ludah, air mata, air susu
ibu (ASI), cairan otak (cerebrospinal fluid), cairan amnion, dan urin.
Darah, semen, sekresi vagina dan ASI merupakan sarana transmisi
HIV yang menimbulkan AIDS. Cairan transmisi HIV yaitu melalui
hubungan darah (transfusi darah/komponen darah, jarum suntik yang
dipakai bersama-sama), seksual (homo bisek/heteroseksual), perinatal
(intra plasenta dan dari ASI).
Empat populasi utama pada kelompok usia pediatrik yang
terkena HIV yaitu :
1) Bayi yang terinfeksi melalui penularan perinatal dari ibu yang
terinfeksi (disebut juga transmisi vertikal); hal ini menimbulkan
lebih dari 85% kasus AIDS pada anak-anak yang berusia kurang
dari 13 tahun.
2) Anak-anak yang telah menerima produk darah (terutama anak
dengan hemofilia).
3) Remaja yang terinfeksi setelah terlibat dalam perilaku risiko
tinggi.
4) Bayi yang mendapat ASI (terutama di negara-negara
berkembang).

10
3. Klasifikasi
Secara umum kronologis perjalanan infeksi HIV dan AIDS terbagi
menjadi 4 stadium, antara lain (Nursalam, 2007) :
a. Stadium HIV
Dimulai dengan masuknya HIV yang diikuti terjadinya perubahan
serologi ketika hadap virus tersebut dan negatif menjadi positif.
Waktu masuknya HIV kedalam tubuh hingga HIV positif selama 1-3
bulan atau bisa sampai 6 bulan (window period).
b. Stadium Asimptomatis (tanpa gejala)
Menunjukkan didalam organ tubuh terdapat HIV tetapi belum
menunjukan gejala dan adaptasi berlangsung 5 - 10 tahun.
c. Stadium Pembesaran Kelenjar Limfe
Menunjukan adanya pembesaran kelenjar limfe secara menetap dan
merata (persistent generalized lymphadenophaty) dan berlangsung
kurang lebih 1 bulan.
d. Stadium AIDS
Merupakan tahap akhir infeksi HIV. Keadaan ini disertai bermacam -
macam penyakit infeksi sekunder.

4. Patofisiologi

Penyebab acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah


human immunodeficiencyvirus (HIV), yang melekat dan memasuki
limfosit T helper  CD4+. Virus tersebut menginfeksi limfosit CD4+ dan
sel-sel imunologis lainnya, dan orang itu mengalami destruksi sel CD4 +
secara bertahap. Sel-sel yang memperkuat dan mengulang respons
imunologis diperlukan untuk mempertahankan kesehatan yang baik dan
bila sel-sel tersebut berkurang dan rusak maka fungsi imun lain akan
terganggu.
HIV dapat pula menginfeksi makrofag, sel-sel yang dipakai virus
untuk melewati sawar darah otak masuk ke dalam otak. Fungsi limfosit B
juga terpengaruh dengan peningkatan produksi immunoglobulin total
yang berhubungan dengan penurunan produksi antibody spesifik. Dengan

11
memburuknya sistem imun secara progresif, tubuh menjadi semakin
rentan terhadap infeksi oportunistik dan juga berkurang kemampuannya
dalam memperlambat replikasi HIV. Kecepatan perkembangan dan
manifestasi klinis penyakit ini bervariasi orang ke orang (Bezt, Cecily
Lynn. 2009).

12
5. Pathway

HIV/RETROVIRUS

Sindrom
(STADIUM HIV (1-3 atau 6 bulan)
mononukleosida,
MENYERANG LIMFOSIT T CD4+ yaitu demam 38-
Ditularkan melalui darah, semen, sekresi 40oC, pembesaran
vagina, ludah, air mata, ASI kelenjar getah
bening dan di ketiak,
disertai timbulnya
M bercak kemerahan
(STADIUM ASIMPTOMATIK (5-10 A
N pada kulit.
tahun)
I
Masuk ke dalam organ tubuh tapi tidak F
E
mengalami gejala S
T
A
S Pembesaran kelenjar manifg di
I leher, ketiak, paha. Keluar
keringat malam hari. Lemas, BB
(STADIUM PEMBESARAN KELENJAR K turun 5kg/bulan batuk kering,
L diare, bercak di kulit,ulserasi,
LIMFE 1 bulan set. Std, Asimptomatik)
I perdarahan, sesak nafas,
N kelumpuhan, gangguan
Tidak ada gejala penglihatan, kejiwaan terganggu
I
S

(STADIUM AIDS)
Kelainan otak,
meningitis, kanker
Tahap akhir infeksi, menyerang limfosit B kulit, luka ulserasi,
akan antibody spesifik dan system saraf pusat, infeksi yang
meliputi selaputnya yang sifatnya toksik menyebar, TBC, diare
terhadap sel kolik, candidiasis
mulut dan
pneumonia.

13
6. Manifestasi Klinis
Masa antara terinfeksi HIV dan timbul gejala-gejala penyakit adalah
6 bulan-10 tahun. Rata-rata masa inkubasi 21 bulan pada anak-anak dan
60 bulan/5tahun pada orang dewasa. Tanda-tanda yang ditemui pada
penderita AIDS antara lain :
a. Gejala yang muncul setelah 2 sampai 6 minggu sesudah virus
masuk ke dalam tubuh: sindrom mononukleosida yaitu demam
dengan suhu badan 380 C sampai 400 C dengan pembesaran
kelenjar getah bening di leher dan di ketiak, disertai dengan
timbulnya kemerahan pada kulit.
b. Gejala dan tanda yang muncul setelah 6 bulan sampai 5 tahun
setelah infeksi, dapat muncul gejala-gejala kronis : sindrom
limfodenopati kronis yaitu pembesaran getah bening yang terus
membesar lebih luas misalnya di leher, ketiak dan lipat paha.
Kemudian sering keluar keringat malam tanpa penyebab yang
jelas. Selanjutnya timbul rasa lemas, penurunan berat badan
sampai kurang 5 kg setiap bulan, batuk kering, diare, bercak-bercak
di kulit, timbul tukak (ulceration), perdarahan, sesak nafas,
kelumpuhan, gangguan penglihatan, kejiwaan terganggu. Gejala ini
diindikasikan dengan adanya kerusakan sistem kekebalan tubuh.
c. Pada tahap akhir, orang-orang yang sistem kekebalan tubuhnya
rusak akan menderita AIDS. Pada tahap ini penderita sering
diserang penyakit berbahaya seperti kelainan otak, meningitis,
kanker kulit, luka bertukak, infeksi yang menyebar, tuberkulosis
paru (TBC), diare kronik, candidiasis mulut dan pneumonia.

Selain itu ada tanda-tanda gejala mayor dan minor untuk


mendiagnosis HIV menurut klasifikasi WHO, antara lain:
Gejala mayor:

1) Gagal tumbuh atau penurunan berat badan


2) Diare kronis
3) Demam memanjang tanpa sebab

14
4) Tuberkolosis

Gejala minor 

1) Limfadenopati generalisata
2) Kandidiasis oral
3) Batuk menetap
4) Distress pernapasan / pneumonia
5) Infeksi berulang
6) Infeksi kulit generalisata

7. Pemeriksaan diagnostic
Pemeriksaan diagnostic untuk penderita AIDS (Arif Mansjoer, 2000)

adalah

a.  Lakukan anamnesi gejala infeksi oportunistik dan kanker yang terkait dengan

AIDS.

b.  Telusuri perilaku berisiko yang memungkinkan penularan.

c.  Pemeriksaan fisik untuk mencari tanda infeksi oportunistik dan kanker

terkait. Jangan lupa perubahan kelenjar, pemeriksaan mulut, kulit, dan

funduskopi.

d. Dalam pemeriksaan penunjang dicari jumlah limfosot total, antibodi HIV, dan

pemeriksaan Rontgen.

Bila hasil pemeriksaan antibodi positif maka dilakukan pemeriksaan jumlah

CD4, protein purufied derivative (PPD), serologi toksoplasma, serologi

sitomegalovirus, serologi PMS, hepatitis, dan pap smear.Sedangkan pada

pemeriksaan follow up diperiksa jumlah CD4. Bila >500 maka pemeriksaan

diulang tiap 6 bulan. Sedangkan bila jumlahnya 200-500 maka diulang tiap 3-

6 bulan, dan bila <200 diberikan profilaksi pneumonia pneumocystis carinii.

15
Pemberian profilaksi INH tidak tergantung pada jumlah CD 4.Perlu juga

dilakukan pemeriksaan viral load untuk mengetahui awal pemberian obat

antiretroviral dan memantau hasil pengobatan.

Bila tidak tersedia peralatan untuk pemeriksaan CD 4 (mikroskop fluoresensi

atau flowcytometer) untuk kasus AIDS dapat digunakan rumus CD4 = (1/3 x

jumlah limfosit total)-8.

8. Penatalakasanaan
a. Penatalaksanaan Medis
Belum ada penyembuhan untuk AIDS jadi yang dilakukan
adalah pencegahan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi
apabila terinfeksi HIV maka terapinya yaitu :
1) Pengendalian infeksi oportunistik 
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan
infeksi oportuniti, nosokomial, atau sepsis, tindakan ini harus
dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan yang kritis.
2) Terapi AZT (Azitomidin)
Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV dengan
menghambat enzim pembalik transcriptase.
3) Terapi antiviral baru
Untuk meningkatkan aktivitas sistem immun dengan
menghambat replikasi virus atau memutuskan rantai reproduksi
virus pada prosesnya. Obat-obatan ini adalah: didanosina,
ribavirin, diedoxycytidine, recombinant CD4+ dapat larut.
4) Vaksin dan rekonstruksi virus, vaksin yang digunakan adalah
interveron
5) Rehabilitasi bertujuan untuk memberi dukungan mental-
psikologis, membantu megubah perilaku resiko tinggi menjadi
perilaku kurang berisiko atau tidak berisiko, mengingatkan cara
hidup sehat dan mempertahankan kondisi hidup sehat.

16
6) Pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat terlarang,
makan makanan yang sehat, hindari stres, gizi yang kurang,
obat-obatan yang mengganggu fungsi imun. Edukasi ini juga
bertujuan untuk mendidik keluarga pasien bagaimana
menghadapi kenyataan ketika anak mengidap AIDS dan
kemungkinan isolasi dari masyarakat.
b. Penatalaksanaan keperawatan (non farmakologi)
Terapi non – farmakologik terdiri dari pada pencegahan penularan
HIV. Ini melibatkan 5 P’s yaitu Partners, Prevention of Pregnancy,
Protection of Sexual transmitted diseases, Practices, Past history of sexual
transmitted disease. Metode yang sering digunakan adalah menggalakan
orang menggunakan alat kontrasepsi. Antara kontrasepsi yang sering
digunakan adalah kondom. Selain itu, menyarankan agar penderita untuk
abstinen dan jika sudah berkawin, menyarankan penderita dan
pasangannya agar tidak berhubungan seks dengan orang lain.
Untuk pencegahan transmisi secara vertical, proses kelahiran haruslah
dilakukan secara pembedahan yaitu caesarean. Penyusuan bayi oleh ibu
yang menderita juga harus dielakkan.

9. Pencegahan HIV/AIDS
Dengan mengetahui cara penularan HIV/AIDS dan sampai saat ini belum
ada obat yang mampu memusnahkan HIV/AIDS maka lebih mudah melakukan
pencegahannya.
a.  Prinsip ABCDE yaitu :
A = Abstinence (Puasa Seks, terutama bagi yang belum menikah)
B = Befaithful (Setia hanya pada satu pasangan atau menghindari berganti-
ganti pasangan)
C = Use Condom (Gunakan kondom selalu bila sudah tidak mampu menahan
seks)
D = Drugs No (Jangan gunakan narkoba)
E = Sterilization of Equipment (Selalu gunakan alat suntik steril)

17
b.  Voluntary Conseling Testing (VCT)
VCT merupakan satu pembinaan dua arah atau dialog yang berlangsung
tak terputus antara konselor dan kliennya dengan tujuan untuk mencegah
penularan HIV, memberikan dukungan moral, informasi serta dukungan
lainnya kepada ODHA, keluarga dan lingkungannya.
VTC mempunyai tujuan sebagai :
1) Upaya pencegahan HIV/AIDS
2) Upaya untuk mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi atau
pengetahuan mereka tentang faktor-faktor resiko penyebab seseorang
terinfeksi HIV.
3) Upaya mengembangkan perubahan perilaku, sehingga secara dini
mangarahakan mereka menuju ke program pelayanan dan dukungan
termasuk akses terapi antiretroviral (ARV), serta membantu mengurangi
stigma dalam masyarakat.
c.   Universal Precautions (UPI)
Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi yang
dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran
infeksi serta mencegah penularan HIV/AIDS bagi petugas kesehatan dan
pasien.
UPI perlu diterapkan dengan tujuan untuk :
1) Mengendalikan infeksi secara konsisten.
2) Mamastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak di diagnosis atau
terlihat seperti beresiko.
3) Mengurangi resiko bagi petugas kesehatan dan pasien.
4) Asumsi bahwa resiko atau infeksi berbahaya.
Upaya perlindungan dapat dilakukan melalui :
1) Cuci tangan
2) Alat pelindung
3) Pemakaian antiseptik
4) Dekontaminasi, pembersihan dan sterilisasi atau disterilisasi atau
desinfektan tingkat tinggi untuk peralatan bedah, sarung tangan dan benda
lain.

18
10. Komplikasi
a. Kanker
Orang yang mengalami AIDS juga bisa terkena penyakit kanker dengan
mudah. Jenis kanker yang biasanya muncul yaitu kanker paru-paru, ginjal,
limfoma, dan sarkoma Kaposi.
b. Tuberkulosis (TBC)
Tuberkulosis (TBC) merupakan infeksi paling umum yang muncul saat
seseorang mengidap HIV. Pasalnya, orang dengan HIV/AIDS tubuhnya
sangat rentan terkena virus. Oleh sebab itu, tuberkulosis menjadi penyebab
utama kematian di antara orang dengan HIV/AIDS.
c. Sitomegalovirus
Sitomegalovirus adalah virus herpes yang biasanya ditularkan dalam bentuk
cairan tubuh seperti air liur, darah, urin, air mani, dan air susu ibu. Sistem
kekebalan tubuh yang sehat akan membuat virus tidak aktif. Namun, jika
sistem kekebalan tubuh melemah karena mengidap penyakit HIV dan AIDS,
virus dapat dengan mudah menjadi aktif. Sitomegalovirus dapat
menyebabkan kerusakan pada mata, saluran pencernaan, paru-paru, atau
organ lain.
d. Candidiasis
Candidiasis adalah infeksi yang juga sering terjadi akibat HIV/AIDS. Kondisi
ini menyebabkan peradangan dan menyebabkan lapisan putih dan tebal pada
selaput lendir mulut, lidah, kerongkongan, atau vagina.
e. Kriptokokus meningitis
Meningitis adalah peradangan pada selaput dan cairan yang mengelilingi otak
dan sumsum tulang belakang (meninges). Meningitis kriptokokal adalah
infeksi sistem saraf umum pusat yang bisa didapat oleh orang dengan
penyakit HIV/AIDS. Kriptokokus yang disebabkan oleh jamur di dalam
tanah.
f. Toksoplasmosis
Infeksi yang mematikan ini disebabkan oleh Toxoplasma gondii, parasit yang
menyebar terutama melalui kucing. Kucing yang terinfeksi biasanya memiliki
parasit di dalam tinjanya. Tanpa disadari, parasit ini kemudian dapat

19
menyebar ke hewan lain dan manusia. Jika orang dengan HIV/AIDS
mengalami toksoplasmosis dan tidak segera ditangani, kondisi ini bisa
menyebabkan infeksi otak serius seperti ensefalitis.
g. Cryptosporidiosis
Infeksi ini terjadi disebabkan oleh parasit usus yang umum ditemukan pada
hewan. Biasanya, seseorang bisa terkena parasit ini cryptosporidiosis ketika
menelan makanan atau air yang terkontaminasi.  Nantinya, parasit akan
tumbuh di usus dan saluran empedu, menyebabkan diare parah kronis pada
orang dengan AIDS. Selain infeksi, juga berisiko mengalami masalah
neurologis dan masalah ginjal jika memiliki penyakit AIDS.

20
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Asuhan keperawatan bagi penderita penyakit AIDS merupakan tantangan yang
besar bagi perawat karena setiap sistem organ berpotensi untuk menjadi sasaran infeksi
ataupun kanker. Disamping itu, penyakit ini akan dipersulit oleh komplikasi masalah
emosional, sosial dan etika. Rencana keperawatan bagi penderita AIDS harus disusun
secara individual untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pasien (Burnner &
Suddarth, 2013).
Pengkajian pada pasien HIV AIDS meliputi :

1. Pengkajian
a. Data Utama
1) Identitas Klien
Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR
2) Keluhan utama
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori ditemui
keluhan utama sesak nafas. Keluhan utama lainnya ditemui pada pasien
HIV AIDS yaitu, demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan), diare
kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerus, penurunan
berat badan lebih dari 10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan, infeksi pada
mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur Candida Albicans,
pembengkakan kelenjer getah bening diseluruh tubuh, munculnya Harpes
zoster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh tubuh.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Dapat ditemukan keluhan yang biasanya disampaikan pasien HIV AIDS
adalah : pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang
memiliki manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyeri dada dan demam,
pasien akan mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan
drastis.

21
4) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya
riwayat penggunaan narkotika suntik, hubungan seks bebas atau
berhubungan seks dengan penderita HIV/AIDS, terkena cairan tubuh
penderita HIV/AIDS.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita
penyakit HIV/AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua yang
terinfeksi HIV. Pengkajian lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat
pekerjaan keluarga, adanya keluarga bekerja di tempat hiburan malam,
bekerja sebagai PSK (Pekerja Seks Komersial).
b. Pola aktivitas sehari-hari (ADL)
1) Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan menglami perubahan atau gangguan
pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti pakaian, BAB dan
BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah, pasien kesulitan melakukan
kegiatan tersebut dan pasien biasanya cenderung dibantu oleh keluarga atau
perawat.
2) Pola Nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS mengalami penurunan nafsu makan,
mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan mengalami penurunan
BB yang cukup drastis dalam waktu singkat (terkadang lebih dari 10%
BB).
3) Pola Eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, fases encer, disertai mucus berdarah.
4) Pola Istirahat dan tidur
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS pola istirahat dan tidur mengalami
gangguan karena adanya gejala sepertikhteri demam dan keringat pada

22
malam hari yang berulang. Selain itu juga didukung oleh perasaan cemas
dan depresi pasien terhadap penyakitnya.
5) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pada pasien HIV/AIDS aktivitas dan latihan mengalami
perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya seperti
bekerja. Hal ini disebabkan mereka yang menarik diri dari lingkungan
masyarakat maupun lingkungan kerja, karena depresi terkait penyakitnya
ataupun karena kondisi tubuh yang lemah.
6) Pola presepsi dan konsep diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah, cemas,
depresi, dan stres.
7) Pola sensori kognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan pengecapan, dan
gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami penurunan daya
ingat, kesulitan berkonsentrasi, kesulitan dalam respon verbal. Gangguan
kognitif lain yang terganggu yaitu bisa mengalami halusinasi.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Gambaran Umum : ditemukan pasien tampak lemah.
2) Kesadaran pasien : Compos mentis cooperatif, sampai terjadi penurunan
tingkat kesadaran, apatis, samnolen, stupor bahkan coma.
3) Vital sign :
TD : Biasanya ditemukan dalam batas normal
Nadi : Terkadang ditemukan frekuensi nadi meningkat
Pernafasan : Biasanya ditemukan frekuensi pernafasan meningkat
Suhu : Biasanya ditemukan Suhu tubuh menigkat karena demam.
4) BB : Biasanya mengalami penurunan (bahkan hingga 10% BB)
TB : Biasanya tidak mengalami peningkatan (tinggi badan tetap)
5) Kepala : Biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis
seboreika

23
6) Mata : Biasanya ditemukan konjungtiva anemis, sclera tidak ikhterik, pupil
isokor, reflek pupil terganggu,
7) Hidung : Biasanya ditemukan adanya pernafasan cuping hidung.
8) Gigi dan Mulut: Biasanya ditemukan ulserasi dan adanya bercak-bercak
putih seperti krim yang menunjukkan kandidiasi.
9) Leher : kaku kuduk ( penyebab kelainan neurologic karena infeksi jamur
Cryptococcus neoformans), biasanya ada pembesaran kelenjer getah
bening,
10) Kardiovaskular : Takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.

11) Paru-paru : Biasanya terdapat nyeri dada, terdapat retraksi dinding dada
pada pasien AIDS yang disertai dengan TB, Napas pendek (cusmaul),
sesak nafas (dispnea).
12) Abdomen : Biasanya terdengar bising usus yang Hiperaktif
13) Integument : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda-
tanda lesi (lesi sarkoma kaposi), kering, agatl, petekie positif.
14) Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun, akral
dingin.
2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas.
b. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan melemahnya otot-otot
pernapasan dan penurunan ekspansi paru.
c. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,
malnutrisi, kelelahan.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.
e. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare
f. Resiko infeksi berhubungan dengan imunodefisiensi
g. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan pemahaman mengenai
HIV.
h. Harga diri rendah situasional berhubungan dengan gangguan citra tubuh.

24
i. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera; biologis
j. Hipertermi berhubungan dengan penyakit, peningkatan laju metabolism
k. Ansietas berhubungan dengan gejala terkait penyakit
l. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status cairan,
perubahan pigmentasi, perubahan turgor, kondisi ketidak seimbangan nutrisi,
penurunan imunologis

25
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Perencanaan Keperawatan


Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji ulang pernapasan :
bersihan jalan napas keperawatan diharapkan bunyi napas, kecepatan,
berhubungan bersihan jalan nafas efektif irama, kedalaman dan
dengan obstruksi dengan kriteria hasil : penggunaan otot
jalan nafas. aksesori.
1. Mempertahankan jalan napas
Rasional : penurunan
pasien.
bunyi napas indikasi
2. Mengeluarkan secret tanpa
atelectasis, ronki
bantuan.
indikasi akumulasi
3. Menunjukkan perilaku untuk
secret/ketidakmampuan
memperbaiki bersihan jalan
membersihkan jalan
napas.
napas sehingga otot
aksesori digunakan dan
kerja pernapasan
meningkat.
2. Catat kemampuan untuk
mengeluarkan secret
atau batuk efektif, catat
karakter, jumlah sputum,
adanya hemoptisis.
Rasional : pengeluaran
sulit bila secret tebal,
sputum berdarah akibat
kerusakan paru atau luka
bronchial yang
memerlukan evaluasi /

26
intervensi lanjut.
3. Berikan pasien posisi
semi atau fowler
Rasional :Peninggian
kepala tempat tidur
mempermudah fungsi
pernapasan dengan
meningkatkan
pengembangan
diafragma
4. Ajarkan batuk efektif
dan latihan napas dalam
Rasional :
Meningkatkan ekspansi
paru, ventilasi maksimal
membuka area
atelectasis dan
peningkatan gerakan
secret agar mudah
dikeluarkan.

2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1. Auskultasi bunyi napas,


pola napas keperawatan diharapkan pasien tandai daerah paru yang
berhubungan dapat mempertahankan pola mengalami penurunan,
dengan nafas efeksi dengan kriteria atau kehilangan
melemahnya otot- hasil : ventilasi, dan munculnya
otot pernapasan dan 1. Pasien tidak mengalami bunyi adventisius.
penurunan ekspansi Rasional :
sesak napas
paru. memperkirakan adanya
2. Frekuensi pernapasan dalam
perkembangan
rentan normal
komplikasi atau infeksi

27
pernapasan misalnya
pneumoni.
2. Catat kecepatan
pernapasan, sianosis,
peningkatan kerja
pernapasan dan
munculnya dispnea,
ansietas.
Rasional : taipnea,
sianosis tidak dapat
beristirahat, dan
peningakatan napas,
menunjukkan kesulitan
pernapasan dan adanya
kebutuhan untuk
meningkatkan
pengawasan atau
intervensi medis
3. Berikan posisi semi
fowler atau fowler,
usahakan pasien untuk
berbalik, batuk, menarik
napas sesuai kebetuhan.
Rasional :
Meningkatkan fungsi
pernapasan yang optimal
dan mengurangi aspirasi
atau infeksi yang
ditimbulkan karena

28
atelectasis.
4. Berikan tambahan O2
yang dilembabkan
melalui cara yang sesuai
misalnya kanula,
masker, inkubasi atau
ventilasi mekanis.
Rasional :
Mempertahankan
oksigenasi efektif untuk
mencegah atau
memperbaiki krisis
pernapasan.

3. Intolerans aktivitas Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji pola dan catat


berhubungan keperawatan diharpakan pasien perubahan dalam proses
dengan kelemahan, berpartisipasi dalam kegiatan, berpikir atau
pertukaran oksigen, dengan kriteria hasil : berperilaku
malnutrisi, 1. Bebas dyspnea dan takikardi Rasional : berbagai
kelelahan. selama aktivitas. factor dapat
meningkatkan
kelelahan, termasuk
kurang tidur, tekanan
emosi, dan efek
samping obat-obatan.
2. Rencanakan perawatan
untuk menyediakan
fase istirahat. Atur
aktivitas pada waktu
pasien sangat berenergi.
Rasional : periode

29
istirahat yang sering
sangat yang dibutuhkan
dalam memperbaiki
atau menghemat
energy. Perencanaan
akan membuat pasien
menjadi aktif saat
energy lebih tinggi,
sehingga dapat
memperbaiki perasaan
sehat dan control diri.
3. Dorong pasien untuk
melakukan apapun
yang mungkin,
misalnya perawatan
diri, duduk dikursi,
berjalan, pergi makan.
Rasional :
memungkinkan
penghematan energy,
peningkatan stamina,
dan mengijinkan pasien
untuk lebih aktif tanpa
menyebabkan
kepenatan dan rasa
frutasi.
4. Pantau respon
psikologis terhadap
aktifitas, missal
perubahan TD,

30
frekuensi pernapasan
atau jantung.
Rasional : toleransi
bervariasi tergantung
pada status proses
penyakit, status nutrisi,
keseimbangan cairan,
dan tipe penyakit.
5. Rujuk pada terapi fisik
atau okupasi
Rasional : latihan setiap
hari terprogram dan
aktivitas yang
membantu pasien
mempertahankan
meningkatkan kekuatan
dan tonus otot.

4. Perubahan nutrisi Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor kemampuan


kurang dari keperawatan diharpakan pasien mengunyah dan
kebutuhan tubuh mempunyai intake kalori dan menelan.
berhubungan dengan protein yang adekuat untuk Rasional : Intake
intake yang kurang, memenuhi kebutuhan menurun dihubungkan
meningkatnya metaboliknya dengan kriteria dengan nyeri
kebutuhan hasil : tenggorokan dan mulut
metabolic, dan 1. Mual dan muntah dapat 2. Monitor BB, intake dan
menurunnya dikontrol ouput
absorbsi zat gizi. 2. Pasien makan TKTP Rasional : Menentukan
3. Serum albumin dan protein data dasar
dalam batas normal 3. Atur antiemetik sesuai

31
4. BB mendekati seperti order
sebelum sakit Rasional : Mengurangi
muntah
4. Rencanakan diet
dengan pasien dan
orang penting lainnya.
Rasional : Meyakinkan
bahwa makanan sesuai
dengan keinginan
pasien
5. Resiko tinggi Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau pemasukan oral
kekurangan volume keperawatan diharapkan dan pemasukan cairan
cairan berhubungan volume cairan pasien teratasi sedikitnya 2.500ml/hari.
dengan diare dengan kriteria hasil : Rasional :
mempertahankan
1. Frekunsi urine berkurang dari
keseimbangan cairan,
7-8 kali /hari menjadi 4-5
mengurangi rasa haus
jam/hari
dan melembabkan
2. Mukosa bibir lembab
membrane mukosa.
3. Mempertahankan hidrasi
2. Pantau status dehidrasi,
yang adekuat
misalnya kelembaban
4. Turgor kulit baik
membrane mukosa,
keadekuatan nadi.
Rasional :Menentukan
tingkatan dehidrasi
3. Kaji warna, turgor kulit
dan kelembabannya
Rasional : Penurunan
turgor kulit sebagai
indakasi penurunan

32
volume cairan.
4. Kolaborasi pemberian
cairan parental RL
Rasional : Menggantikan
cairan dalam tubuh
5. Berikan obat-obatan anti
diare misalnya
difenoksilat (lomotil),
loperamid Imodium,
paregoric.
Rasional : Menurunkan
jumlah dan keenceran
fess. Mungkin
mengurangi kejang usus
dan peristaltis

7. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan Pemeriksaan


berhubungan dengan keperawatan diharapkan tidak pada cairan tubuh untuk
imunodefisiensi terdapat adanya infeksi pada mengetahui adanya darah
pasien dengan kriteria hasil : pada urine, feses, dan
1. Tidak adanya infeksi cairan muntah.
2. Bebas dari tanda-tanda Rasional : Mempercepat
infeksi deteksi adanya
perdarahan /penantuan
awal dari terapi mungkin
dapat perdarahan kritis
2. Amati epistaksis,
hematoria, perdarahan
vaginal non-menstruasi
atau pengeluaran darah.
Rasional : Perdarahan

33
spontan mengindikasikan
trombositopenia imun.
3. Pantau perubahan tanda-
tanda vital dan warna
kulit, misalnya tekanan
darah, denyut nadi,
pernapasan , pucat
kulit/perubahan warna.
Rasional : Timbulnya
perdarahan/hemoragi
dapat menunjukkan
adanya kegagalan
sirkulasi atau syok.
4. Pantau perubahan tingkat
kesadaran, dan gangguan
penglihatan.
Rasional : Perubahan
dapat menunjukkan
adanya perdarahan otak

8. Defisiensi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat pengetahuan


pengetahuan keperawatan diharapkan pasien pasien dan keluarga
berhubungan dengan menunjukkan pemahaman Rasional : untuk
keterbatasan pengetahuan terhadap mengetahui seberapa
pemahaman penyakitnya dengan kriteria jauh pengetahuan pasien
mengenai HIV hasil : terkait penyakit yang
1. Pasien dan keluarga telah dideritanya.
memahami tentang penyakit 2. Jelaskan patofisiologi
yang diderita pasien, dari penyakit dan
bagaimana kondisi pasien bagaimana hal tersebut
saat ini. berhubungan dengan

34
2. Pasien dan keluarha mampu anatomi fisiologi
melaksanakan prosedur Rasional : Agar pasien
penatalaksanaan yang paham mengenai
dijelaskan oleh tenaga penyakit yang diderita.
kesehatan. 3. Gambarkan tanda dan
3. Pasien dan keluarga mampu gejala yang biasa
menjelaskan kembali apa muncul pada penyakit
yang telah dijelaskan oleh Rasional : Untuk
tenaga kesehatan. mengetahui gejala awal
yang dirasakan
4. Sediakan informasi pada
pasien mengenai kondisi
tubuh
Rasional : Pasien dapat
mengetahui kondisi
tubuhnya saat ini.
5. Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan terkait
penyakitnya.
Rasional : Agar pasien
dapat memilih
penanganan yang
diinginkan.

9. Harga diri rendah Setelah dilakukan tindakan 1. Bina hubungan saling


situasional keperawatan diharapkan pasien percaya.
berhubungan dengan dapat melakukan hubungan Rasional: Agar
gangguan citra tubuh sosial secara bertahap dengan menimbulkan
kriteri hasil : kepercayaan klien pada
1. Klien dapat mengungkapkan perawat sehingga akan
perasaannya memudahkan dalam

35
2. Ekspresi wajah bersahabat pelaksanaan tindakan
3. Ada kontak mata selanjutnya.
4. Menunjukkan rasa senang 2. Beri kesempatan untuk
5. Mau berjabat tangan mengungkapkan
6. Klien mau mengutarakan perasaan tentang
masalah yang dihadapi penyakit yang
7. Klien mampu dideritanya.
mempertahankan aspek Rasional: Agar pasien
yang positif dapat mengungkapkan
8. Klien dapat melakukan perasaan tentang
aktivitas terarah penyakit yang
9. Klien mampu memberikan dideritanya.
dukungan 3. Saat bertemu klien,
hindarkan memberi
penilaian negatif.
Utamakan memberi
pujian yang realistis.
Rasional: Pujian dapat
meningkatkan harga diri
klien.
4. Diskusikan kemampuan
klien yang masih dapat
digunakan selama sakit.
Rasional: Peningkatan
kemampuan mendorong
klien untuk mandiri.
5. Bantu keluarga memberi
dukungan selama klien
dirawat.

36
Rasional: Perhatian
keluarga dan pengertian
keluarga akan dapat
membantu
meningkatkan harga diri
klien

10. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji keluhan nyeri,


berhubungan keperawatan diharapkan nyeri perhatikan lokasi,
dengan agen berkurang dengan kriteri hasil : intensitas (skala 0-5),
cedera; biologis frekuensi, dan waktu.
1. Pasien menunjukkan ekspresi
wajah rileks Menandai gejala

2. Pasien dapat tidur atau nonverbal misalnya


beristirahat secara adekuat gelisah, takikardia dan
3. Pasien menyatakan nyerinya meringis.
berkurang
Rasional :
4. Pasien tidak mengeluh
kesakitan Mengindikasikan
kebutuhan untuk
intervens dan juga tanda-
tanda perkembangan /
resolusi komplikasi.

2. Dorong ungkapan
perasaan
Rasional : dapat
mengurangi ansietas
dan rasa takut, sehingga
mengurangi persepsi
akan intensitas rasa
sakit.

37
3. Berikan aktivitas hiburan
misalnya membaca,
berkunjung, dll.
Rasional : Memfokuskan
kembali perhatian
mungkin dapat
meningkatkan
kemampuan untuk
menanggulangi

4. Lakukan tindakan
paliatif misalnya
pengubahan posisi,
masase, rentang gerak
pada sendi yang sakit.
Rasional : Meningkatkan
relaksasi/mengurangi
ketegangan otot

5. Instruksikan pasien atau


dorong menggunakan
visualisasi/bimbingan
imajinasi, relaksasi
progresif, teknik nafas
dalam
Rasional : Mengkatkan
relaksasi dan perasaan
sehat.

6. Kolaborasi dengan

38
berikan analgesik/
antipiretik, analgesic
narkotik. Gunakan ADP
(analgesic yang
dikontrol pasien) untuk
memberikan analgesia
24 jam dengan dosis prn.

Rasional : Memberikan
penurunan nyeri/ tidak
nyaman; mengurangi
demam. Obat yang
dikontrol pasien atau
berdasarkan waktu 24
jam mempertahankan
kadar analgesia darah
tetap stabil, mencegah
kekurangan ataupun
kelebihan obat- obatan.
11. Hipertermi Setelah dilakukan tindakan 1. Pantau suhu pasien
berhubungan keperawatan diharapkan suhu (derajat dan pola);
dengan penyakit, tubuh pasien dalam batas perhatikan menggigil /
peningkatan laju normal dengan kriteri hasil : diaphoresis.
metabolisme Rasional : Suhu 38,9o –
1. Kulit pasien tidak
41,1oC menunjukkan
kemerahan
proses penyakit
2. Suhu tubuh dalam batas infeksius akut. Pola
o
normal (36-37 C) demam dapat membantu

3. Kulit pasien tidak teraba dalam diagnosis; mis,

hangat kurva demam lanjut

39
berakhir lebih dari 24
jam menunjukkan
demam remitten
( bervariasi hanya
beberapa derajat pada
arah tertentu. Menggigil
sering mendahului
puncak suhu.

2. Pantau suhu
lingkungan, batasi /
tambahan linen tempat
tidur, sesuai indikasi
Rasional : Suhu
ruangan/ jumlah
selimut harus diubah
untuk mempertahankan
suhu mendekati normal.
3. Berikan kompres mandi
hangat pada lipatan
paha dan aksila, hindari
penggunaan alcohol
Rasional : Kompres
hangat dapat membantu
mengurangi demam
4. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
Rasional : Adanya
peningkatan
metabolisme
menyebabkan

40
kehilangan banyak
energi. Untuk itu
diperlukan peningkatan
intake cairan dan nutrisi
5. Kolaborasi dengan
pemberian antipiretik,
misalnya ASA (aspirin),
asetaminofen (Tylenol)
Rasional : Digunakan
untuk mengurangi
demam dengan aksi
sentral nya pada
hipotalamus, meskipun
demam mungkin dapat
berguna dalam
membatasi
pertumbuhan
organisme dan
meningkatkan
autodestruksi dari sel-
sel yang terinfeksi.
Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tanda verbal dan
12. Ansietas
keperawatan diharapkan non verbal, damping
berhubungan
kecemasan hilang atau klien dan lakukan
dengan gejala
berkurang dengan kriteri hasil : tindakan bila
terkait penyakit
1. Pasien dapat mengenal menunjukan perilaku
perasaannya merusak
2. Pasien dapat Rasional : Reaksi
mengidentifikasi penyebab verbal/non verbal dapat
atau factor yang menunjukan rasa agitasi,

41
mempengaruhinya marah, dan gelisah
3. Pasien menyatakan ansietas 2. Mulai melakukan
hilang/berkurang tindakan untuk
mengurangi kecemasan.
Beri lingkungan yang
tenang dan suasana
penuh istirahat.
Rasional : Mengurangi
rangsangan eksternal
yang tidak perlu
3. Kontrol tingkat sensasi
klien
Rasional : control
sensasi klien (dalam
menurunkan ketakutan)
dengan cara
memberikan informasi
tentang keadaan klien,
menekankan pada
penghargaan terhadap
sumber sumber koping
(pertahanan diri) yang
positif
4. Beri kesempatan pada
klien untuk
mengungkapkan
kecemasannya
Rasional : Dapat
menghilangkan
ketegangan terhadap

42
kehawatiran yang tidak
diekspresikan
5. Berikan privasi untuk
klien dan orang terdekat
Rasional : Memberi
waktu untuk
mengekspresikan
perasaan menghilangkan
cemas dan perilaku
adaptif.
Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan pasien untuk
13. Kerusakan
keperawatan diharapkan resiko menggunakan pakaian
integritas kulit
integritas kulit tidak terjadi yang longgar
berhubungan
dengan kriteria hasil : Rasional : Dengan
dengan perubahan
1. Integritas kulit yang baik memakai  pakaian
status cairan,
bisa dipertahankan (sensasi, longgar memperkecil
perubahan
elastisitas, temperatur, kemungkinan
pigmentasi,
hidrasi, pigmentasi) terjadinya luka pada
perubahan turgor,
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit
kondisi ketidak
kulit 2. Hindari kerutan pada
seimbangan nutrisi,
3. Perfusi jaringan baik tempat tidur
penurunan
4. Menunjukkan pemahaman Rasional : Kerutan
imunologis
dalam proses perbaikan pada tempat tidur dapt
kulit dan mencegah menyebabkan
terjadinya cedera berulang perlukaan pada kulit
5. Mampu melindungi kulit 3. Jaga kebersihan kulit
dan mempertahankan agar tetap bersih dan
kelembaban kulit dan kering
perawatan alami Rasional : Kulit bersih
dan kering mencegah

43
adanya kuman yang
dapat menyebabkan
luka pada kulit
4. Mobilisasi pasien (ubah
posisi pasien) setiap
dua jam sekali
Rasional : Mencegah
terjadinya decubitus
5. Monitor kulit akan
adanya kemerahan
Rasional : Mencegah
resiko kerusakan
integrtitas kulit
6. Oleskan lotion atau
minyak/baby oil pada
daerah yang tertekan
Rasional : Mencegah
kerusakan integrtitas
kulit makin parah
7. Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
Rasional : Mengetahui
perkembangan kondisi
pasien
8. Monitor status nutrisi
pasien
Rasional : memastikan
pasien mengonsumsi
nutrisi yang dianjurkan
9. Memandikan pasien

44
dengan sabun dan air
hangat
Rasional : Agar pasien
merasa lebih nyaman
dan ditak menggaruk
garuk badannya

45
4. Tindakan Keperawatan
Pelaksanaan merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan
dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang
telah direncakan dalam rencna tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus
mengetahui beberapa hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada
klien, tiknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang
hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan psaien. Dalam
pelaksanaan rencana tindakan terdapat dua jenis tindakan, yaitu tindakan jenis
mandiri dan tindakan kolaborasi. Sebagai profesi, perawat mempunyai kewenangan
dan tanggung jawab dalam menentukan asuhan keperawatan.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi, dan
implementasinya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat respon klien terhadap
asuhan keperawatan yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil keputusan.
a. Mengakhiri rencana asuhan keperawatan (jika klien telah mencapai tujuan yang
ditetapkan).
b. Memodifikasi rencana asuhan keperawatan (jika klien mengalami kesulitan untuk
mencapai tujuan)
c. Meneruskan rencana asuhan keperawatan (jika klien memerlukan waktu yang
lebih lama untuk mencapai tujuan)

46
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
HIV secara umum adalah virus yang hanya dapat menginfeksi manusia,
memperbanyak diri didalam sel manusia, sehingga menurunkan kekebalan
manusia terhadap penyakit infeksi. AIDS adalah sekumpulan tanda dan gejala
penyakit akibat hilangnya atau menurunnya sistem kekebalan tubuh seseorang
yang didapat karena terinfeksi HIV. Penularan HIV dari ibu ke anak yang
biasa terjadi selama dalam kandungannya (antepartum),selama persalinan
(intrapartum),pada bayi baru lahir terpajan oleh cairan tubuh ibu yang
terinfeksi (post partum) dan pada bayi tertular melalui pemberian ASI.
Menurut Cecily L Betz, anak-anak dengan infeksi HIV yang didapat pada
masa perinatal tampak normal pada saat lahir dan mulai timbul gejala pada 2
tahun pertama kehidupan. Sasaran bagi pasien HIV/ AIDS dengan mencakup
pasien mengalami risiko infeksi minimal, pasien tidak menyebarkan penyakit
pada orang lain, pasien mendapatkan nutrisi yang optimal, dan pasien
berpartisipasi dalam kelompok sebaya dan aktivitas keluarga.

B. Saran
Karena sampai saat ini belum diketahui vaksin atau obat yang efektif untuk
pencegahan atau penyembuhan AIDS, maka untuk menghindari infeksi HIV
dan menekan penyebarannya, cara yang utama adalah melakukan tindakan
pencegahan melalui perubahan perilaku. Kepada para pembaca khususnya
perawat, diharapkan dengan adanya makalah ini dapat melaksanakan tindakan
yang tepat dan benar dalam memberikan asuhan keperawatan kepada penderita
HIV/ AIDS.

47
DAFTAR PUSTAKA

Iswandi, F. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Hiv Aids Di Irna Non
Bedah Penyakit Dalam Rsup Dr. M. Djamil Padang.
http://repo.stikesperintis.ac.id/126/1/05%20FERDY%20SAPUTRA.pdf

Andini, WC. 2020. HIV dan AIDS (HIV/AIDS).


https://hellosehat.com/seks/hivaids/hiv-aids/#h-komplikasi-hiv-aids
(Diakses pada tanggal 3 februari 2021)

DR. Nursalam, M.Nurs dan Ninuk Dian Kurniawati, S.Kep. Ns. 2007.  Asuhan
Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS Edisi Pertama. Salemba
Medika: Jakarta.

Nurarif, AH. dan Kusuma H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnose Medis & Nanda NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction

Price , Sylvia A dan Lorraine M.Wilson . 2005 . Patofissiologis Konsep Klinis Proses –
Proses Penyakit . Jakarta : EGC

48
49

Anda mungkin juga menyukai