Anda di halaman 1dari 11

PAPER

KEPERAWATAN HIV-AIDS
ANALISIS JURNAL BERKAITAN DENGAN FAMILY
CENTERED PADA PASIEN ODHA

Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Soeyono 108218006
2. Irfan Budiono 108218007
3. Hikmah Setiani 108218011

PRODI : S1 KEPERAWATAN NON REGULER

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


AL IRSYAD AL ISLAMIYYAH CILACAP
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
PERBEDAAN RESPON SOSIAL PENDERITA HIV-AIDS YANG MENDAPAT
DUKUNGAN KELUARGA DAN TIDAK MENDAPAT DUKUNGAN
KELUARGA DIBALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BKPM)
SEMARANG

1. Latar Belakang
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan
gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus
(HIV). Virus HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan
sperma, cairan vagina dan air susu ibu. Virus tersebut merusak kekebalan
tubuh manusia dan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh
sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi ( Nursalam, 2007).
Permasalahan yang biasa muncul pada pasien HIV/AIDS adalah selain
masalah fisik juga adanya stigma yaitu reaksi sosial terhadap pasien
HIV/AIDS yang jelek. Stigma ini muncul karena penyakit ini berkaitan
dengan perilaku homoseksual dan pemakai narkoba suntik sehingga pasien
HIV/AIDS dianggap tidak bermoral. Permasalahan yang begitu kompleks
pada pasien HIV/AIDS diiringi dengan kehilangan dukungan sosial seperti
kurangnya perhatian keluarga dan masyarakat. Reaksi tersebut menjadi
pengalaman buruk bagi pasien HIV/AIDS dimana disaat dia membutuhkan
dukungan tidak ada yang membantunya sehingga banyaknya muncul depresi
pada pasien HIV/AIDS (Carson, 2000).
Wolcott, (2005) dalam Pequegnat & Bell, (2011) mengemukakan bahwa
respon negatif pada penderita HIV-AIDS menghadapi situasi hidup dimana
mereka sering menghadapi sendiri kondisinya tanpa dukungan dari teman dan
keluarga yang memberi dampak kecemasan, depresi, rasa bersalah dan
pemikiran atau perilaku bunuh diri. Kurangnya dukungan keluarga
berdampak pada respon sosial pasien tersebut. Respon sosial yang positif
dapat mendukung proses pengobatan sehingga progresivitas penyakit
setidaknya dapat dihambat dan umur harapan hidup pasien HIV-AIDS lebih
panjang. Namun pengaruh dukungan keluarga terhadap respon sosial pada
pasien HIV dan AIDS masih belum jelas.
Mencermati adanya keterkaitan antara kondisi penderita HIV-AIDS
dengan progresivitas penyakit maka perlunya menciptakan lingkungan yang

1
kondusif dengan cara meningkatkan dukungan sosial pada penderita HIV-
AIDS. Dampak sosial tersebut dapat sangat membantu setelah mengalami
dampak dari kondisinya dan penting untuk mengurangi gangguan psikologik
yang berkaitan dengan HIVAIDS. Tersedianya dukungan sosial itu sangat
diperlukan sehubungan dengan rasa keputusasaan yang dihadapi penderita
dan diharapkan dengan adanya dukungan dari keluarga dampak yang dialami
penderita berkurang dan respon sosial (emosional) pasien akan lebih baik,
dimana respon emosi, kecemasan, dan interaksi sosialnya menjadi lebih
positif.
Melihat semakin banyaknya kasus HIV- AIDS dan permasalahan ODHA
yang banyak, penting baginya seorang ODHA untuk mendapatkan dukungan
keluarga guna meningkatkan respon sosial yang berguna untuk meningkatkan
kualitas hidup ODHA. Setelah dilakukan Pilot Study terhadap 8 pasien
ODHA yang melakukan pemeriksaan HIV yang dilakukan setiap tanggal 14,
di dapatkan 5 diantaranya tidak mendapatkan dukungan keluarga pengaruh
terhadap respon sosialnya negative dan mengarah ke maladaptife sedangkan
3 diantaranya mendapatkan dukungan keluarga pengaruh respon sosialnya
positif dan mengarah ke adaptif. Adapun tujuan penelitian untuk Mengetahui
perbedaan respon sosial penderita HIV-AIDS yang mendapat dukungan
keluarga dan tidak mendapat dukungan keluarga.
2. Sampel
Sampel pada penelitian ini sebanyak 39 responden.
3. Metode penelitian
Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah observasi
analitik dengan pendekatan cross sectional (Sastroasmoro, 2008), dengan
tujuan prospektif, dengan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi
yang ada yaitu 39 orang yang dikelola oleh manajer kasus HIV dan AIDS di
Balai Kesehatan Paru Masyarakat Semarang. Penelitian ini menggunakan
teknik sampel jenuh atau sampel total (Hidayat, 2007). penelitian ini
dilakukan di BKPM Semarang, dan mengunakan alat pengumpul data berupa
kuesioner, proses penelitian ini berlangsung pada tanggal 14 Juli 2012. Data
dianalisis secara univariat, bivariat (perbedaan, kolmogorov smirnov, mann
whitney).
4. Kesimpulan

2
Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar respon sosial ODHA di
BKPM Semarang dikategorikan menjadi mal adaptif sebesar 56,4% atau 22
orang dan respon adaptif sebesar 43,6% atau 17 orang dan sebagian besar
dukungan keluarga HIV-AIDS di BKPM Semarang di kategorikan
mendukung adalah sebesar 59,0% atau sebanyak 22 orang, sedangkan sisanya
sebesar 41,0% atau sebanyak 17 orang tidak mendapat dukungan keluarga
secara baik. Tidak terdapat perbedaan antara respon sosial ODHA HIV-AIDS
dengan dukungan keluarga ODHA HIV-AIDS dengan ( pvalue =0,267 (p
value > 0,05) yang berarti tidak ada perbedaan respon sosial penderita HIV-
AIDS yang mendapat dukungan dan tidak mendapat dukungan keluarga. Di
karenakan adanya stigma terhadap ODHA dimasyarakat. Mengingat hasil
penelitian ini sangat penting diharapkan memberikan tambahan informasi dan
mendukung penelitian dan teori yang sudah ada antara respon sosial dan
dukungan keluarga. Hasil ini sama sesuai dengan peran perawat sebagai
seorang pemberi pelayanan, motivator dan edukator. Bila dikaitkan dengan
pelayanan keperawatan, maka diharapkan perawat jiawa dan komunitas dapat
memberikan dukungan yang positif, penanaman sikap yang baik untuk
memberikan terhadap dukungan motivasi respon yang positif dilingkungan
keluarga atau pun lingkungan sosial, serta penyimpangan sosial yang
dilakukan masyarakat.

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA BAGI KUALITAS HIDUP ORANG


DENGAN HIV/AIDS (ODHA) DI KLINIK VCT RSU BETHESDA GMIM
TOMOHON

3
1. Latar Belakang
Arus globalisasi telah memasuki semua sendi kehidupan di Indonesia.
Perubahan gaya hidup telah membentuk tipe manusia dengan gaya hidup
konsumtif yang membawa dampak pada kehidupan sosial masyarakat sampai
di pedesaan. Pergeseran nilai dari yang bersifat tradisional ke arah moderen
seperti, gaya hidup hedonis, hurahura, lokalisasi, peredaran narkoba, perilaku
sex bebas, yang berakhir pada terjadinya penularan virus Acquired Immuno
Deficiensi Syndrome ( HIV/AIDS) (KPAN 2008). Epidemi HIV/AIDS saat
ini telah melanda seluruh dunia.
Berdasarkan laporan World Health Organisation/United Nations Joint
Program for HIV/AIDS (WHO/UNAIDS (2009), dalam dasawarsa terakhir
telah terjadi penyebaran secara endemik dan peningkatan jumlah pasien
HIV/AIDS secara tajam. Data tersebut menggambarkan 33,4 juta orang
dengan estimasi 31,1 - 35,8 juta orang mengidap HIV/AIDS, munculnya
infeksi baru 2,7 juta orang dengan estimasi 2,4-3,0 juta orang, dan kejadian
kematian berjumlah 2 juta orang dengan estimasi 1,7-2,4 juta orang.
Penyebaran kejadian 97% berada di wilayah Asia, dan daerah Amerika Latin,
sedangkan sisanya tidak disebutkan (Depkes RI, 2006). Sulawesi Utara
merupakan provinsi yang menduduki peringkat 15 dengan jumlah kasus
1.535 sampai bulan Mei tahun 2014. Kota Tomohon merupakan kota kecil di
Provinsi Sulawesi Utara hasil pemekaran dari Kabupaten Minahasa berjarak
23 km dari kota Manado dengan jumlah penduduk sampai pertengahan tahun
2013 berjumlah 95.157 jiwa dan telah ditemukan 96 kasus HIV/AIDS sampai
bulan Oktober 2014 (Klinik VCT RS Bethesda Tomohon /KPA Kota
Tomohon).
Dari hasil wawancara dan konseling yang dilakukan selama merawat
pasien ODHA di Rumah Sakit Bethesda dan klinik VCT diketahui bahwa
sebagian besar dari mereka sejak di tetapkan menderita HIV seringkali
merasakan ketakutan terhadap penyakit, pesimis terhadap masa depan,
merasa tak berdaya dan hidup tak berarti atau merasa sia-sia. Selain itu
beberapa pasien mengungkapkan, bahwa setelah mereka diketahui terinfeksi
HIV, keluarga justru menunjukkan sikap penolakan dan tidak peduli dengan

4
kondisi mereka. Ini menunjukkan sikap keluarga yang tidak memberikan
dukungan suportif pada pasien, akibatnya pasien akan semakin menilai
dirinya negatif dan tidak optimal dalam penanganan penyakit dan akan
memperburuk derajat kesehatannya.
World Health Organization (WHO) telah mendefinisikan kondisi sehat
bukan hanya berarti bebas dari penyakit dan kelainan fisik namun lebih pada
pencapaian keadaan sejahtera (wellbeing) dengan hidup yang berkualitas.
Pada pasien HIV/AIDS sangat penting untuk memperhatikan aspek kualitas
hidup karena penyakit infeksi ini bersifat kronis dan progresif, sehingga
berdampak luas pada segala aspek kehidupan baik fisik, psikologis, sosial
maupun spiritual. Selain itu dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi khususnya dalam hal treatment medis berupa Antiretroviral ARV
yang harus diminum seumur hidup.
2. Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 67 orang.
3. Metode penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan rancangan
Cross Sectional
4. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Klinik VCT RSU Bethesda
GMIM Tomohon pada tanggal 23 Desember 2014 sampai dengan tanggal 12
Januari 2015, maka dapat disimpulkan, bahwa :
a. Terdapat responden yang mengungkapkan mendapatkan dukungan dari
keluarga lebih tinggi dari pada responden yang mengungkapkan tidak
mendapatkan dukungan dari keluarga.
b. Terdapat responden yang memiliki kualitas hidup baik lebih tinggi,
karena mendapatkan dukungan dari keluarga dari pada yang memiliki
kualitas hidup kurang baik.
c. Dari hasil uji statistik menunjukkan adanya hubungan yang signifikan
antara dukungan keluarga bagi kualitas hidup ODHA dengan hasil uji
Chi-Square. Hal ini berarti nilai p < α 0,05 dan QR adalah 61,1.

PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP KEBERFUNGSIAN


SOSIAL ORANG DENGAN HIV/AIDS (ODHA) DI RUMAH SINGGAH
CARITAS PSE MEDAN

5
1. Latar belakang
Sangat memprihatinkan bertepatan dengan Hari AIDS sedunia pada
tanggal 1 Desember, ternyata diskriminasi terhadap orang dengan HIV dan
AIDS masih banyak terjadi. Diskriminasi dilakukan oleh keluarga,
masyarakat, pers, perusahaan, dan rumah sakit. Bentuk diskriminasi dalam
keluarga misalnya dikucilkan, ditempatkan dalam ruang atau rumah khusus,
diberi makan secara terpisah, bahkan ada yang diborgol dan dijaga satpam.
Pengucilan juga terjadi di masyarakat. Sementara pers memuat foto, nama,
dan alamat tanpa ijin.
Diskriminasi yang dilakukan perusahaan misalnya pemutusan hubungan
kerja, mutasi, atau pelanggara kerja ke luar negeri. Bentuk deskriminasi
rumah sakit dan tenaga medis berupa penolakkan untuk merawat,
mengoperasi, atau menolong persalinan, diskriminasi dalam pemberian
perawatan serta penolakkan untuk memandikan jenazah. Permasalahan
HIV/AIDS tidak cukup lagi hanya dilihat melalui fakta medis semata namun
harus dipandang melalui analisis sosial kemasyarakatan yang komperehensif
terkait struktur sosial dan budaya.
Permasalahan penanganan HIV/AIDS adalah, masih lemahnya koordinasi
atas implementasi program di masing-masing sektor. Belum terbangunnya
sebuah persepsi yang sama, tentang permasalahan mendasar seputar
HIV/AIDS, dan isu HAM terkait HIV/AIDS belum terintegrasi secara
proporsional.2 Dapat dikatakan bahwa Odha mengalami kondisi yang tidak
menyenangkan baik secara fisik maupun psikis. Menurut Schultz (1991)
apabila kondisi tersebut berlangsung dalam jangka waktu lama, maka dapat
menimbulkan depresi yang mengarah pada kehampaan hidup serta
mengembangkan hidup tidak bermakna.
Menurut Joerban, hampir 99% penderita HIV/AIDS mengalami stres
berat, Djoerban juga menemukan sejumlah pasien HIV/AIDS yang
mengalami depresi berat, dimana pada saat mengetahui dirinya mengidap
penyakit AIDS, banyak Odha yang tidak bisa menerima kenyataan bahwa
dirinya tertular HIV/AIDS, sehingga menimbulkan depresi dan
kecenderungan bunuh diri pada diri Odha itu sendiri.

6
Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa sejak pertama kali kasus HIV
ditemukan yaitu pada tahun 1987 sampai dengan Juni 2012, terdapat 32.103
kasus AIDS, 86.762 kasus HIV dan 5.681 kasus kematian akibat HIV &
AIDS di 33 provinsi di Indonesia. Provinsi dengan jumlah kasus HIV
tertinggi adalah DKI Jakarta sebanyak 20.775 kasus. Persentase kumulatif
AIDS tertinggi pada kelompok umur 20-29 tahun (41,5%,). Rasio kasus
AIDS antara laki-laki dengan perempuan adalah 2:1 (laki-laki: 70% dan
perempuan 29%). Selama periode pelaporan bulan Januari hingga Juni 2012,
persentase kasus AIDS menurut faktor risiko tertinggi adalah hubungan seks
tidak aman pada heteroseksual (82,6%), penggunaan jarum suntik steril pada
pengguna napza suntik/penasun (6,6%), dari ibu (positif HIV) ke anak (4,2%)
dan LSL (Lelaki Seks Lelaki) (3,6%). Jumlah kasus HIV pada usia di bawah
4 tahun tercatat total 1.217 kasus, sedangkan usia 5 – 14 tahun total berjumlah
749 kasus pada rentang waktu antara tahun 2010 hingga Juni 2012.
Tahun 1990 jumlah kumulatif secara nasional kasus AIDS terjadi 17
kasus, dan meningkat sampai dengan bulan Juni 2011 secara kumulatif terjadi
26.483 kasus. Proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi berada pada kelompok
umur 20-29 (46,3%) diikuti dengan kelompok umur 30-39 tahun (31,4%) dan
kelompok umur 40-49 tahun (9,7%), (laporan dari 300 kabupaten/kota dan 32
provinsi).5 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mencatat kasus
HIV/AIDS di Sumatera Utara masih tinggi, sebab sepanjang tahun 2012
terjadi sebanyak 6.430 kasus HIV/AIDS dengan rincian kasus HIV sebanyak
2.189 kasus dan AIDS sebanyak 4.2412 kasus. Jadi, total keselurahan kasus
HIV/AIDS yang terjadi di Sumut sebanyak 6.430 kasus, dengan 751
penderitanya meninggal dunia.
Dari laporan klinik VCT dan rumah sakit sejak 2006 sampai Desember
2012, sebanyak 3410 kasus HIV/AIDS di Kota Medan. Dari jumlah itu, 2379
HIV dan 1031 AIDS dan tidak ada kasus yang dilaporkan dari luar kota.
Berdasarkan jenis kelamin untuk laki-laki lebih tinggi kasusnya yaitu 2573
dan perempuan 837 kasus, menurut Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Medan
dr .Mardohar Tambunan.
Sedangkan jumlah yang meninggal, sebanyak 747 orang dari 3410 kasus.
Dari jumlah tersebut, yang dilaporkan meninggal laki-laki sebanyak 610

7
orang dan perempuan 747 orang. Dari jumlah itu, 66 anak-anak di Medan
terjangkit HIV/AIDS. Ancaman kasus HIV/AIDS di Kota Medan memang
sangat tinggi dikarenakan Kota Medan di kelilingi negara efidemi, mobilitas
tinggi, faktor risiko dan industri seks, penggunaan kondom yang sangat
rendah. Ini merupakan penyebab utama angka kasus HIV/AIDS masih tinggi
di Medan, dipengaruhi karena meningkatnya angka penularan HIV/AIDS
secara seksual terutama melalui hubungan seks, telah menggantikan posisi
penularan lewat jarum suntik di kalangan pengguna napza suntik, sebagai
jalur utama penularan HIV di Kota Medan.
Meningkatnya angka penularan melalui kelompok heteroseksual
menyebabkan semakin rentannya penularan kepada kelompok resiko rendah
seperti ibu rumah tangga dan bayi. Bastaman (2007) mengungkapkan bahwa
meskipun penghayatan hidup tanpa makna bukan merupakan suatu penyakit
tetapi dalam keadaan intensif dan berlarut-larut tidak dapat diatasi.
Berdasarkan pendapat Bastaman maka apabila Odha memiliki penghayatan
hidup tanpa makna maka Odha akan acuh tak acuh yang memungkinkan juga
acuh tak acuh terhadap kesehatannya sehingga akan membuat penyakitnya
semakin parah. Sebaliknya, orang yang mempunyai keberfungsian hidup akan
mempunyai tujuan hidup yang jelas.
Menurut Smet (1994) optimisme dapat mempengaruhi kesehatan.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa Odha yang memiliki
penghayatan hidup yang berfungsi akan memiliki optimisme dan memiliki
coping yang efektif dalam menghadapi tekanan-tekanan sehingga kondisi ini
akan dapat membantu Odha untuk tetap menjaga kesehatannya. Setelah
dikaji dari permasalahan diatas ternyata keluarga memiliki peran penting
dalam pendekatan masalah HIV/AIDS, arah dan strategi nasional
penanggulangan HIV/AIDS (Keppres 36/94) pada hakekatnya ditujukan
untuk meningkatkan ketahanan keluarga sejalan dengan UU pokok no 10
tahun 1992 tentang kependudukan dan keluarga sejahtera.
Misalnya untuk perawatan penderita, peranan keluarga, baik keluarga
batih maupun keluarga jaringan (nuclear and extended family) akan semakin
dibutuhkan. Infeksi HIV dan AIDS masih menimbulkan stigma dan
diskriminasi. Jadi adalah penting bagi keluarga untuk menjaga kerahasiaan

8
Odha. Keluarga tidak berhak memberi tahu orang lain, termasuk petugas
perawatan kesehatan, tentang status HIV si Odha, kecuali dia memberi
persetujuan yang jelas. Keluarga harus sangat berhati-hati dengan pengunjung
agar mereka tidak dapat mengetahui secara tidak sengaja, misalnya dengan
melihat buku mengenai AIDS atau obat khusus untuk infeksi Keluarga akan
menjadi tempat untuk bernaung, untuk mendapatkan perawatan, untuk
mendapat kasih sayang bagi penderita dan anak-anak yang ditinggalkan oleh
kedua orang tuanya yang direnggut oleh keganasan AIDS. Dukungan
keluarga terutama perawatan Odha dirumah biasanya akan menghabiskan
biaya lebih murah, lebih menyenangkan, lebih akrab, dan membuat Odha
sendiri bisa lebih mengatur hidupnya. Sebenarnya penyakit yang
berhubungan dengan Odha biasanya akan cepat membaik, dengan
kenyamanan di rumah, dengan dukungan dari teman terutama keluarga. Tak
dapat dipungkiri bagaimana besar dan kecilnya dukungan keluarga itu bisa
menjadi patokan bagi keberfungsian sosial atau keberdayaan dari Odha
tersebut. Seperti yang telah diterangkan sebelumnya jika Lembaga dan
Oganisasi Masyarakat (LSM) merupakan salah bagian yang mempunyai
peran aktif dalam melaksanakan kebijakan rencana strategis pemerintah
dalam rangka penanggulangan HIV/AIDS. Rumah Singgah Caritas PSE
merupakan LSM yang bergerak di isu penanggulangan HIV/AIDS,
didalamnya terdapat pekerja-pekerja sosial yang mendampingi Odha untuk
bisa berdaya dan berfungsi. Apalagi jumlah dampingan dari pekerja sosial
Rumah Singgah Caritas PSE lumayan banyak dan sudah ada yang menjadi
pendidik sebaya.
2. Sampel
Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 50 responden.
3. Metode penelitian
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan menggunakan
studi kepustakaan dan dari penelitian lapangan yang diperoleh berdasarkan
observasi, wawancara, dan pembagian kuesioner. Teknik analisis data yang
digunakan dengan pendekatan kualitatif, yaitu dengan menjabarkan hasil
penelitian sebagaimana adanya dengan tahapan editing, koding, membuat
kategori klasifikasi data dan menghitung besar frekuensi data pada masing-
masing kategori dan menggunakan korelasi rank spearman.

9
4. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data, dapat disimpulkan hasil penelitian dalam
bentuk kesimpulan sebagai berikut:
a. Berdasarkan hasil analisis data yang dihitung secara kuantitatif, ternyata
nilai koefisien korelasi r`= 0,67, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh
dukungan keluarga memiliki hubungan positif yang mantap terhadap
keberfungsian sosial orang dengan HIV/AIDS (Odha).
b. Dukungan keluarga merupakan bagian yang sangat penting yang
dibutuhkan Orang dengan HIV/AIDS dalam proses pemulihannya. Besar
atau kecilnya dukungan tersebut bisa membangkitkan semangat Orang
dengan HIV/AIDS untuk sehat bahkan untuk hidup.
c. Pengobatan Orang dengan HIV/AIDS bukan hanya pengobatan secara
medis saja melainkan pengobatan psikis harus juga dilakukan sehingga
pengobatan medis dan penguatan psikis harus berjalan seimbang.
d. Masih banyaknya Odha yang bekerja serabutan atau belum memiliki
pekerjaan yang tetap sehingga mereka hanya bisa menggantungkan
hidupnya pada orang lain atau keluarga.

10

Anda mungkin juga menyukai