Tutor D
Disusun oleh :
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
PRAKTIKUM 1: Komunitas Sehat dan Program Kesehatan Masyarakat
Tujuan pembelajaran:
Selain kedua kriteria hasil di atas, ada jga kriteria hasil menurut hasil
pegukuran pada penduduk diatas >18 tahun yang disajikan menurut Provinsi yang
dilakukan oleh Kementrian Kesehatan pada (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Menurut riset tersebut, terdapat 34.1% dari seluruh penduudk Indonesia yang
mengalami hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk umur >18
tahun. Dalam riset tersebut juga dikatakan bahwa provinsi yang memiliki
presentase paling besar ialah Kalimantan Selatan sebanyak 44.1% dan provinsi
yang paling sedikit presentasenya yaitu Papua dengan angka hanya 22.2%.
Pada riset juga disebutkan proporsi riwayat minum obat pada penderita
hipertensi di Indonesia pada tahun 2018 yang disajikan dalam diagram di bawah.
American Heart Association (AHA) menyatakan bahwa penduduk Amerika usia
diatas 20 tahun yang menderita Hipertensi sebanyak 74,5 juta jiwa. Menurut ,
hipertensi di Negara berkembang diperkirakan mengalami kenaikan sekitar 80%
pada tahun 2025 dari jumlah 639 juta kasus di tahun 2000. Di tahun 2020 sekitar
1,56 miliar orang dewasa akan hidup dengan hipertensi. Hipertensi membunuh
hampir 8 miliyar orang setiap tahun di dunia dan hampir 1,5 juta orang setiap
tahunnya di kawasan Asia Timur-Selatan. Menurut (WHO Regional Office for
South-East Asia, 2011), Sekitar sepertiga dari orang dewasa di Asia Timur-Selatan
menderita hipertensi.
Beberapa hasil yang telah dicapai oleh program pencegahan dan penanggulangan
penyakit tidak menular 2010-2015 khususnya hipertensi pada Kementerian
Kesehatan, antara lain :
1. Pengembangan Regulasi
Tabel 3.1 Indikator dan Target Penanggulangan Penyakit Tidak Menular 2015-
2019
Target
No. Indikator
Baseline 2015 2019
26,2
MT > 25 26,2 26,2
(2013)
15,4
MT > 27 15,4 15,4
(2013)
Aksi strategis yang diidenfikasi pada 3 pilar strategi sebagaimana diuraikan pada
bab sebelumnya merupakan kegiatan-kegiatan lanjutan dan kegiatan adopsi dari
pengalaman global atau regional yang dinilai dapat memberi kontribusi dalam
pencapaian tujuan program. Kegiatan atau aksi strategis pada masing-masing
strategi diuraikan sebagai berikut:
Tujuan:
1. Penanggulangan penyakit tidak menular menjadi prioritas dalam
pembangunan.
1. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman lintas sektor swasta, LSM, profesi, dan
masyarakat tentang penyakit tidak menular.
Tujuan 1:
Indikator:
mencapai 75 % desa/kelurahan)
3. Cakupan penduduk yang mempunyai akses pelayanan deteksi dini faktor risiko
penyakit tidak menular
Kegiatan:
Indikator:
1. Penurunan persentase anak dan remaja usia10-18 tahun yang merokok (2013:
7,2% menjadi 5,4% pada 2019)
23,3%)
3. Pictorial Health Warning (PHW) mencapai 75% dari luas permukaan kemasan
depan dan belakang pembungkus rokok pada 2019.
Kegiatan:
Tujuan 3:
Indikator:
Kegiatan:
1. Penerapan regulasi terkait konsumsi minuman beralkohol:
beralkohol
Tujuan 4:
Indikator:
Kegiatan:
1. Meningkatkan produksi:
a. Produksi perikanan sehingga bisa dibeli oleh masyarakat dengan harga murah
b. Produksi pertanian: sayur segar dan buah, dengan harga terjangkau oleh
masyarakat
a. Kajian untuk penetapan pajak pada unhealthy food (makanan tinggi gula,
garam dan lemak)
b. Penguatan regulasi terkait pembatasan kadar gula, garam dan lemak dalam
makanan.
b. nelayan serta menjamin distribusi dan pemasaran produk ikan segar, agar tidak
diawetkan/diasinkan
Tujuan 5:
Indikator:
Kegiatan:
1. Melakukan advokasi kepada sektor terkait, swasta, profesi, LSM dan
masyarakat untuk menciptakan lingkungan kondusif untuk aktivitas fisik (mis:
sarana olah raga, running track, jalur sepeda dan tata kota).
3. Melakukan edukasi masyarakat melalui media massa dan media sosial untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang manfaat aktifitas fisik dalam
setiap tahapan pada siklus kehidupan.
Tujuan :
Tujuan 1:
Kegiatan:
b. Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dalam deteksi dini, diagnosa dan tata
laksana kasus penyakit tidak menular, termasuk paliatif dan rehabilitatif di
FKTP.
6. Memperkuat sistem rujukan dan rujuk balik layanan penyakit tidak menular.
Tujuan 2:
Indikator:
1. Rujukan Nasional pada 14 rumah sakit, rujukan provinsi pada 20 rumah sakit
dan rujukan regional oleh 110 rumah sakit
Kegiatan:
Tujuan:
Tujuan 1:
Indikator:
1. Laporan Rutin penyakit tidak menular yang berkualitas dan tepat waktu
setiap tahun
Indikator:
Kegiatan:
Indikator:
Kegiatan:
Penderita
Jika di keluarga terdapat anggota keluarga yang
gangguan jiwa
8 menderita gangguan jiwa berat, penderita tersebut
berat tidak
tidak ditelantarkan dan/atau dipasung.
ditelantarkan
1. Pelayanan Antenatal
2. Pelayanan persalinan
3. Pelayanan Kesehatan BBL
4. Pelayanan Kesehatan Balita
5. Skrining kesehatan pada usia pendidikan dasar
6. Skrining kesehatan usia 15-59 tahun
7. Skrining kesehatan usia >60 tahun
8. Pelayanan kesehatan penderita hipertensi
9. Pelayanan kesehatan penderita DM
10. Pelayanan kesehatan ODGJ
11. Pelayanan TB sesuai standar
12. Pemeriksaan HIV untuk orang berisiko
PERNYATAAN STANDAR
3. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Target terhadap
Hipertensi
1) Umur
Berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa umur dapat
mempengaruhi tingginya angka kejadian hipertensi di masyrakat. Masyarakat
dengan rentang usia diatas 40 tahun cenderung mengalami peningkatan tekanan
darah. Pada penelitian Suryadi di Kota Palembang pada tahun 2014 menunjukkan
kelompok umur >40 tahun memiliki angka kejadian hipertensi lebih tinggi daipada
kelompok umur ≤ 40 tahun, yaitu 1401 dari 1668 (84%) kasus, sedangkan
kelompok umur ≤ 40 tahun memiliki angka kejadian hipertensi 276 dari 1668 kasus
(16%). Hal tersebut juga terjadi pada penelitian yang dilakukan Gerungan, A dkk
(2016) bahwa diperoleh hasil terdapat hubungan yang bermakna antara umur
dengan kejadian hipertensi, umur ≥ 40 tahun memiliki risiko terkena hipertensi
sebesar 11,71 kali dibandingkan dengan umur < 40 Tahun. Hasil tersebut sesuai
dengan hasil penelitian prevalensi global hipertensi oleh Sarah dkk. Dari penelitian
American Hipertensi Association dapat disimpulkan bahwa di negara maju proporsi
terbesar penderita hipertensi berada pada kelompok umur di atas 64 tahun, tetapi di
negara berkembang berada pada kelompok umur 45-64 tahun. Secara teori, setelah
usia 40 tahun dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya
penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan
berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku.
2) Tingkat Pendidikan dan Pengetahuan
Tingkat pendidikan yang rendah berdampak pada rendahnya pengetahuan
dan hal tersebut berpengaruh pada perilaku. Pendidikan yang cukupun belum bisa
menjamin terciptanya prilaku yang baik, karena menurut teori Lehendroff dan
Tracy prilaku tidak hanya dipengaruhi oleh kemampuan tetapi juga kemauan.
Informasi yang diterima masyarakat diluar pendidikanya juga berperan penting
terhadap peningkatan pengetahuan. Hasil penelitian yang dilakukan Zhang dkk
(2013) di Cina menunjukan bahwa semakin rendah tingkat pendidikan seseorang
maka semakin tinggi pula risiko mengalami hipertensi. Di Brazil orang yang
menempuh pendidikan selama ≥15 tahun dapat terlindungi dari risiko hipertensi
sebesar 0,69 kali di wilayah urban dan 0,75 kali di wilayah rural.
3) Obesitas
Berdasarkan literatur, obesitas merupakan ciri khas dari populasi hipertensi
dan terbukti bahwa obesitas mempunyai kaitan yang erat dengan terjadinya
hipertensi di kemudian hari. Alasan obesitas dapat meningkatkan kejadian
hipertensi, diantaranya adalah:
a) Pada kondisi obesitas, dibutuhkan jumlah oksigen yang lebih banyak untuk
memenuhi kebutuhan metabolik sehingga terjadi peningkatan volume dan
tekanan darah yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan metabolik yang
diakibatkan obesitas.
b) Pada kondisi obesitas dapat terjadi resistensi insulin yang juga berpotensi
menghilangkan kerja insulin dalam mempertahankan tekanan darah yang
normal.
c) Pada kondisi obesitas, terjadi peningkatan jumlah asam lemak bebas yang akan
mempersempit pembuluh darah sehingga tekanan darah akan meningkat. Pada
penderita obesitas terjadi peningkatan tekanan darah sekuncup dan volume
darah, peningkatan tahanan perifer, peningkatan katekolamin karena aktivitas
saraf simpatis yang meningkat, peningkatan kadar insulin dan aldosteron
dalam plasma menyebabkan retensi Na dalam darah. Hal-hal tersebut dapat
meningkatkan volume darah yang menyebabkan hipertensi
4) Kebiasaan Olaharaga
Pada penelitian yang dilakukan Suryadi (2014), menunjukkan bahwa
kelompok yang tidak berolahraga emiliki angka kejadian hipertensi (+) lebih tinggi
daripada kelompok yang berolahraga, yaitu 175 dari 266 (21,5%) kasus, namun
kelompok yang tidak berolahraga juga memiliki angka kejadian hipertensi (-) lebih
tinggi daripada kelompok yang berolahraga, yaitu 640 dari 944 (78,5%) kasus. Hal
tersebut juga diperkuat oleh penelitian Muhammad Hafiz (2016), proporsi penderita
hipertensi yang tidak berolahraga sebesar 74,5% sedangkan proporsi penderita
hipertensi yang berolahraga lebih sedikit yaitu 52,%. Artinya adalah risiko
hipertensi akan lebih tinggi pada seseorang yang tidak berolah raga daripada yang
melakukan olah raga. Selain itu waktu olahraga juga berpengaruh terhadap kejadian
hipertensi di masyarakat. Pada penelitian Suryadi (2014), Kelompok yang
berolahraga <3,5 jam memiliki angka kejadian hipertensi (+) lebih tinggi
daripadakelompok yang berolahraga ≥ 3,5 jam, yaitu 74 dari 266 (19,9%) kasus,
namun kelompok yang berolahraga <3,5 jam juga memiliki angka kejadian
hipetensi (-) lebih tinggi daripada kelompok yang berolahraga ≥ 3,5 jam, yaitu 297
dari 944 (80,1%) kasus. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa berolahraga
secara teratur merupakan intervensi pertama untuk mengendalikan berbagai
penyakit degeneratif (tidak menular). Hasilnya secara teratur terbukti bermanfaat
untuk menurunkan tekanan darah, mengurangi risiko stroke, serangan jantung, dan
lain-lain.
5) Kebiasaan Merokok
Dari hasil uji statistik pada penelitian Risa Patriani, dkk (2018) kelompok
yang memiliki kebiasaan merokok berisiko 96,8 kali untuk mengalami kejadian
hipertensi dibandingkan dengan kelompok yang tidak memiliki kebiasaan
merokok. Pada penelitian Farid (2010) di Kabupaten Tanah Datar juga menyatakan
bahwa kelompok yang terpapar dengan kebiasan merokok akan meingkatkan resiko
kejadian hipertensi sebesar 2,80 kali lebih besar dibandingkan dengan lansia yang
tidak terpapar kebiasaan merokok. Pada penelitian Lailatun Najmi, dkk (2014)
menunjukkan bahwa dari 32 responden yang perokok, responden hipertensi
sebanyak 23 responden (71,9%) dan yang tidak hipertensi berjumlah 9 responden
(28,1%). Hal tersebut dikarenakan asap rokok mengandung karbon monoksida dan
nikotin serta berbagai bahan toksik lainnya. Zat yang terdapat dalam rokok dapat
merusak lapisan dinding arteri berupa plak. Ini menyebabkan penyempitan
pembuluh darah arteri yang dapat meningkatkan tekanan darah.
Selain itu, banyaknya jumlah rokok yang dihisap juga mempengaruhi angka
kejadian hipertensi. Pada penelitian di Sumatera Utara, Kelompok yang merokok
≤10 batang/hari memiliki angka kejadian hipertensi (+) lebih tinggi daripada
kelompok yang merokok >10 batang, yaitu 246 dari 266 (92,5%) kasus, namun
kelompok yang merokok ≤10 batang/hari juga memiliki angka kejadian hipetensi
(-) lebih tinggi daripada kelompok yang merokok >10 batang, yaitu 871 dari 944
(92,3%) kasus. Lamanya merokok juga memiliki andil dalam meningkatkan angka
kejadian hipertensi. Pada penelitian Suryadi (2014), Kelompok yang lama merokok
≤10 tahun memiliki angka kejadian hipertensi (+) lebih tinggi daripadakelompok
yang lama merokok >10 tahun, yaitu 944 dari 1281 (73.7%) kasus, namun
kelompok yang lama merokok ≤10 tahun juga memiliki angka kejadian hipetensi (-
) lebih tinggi daripada kelompok yang lama merokok >10 tahun, yaitu 6869 dari
7719 (89%) kasus.
6) Konsumsi Garam
Hasil peneitian yang dilakukan oleh Lailatun Najmi, dkk (2014)
menunjukkan hubungan yang bermakna scara statistik antara pola asupan garam
terhadap penyebab hipertensi primer. Di Sub-Sahara Afrika banyak masyarakat
yang mengkonsumsi makanan dengan kadar garam yang tinggi yang digunakan
untuk mengawetkan makanan dan hal ini meningkatkan risiko untuk terkena
penyakit hipertensi. Hal tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Anggraini,
Waren, Situmorang, Asputra, dan Siahaan (2009) bahwa pola asupan garam yang
tinggi adalah faktor resiko kejadian hipertensi pada pasien yang berobat di
poliklinik dewasa Puskesmas Bangkinang. Secara teori, garam menyebabkan
penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan di luar sel agar tidak keluar,
sehingga akan menyebabkan peningkatan volume dan tekanan darah. Pada sekitar
60% kasus hipertensi (esensial) terjadi respons penurunan tekanan darah dengan
mengurangi asupan garam. Pada masyarakat yang mengonsumsi garam 3 gram atau
kurang, ditemukan tekanandarah rata-rata rendah, sedangkan pada mayarakat
asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darah rata-rata lebih tinggi.
7) Jenis Kelamin
Berdasarkan prevalensi hipertensi pada tahun 2007 dan 2013 perempuan
lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.
8) Keturunan atau Genetika
Jika anak-anak dari keluarga dengan riwayat hipertensi relatif punya potensi
lebih besar untuk mengidap hipertensi. Namun masih bisa untuk dikontrol.
9) Kebiasaan Mengkonsumsi Alkohol
Mengkonsumsi alkohol yang berlebih memberikan pengaruh pada
peningkatan detak jantung. Bila konsumsi alkohol hingga 2-3 gelas pada satu
waktu, maka akan semakin banyak memicu detak jantung yang semakin tinggi pula.
Dan ini bisa mendorong terjadinya hipertensi. Peminum alkohol laki-laki dengan
dosis 300-499 ml alkohol/minggu dapat meningkatkan tekanan sistolik/ diastolik
rata-rata 2.7/1.6 mmHg lebih tinggi dibandingkan bukan peminum alkohol, dan
untuk peminum ≥500 ml alkohol/minggu memiliki tekanan darah 4.6/3.0 mmHg
lebih tinggi dibandingkan bukan peminum. Sedangkan untuk perempuan, peminum
berat (≥300 ml/minggu) menyebabkan tekanan darah 3.9/3.1 mmHg lebih tinggi
dibandingkan dengan bukan peminum. Dalam studi ini juga dikemukakan,
keterkaitan alkohol dengan hipertensi, lebih kuat daripada banyaknya asupan garam
terhadap terjadinya hipertensi.
10) Tingkat stress yang tinggi
Beberapa faktor yang memicu seseorang mengalami stress, seperti masalah
hidup, pekerjaan, dan lain-lain. Dimana jantung akan memompa darah lebih cepat
sekitar 30-40% yang menyebabkan kepala bagian belakang sering pusing.
11) Makanan siap saji atau kurangnya makanan berserat seperti buah dan sayur.
12) Status Ekonomi dan Pekerjaan
Status ekonomi yang tergolong kaya, mempunyai peluang menderita
hipertensi dibandingkan dengan responden dengan status ekonomi yang miskin.
Menurut Menkes RI, terdapat kendala besar dalam penerapan gaya hidup
sehat. Menurut Menkes, dalam implementasinya, tujuh kegiatan Germas terbentur
oleh bagaimana pola pikir dari masyarakat itu sendiri. Masalah utama bidang
kesehatan saat ini adalah mengenai pola pikir masyarakat karena masyarakat
Indonesia beragam, sehingga bukan hal mudah mempopulerkan gaya hidup sehat.
Selain itu, kesadaran dari masyarakat untuk melakukan kontrol tekanan darah masih
jauh dari yang diharapkan, hal ini disebabkan karena meningkatnya tekanan darah
seringkali tidak menunjukkan gejala klinis, sehingga masyarakat tidak sadar akan
hal ini dan pola pikir berobat hipertensi di masyarakat yang salah, menganggap
bahwa hipertensi akan sembuh sekali meminum obat, masyarakat hanya meminum
obat ketika gejalanya timbul dan tidak diteruskan ketika gejala menurun, itu artinya
pengawasan minum obat untuk hipertensi belum dilakukan; (Pradono, 2012).