Disusun Oleh
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS STASE 6 PROGRAM POKOK PUSKESMAS
PERMASALAHAN TUBERKULOSIS PARU PADA PROGRAM P2M
DI PUSKESMAS 2 TAMBAK
Disusun Oleh
Sania Nadianisa Maruto
G4A014002
Shofa Shabrina H
G4A014004
Intan Puspita H
G4A014007
Agus Heryana
G1A212141
Pembimbing Lapangan
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan i
Daftar Isi.. ii
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.. 1
1. Gambaran Umum Puskesmas Kebasen. 4
2. Pencapaian Program Kesehatan... 6
3. Permasalahan Program Puskesmas.. 15
B. Tujuan Penulisan. 17
C. Manfaat Penulisan... 18
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh
Mycobacterium tuberculosis dimana sekitar 95% kasus TB dan 98% kematian
akibat TB di dunia terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga
kematian wanita akibat TB lebih banyak daripada kematian karena kehamilan,
persalinan dan nifas. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang
paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien
TB dewasa akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal
tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangga sekitar
20-30%. Jika ia meninggal akibat TB maka akan kehilangan pendapatannya
sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan
dampak buruk secara sosial-stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat
(Depkes RI, 2006).
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:
1. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara
negara yang sedang berkembang.
2. Kegagalan program TB selama ini. Hal ini diakibatkan oleh:
a. Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan
b. Tidak memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh
masyarakat, penemuan kasus /diagnosis yang tidak standar, obat tidak
terjamin penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan dan
pelaporan yang standar, dan sebagainya).
(high burden countries). Menyikapi hal tersebut pada tahun 1993, WHO
mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency).
adalah
Poliklinik
Desa
(Polindes),
Pusat
Kesehatan
program
Puskesmas
Tambak
II,
sehingga
perlu
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui masalah-masalah kesehatan yang terjadi di Puskesmas
Tambak II terkait pelaksanaan 6 Program Pokok Puskesmas.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian
b.
c.
C. MANFAAT
1.
a.
Manfaat Praktis
Memberikan informasi kepada pembaca tentang penyakit TB Paru
b.
c.
Paru.
Sebagai bahan wacana bagi Puskesmas untuk meningkatkan upaya
kinerja dalam peningkatan 6 program pokok Puskesmas Tambak II
d.
e.
10
2. Manfaat Teoritis
a. Menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya bagi pihak yang
membutuhkan
b. Sebagai bahan untuk pembelajaran dalam menganalisa suatu
permasalahan kesehatan dalam 6 program pokok Puskesmas.
c. Sebagai bahan untuk pembelajaran dalam menentukan pemecahan
permalahan kesehatan dalam 6 program pokok Puskesmas.
II.
11
Disebelah utara
Sebelah timur
: Kabupaten Kebumen
Sebelah Selatan
: Desa Gebangsari
Sebelah Barat
: Desa Watuagung
Keadaan Demografi
a. Pertumbuhan Penduduk
Jumlah penduduk dalam wilayah Puskesmas II Tambak tahun 2013
berdasarkan data yang dari BPS adalah 20.361jiwa. Terdiri dari
10.010 jiwa (49,16%) laki-laki dan 10.351 jiwa (50,83%)
perempuan.
Bila dibandingkan
12
Jenis Pendidikan
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1.
Tidak/belum
sekolah
2.907
2.
Tidak Tamat SD
2.006
3.
Tamat SD
5.318
4.
SLTP Sederajat
2.956
5.
SLTA Sederajat
2.452
6.
Diploma III
403
7.
D IV/S-1
190
Prosentase
13
B. INPUT
1. Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan merupakan tenaga kunci dalam mencapai
keberhasilan pembangunan bidang kesehatan.
Jumlah tenaga
Tenaga Medis
Tenaga Medis atau dokter yang ada di sarana kesehatan dalam
wilayah Puskesmas II Tambak ada 2 (dua) orang dokter umum,
yaitu dokter umum yang bekerja di Puskesmas II dengan rasio
10/100.000 jumlah penduduk. Menurut standar Indikator
14
Indonesia Sehat (IIS) tahun 2010 ratio tenaga medis per 100.000
penduduk adalah 40 tenaga medis, berarti tenaga medis masih
kurang.
b.
Dokter Spesialis
Dokter spesialis tidak ada.
penduduk.
c.
Dokter Gigi
Dokter gigi tidak ada. Standar IIS 2010, 11/100.000 penduduk
d.
Tenaga Farmasi
Tenaga farmasi tidak ada.
penduduk
e.
Tenaga Bidan
Tenaga D-III Kebidanan jumlahnya 7 orang. Berarti ratio tenaga
bidan adalah 34,38/100.000 penduduk. Standar IIS 2010, jumlah
tenaga bidan 100/100.000 atau 16 bidan.
Dengan demikian
Tenaga Perawat
Tenaga perawat kesehatan yang ada di Puskesmas II Tambak
lulusan SPK ada 2 orang dan D-III Keperawatan 3 orang, jumlah
seluruhnya ada 5 orang perawat (ratio 24,56/100.000 jumlah
penduduk).
Tenaga Gizi
Tenaga Gizi di Puskesmas II Tambak jumlahnya 1 orang,
lulusan D-III Gizi, ratio 4,91/100.000 penduduk. Standar IIS
2010, 22/100.000 penduduk (3,5 ahli gizi). Berarti kurang 3
orang ahli gizi.
h.
Tenaga Sanitasi
15
16
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Jenis Tenaga
Jumlah Tenaga
Kesehatan
Ratio /100.000
pddk
Target IIS /
100.000 pddk
Dokter Umum
Dokter Spesialis
Dokter Gigi
Farmasi
Bidan
Perawat
Ahli Gizi
Sanitasi
Kesh. Masy
2
0
0
0
7
5
1
1
2
10
0
0
0
34,38
24,56
4,91
6
24
40
6
11
10
100
117,5
22
40
40
Tabel 2.4. Nama dan Jumlah Tenaga Medis, Paramedis dan Non medis
Puskesmas Kebasen Tahun 2015
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
NAMA
dr.Agus Suyudi
NIP
19580822
016
Eko
19681203
Suyatini,Amd.Keb
009
Lilis
Lismawati, 19691103
Amd. Keb
003
Marino
19630903
009
Muji Rahadi
19621229
011
Eko Wardoyo, AMK 19700726
003
Sulistijo, AMK
19710820
004
dr. Indra Purwa
19790602
009
Maria
19650324
Purwantiningsih,
002
AMG
Pujiwanto
19590807
014
Sairun
19650816
018
Roisah
19650203
007
Zuhrotun Abadiyah, 19850117
SKM
009
Dwi Indriana M, 19850712
PANGKAT/GOL
JABATAN
198603 1 Pembina
Tk. Ka.
I/IVb
Puskesmas
198903 2 Penata Tk I/ III d Bidan
198903
2 Penata Tk I/ III d
Bidan
Sanitarian
Perawat
Perawat
Perawat
Dokter
Gizi
198703 1 Penata
I/IIIb
198903 1 Penata
I/IIIb
199103 2 Penata
I/IIIb
201101 2 Penata
I/IIIa
201101 2 Penata
Muda Tk Staf
Muda Tk Staf
Muda Tk Ka. Subag
Muda Tk Epidemiolog
Muda Tk Promkes
17
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
SKM
Sawinah
Nursasi Sri Harpeni,
AMK
Tusem, Amd.Keb
Sri
Wahyuni,
Amd.Keb
Arif
Hidayat,
AMKG
Rodiyah
004
19580415 198007
001
19790501 200903
002
19720724 200604
011
19770429 200801
008
19860721 201101
006
19650203 200701
008
11.4.048.4664
Uun
Kunaefi,
Amd.Keb
Tri
Mulyani, 11.4.3402742
Amd.Keb
Erliyas Wiwit W., 11.4.3300986
Amd. Keb
Khamiyati
Dian Isnaeni, AMK
Yekti Kusumawati
Ninuk Retno M.H,
AMK
Susi Reniati
Uswah Hikmawati,
AMK
Lidi Prihasto, AMK
Apriliana Dewi K.,
Amd.Keb
Siti Kamilatun, S.ST
2.
I/IIIa
2 Pengatur/IId
Staf
2 Pengatur/IId
Perawat
2 Pengatur/IIc
Bidan
2 Pengatur/IIc
Bidan
1 Pengatur/Iic
2 Pengatur
Tk I/Iib
PTT
Perawat
Gigi
Muda Staf
Bidan desa
PTT
Bidan desa
PTT
Bidan desa
Honorer
Honorer
Honorer
Honorer
Administrasi
loket
Perawat
Perawat
Perawat
Honorer
Honorer
Administrasi
Perawat
Honorer
Kontrak
Bidan
Kontrak
Akutansi
Sarana Kesehatan
a. Sarana Kesehatan Dengan Kemampuan Labkes
Puskesmas II Tambak satu satunya sarana Kesehatan yang
mempunyai kemampuan Labkes di wilayah Puskesmas II Tambak.
b. Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan 4 Pelayanan Dasar
Rumah Sakit Yang Menyelenggarakan 4 Pelayanan Dasar tidak
ada.
c. Pelayanan Gawat Darurat
18
Pembiayaan Kesehatan
Penyelenggaraan
pembiayaan
di
Puskesmas
terdiri
dari
Strength
Aspek kekuatan dari program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)
Tuberkulosis (TB) Paru terdapat pada aspek input dan aspek proses
(perencanaan).
Input
a.
Man
Sumber daya masyarakat di Puskesmas II Tambak dalam
menjalankan program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)
19
Money
Sumber dana dalam pelaksanaan program P2M TB Paru sudah
disiapkan dari pemerintah, yaitu sumber Dana Bantuan Operasional
Kesehatan. Dana ini dari Kementerian Kesehatan. Sumber dana ini
dapat digunakan untuk kegiatan promotif dan preventif seperti
penyuluhan, pelacakan kasus TB Paru, dan pemantauan kasus TB
Paru. Dapat juga digunakan untuk uang ganti transport setelah
melakukan kegiatan Pengawasan Minum Obat (PMO), kunjungan
kasus drop out, perbaikan gizi pasien TB berupa pemberian makanan
tambahan.
Terdapat juga sumber dana dari Belanda melalui suatu badan
bernama KNFC, yaitu dana untuk kunjungan rumah sebagai sarana
jemput bola bila ada kasus TB yang enggan berobat ke Puskesmas 2
Tambak. Dana dari KNFC tersebut juga berupa dana untuk
pengadaan obat TB Paru.
c.
Material
Logisitik seperti pengadaan obat TB Paru, reagen pemeriksaan
bakteriologis TB Paru, serta sarana seperti spuit maupun pelarut
obat, selalu ada dan selalu tersedia di Puskesmas Jatilawang. Hal ini
dikarenakan tersedianya sarana dan dana dari badan KNFC Belanda
tersebut.
d.
Methode
Metode kegiatan program P2M TB Paru di Puskesmas II
Tambak meliputi kegiatan yang dilakukan di dalam puskesmas
maupun di luar puskesmas. Kegiatan di dalam puskesmas seperti
pemeriksaan bakteriologis TB Paru melalui sputum dan konsultasi
20
Minute
Kegiatan program P2M TB Paru baik kegiatan di dalam
puskesmas maupun di luar puskesmas, sudah rutin dilakukan.
Kegiatan di dalam puskesmas rutin dilakukan setiap hari kerja
puskesmas.
f.
Market
Sasaran kegiatan program P2M TB paru meliputi seluruh desa
di wilayah kerja Puskesmas 2 Tambak.
Proses
Perencanaan: program P2M TB Paru sudah memiliki perencanaan yang
baik, yaitu agar tercapainya kesembuhan pasien TB Paru berdasarkan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang sudah ada di Puskesmas 2
Tambak, serta terputusnya rantai penularan TB Paru di masyarakat
Tambak.
2.
Weakness
Aspek kelemahan dari program Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)
Tuberkulosis
(TB)
(pengorganisasian,
Paru
terdapat
penggerakan
dan
pada
aspek
pelaksanaan
input,
program,
proses
serta
Pengorganisasian
21
c.
Paru dikarenakan:
Output
Berdasarkan profil kesehatan Puskesmas 2 Tambak 2014, hanya
terdapat 42,5% kasus TB Paru Positif yang terdeteksi. Hal ini masih jauh
di bawah Standar Pelayanan Medis (SPM) 2013 yaitu sebesar 80%. Ini
menunjukkan kelemahan program P2M TB Paru dari segi output,
dikarenakan kesadaran masyarakat Kecamatan Tambak yang masih
rendah baik untuk memeriksakan diri ke puskesmas, maupun untuk
berobat, sembuh, serta memutus penularan penyakit. Rendahnya
kesadaran masyarakat Kecamatan Tambak dikarenakan rendahnya
pengetahuan masyarakat mengenai penyakit TB Paru, baik mengenai
penyakitnya, tanda dan gejalanya, cara pengobatannya, efek yang terjadi
22
Opportunity
Kesempatan untuk mengatasi permasalahan program P2M TB Paru agar
lebih baik sudah ada berupa dana yang disiapkan dari pemerintah untuk
melakukan penyuluhan TB Paru, maupun untuk pelacakan dan
pemantauan kasus TB Paru di tiap desa.
Dana tersebut bahkan bisa digunakan untuk penyuluhan sesering
mungkin agar pengetahuan masyarakat mengenai TB Paru semakin
meningkat, serta bisa digunakan untuk pelacakan dan pemantauan kasus
TB Paru di desa terjauh sekalipun agar pasien TB Paru yang malas
berobat bisa teratasi..
Dukungan dari pemerintah untuk kasus-kasus MDR sendiri tergolong
baik karena bila ada kasus tersebut dapat mudah dirujuk ke RS.
Moewardi Solo dengan biaya yang ditanggung pemerintah dan
pengawasan oleh pusksesmas satelit di Kemranjen.
4.
Threat
Ancaman kasus TB Paru terjadi di Kecamatan Tambak masih tinggi.
Kesadaran untuk patuh obat yang rendah meningkatkan resiko terjadinya
MDR. Rendahnya nilai temuan kasus TB beresika seperti fenomena
gunung es karena, 1 tempat atau 1 desa terdapat 1 pasien TB,
kemungkinan ada 10 pasien TB lainnya yang belum terungkap, dan bila
1 pasien TB tersebut memiliki 10 teman, kemungkinan 100 orang
terancam terkena TB Paru.
Dalam hal pembiayaan terdapat kemungkinan hambatan karena isu dana
bantuan kesehatan yang bersifat biaya operasional perjalanan dinas akan
dihilangkan. Puskesmas Tambak 2 juga merupakan puskesmas dengan
kapitasi kecil sehingga dalam pengaturan anggaran berdasarkan dana
yang ada tergolong susah.
23
I.
Paru merupakan port d entree kasus infeksi, terutama TB. Ukuran bakteri
TB sangat kecil (droplet nuclei) sehingga bisa mencapai alveolus melalui
udara yang terhirup. Reaksi imunologi nonspesifik langsung terjadi ketika
bakteri TB mencapa alveolus. Makrofag langsung dapat menghancurkan
sebagian besar bakteri TB, namun sebagian kecil makrofag tidak dapat
menghancurkan bakteri TB dan bakteri tersebut justru hidup serta bereplikasi
dalam tubuh makrofag. Bakteri TB dalam tubuh makrofag tersebut akan terus
berkembang biak dan membentuk koloni, sehingga disebut fokus primer
GOHN (Price, 2006).
Melalui fokus primer, bakteri TB menyebar melalui pembuluh limfe
menuju kelenjar limfe regional. Terjadilah proses inflamasi di pembuluh limfe
(limfangitis) serta kelenjar limfe regional (limfadenitis) tersebut. Fokus primer
tersering adalah bagian apeks paru, dengan pembuluh limfe serta kelenjar
limfe terdekat di sekitar. Fokus primer dan pembuluh limfe yang meradang
(limfangitis) serta kelenjar limfe yang meradang (limfadenitis) akan
membentuk suatu kompleks primer (Price, 2006).
Waktu yang diperlukan bakteri TB sejak masuk hingga terbentuknya
kompleks primer disebut masa inkubasi TB. Masa ini berlangsung dalam
waktu 4-8 minggu. Bakteri TB dapat berkembang biak hingga mencapai
jumlah 103-104 sehingga cukup untuk merangsang respon imunitas seluler.
Ketika kompleks primer terbentuk, saat itulah imunitas seluler terbentuk dan
proliferasi bakteri TB terhenti (Price, 2006).
Fokus primer dalam jaringan paru, seperti pada apeks paru, biasanya akan
membentuk fibrosis atau kalsifikasi, yang kemudian akan nekrosis (perkijuan)
dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga mengalami fibrosis, namun
penyembuhannya tidak sesempurna fokus primer, sehingga bakteri TB masih
dapat hidup dan menetap dalam kelenjar ini. Nekrosis (perkijuan) yang berat
dapat mengalami pencairan di bagian tengah lesi sehingga akan keluar dari
paru dan meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Sementara kelenjar
limfe yang mengalami nekrosis dapat membesar akibat proses inflamasi
lanjutan, terjadi obstruksi, sehingga dapat membentuk fistula (Price, 2006).
25
26
27
D. Diagnosis
1. Anamnesis
Melalui anamnesis dapat ditemukan gejala klinik tuberkulosis (TB).
Gejala klinik TB dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala
sistemik. Dalam hal ini, gejala lokal TB paru berarti gejala respiratorik
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011).
a. Gejala respiratorik
Gejala respiratorik bervariasi bergantung pada luas lesi. Bila bronkus
belum terkena, maka mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk terjadi
dikarenakan iritasi bronkus dan keperluan untuk membuang dahak.
1) Batuk lebih dari 2 minggu
2) Batuk darah
3) Sesak napas
4) Nyeri dada
b. Gejala sistemik
1) Demam
2) Keringat malam
3) Malaise
4) Anoreksia
5) Penurunan berat badan
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011)
2. Pemeriksaan Fisik
Temuan kelainan pada pemeriksaan fisik bergantung dari organ yang
terlibat. Kelainan pada TB paru bergantung luas lesi pada struktur paru.
Awal perkembangan penyakit, jarang atau sulit ditemukan kelainan.
Kelainan umumnya pada daerah lobus paru superior, terutama apeks dan
segmen posterior (S1 dan S2), serta lobus paru inferior (S6). Kelainan
pemeriksaan fisik dapat ditemukan suara napas bronkial, amforik, suara
napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru serta diafragma
dan mediastinum (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah
28
Selain
itu
terdapat
peningkatan
leukosit
dan
limfosit
29
30
31
32
33
1. TB paru Kasus Baru / BTA positif lesi minimal / Foto toraks lesi luas
a. 2 RHZE / 4 RH : fase intensif RHZE (2 bulan), fase lanjutan RH (4
bulan)
b. 2 RHZE / 4 R3H3: fase intensif RHZE (2 bulan), fase lanjutan RH (4
bulan, 3 kali seminggu)
c. 2 RHZE / 6 RH : fase intensif RHZE (2 bulan), fase lanjutan RH (6
bulan)
2. TB paru Kasus Kambuh
2 RHZES / 1 RHZE / 5 R3H3E3 : fase intensif RHZES (2 bulan), fase
sisipan RHZE (1 bulan), fase lanjutan RHE (5 bulan, 3 kali seminggu)
3. TB paru Kasus Gagal
2 RHZES / 1 RHZE / 5 R3H3E3 : fase intensif RHZES (2 bulan), fase
sisipan RHZE (1 bulan), fase lanjutan RHE (5 bulan, 3 kali seminggu)
4. TB paru Kasus Drop Out
Sempat berobat < 4 bulan: BTA positif atau negatif, dengan klinis dan
radiologis positif pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
sama seperti kasus baru
Sempat berobat > 4 bulan: BTA positif pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat lebih kuat dan jangka waktu pengobatan lebih lama.
Bila yang dilakukan pengobatan kategori II, dimulai lagi dengan kategori
II.
5. TB paru Kasus Kronik
2 RHZES / 1 RHZE / 5 R3H3E3 : fase intensif RHZES (2 bulan), fase
sisipan RHZE (1 bulan), fase lanjutan RHE (5 bulan, 3 kali seminggu)
bila tidak ada resistensi.
Bila ada resistensi diberikan Isoniazid (INH/H) seumur hidup
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2011)
Efek samping OAT dapat terjadi, baik itu ringan maupun berat. Bila
efek samping terjadi dapat diatasi dengan:
1. Efek samping ringan seperti gangguan lambung, dapat diatasi secara
simptomatik
34
Kemungkinan
Penyebab
Rifampisin
Tatalaksana
(OAT diteruskan)
Obat diminum malam sebelum tidur
Pirazinamid
Isoniazid
Rifampisin
Beri penjelasan
Kemungkinan
Penyebab
Semua jenis OAT
Sebagian besar
OAT
Streptomisin
Streptomisin
Sebagian besar
OAT
Etambutol
Rifampisin
Tatalaksana
(OAT dihentikan)
Beri antihistamin, evaluasi ketat
Streptomisin STOP, ganti Etambutol
Streptomisin STOP, ganti Etambutol
Hentikan SEMUA OAT sampai ikterik
menghilang
Beri hepatoprotektor
Hentikan SEMUA OAT
Tes fungsi hepar (SGOT-SGPT)
STOP Etambutol
STOP Rifampisin
36
a. Petugas kesehatan
b. Orang lain (kader kesehatan, tokoh masyarakat)
c. Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah
2. Pasien dirawat
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah
petugas RS, selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya sesuai dengan
berobat jalan.
(Depkes, 2007)
Penyuluhan tentang TB merupakan hal yang sangat penting,
penyuluhan dapat dilakukan secara:
1. Perorangan/Individu
Penyuluhan terhadap perorangan (pasien maupun keluarga) dapat
dilakukan di unit rawat jalan ataupun di apotik saat mengambil obat
2. Kelompok
Penyuluhan kelompok dapat dilakukan terhadap kelompok pasien,
kelompok keluargapasien, masyarakat, pengunjung Rumah Sakit, dan di balai
desa.
(Depkes, 2007)
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara :
1. Terapi pencegahan
Kemoprofilaksis diberikan kepada pasien HIV/AIDS. Obat yang
digunakan pada kemoprofilaksis adalah Isoniazid (INH) dengan dosis 5
mg/ kgBB (tidak lebih dari 300 mg) sehari selama minimal 6 bulan.
2. Diagnosis dan pengobatan tepat pada pasien TB paru BTA positif untuk mencegah
penularan
(Depkes, 2007)
37
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta, 2007; 3-4.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Tuberkulosis. Dalam: Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta.
Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-ProsesPenyakit:
Tuberkulosis Paru. Jakarta: EGC. 2006;852-823.
Tuberculosis Coalition for Technical Assistance (TBCTA). 2009. International
Standard for Tuberculosis Care 2nd Edition
Werdhani, Retno Asti. 2002. Patofisiologi, Diagnosis, Dan Klafisikasi
Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi,
Dan Keluarga FKUI
World Health Organization. 2012. Programmes and Projects: Tuberculosis (TB).
Diakses dari: http://www.who.int/tb/en/ pada 12 November 2012.
Yulianah, Elin. Tuberkulosis. Dalam: Isofarmakoterapi. Jakarta: PT ISFI.
2009;918-929
Depertemen
Kesehatan
RI.
2006.
Pedoman
Nasional
Penanggulangan
38