Anda di halaman 1dari 3

ASPEK KULTURAL PADA ODHA

[1]Permasalahan HIV/AIDS Dari Aspek Budaya.

Perubahan sosial dialami oleh setiap masyarakat yang pada dasarnya tidak dapat dipisahkan
dengan perubahan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Perubahan sosial dapat meliputi
semua segi kehidupan masyarakat, yaitu perubahan dalam cara berpikir dan interaksi sesama
warga menjadi semakin rasional; perubahan dalam sikap dan orientasi kehidupan ekonomi
menjadi makin komersial; perubahan tata cara kerja sehari-hari yang makin ditandai dengan
pembagian kerja pada spesialisasi kegiatan yang makin tajam; Perubahan dalam kelembagaan
dan kepemimpinan masyarakat yang makin demokratis; perubahan dalam tata cara dan alat-
alat kegiatan yang makin modern dan efisien, dan lain-lainnya. Perubahan sosial dalam suatu
masyarakat diawali oleh tahapan perubahan nilai, norma, dan tradisi kehidupan sehari-hari
masyarakat yang bersangkutan, yang juga dapat disebut dengan perubahan nilai sosial.

Berlangsungnya perubahan nilai budaya tersebut disebabkan oleh tindakan diskriminasi dari
masyarakat umum terhadap penderita HIV/AIDS, serta pengabaian nilai-nilai dari kebudayaan
itu sendiri. Perilaku seksual yang salah satunya dapat menjadi faktor utama tingginya
penyebaran HIV/AIDS dari bidang budaya. Ditemukan beberapa budaya tradisional yang
ternyata meluruskan jalan bagi perilaku seksual yang salah ini. Meskipun kini tidak lagi
nampak, budaya tersebut pernah berpengaruh kuat dalam kehidupan masyarakat. Seperti
budaya di salah satu daerah di provinsi Jawa Barat, kebanyakan orangtua menganggap bila
memiliki anak perempuan, dia adalah aset keluarga. Menurut mereka, jika anak perempuan
menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK) di luar negeri akan meningkatkan penghasilan
keluarga. Dan bagi keluarga yang anak wanitanya menjadi PSK, sebagian warga wilayah
Pantura tersebut bisa menjadi orang kaya di kampungnya. Hal tersebut merupakan permasalahan
HIV/AIDS dalam aspek budaya, dan budaya adat seperti ini seharusnya dihapuskan.

[2]Pencegahan/penanggulan dampak kultural pada ODHA

Dalam konteks ilmu-ilmu sosial, sebenarnya satu-satunya cara untuk mengurangi atau
menanggulangi prevalensi HIV/AIDS adalah dengan mengubah perilaku individu atau
kelompok sasaran. Sebab, kebanyakan program-program preventif itu memfokuskan pada
pengetahuan, sikap dan perilaku berisiko. Di samping itu cara lainnya adalah dengan mengubah
persepsi-persepsi masyarakat yang kurang tepat terhadap cara penularan, kekebalan, perilaku
penderita, dan lain-lain.

Menurut Bart Smet (1994) persepsi-persepsi tertentu yang berkembang tentang penyakit AIDS
adalah bahwa penyakit itu merupakan penyakit orang barat atau hanya terdapat diantara kaum
homoseksual yang mengakibatkan persepsi palsu tentang kekebalan dan penyebaran virus HIV
di antara penduduk. Persepsi yang kurang tepat tersebut menimbulkan sejumlah metafora
AIDS dan dengan mudah berakhir dengan moral balmming. Misalnya, banyak orang
berpersepsi bahwa transfusi darah, pencakokan organ, penularan AIDS lewat kehamilan juga
merupakan penyebab-penyebab yang lazim.Variabel psikologis, sosial dan budaya seperti
denial dan ignorance seringkali membuat lebih buruk efek-efek penyakit AIDS yang sudah
jelek, berakhir dengan adanya diskriminasi dan stigmatisasi terhadap pengidaap HIV
positif/pasien AIDS (penanganan yang salah terhadap ODHA).

Dalam konteks sosial, strategi utama dalam upaya pencegahan dan mengurangi kemungkinan
transmisi seksual dari HIV di kalangan kaum perempuan adalah dengan memberikan kesamaan
wewenang (Power equality) dan akses informasi yang lebih baik (better access to information).
Secara garis besar upaya tersebut dapat dijabarkan :
1. Tidak melakukan kegiatan seks sebelum menikah, terutama bagi remaja. Termasuk opsi
masturbasi, di antara opsi lain yang sulit dijalankan.
2. Setia pada pasangan yang dinikahinya, yakni bagi suami/isteri untuk tidak berganti-
ganti pasangan agar virus HIV tidak ditularkan pada bayi atau anak-anaknya.
3. Menggunakan kondom apabila pasangan suami/isteri, remas, PSK dalam melakukan
senggama terhadap pasangannya.
4. Pencegahan penularan melalui darah dan produk darah.
5. Menyertakan semua sumber daya, baik nasional maupun internasional untuk kegiatan-
kegiatan pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (PMS), termasuk
HIV/AIDS.
SUMBER :

[1] Aritohang, A. Nelson, et al.(2014) Konsep Diri Orang Dengan HIV/AIDS , Pusat Kajian
HIV/AIDS, STKS Bandung.

[2] Dampak HIV. http://dinus.ac.id/repository/docs/ajar/dampak_HIV_artikel3.pdf

Anda mungkin juga menyukai