Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MATA KULIAH MANAJEMEN KASUS

“ PENYAKIT TIDAK MENULAR “

Dosen : DR. Donny Kristanto Mulyantoro, SKM., M.Kes

Disusun Oleh :

Ni Nyoman Linawati P1337420818011

Jahidin Kuswanto P1337420818012

Mira Tania P1337420818013

Dinar Jantik Wulandari P1337420818014

Ineke Noviana P1337420818015

Anggoro Sugito P1337420818016

Putri Wulandari P1337420818017

Gentur Wicaksono P1337420818018

Iis Saidah P1337420818019

Ferry Fadli Fratama P1337420818020

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN MAGISTER TERAPAN

KESEHATAN PROGRAM PASCA SARJANA

POLTEKKES KEMENKES SEMARANG

TAHUN 2018
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami
kelompok dapat menyelesaikan tugas mata kuliah manajemen kasus dan surveilan penyakit
Hipertensi di Kota Semarang. Dalam penyusunan tugas ini kami tentunya mendapat
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itulah kami mengucapkan terimakasih
kepada :

1. Aaaa selaku dosen mata kuliah manajemen kasus dan surveilan yang telah
memberikan arahan dan koreksi terhadap tugas kami
2. Teman-teman kelompok dan kelas Magister Keperawatan yang telah banyak
memberikan motivasi demi terselesainya tugas kami
3. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas kami

Semoga amal baik dari kita semua pihak mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah
SWT. Kami kelompok menyadari masih sangat jauh dari kesempurnaan sehingga kritik dan
saran yang membangun sangat diperlukan.

Semoga makalah kami bermanfaat bagi semua.

Semarang, Oktober 2008

Kelompok
BAB 1

1.1 Latar Belakang


Perubahan pola hidup dan pola makan akibat adanya perbaikan tingkat ekonomi
membawa konsekuensi terhadap berkembangnya penyakit degeneratif, salah satunya
hipertensi. Hipertensi adalah gangguan sistem peredaran darah yang
menyebabkankenaikan tekanan darah diatas nilai normal (tekanan darah ≥140/90
mmHg) (Kemenkes RI, 2009).Penyakit ini dipengaruhi oleh cara dan kebiasaan hidup
seseorang, sering disebut sebagai the killer diseasekarena merupakan penyakit
pembunuh, dimanapenderita tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sehingga
penderita datang berobat setelah timbul kelainan organ akibat hipertensi. Menurut
Muljadi (2008) hipertensi merupakan faktor resiko ketiga terbesar yang menyebabkan
kematiankarena penderita hipertensi mempunyai peluang 12 kali lebih besar bagi
penderitanya untuk mengalami stroke dan 6 kali lebih besar untuk serangan jantung.
Untuk mengurangi angka kejadian hipertensi tiap tahunnya maka strategi yang
digunakan pemerintah dalam pengendalian hipertensi adalah melalui surveilans
epidemiologi hipertensi. Adapun indikator dalam kegiatan surveilans tersebut meliputi
kelengkapan isi laporan, kesesuaian sistem pencatatan dan pelaporan, ketepatan
pengumpulan data, penyebarluasan informasi, meningkatnyadalam kajian Sistem
Kewapadaan Dini(Ditjen P2PL Depkes RI, 2003).
Angka penderita hipertensi kian hari kian mengkhawatirkan, menurut WHO pada
tahun 2006 di Amerika prevalensi hipertensi keseluruhan adalah 28,7%, dengan kasus
baru sebesar 12,1%,sedangkandi Eropa prevalensinya terus berubah dari tahun
2001sebesar18,4%kemudian meningkat secara signifikan pada
tahun2004menjadi22,0%dan pada tahun 2008 prevalensinya turun menjadi 20,8%.
(Beard J, 2013). Indonesia berada dalam deretan 10 negara denganprevalensi hipertensi
tertinggi di dunia, bersama Myanmar, Thailand, India, Srilanka, Bhutan,Nepal dan
Maldives.
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui data penduduk dan data penyakit hipertensi Kota Semarang
1.2.2 Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan surveilan di Kota Semarang
1.2.3 Untuk mengetahui mengenai data hasil surveilan
1.2.4 Untuk mengetahui mengenai masalah yang ditemui saat pelaksanaan surveilan
hipertensi di Kota Semarang
1.2.5 Untuk mengetahui mengenai penatalaksanaan dalam menangani kasus hipertensi di
Kota Semarang
1.3 Manfaat
1.3.1 Agar pembaca mengetahui mengenai data penduduk dan data penyakit hipertensi
Kota Semarang
1.3.2 Agar pembaca mengetahui mengenai gambaran pelaksanaan surveilan di Kota
Semarang
1.3.3 Agar pembaca mengetahui mengenai data hasil surveilan
1.3.4 Agar pembaca mengetahui mengenai masalah yang ditemui saat pelaksanaan
surveilan hipertensi di Kota Semarang
1.3.5 Agar pembaca mengetahui mengenai penatalaksanaan dalam menangani kasus
hipertensi di Kota Semarang
BAB 11

PEMBAHASAN

2.1 Data Penduduk dan Penyakit di Kota Semarang


Dari data penduduk yang telah didapat kan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2017
sebesar 34.250.000 dan penduduk di kota Semarang pada tahun 2015 sebesar 1.776.618,
kemudian menagalami penurunan pada tahun 2016 sebesar 1.648.279 dan pada tahun
2017 mengalami peningkatan sebesar 1.658.552.
Kementerian Kesehatan mengajak masyarakat menjaga kesehatan dengan melakukan
pencegahan penyakit termasuk penyakit tidak menular yang kini justru mendominasi
penyakit penyebab kematian. Dalam 30 tahun terakhir, terjadi perubahan pola penyakit
terkait dengan perilaku manusia. Pada tahun 1990, penyebab terbesar kesakitan dan
kematian adalah penyakit menular yakni infeksi saluran pernafasan atas, tuberkulosis
dan diare. Namun sejak tahun 2010, penyebab terbesar kesakitan dan kematian adalah
penyakit tidak menular yaitu tekanan darah tinggi, stroke, kanker, jantung dan diabetes
melitus.
Tahun 2015, ada 10 penyakit penyebab terbesar kematian yakni stroke, kecelakaan lalu
lintas, jantung iskemik, kanker, diabetes melitus, tuberkulosis, infeksi saluran pernafasan
atas, depresi, asfiksia dan trauma kelahiran serta penyakit paru obstruksi kronis.
Menurut hasil kegiatan Dinas Kesehatan Kota Semarang tahun 2007,menyebutkan
bahwa Penyakit tidak menular saat ini sangat mempengaruhikesehatan populasi
penduduk khususnya Kota Semarang, mengingat gayahidup tidak sehat sudah banyak
dipraktekkan diperkotaan seperti kotasemarang. Hal ini ditunjukkan dari banyaknya
kasus hipertensi esensial dikota Semarang sebesar 8,4% pada tahun 2007, data lain
menunjukkanbahwa kasus hipertensi dari tahun 2003 sampai 2007 terjadi
kenaikansebesar 4 kali. Disamping itu, hipertensi esensial menempati
kedudukanpertama selama lima tahun berturut-turut dari tahun 2003 sampai 2007sebagai
penyakit tidak menular yang banyak dilaporkan di kota Semarang.Data pendukung lain
menunjukkan angka kematian karena penyakit tidakmenular dari tahun 2007 meningkat
tajam dibanding tahun 2003, untukHipertensi pada tahun 2007 terjadi kenaikan 3 kali
dibanding tahun 2003, danmerupakan urutan ketiga dari angka kematian di kota
Semarang tahun 2003-2007.
2.2 Gambaran Pelaksanaan Surveilan
a. Tetapkan tujuan dibangunnya sistem surveilans
Dalam hal ini, penting untuk mengidentifikasi prioritas masalah kesehatan
yang ada di masyarakat. Kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan besarnya
prioritas masalah ini adalah frekuensi kejadian (insidensi, prevalensi, mortalitas),
tingkat keparahan (case-fatality rate, hospitalization rate, disability rate, years of
potential rate, quality-adjusted life year lost), biaya yang dikeluarkan
terkait dengan masalah tersebut (baik langsung maupun tidak langsung),
kemungkinan pencegahan dan penularan penyakit tersebut serta perhatian publik
terhadap masalah kesehatan tersebut.
b. Tetapkan definisi kasus
Keberhasilan suatu tindakan epidemiologi tergantung pada jelasnya definisi yang
ditetapkan. Definisi yang harus ditetapkan dalam surveilans meliputi kriteria waktu,
tempat dan orang. Perlu ditetapkan juga kasus mana yang ditetapkan sebagai suspek
dan mana yang sudah definit. Hal lain, perhatikan pengertian dari penyakit
tersebut, cara mendiagnosanya, baik klinis maupun test laboratorium. Definisi ini
harus disepakati akan digunakan sepanjang sistem surveilans itu dijalankan.
c. Tetapkan sumber dan mekanisme pengumpulan data
Banyak metode yang dapat dilakukan untuk mengumpulkan informasi mengenai
kejadian penyakit maupun faktor resikonya seperti hasil laboratorium, medical
record dan sebagainya. Yang perlu diingat adalah setiap mekanisme pengumpulan
data yang dilakukan dalam sistem surveilans tersebut harus saling mendukung dan
seimbang pelaksanaannya.Untuk penyakit tidak menular, data vital statistik terkait
dengan mortalitas dapat digunakan. Metode yang bisa digunakan dalam
pengumpulan data meliputi sitem pengumpulan data pasif maupun pengumpulan
data aktif.
Sistem pengumpulan data pasif
1) Sistem ini merupakan sistem yang lebih mudah dan lebih murah
daripada sitem pengumpula data aktif
2) Sumber data berasal dari catatan kesehatan dari lembaga
pelayanan kesehatan maupun badan statistik yang ada.
3) Data yang didapatkan terbatas variabilitas dan kelengkapannya
4) Data yang didapatkan mungkin saja tidak representatif dan tidak
dapat digunakan untuk deteksi dini wabah.
Sistem pengumpulan data aktif
a. Biaya yang dikeluarkan lebih besar daripada sistem
pengumpulan data pasif.
b. Biasa digunakan untuk kondisi yang membutuhkan deteksi
diniataupun pada kasus yang memerlukan evaluasi
berkesinambungan secara ketat, misalnya kasus hipertensi.
c. Kualitas data yang dihasilkan lebih representatif dan lebih
lengkap sesuai dengan kebutuhan dibanding sistem
pengumpulan data pasif.
d. Membuat instrumen pengumpulan data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan perlu distandarisasi, baik format
maupun isinya, sehingga sesuai dengan format komputer untuk memudahkan
analisnanya. Informasi yang didapatkan dari instrumen tersebut diharapkan terarah
sesuai dengan keperluan serta dapat dibandingkan dengan sistem pengumpulan
data yang sudah dilakukan sebelumnya, seperti data sensus ataupun data surveilans
lain.
e. Melakukan uji coba lapangan
Uji coba lapangan dalam pengembangan sistem surveilans merupakan suatu
langkah penting untuk mengetahui implementasi kemungkinan berjalannya sistem
tersebut, baik kesiapan di lapangan serta kesesuaian data yang didapatkan dengan
yang dibutuhkan. Selain itu uji coba lapangan juga penting untuk mencegah
kemungkinan terjadinya perubahan yang besar saat sistem surveilans
dijalankan dalam skala yang lebih besar.
f. Menetapkan cara analisis data
Cara analisis data surveilans harus direncanakan seiring dengan disusunnya
instrumen pengumpulan data. Analisis data, simple maupun kompleks, harus
disesuaikan dengan kebutuhan informasi apa yang diperlukan, apakah deskripsi
menurut waktu/ tempat/ individu yang paling memungkinkan untuk pengambilan
kebijakan.
g. Membuat mekanisme disseminasi
Tujuan dari proses ini adalah memungkinkan pengambil kebijakan untuk
melihat dan mengerti implikasi dari informasi yang didapatkan sehingga
keputusan yang diambil tepat untuk dijalankan di populasi tersebut. Lebih lanjut,
para penentu kebijakan juga dapat mengevaluasi efektifitas, keuntungan dan
kerugian dari intervensi kesehatan masyarakat tersebut.
h. Memastikan penggunaan analisis dan interpretasi data melalui evaluasi
Hal yang penting dijawab dalam setiap evaluasi sistem surveilans adalah apakah
tujuan dari dibangunnya sistem surveilans ini telah tercapai? Apakah sistem yang
dibangun ini menjawab masalah yang ada? Apakah informasi tersedia tepat
waktu dan bagaimana penggunaannya? Selain itu perlu dinilai ketepatan waktu,
kemudahan dijalankan, fleksibilitas, akseptabilitas, sensitifitas, predictive
value positive, nilai representatif dan cost-effectivenya.
2.3 Data Hasil Surveilan
Penyakit tidak menular antara lain adalah penyakit Jantung dan Pembuluh Darah yang
utama adalah penyakit Hipertensi, stroke dan Diabetus Mellitus. Pada Tahun 2010
kematian akibat penyakit tidak menular sebesar 907 kasus, Tahun 2011 sebesar 1077
kasus, Tahun 2012 sebesar 2084 kasus, tahun 2013 sebesar 2725 kasus, tahun 2014
sebesar 2462 kasus dan tahun 2015 menurun menjadi 980 kasus.
Tahun 2015 Kasus PTM tertinggi pada penyakit Hipertensi dan Diabetes Mellitus yaitu
Kasus Hipertensi sebanyak 29335 kasus dan Diabetes Mellitus sebanyak 1790 kasus.
Jumlah kasus Hipertensi Tahun 2015 mengalami penurunan dibandingkan tahun
2014 yaitu pada tahun 2014 jumlah kasus Hipertensi sebanyak 34956 kasus
sedangkan Tahun 2015 kasus Hipertensi sebanyak 29335 kasus. Kasus Diabetes
Mellitus Tahun 2015 mengalami peningkatan dibanding tahun 2014 yaitu pada
tahun 2014 jumlah kasus Diabetes Mellitus sebanyak 15464 kasus sedangkan Tahun
2015 kasus Diabetes Mellitus sebanyak 1790 kasus.
Tahun 2016 Kasus PTM tertinggi pada penyakit Hipertensi dan Diabetes Mellitus.
Kasus Hipertensi sebanyak 46.670 kasus dan Diabetes Mellitus sebanyak 15.250 kasus.
Tahun 2017 Kasus PTM tertinggi pada penyakit Diabetes mellitus yaitu sebanyak
17.037 kasus, dan terendah pada penyakit kanker hati (154 kasus). Pada tahun 2013
sampai tahun 2017 terjadi peningkatan kasus pada penyakit IMA (1971 kasus),
penyakit Kanker Mammae (1539 kasus) dan Psikosis (3214 kasus). Sedangkan
kasus yang mengalami penurunan dari tahun sebelumnya adalah penyakit Hipertensi
sebanyak 4583 kasus.
2.4 Masalah Yang Di Temui
A. Penyakit Tidak Menular
Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu atau masalah kesehatan dunia
dan Indonesia yang sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia kesehatan
karena merupakan salah satu penyebab dari kematian (Jansje & Samodra
2012).Penyakit tidak menular (PTM), juga dikenal sebagai penyakit kronis, tida
ditularkan dari orang ke orang, mereka memiliki durasi yang panjang dan pada
umumnya berkembang secara lambat (Riskesdas, 2013). Menurut Bustan (2007),
dalam Buku Epidemiologi Penyakit Tidak Menular mengatakan bahwa yang
tergolong ke dalam PTM antara lain adalah; Penyakit kardiovaskuler (jantung,
atherosklerosis, hipertensi, penyakit jantung koroner dan stroke), diabetes melitus
serta kanker.
B. Hipertensi
2.4.1 Definisi
Penyakit Tidak menular (PTM) menyumbang sekitar 33,4 juta kematian
diseluruh dunia pada tahun 2002, dan 72% terjadi di Negara berkembang
(Sania, 2005). Salah satu penyakit yang termasuk PTM adalah hipertensi.
Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala
yang akan berlanjut ke suatu organ target seperti stroke (untuk otak), penyakit
jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung), dan hipertrofi ventrikel
kanan (untuk otot jantung). Dengan target organ di otak yang berupa stroke,
hipertensi menjadi penyebab utama stroke yang membawa kematian yang
tinggi (M.N. Bustan, 2007).
2.4.2 Epidemologi Hipertensi
2.4.2.1 Faktor Resiko Hipertensi
Menurut Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular (2006) faktor
resiko hipertensi yang tidak ditangani dengan baik dibedakan menjadi
dua kelompok, yaitu faktor resiko yang tidak dapat diubah dan faktor
resiko yang dapat diubah.
1. Faktor Resiko yang Tidak Dapat di Rubah
a. Umur
Menurut M.N. Bustan (2007) Tekanan darah cenderung
meningkat seiring bertambahnya usia, semakin bertambah usia
kemungkinan seseorang menderita hipertensi semakin bertambah.
Usia lanjut, hipertensi terutama ditemukan hanya berupa kenaikan
tekanan darah sistolik. Sedangkan menurut WHO memakai
tekanan diastolik sebagai bagian tekanan yang lebih tepat dipakai
dalam menentukan ada tidaknya hipertensi. Tingginya hipertensi
sejalan dengan bertambahnya umur, disebabkan oleh perubahan
struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi
lebih sempit dan dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku,
sebagai akibat adalah meningkatnya tekanan darah sistolik
(Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2006).
b. Jenis Kelamin
Gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, di mana pria lebih
banyak yang menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita,
dengan rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan darah
sistolik (Sugiharto, 2007). Pria diduga memiliki gaya hidup yang
cenderung dapat meningkatkan tekanan darah dibandingkan
dengan wanita Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi
hipertensi pada wanita meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun,
terjadinya hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan
dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal. Penelitian di
Indonesia prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada wanita
(Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2006)
c. Keturunan atau Genetik
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor
keturunan) juga mempertinggi risiko terkena hipertensi, terutama
pada hipertensi primer. Faktor genetik juga berkaitan dengan
metabolisme pengaturan garam dan renin membran sel
(Kemenkes RI, 2009). Menurut Davidson bila kedua orang tuanya
menderita hipertensi maka sekitar 45% akan turun ke anak-
anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita
hipertensi maka sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya
(Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 2006).
2. Faktor Resiko yang Dapat di Rubah
a. Kegemukan
Obesitas didefinisikan sebagai peningkatan berat badan lebih dari
20% berat badan normal atau Indeks Masa Tubuh (IMT), yaitu
suatu angka yang didapat dari hasil berat badan dalam kilogram
dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat (Kemenkes RI,
2009).Obesitas didefinisikan sebagai peningkatan berat badan
lebih dari 20% berat badan normal atau Indeks Masa Tubuh
(IMT), yaitu suatu angka yang didapat dari hasil berat badan
dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat
(Kemenkes RI, 2009).
b. Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara
rokok dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak
dibuktikan. Selain dari lamanya, risiko merokok terbesar
tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseoramg
lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan
hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok (Triyanto
Endang, 2014). Kimia beracun seperti nikotin dan karbon
monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam
aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah
arteri,dan mengakibatkan proses artereosklerosis, dan tekanan
darah tinggi (Depkes RI, 2006).
c. Stres
Faktor lingkungan seperti stres berpengaruh terhadap timbulnya
hipertensi esensial. Hubungan antara stres dengan hipertensi,
diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf
yang bekerja pada saat kita beraktifitas, sarafparasimpatis adalah
saraf yang bekerja pada saat kita tidak beraktifitas (Sugiharto,
2007). Apabila stres berkepanjangan, dapat mengakibatkan
tekanan darah menetap tinggi. Peningkatan tekanan darah sering
intermiten pada awal perjalanan penyakit. Selama terjadi rasa
takut ataupun stres tekanan arteri sering kali meningkat sampai
setinggi dua kali normal dalam waktu beberapa detik (Triyanto
Endang, 2014)
d. Konsumsi Alkohol Berlebihan
Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah
telahdibuktikan. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat
alkohol masih belum jelas. Namun, diduga peningkatan kadar
kortisol, dan peningkatan volume sel darah merah serta
kekentalan darah berperan dalam menaikan tekanan darah
(Depkes RI, 2006).
2.4.2.2 Tanda dan Gejala Hipertensi
Gejala hipertensi tidak mempunyai spesifikasi tertentu, gejala seperti
sakit kepala, cemas, epistaksis, pusing dan migren dapat ditemukan pada
penderita hipertensi, kadang sama sekali tidak terjadi (Fatimah, 2009).
Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang
mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi
bertahun-tahun berupa:
1. Nyeri kepala
2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi
3. Ayunan langkah tindak mantap karena kerusakan susunan syaraf
C. Masalah Yang di Temukan Dalam Penyakit Hipertensi dalam Pelaksanaan
Surveilan
Untuk mengetahui keberhasilan maupun kendala dalam manajemen kegiatan
surveilans hipertensi sebaiknya selalu dilakukan monitoring terutama terhadap
proses dan keluaran (output) kegiatas surveilans secara keseluruhan. Monitoring
dilakukan untuk melihat proses pencatatan data kasus hipertensi di tempat pelayanan
kesehatan tingkat Kab/Kota. Sedangkan evaluasi diajukan untuk keberhasilan
program pengendalian penyakit (Amirudin, 2013). Dengan dilakukannya
monitoring, kelemahan akan segera diketahui dan dapat dilakukan perbaikan.
Melalui evaluasi dapat ditentukan strategi penyusunan perencanaan sistem surveilans
tahun berikutnya. Evaluasi terhadap pelaksanaan sistem surveilans perlu
dipersiapkan, apakah sistem surveilans tersebut bermanfaat atau sudah sesuai dengan
apa yang diharapkan (Ditjen P2PL Depkes RI, 2003)
Masalah yang ditemukan dalam pelaksanaan surveilan hipertensi di Kota
Semarang meliputi beberapa hal diantaranya adalah :
1. Dalam hal ini yang berperan adalah Posbindu dalam surveilan hipertensi adalah
setelah kader Posbindu dilatih kemudian langkah selanjutnya adalah pelaksanaan
surveilan. Surveilans dilakukan oleh kader Posbindu yang telah diberikan
pelatihan surveilans, dan data yang terkumpul diolah dan dianalisis bersama oleh
kader, tokoh masyarakat, dan tenaga kesehatan.
Namun dalam kenyataannya kader sudah dilatih namun tidak jarang kader tidak
maksimal dalam pelatihan sehingga masih bingung dalam melakukan surveilan
serta masalah selanjutnya adalah mengenai tokoh masyarakat yang tak jarang
ditemui tidak aktif dalam melakukan kegiatan dan tugas yang diberikan untuk
melakukan surveilan hipertensi di Kota Semarang serta penduduk yang terkena
penyakit hipertensi tidak secara rutin melakukan kontrol di pelayanan kesehatan
sehingga pengumpulan data selalu berubah – ubah saat dilakukan monitoring
dan evaluasi.
2. Masalah selanjutnya yang ditemukan adalah persentase hipertensi yang naik
turun dari tahun ketahun sehingga ini masih menjadi catatan bagi kita bersama
untuk terus meningkatan kualitas petugas kesehatan dan pertisipasi masyarakat
terus ditingkatkan serta sosialisasi juga harus terus ditingkatkan .
2.5 Penatalaksanaan
Salah satu upaya pengendalian penyakit hipertensi adalah dengan penguatan sistem
surveilans hipertensi.Surveilans hipertensi berperanuntuk membantu dalam perhitungan
prevalensi kejadian penyakit hipertensi, menghitung cakupan pasien yang terkontrol
tekanan darahnya, mengetahui Insidence Rate(IR) dan untuk menghitung Case Fatallity
Rate(CFR).Setelah mengetahui trendkejadian penyakit hipertensi sesuai data-data di
lapangan maka akan mempermudah dalam pengambilan kebijakan untuk menentukan
intervensi yang tepat terkait penyakit hipertensi di Kota Semarang. Butuh kerjasama
yang baik dengan beberapa pihak demi tercapainya tujuan tersebut.Tidak hanya dari
pihak petugas pelayanan kesehatannya saja, namun dari masyarakatnya sendiri juga
mempunyai peran penting dalam kegiatan surveilans. Manajemen program surveilans
hipertensimeliputi input, proses, dan output.Input meliputi 5M yaitu Man(sumber daya
manusia yang memadai), Methode(seperti pedoman penyelenggaraaan),
Material(hardware, software, alat tulis dan komputer, dll.), Money(dana program
surveilans), dan Market(sasaran penyebaran informasi). Proses dimulai dari
pengumpulan data, kompilasi data, analisis dan intepretasi data, pelaporan, dan
pengambilan tindakan.Sedangkan untukoutputnya berupa LKS, diseminasi informasi,
serta tersedianya dokumen laporan (Ditjen P2PL Depkes RI, 2003).
Daftar Pustaka

http://lib.unnes.ac.id/20395/1/6411410102-S.pdf

Anda mungkin juga menyukai