Anda di halaman 1dari 22

HIV AIDS

TREND DAN ISSUEHOMOSEKSUAL BERESIKO TINGGI TERINFEKSI


HIV AIDS

Ners. Herman, M. Kep

Disusun Oleh Kelompok 1 :

1. Fitri Ratnawati I1032141006


2. Deska Kurnia Sari I1032141018
3. Destura I1032141030
4. Yolanda Yuniarti I1032141035
5. Annisa Rosalita I1032141031
6. Ananda Maharani Putri I1032141037
7. Eka Putri Fajriani I1032141042
8. Riri Fitri Sari I1032141048

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME, atas berkat dan rahmat-nya penyusun
dapat menyelesaikan makalah yang bertemakan tentang Trend dan Issue HIV
AIDS.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas perkuliahan, yaitu sebagai
tugas terstruktur mata kuliah HIV AIDS tahun akademik 2017/2018 di fakultas
kedokteran, Universitas Tanjungpura.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun banyak mendapatkan bantuan
dan dorongan dari pihak pihak luar sehingga makalah ini terselesaikan sesuai
dengan yang diharapkan.
Ucapan terima kasih tidak lupa diucapkan kepada :

1. Bapak Ns. Herman, M. Kep selaku dosen mata kuliah HIV AIDS Prodi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura.
2. Temanteman program studi ilmu keperawatan angkatan 2014 Fakultas
KedokteranUniversitas Tanjungpura
3. Pihak yang membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.
Segala sesuatu di dunia ini tiada yang sempurna, begitu pula dengan
makalah ini. Saran dan kritik sangatlah penyusun harapkan demi kesempurnaan
makalah berikutnya. Penyusun harapkan semoga makalah ini dapat memberikan
suatu manfaat bagi kita semua dan memilki nilai ilmu pengetahuan.

Pontianak,25 September 2017

Penyusun

i
DAFTARISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTARISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .........................................................................................3

2.1 HIV AIDS ................................................................................................. 3


2.2 Trend Dan Issue HIV AIDS ..................................................................... 7
BAB III PENUTUP ...............................................................................................17

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 17


3.2 Saran ....................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................18

ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan data Dirjen PP & PL Kemenkes RI tahun 2016, masalah
HIVAIDS Triwulan IV (Oktober sampai Desember) jumlah penderita HIV
sebanyak 13.287 orang. Berdasarkan kelompok umur, persentase kasus HIV
tahun 2016 didapatkan tertinggi pada usia 25 49tahun (68%), diikuti
kelompok umur 2024tahun (18,1%), dan kelompok umur50 tahun (6,6%).
Persentase faktor risiko HIV tertinggi adalah hubungan seks berisiko pada
heteroseksual (53%), LSL (Lelaki Seks Lelaki) (35%), lain-lain (11%) dan
penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (1%).Sedangkan jumlah
penderita AIDS sebanyak 3.812 orang. Berdasarkan kelompok umur,
persentase kasus AIDS tahun 2016 didapatkan tertinggi pada usia 30-39
tahun (35,3%), diikuti kelompok umur 20-29 tahun (32,3%) dan kelompok
umur 40-49 tahun (16,2%). Persentase faktor risiko AIDS tertinggi adalah
hubungan seks berisiko pada heteroseksual (71,9%), homoseksual (Lelaki
Saks Lelaki) (21,3%), perinatal (3,6%), dan penggunaan jarum suntik tidak
steril pada penasun (2,5%). Rasio HIV dan AIDS antara laki laki dan
perempuan adalah 2:1 (Kemenkes, 2016).
Kasus HIV/AIDS di Indonesia ditemukan pertama kali pada tahun 1987
sampai Desember 2016, kasus HIV/AIDS tersebar di 407 (80%) dari 507
kabupaten/kota di seluruh provinsi Indonesia. Provinsi pertama kali
ditemukan adanya HIV-AIDS adalah Provinsi Bali, sedangkan yang terakhir
melaporkan adalah Provinsi Sulawesi Baret pada Tahun 2012.Prevelensi
HIV/AIDS pada tahun 2016 cenderung meningkat dari tahun sebelumnya.
Persentase AIDS pada laki-laki sebanyak 67,9% dan perempuan 31,5%.
Sementara itu 0,6% tidak melaporkan jenis kelamin. Jumlah AIDS
terbanyak dilaporkan dari Jawa Timur (16.911), Papua (13.398), DKI
Jakarta (8.648), Bali (6.803), Jawa Tengah (6.444), Jawa Barat (5.251),
Sumatera Utara (3.897), Sulawesi Selatan (2.812), Kalimantan Barat
(2.567), dan NTT (1.954). Faktor risiko penularan terbanyak melalui

1
heteroseksual (67,8%), penasun (10,5%), diikuti homoseksuai (4,1%), dan
penularan melalui peninatal (3%)(Kemenkes RI, 2016). Pada tahun 2016
trend penyebaran kasus HIV/AIDS yang paling banyak yaitu LSL (lelaki
suka lelaki) (Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2016).
Berdasarkan masalah yang muncul di atas maka kelompok sepakat
untuk mendiskusikan Trend dan Issue HIV AIDS dengan judul resiko tinggi
terjadinya infeksi HIV/ AIDS pada homoseksual.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep teori dari HIV/AIDS ?
2. Bagaimana trend issue pada pasien HIV/AIDS ?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep teori dari HIV/AIDS.
2. Untuk mengetahui trend issue dari HIV/AIDS.

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1 HIV AIDS


1. Definisi
HIV ( Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat
menyebabkan AIDS. HIV termasuk keluarga virus retro yaitu virus yang
memasukan materi genetiknya ke dalam sel tuan rumah ketika
melakukan cara infeksi dengan cara yang berbeda (retro), yaitu dari RNA
menjadi DNA, yang kemudian menyatu dalam DNA sel tuan rumah,
membentuk pro virus dan kemudian melakukan replikasi. AIDS
(Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan dampak atau efek
dari perkembang biakan virus HIV dalam tubuh makhluk hidup.Virus
HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang
mematikan dan sangat berbahaya.Penyakit AIDS disebabkan oleh
melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya
dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh
Virus HIV (Widoyono, 2005).
Human Immunodefisiency Virus (HIV) adalah virus yang
menyebabkan kerusakan sistem imun dan mneghancurkannya. HIV
menginfeksi tubuh dengan periode inkubasi yang panjang sehingga
menyebabkan timbulnya tanda & gejala AIDS (Nursalam, 2011).
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome ) dapat diartikan
sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh
menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human
Immunodefisiency Virus) yang termasuk famili retroviridae. AIDS
merupakan tahap akhir dari infeksi HIV (Setiati, 2015).
2. Etiologi
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang
disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali
diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis (1983) dengan
nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di

3
Amerika Serikat (1984) mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas
kesepakatan internasional (1986) nama virus dirubah menjadi
HIV.Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak
dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target
virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk
virus HIV yang disebut CD 4. Didalam sel limposit T, virus dapat
berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama
dalam sel dalam keadaan inaktif. Walaupun demikian, virus dalam tubuh
pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan
dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut (Nursalam, 2011).
Bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV
termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air
mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai
desinfektan seperti eter, aseton, alkohol, dll, tetapi relatif resisten
terhadap radiasi dan sinar utraviolet.Virus HIV hidup dalam darah,
saliva, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV juga
ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak
(Nursalam, 2011).
3. Manifestasi klinis
Menurut Setianti (2015) tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada
penderita AIDS umumnya sulit dibedakan karena bermula dari gejala
klinis umum yang didapati pada penderita penyakit lainnya. Secara umum
dapat dikemukakan sebagai berikut:
Rasa lelah dan lesu
Berat badan menurun secara drastis
Demam yang sering dan berkeringat waktu malam
Mencret dan kurang nafsu makan
Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
Pembengkakan leher dan lipatan paha
Radang paru
Kanker kulit

4
4. Cara Penularan HIV AIDS
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan
suatu penyakit yaitu sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent,
host yang rentan, tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman (portd
entre). Virus HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel Lymfosit
T dan sel otak sebagai organ sasarannya. Virus HIV sangat lemah dan
mudah mati diluar tubuh. Sebagai vehikulum yang dapat membawa virus
HIV keluar tubuh dan menularkan kepada orang lain adalah berbagai
cairan tubuh. Cairan tubuh yang terbukti menularkan diantaranya cairan
sperma, cairan vagina atau servik dan darah penderita. Banyak cara yang
diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun hingga kini cara
penularan HIV yang diketahui adalah melalui :
a. Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual
maupun Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang
paling sering terjadi. Penularan ini berhubungan dengan semen
dan cairan vagina atau serik. Infeksi dapat ditularkan dari setiap
pengidap infeksi HIV kepada pasangan seksnya. Resiko
penularan HIV tergantung pada pemilihan pasangan seks, jumlah
pasangan seks dan jenis hubungan seks. Orang yang sering
berhubungan seksual dengan berganti pasangan merupakan
kelompok manusia yang berisiko tinggi terinfeksi virus HIV.
Homoseksual
Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat
promiskuitas homoseksual menderita AIDS, berumur antara
20-40 tahun dari semua golongan rusial. Cara hubungan
seksual anogenetal merupakan perilaku seksual dengan
resikotinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi mitra
seksual yang pasif menerima ejakulasi cairan sperma dari
seseorang pengidap HIV. Hal ini sehubungan dengan mukosa

5
rektum yang sangat tipis dan mudah sekali mengalami
pertukaran pada saat berhubungan secara anogenital.
Heteroseksual
Cara penularan utama melalui hubungan heteroseksual
pada promiskuitas dan penderita terbanyak adalah
kelompokumur seksual aktif baik pria maupun wanita yang
mempunyai banyak pasangan dan berganti-ganti.
b. Transmisi Non Seksual
Transmisi Parental
Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk
lainnya (alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada
penyalah gunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum
suntik yang tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat
juga terjadi melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas
kesehatan tanpa disterilkan terlebih dahulu.
Darah/Produk Darah
Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di
negara negara barat dan di negara negara lainnya.
Misalnya pada saat donor darah, darah tidak di periksa
terlebih dahulu dan ternyata darah terinfeksi HIV maka akan
mudah terinfeksi HIV. Resiko tertular infeksi/HIV lewat
trasfusi darah adalah lebih dari 90%.
Transmisi Transplasental
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak
mempunyai resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi
sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan
melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko rendah
(Nursalam, 2011).

6
2.2 Trend Dan Issue HIV AIDS
Sejak tahun 2002 terjadi fenomena baru penyebaran HIV AIDS di
Indonesia, yakni melalui prilaku seksual. Kondisi tersebut sesuai dengan
survey yang dilakukan oleh Kementrian Kesehatan RI, sebanyak 55 % dari
keseluruhan infeksi baru disebabkan oleh hubungan seks heteroseksual
maupun homoseksual. Data estimasi populasi rawan tertular HIV pada kaum
homoseksual di Indonesia tahun 2009 adalah 696.026 dari sekitar 800 ribu
kaum homoseksual (Kemenkes RI, 2011). Hal tersebut mencerminkan bahwa
penggerak utama epidemi HIV-AIDS di Indonesia saat ini adalah melalui
transmisi seksual beresiko terutama pada kalangan homoseksual tersembunyi
(Pohan, 2017).
Penularan HIV secara umum terjadi akibat prilaku manusia yang
beresiko, sehingga menyababkan individu dalam situasi yang rentan terhadap
infeksi. Penularan penyakit ini samakin cepat seiring perubahan moral dan
hubungan yang tidak terbatas di masyarakat. Trend penyebaran HIV-AIDS
kini mulai bergeser. Jika sebelumya tingkat prevalensi atau penyabaran
infeksi baru HIV-AIDS lebih didominasi oleh pelaku narkoba dengan
pemakaian jarum suntik secara bergantian, kini pola penyebarannya beralih
melalui prilaku seks beresiko (Hutapea, 2011).
1. Definisi Homoseksual
Secara sosiologis, homoseksual (Soekanto, 2004) adalah
seseorang yang cenderung mengutamakan orang yang sejenis
kelaminnya sebagai mitra seksual.
Homoseksualitas merupakan masalah yang kompleks,
menyangkut berbagai aspek kehidupan manusia baik sosial maupun
agama.homoseksual mengacu kepada salah satu bentuk perilaku seks
yang menyimpang, yang ditandai adanya ketertarikan (kasih sayang,
hubungan emosional, dan secara erotik) dengan jenis kelamin yang
sama. (Hanwari, 2009).

7
2. Penyebab Timbulnya Perilaku Homoseksual
a. Faktor Internal : Zygot
Faktor bawaan dari awal pembentukan zygotatau pertemuan sel
sperma dan sel telur, sampai pada saat kehamilan dan kelahiran.
Anak yang lahir dengan kelainan genetik dan hormonal, selanjutnya
akan tumbuh dan berkembang menjadi remaja dan dewasa
berdasarkan kelainan yang dimilikinya.Misalnya anak perempuan
yang lahir dengan kelainan genetik dan hormonal, maka anak
perempuan bisa tumbuh dan berkembang dengan fisik dan
kepribadian cenderung seperti anak laki laki, begitupun sebaliknya
(Dermawan, 2015).
b. Faktor Eksternal : faktor faktor yang disebabkan diluar situasi dan
kondisi diluar diri anak
- Pendidikan orang tua
Pendidikan yang salah pada anak dapat menyebabkan
perubahan kepribadian pada diri anak, misalnya anak perempuan
dididik ala laki-laki, maka anak perempuan cenderung akan
menjadi anak laki-laki, demikian pula sebaliknya anak laki-laki
dididik ala anak perempuan, maka anak laki-laki cenderung
menjadi anak perempuan. Ditambah lagi dengan pergaulan yang
salah akan memperkuat jadi diri seorang homo. Anak perempuan
banyak bergaul dengan anak laki laki, sebaliknya anak laki-
laki banyak bergaul dengan anak perempuan (Dermawan, 2015).
- Kekerasan fisik dan psikis
Kekerasan fisik dan psikis yang dialami oleh anak akan
menyebabkan kebencian dan dendam pada status diri seseorang.
Anak perempuan yang sering kali mengalami kekerasan fisik
dan psikis dari seorang ayah dan kemudian berlanjut mendapat
kekerasan lainnya dari pacarnya, maka kemungkinan dalam diri
anak perempuan tumbuh kebencian dan dendam pada sosok laki-
laki, sebaliknya ketika dia merasa aman dan nyaman berada

8
didekat para perempuan, maka lambat laun dia akan menyukai
dan tertarik pada kaum sejenisnya (Dermawan, 2015).
Penelitian Raja Parlindungan & Amalia Roza Brilianty
(2014) menyatakan subjek Z atau responden penelitian, memiliki
riwayat kehidupan sebagai Gay karena adanya trauma masa lalu
umur 10 tahun mendapatkan pengalaman seksual pertama kali
bersama seorang laki laki.
- Stres dan depresi
Pengaruh stres dan depresi yang dialami seseorang juga
dapat menjadi penyebab terjadi perilaku homoseksual.
Seseorang yang kurang memiliki keimanan dan ketakwaan
kepada Allah Swt, ketika mengalami stres dan depresi (banyak
faktor penyebabnya) akan cenderung mudah terpengaruh dan
terbawa pada kehidupan bebas dan menyimpang dari aturan dan
ajaran agama. Kehidupan hura-hura, hedonisme sebebas-
bebasnya sampai kepada kehidupan malam, alkohol, narkoba
dan seks bebas (Dermawan, 2015).
- Pengaruh media cetak dan elektronik
Pengaruh media cetak maupun elektronik yang
menyimpang dapat mempengaruhi orientasi seks pada anak.
Pada awalnya anak hanya iseng membaca atau menonton hal-hal
yang berbau porno (kegiatan seks para laki-laki homo atau
kegiatan seks perempuan lesbian), lambat laun akan muncul
perasaan hobi dan menyenangi kegiatan membaca atau
menonton kegiatan seks homo atau lesbi, maka lambat laun ada
keinginan mencoba dan mencari pasangan (Dermawan, 2015).
- Trend dan gaya homodeksual
Trend dan gaya homoseksual pada zaman ini bukan
hanya sekedar ikut-ikutan saja, akan tetapi sudah berorientasi
pada rasa solider dan toleransi terhadap teman, sehingga ikut
masuk dalam keanggotaan atau komunitas homoseksual.

9
Disamping itu kebutuhan akan pekerjaan (yang biasanya
dilakukan oleh perempuan salon, panti pijat) menyebabkan
seorang laki-laki normal terjerumus pada pergaulan
homoseksual dalam lingkungan pekerjaannya (Dermawan,
2015).
Penelitian Raja Parlindungan & Amalia Roza Brilianty
(2014) menyatakan subjek K atau responden dari penelitian,
memiliki riwayat kehidupan sebagai Gay ketika duduk di
semester dua bangku perkuliahan, K mendapatkan contoh
modeling sebagai Gay dan mendapatkan pengalaman seksual
sebagai gay dari junior dibangku kuliah.
3. Resiko Penularan HIV AIDS Homoseksual
a. Seks anal
Sebuah penelitian yang dimuat dalam International Journal of
Epidemiology mengungkapkan bahwa tingkat risiko penularan HIV
lewat seks anal lebih besar 18% dari penetrasi vagina.Jaringan dan
lubrikan alamiah pada anus dan vagina sangat berbeda.Vagina
memiliki banyak lapisan yang bisa menahan infeksi virus, sementara
anus hanya memiliki satu lapisan tipis saja.Selain itu, anus juga tidak
memproduksi lubrikan alami seperti vagina sehingga kemungkinan
terjadinya luka atau lecet ketika penetrasi anal dilakukan pun lebih
tinggi.Luka inilah yang bisa menyebarkan infeksi HIV.Infeksi HIV
juga bisa terjadi jika ada kontak dengan cairan rektal pada anus. Cairan
rektal sangat kaya akan sel imun, sehingga virus HIV mudah
melakukan replikasi atau penggandaan diri. Cairan rektal pun menjadi
sarang bagi HIV. Maka, jika pasangan yang melakukan penetrasi telah
positif mengidap HIV, virus ini akan dengan cepat berpindah pada
pasangannya lewat cairan rektal pada anus. Tak seperti vagina, anus
tidak memiliki sistem pembersih alami sehingga pencegahan infeksi
virus lebih sulit dilakukan oleh tubuh (Herlani, Riyanti, & Widjanarko,
2016).

10
b. Seks bebas tanpa alat kontrasepsi
Dalam penelitian Cempaka & Kardiwinata (2012) menyatakan
bahwa pola seksual yang dilakukan gay lebih dominan ke arah
concurrent partnership yaitu hubungan seksual dimana seorang
individu mempunyai hubungan seksual secara bersama dengan lebih
dari satu orang namun sebagian besar gay tidak menggunakan kondom
secara konsisten. Penelitian ini didukung oleh penelitian Hartono
(2009) yang menyatakan memiliki pasangan seksual rata-rata lebih
dari 5 pasangan dan tanpa menggunakan kondom, sangat berisiko
tinggi dalam penyebaran IMS.
Didalam jurnal ini juga menyatakan, penelitian Maurice Kwong-
Lai et al. (2011) menunjukan 43% pria yang sering melakukan seksual
secara anal sama sekali tidak pernah menggunakan kondom, ini karena
mereka mengira pasangan seksual mereka sehat dan bebas dari
penyakit. Selain itu, dalam hasil perilaku populasi paling berisiko dan
kepuasan layanan bali yang dilakukan oleh KPA tahun 2010, dari 266
gay, yang menggunakan kondom secara konsisten baru sebanyak 97
orang atau sebesar 36%, padahal penggunaan kondom merupakan
salah satu cara pencegahan. Sangat sedikit sekali kampanye
kampanye yang dilakukan pemerintah mengenai homoseksualitas,
padahal gay memiliki faktor risiko yang tinggi dalam penyebaran IMS
(KPA, 2011).
c. Tidak memeriksakan diri
Stigma sosial yang mengecam kaum LGBT dan kasus HIV sebagai
penyakit kaum gay, banyak yang merasa takut untuk memeriksakan
diri ke fasilitas kesehatan. Padahal, beberapa hari atau minggu setelah
terinfeksi HIV, pasien akan masuk tahap infeksi akutdi mana virus ini
dengan mudah menyebar. Sementara pada tahap infeksi akut ini
biasanya gejala-gejala yang dialami disalahpahami sebagai gejala flu
biasa.Dengan perawatan intensif yang diberikan tenaga kesehatan,
infeksi virus ini bisa ditekan. Maka, menunda pengobatan dan

11
perawatan akan semakin membuat kaum gay berisiko HIV (WHO,
2013).
4. Pencegahan
a. Kontrol Diri
Dalam jurnal penelitian Dwilaksono (2013) dijelaskan bahwa
bahwa pria gay yang memiliki kontrol diri seksual yang baik
melaporkan lebih jarang melakukan seks oral pada pasangannya,
dan lebih jarang pula melakukan aktivitas seksual tanpa kondom.
Hal ini memperlihatkan bahwa saat subjek memiliki kontrol diri
yang baik maka perilaku seksnya cenderung lebih rendah. pria gay
yang memiliki kontrol diri seksual yang baik juga dilaporkan lebih
jarang menelan cairan semen partnernya. Sedangkan dari sisi anal
seks, mereka yang memiliki control diri terhadap seks yang rendah
lebih sering melakukan seks anal dan melakukan ejakulasi di dalam
rectum pasangannya tanpa menggunakan kondom, dibandingkan
dengan mereka yang memiliki kontrol yang lebih baik.
Menurut Ghufron & Risnawati dalam Dwilaksono (2013)
mengatakan bahwa kontrol diri berkaitan dengan bagaimana
individu mengendalikan emosi serta dorongan dorongan dari
dalam dirinya. Seperti yang diungkap oleh Kumala dalam
Dwilaksono (2013) mengatakan bahwa resiko penularan HIV dari
pasangan yang terinfeksi melalui seks oral jauh lebih kecil
dibandingkan melalui seks anal.
b. VCT (Voluntary Counseling and Testing)
VCT merupakan proses konseling pra testing, konseling post
testing dan testing HIV secara sukarela yang bersifat confidental dan
secara lebih dini membantu untuk mengetahui status HIV. Tujuan
VCT yaitu sebagai upaya pencegahan HIV AIDS, upaya
mengurangi kegelisahan, meningkatkan persepsi / pengetahuan
tentang faktor risiko penyebab seseorang terinfeksi HIV, upaya
pengembangan perubahan perilaku (Silvia dkk., 2017).

12
Tahapan VCT :
1. Sebelum deteksi HIV (Pra-konseling)
Pra-konseling adalah tahap awal dalam VCT. Dalam tahap
ini klien diberi pengetahuan mengenai HIV AIDS. Apabila
klien merasa tidak pernah melakukan perilaku beresiko, klien
biasanya membatalkan untuk melakukan pemeriksaan. Pada
klien yang beresiko tinggi, seorang konselor harus lebih
menjelaskan lebih rinci tentang akibat yang akan timbul apabila
hasil tes sudah keluar. Hal lain yang perlu ditanyakan apakah
klien ada dukungan atau tidak. Karena saat menunggu hasil tes
adalah hal yang paling berat bagi klien.
2. Deteksi HIV (Sesuai keinginan klien dan setelah klien
menandatangani lembar persetujuan-inform concent).
Pada tahap ini adalah tahap tes darah yang digunakan untuk
memastikan apakah seseorang positif trinfeksi HIV atau tidak.
Tes ini untuk mendeteksi ada atau tidaknya HIV dalam sampel
darahnya. Tes ini harus bersifat :

- Sukarela : sukarela berarti memeriksakan dirinya tanpa


harus ada paksaan, melainkan harus berasal dari
kesadarannya sendiri.
- Rahasia : Setelah melakukan tes, apapun hasilnya,
seorang konselor harus merahasiakan hasil tes baik
positif maupun negatif. Hasil ini hanya boleh
diberitahukan kepada orang yang bersangkutan.
- Tidak boleh diwakilkan kepada orang lain, baik orangtua
atau pasangan, atasan, atau siapa pun.
3. Pascakonseling: Konseling setelah Deteksi HIV
Pascakonseling merupakan kegiatan yang harus diberikan
konselor kepada klien. Baik hasilnya negatif ataupun positif
konseling setelah tes sangat penting agar tidak menularkan HIV

13
kepada orang lain dan dapat mencegah penularan mencegah
HIV dimasa mendatang (Nursalam dkk, 2008).
Strategi komunikasi dalam sosialisasi layanan VCT dikalangan
gay ialah sebagai berikut :
1. Mengenal khalayak
Menghadapi keadaan khalayak yang cenderung tertutup
dapat dilakukan pendekatan melalui media sosial khusus kaum
gay, mengenal khalayak dibutuhkan untuk mempersiapkan
kegiatan dan pesan pesan yang akan disampaikan dalam
sosialisasi agar menarik minat kalangan sehati sesuai situasi
dan kondisi khalayak
2. Menyusun pesan
Konselor merupakan divisi yang menentukan pesan pesan
yang akan disampaikan dalam sosialisasi VCT dengan
memperhatikan bahasa dan kalimat yang akan disampaikan.
Penggunaan bahasa nonformal digunakan agar lebih mudah
dimengerti, kalimat yang di sampaikan bersifat ajakan, yakni
mengajak melakukan VCT. Penyampaian pesan-pesan tersebut
juga ditunjang dengan foto-foto serta video terkait dengan tema
gay, HIV, dan VCT.
3. Menetapkan metode
Menurut cara penyampaiannya menggunakan dua metode
yakni, metode redundancy (pengulangan) dan canalizing.
Sedangkan menurut bentuk isinya, metode yang dipergunakan
adalah metode informatif, edukatif, dan juga persuasif.
4. Menyeleksi penggunaan media
Media yang yang dipergunakan dalam penyampaian pesan
sosialisasi layanan VCT adalah dengan menggunakan brosur,
personal selling, media online yakni Blackberry Messanger,
Website, Facebook, dan Instagram (Silvia dkk., 2017).

14
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa kepatuhan gay
untuk melakukan pemeriksaan VCT dipengaruhi oleh tingkat
kesadarannya terhadap kesehatan dirinya, gay yang sadar dirinya
merupakan resiko tinggi terkena HIV/AIDS atau PMS dan merasa
kesehatan itu sangat penting akan rutin melakukan pemeriksaan VCT
sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan. Saat ini istilah VCT
diganti menjadi HCT (HIV Conseling and Test) (Silvia dkk., 2017).
5. Penanganan Psikologi HIV AIDS homoseksual
Peyimpangan seksual yang dilakukan oleh kaum homoseksual secepat
mungkin harus segera ditangani dan tdk boleh dibiarkan. Tujuan
penanganan terhadap penyimpangan homoseksual adalah untuk
mengembalikannya pada kehidupan seks yang normal. Penanganan dapat
dilakukan oleh ahli psikolog maupun pendekatan secara keagamaan.
Pendekatan yang dilakukan oleh psokolog biasanya berupa terapi kejiwaan
yang berusaha mengembalikan kesadaran dan perasaan seorang
homoseksual akan jati dirinya sesungguhnya dan masa depannya yang
akan datang. Sedangkan pendekatan agama adalah menyadarkan dirinya
akan perilaku homoseksual yang dilarang oleh agama, dikutuk oleh
AllahSwt, dan berbagai akibat yang akan dialami, baik dari sisi kesehatan,
hubungansosialnya, depresi dan stres dan hilangnya masa depan bersama
keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah. Ada beberapa cara
yang ditempuh oleh para konselor atau psikolog untuk mengembalikan
seorang homoseksual menjadi individu yang normal, yaitu :
a. Self mengacu kepada diri seseorang yang berkaitan dengan seluruh
identitas yang ada pada dirinya, contoh konkritnya adalah nama,
alamat, nama orangtua, lingkungan keluarga dan pengaruhnya
terhadap konseli dan aspek-aspek lain yang berkaitan dengan
konseli. Melalui self ini bagaimana konseli mampu menyadari
identitas asli diri mereka dengan segala aspek bawaan yang ada
pada dirinya.

15
b. Relationship mengacu pada diri seseorang untuk mampu
memahami setiap hubungan yang ia jalin dan merujuk pada
hubungan sosial. Hubungan sosial ini berkaitan dengan kisaran
jumlah teman laki-laki dan perempuan, bagaimana hubungan
konseli dengan teman-teman dekatnya, dan berkaitan dengan
karakteristik teman-teman dan lingkungan yang menjadi tempat
untuk berhubungan secara sosial.
c. Differential of feeling yaitu mengidentifikasian konselig terhadap
perbedaan perasaan terhadap teman-teman dan lingkungan sekitar.
Aspek perasaan atau afektif berkaitan dengan beberapa hal, seperti
gender dan problematika yang menyertainya, bagaimana perasaan
konseli terhadap teman-teman dekatnya, baik dengan lawan jenis
maupun dengan teman sejenis, eksplorasi masalah yang berkaitan
dengan perasaan yang menyertai konseli dan pemberian sebuah
label terhadap konseli dengan berbagai pertimbangan yang
mengacu pada perasaan.
d. Identify yaitu mengacu pada identitas baru yang melekat pada diri
konseli/klien (pelaku homoeksual) dimana konseli diajak
mengkonstruk kembali pikiran, perasaan, dan tindakan. Identifikasi
diri ini akan menghasilkan sebuah deklarasi pribadi bahwa konseli
telah mengaku sebagai orang yang normal atau menjadi seorang
yang lesbian, gay, biseksual, atau transgender. Jika konseli tetap
teridentifikasi sebagai lesbian, gay, biseksual atau transgender
maka selanjutnya masuk pada kontinum spritual.
e. Spiritual Intervensi adalah upaya konselor/psikolog untuk
memberikan kesadaran kepada konseli dalam perspektif agama.
f. Acceptane of environtmental yaitu penerimaan diri terhadap
lingkungan mengacu pada masalah-masalah yang mungkin
dihadapi konseli dalam proses penyesuaian diri terhadap
lingkungan barunya. (Dermawan, 2011)

16
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adanya penghayatan pengalaman homoseksual yang menggairahkan
pada masa remaja atau semasa kecil pernah mengalami pengalaman traumatis
yang menimbulkan perasaan benci/antipati terhadap salahsatu sosok dari
kedua orang tuanya yang memunculkan dorongan homoseks yang
menetap.Kedua hal tersebut menjadi alasan yang kuatdalam melatarbelakangi
perilaku seksual berisiko yang terus terjadi di kalangan homoseksual. Di sisi
lain pemahaman akan konsep HIV-AIDS yang sangat kurang juga dapat
mempengaruhi komunitas ini untuk jarang memproteksi diri saat
berhubungan intim dengan sesama komunitas. Sehingga berdampak pada
peningkatan prevalensi HIV-AIDS.

3.2 Saran
Untuk Mahasiswa
Sebaiknya kita sebagai generasi penerus dapat menjaga diri, dan
menghindari perbuatan yang nantinya kita menjadi orang yang beresiko
terserang virus HIV.
Untuk tenaga kesehatan
Diharapkan dapat peka mengenali jenis penyakit ini dan
merencanakan tindakan yang tepat untuk menangani penyakit ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

Andryani, Gita & Yohanis F. La Kahija. 2016. Pengalaman Terinfeksi Hiv Pada
Pria Homoseksual: Sebuah Studi Dengan Pendekatan Interpretative
Phenomenological Analysis. Jurnal Empati. Vol 5(2) Hal: 396-401.
Cempaka., Kardiwinata. 2012. Pola Hubungan Seksual dan Riwayat IMS Pada
Gay Di Bali. Jurnal Arc. Com. Health.vol 1 (2): 84 89.
Depkes RI. 2006. Situasi HIV/AIDS di Indonesia Tahun 1987-
2006.http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/lain-
lain/situasi-hiv-aids-2006.pdf.Diunduh pada tanggal 25September 2017.
Dermawan, Abdurraafi Maududi. 2015. Sebab, Akibat Dan Terapi Pelaku
Homoseksual.jurnal Studi Gender dan Anak. Hal: 1 17.
Dwilaksono, Widiyanto & Wahyu Rahardjo.(2013). Kontrol Diri Dan Perilaku
Seksual Permisif Pada Gay. Vol V. Bandung. Proceeding PESAT
(Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur& Teknik Sipil).
Friedman, M. 2010. Buku Ajar Keperawatan keluarga : Riset, Teori, dan Praktek.
Edisi ke-5. Jakarta: EGC.
Hawari, Dadang. (2009). Pendekatan Psikoreligi pada Homoseksual. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Herlani, N., Riyanti, E., &Widjanarko, B. (2016). Gambaran Perilaku Seksual
Berisiko Hiv Aids Pada Pasangan Gay ( Studi Kualitatif di Kota Semarang ),
4, 10591067.
Hutapea, R. (2011). AIDS & PMS dan Perkosaan. (ed. Rev). Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia.
Tersedia pada: http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.pdf (Diakses tanggal 27
September 2017).
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia.
Tersedia pada: http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.pdf (Diakses tanggal 25
September 2017).

18
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Perkembangan HIV/AIDS di
Indonesia Tahun 2015. Jakarta : Ditjen P2P Kementerian Kesehatan RI.
KPA Nasional, (2011). Laporan KPA Nasional Tahun 2010. Available:
aidsindonesia.or.id (Accessed: 26 September 2012).
Nursalam., Kurniawati&Ninuk Dian. (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien
Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.

Nursalam., Kurniawati &Ninuk Dian. 2011. Asuhan Keperawatan pada Pasien


Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika.
Parlindungan, Raja & Amalia Roza Brilianty. 2014. Gambaran Religiusitas Pada
Gay. Jurnal RAP UNP. Vol 5 (1): 92 102.
Price, Sylvia Anderson. 2005. Petofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC
Pohan, Atika. 2017. Persepsi Kaum Homoseksual Terhadap Aktifitas Seksual
Yang Beresiko HIV/AIDS.Jurnal Ilmiah Kohesi Vol. 1 No. 1 April
2017,I(1), 59-62.
Setiati, Siti. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta:
InternaPubishing.
Silvia, Dinna Rafika & I Dewa Ayu Sugiarica Joni& Ni Kadek Dewi
Pascarani.(2017). Strategi Komunikasi Yayasan Gaya Dewata Dalam
Sosialisasi Layanan VCT Di Kalangan
Gay.https:/ojs.unud.ac.id>article>view. Di akses pada 30 september 2017
Widoyono.2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan
pencegahandanpemberantasannya.. Jakarta: Erlangga Medical Series
WHO. 2013. HIV/AIDS. http://www.who.int/topics/hiv_aids/en/.Diakses tanggal
25 September 2017.

19

Anda mungkin juga menyukai