Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN INFEKSI MATERNAL

HIV/AIDS DAN INFEKSI PASCA PARTUM

Dosen Pembimbing :
Erika,S.Kp., M.Kep., Sp.Mat., PhD.

Disusun Oleh :
Kelompok 3

2011166006 Anita Astuti 2011166601 Rahmat Hidayat


2011166204 Dien Fadillah 2011166603 Ratih Oktaviani
2011166201 Fenni Indrayati 2011166014 Sandra Moreyna
2011166001 Fenny Arzimustika 2011166737 Sonia Putri Sihaloho
2011166010 Nora Situmeang 20111665996 Winda Gaolis Manurung

ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS RIAU

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
“Asuhan Keperawatan Maternitas Pada Klien Dengan Kelainan Maternal : HIV/AIDS
Dan Infeksi Pasca Partum” untuk dapat memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan
Maternitas.

Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan pembaca mengenai konsep Asuhan Keperawatan
Maternitas Pada Klien Dengan Kelainan Maternal : HIV/AIDS Dan Infeksi Pasca
Partum. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah ini dapat berguna untuk penulis sendiri maupun
orang yang membaca.

Penulis mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata ataupun ada kata-kata
yang kurang berkenan. penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah
ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap
adanya kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini di masa yang
akan datang.

Pekanbaru, 17 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................... 2

1.4 Manfaat Penulisan .................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN TEORITIS ................................................................................ 4

2.1 Definisi HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum .......................................... 4

2.2 Etiologi HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum .......................................... 5

2.3 Patofisiologi HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum ................................... 9

2.4 Pathway HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum ....................................... 11

2.5 Manifestasi Klinis HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum ........................ 13

2.6 Komplikasi HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum................................... 13

2.7 Pemeriksaan Diagnostik HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum ............... 15

2.8 Penatalaksanaan HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum ........................... 16

2.9 Konsep Asuhan Keperawatan ................................................................. 20

BAB III PENUTUP ................................................................................................ 33

3.1 Kesimpulan ............................................................................................ 33

3.2 Saran...................................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired
Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan salah satu penyakit
mematikan di dunia yang menjadi wabah internasional sejak pertama
kehadirannya (Arriza, Dewi, Dkk, 2011). Penyakit ini merupakan penyakit
menular yang disebabkan oleh infeksi virus Human Immunodeficiency Virus
(HIV) yang menyerang sistem kekebalan tubuh (Kemenkes, 2015). Penyakit
HIV dan AIDS menyebabkan penderita mengalami penurunan ketahanan tubuh
sehingga sangat mudah untuk terinfeksi berbagai macam penyakit lain
(Kemenkes, 2015). Meskipun telah ada kemajuan dalam pengobatannya, namun
infeksi HIV dan AIDS masih merupan masalah kesehatan yang penting di dunia
ini (Smeltzer dan Bare,2015).

Laporan perkembangan HIV AIDS dari Direktorat Jendral Pencegahan dan


Pengendalian Penyakit atau Ditjen P2P Kementrian Kesehatan RI pada tanggal
18 Mei 2016 menyebutkan bahwa di Indonesia dari bulan Januari sampai
dengan Maret 2016 jumlah HIV yang dilaporkan sebanyak 7.146 orang dan
AIDS sebanyak 305 orang. Rasio perbandingan antara laki-laki dan perempuan
yaitu 2:1 (Ditjen P2P Kementrian Kesehatan RI, 2016).

Infeksi HIV menular melalui cairan genitalia (sperma dan cairan vagina)
penderita dan masuk ke orang lain melalui jaringan epitel sekitar uretra, vagina
dan anus akibat hubungan seks bebas tanpa kondom, heteroseksual atau
homoseksual. Ibu yang menderita HIV/AIDS sangat beresiko menularkan HIV
ke bayi yang dikandung jika tidak ditangani dengan kompeten (Nursalam.2011).
Menurut laporan Direktur Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit atau
Ditjen P2P Kementrian Kesehatan RI tahun 2016 presentase faktor resiko HIV
tertinggi adalah hubungan seks beresiko pada heteroseksual (47%), Lelaki
SeksLelaki atau LSL (25%) dan penggunaan jarum suntik tidak steril pada
penasun (3%). Sedangkan untuk presentase faktor resiko AIDS tertinggi adalah
hubungan seks beresiko pada heteroseksual (73,8%), Lelaki Suka Lelaki atau
LSL (10%), penggunaan jarum suntik tidak steril pada penasun (5,2%), dan
perinatal (2,6%)

1
Post partum merupakan masa sesudah melahirkan atau persalinan. Masa
beberapa jam sesudah lahirnya plasenta atau tali pusat sampai minggu ke enam
setelah melahirkan, setelah kelahiran yang meliputi minggu-minggu berikutnya
pada waktu saluran reproduksi kembali keadaan yang normal pada saat sebelum
hamil (Marmi, 2012). Perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu post partum
ibu mengalami perubahan sistem reproduksi dimana ibu mengalami proses
pengerutan pada uterus setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos
uterus. Perubahan adaptasi psikologis adanya rasa ketakutan dan kekhawatiran
pada ibu yang baru melahirkan. Hal ini akan berdampak kepada ibu yang berada
dalam masa nifas menjadi sensitif (Kirana, 2015). Menurut World Health
Organitation (WHO) tahun 2015, menyatakan setiap menit seorang ibu
melahirkan meninggal karena beberapa komplikasi saat melahirkan. 1.400
perempuan yang meninggal lebih dari satu tahun karena kehamilan berkisar
50.000 perempuan yang meninggal pada saat persalinan dan nifas. Asuhan
keperawatan pasca persalinan diperlukan untuk meningkatkan status kesehatan
ibu dan anak. Berakhirnya proses persalinan bukan berarti ibu terbebas dari
bahaya atau komplikasi. Berbagai komplikasi dapat dialami ibu pada masa nifas
dan bila tidak tertangani dengan baik akan memberi kontribusi yang cukup
besar terhadap tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud dengan HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum?
b. Apa saja etiologi dari HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum?
c. Bagaimana patofisiologi/patway HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum?
d. Apa saja manifestasi klinik dari HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum?
e. Apa saja komplikasi dari HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum?
f. Apa saja pemeriksaan penunjang dari HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum?
g. Bagaimana penatalaksanaan HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum?
h. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Apa yang dimaksud dengan HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum?
b. Apa saja etiologi dari HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum?
c. Bagaimana patofisiologi/patway HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum?
d. Apa saja manifestasi klinik dari HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum?
e. Apa saja komplikasi dari HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum?\

2
f. Apa saja pemeriksaan penunjang dari HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum?
g. Bagaimana penatalaksanaan HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum?
h. Bagaimana Asuhan Keperawatan dari HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum?

1.4 Manfaat Penelitian

a. Bagi Mahasiswa/i
Mahasiswa/i dapat menjadikan makalah ini sebagai bahan bacaan dan
pembelajaran tentang Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Infeksi
Maternal.
b. Bagi Institusi
Sebagai sarana pengembangan dan pemahaman ilmu pengetahuan untuk
menunjang proses pembelajaran.

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum


2.1.1 Definisi HIV/AIDS
HIV ( Human Immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang
menyerang sistem kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang
relatif lama dapat menyebabkan AIDS. Human Immunodeficiency Virus (HIV)
adalah jenis virus yang tergolong familia retrovirus, sel sel darah putih yang
diserang oleh HIV pada penderita yang terinfeksi adalah sel-sel limfosit T (CD4)
yang berfungsi dalam sistem imun (kekebalan) tubuh. HIV memperbanyak diri
dalam sel limfosit yang diinfeksinya dan merusak sel-sel tersebut, sehingga
mengakibatkan sistem imun terganggu dan daya tahan tubuh berangsur-angsur
menurun ( Daili, F.S. , 2009)

Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala


penyakit karena menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh
infeksi HIV. Centers for Disease Control (CDC) merekomendasikan bahwa
diagnosa AIDS ditujukan pada orang yang mengalami infeksi opportunistik,
dimana orang tersebut mengalami penurunan sistem imun yang mendasar (sel T
berjumlah 200 atau kurang) dan memiliki antibodi positif terhadap HIV. Kondisi
lain yang sering digambarkan meliputi kondisi demensia progresif, “wasting
syndrome”, atau sarkoma kaposi (pada pasien berusia lebih dari 60 tahun),
kanker-kanker khusus lainnya yaitu kanker serviks invasif atau diseminasi dari
penyakit yang umumnya mengalami lokalisasi misalnya, TB (Tubercolosis).
(Doenges, 2000).

Acquired Immune Deficiency syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala


penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus
HIV ditemukan dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan sperma, cairan
vagina dan air susu ibu. Virus tersebut merusak kekebalan tubuh manusia dan
mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah
terjangkit penyakit infeksi. (Nursalam, 2007).

4
2.1.2 Definisi Infeksi Pasca Partum
Infeksi adalah berhubungan dengan berkembang-biaknya mikroorganisme
dalam tubuh manusia yang disertai dengan reaksi tubuh terhadapnya (Zulkarnain
Iskandar, 1998 ).

Infeksi pasca partum (sepsis puerperal atau demam setelah melahirkan) ialah
infeksi klinis pada saluran genital yang terjadi dalam 28 hari setelah abortus atau
persalinan (Bobak, 2004). Infeksi postpartum adalah semua peradangan yang
disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke dalam alat-alat genetalia pada waktu
persalinan dan nifas (Sarwono Prawirohardjo, 2005:689). Infeksi postpartum
adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-alat genetalia dalam masa
nifas (Mochtar Rustam, 1998 : 413).

2.2 Etiologi HIV/AIDS dan Infeksi Pasca Partum


2.2.1 Etiologi HIV/AIDS
Penyebab penyakit AIDS adalah virus HIV dan saat ini telah diketahui dua
tipe yaitu tipe HIV-1 dan HIV-2.Infeksi yang terjadi sebagianbesar disebabkan
oleh HIV-1, sedangkan HIV-2 benyak terdapat di Afrika Barat. Gambaran klinis
dari HIV-1 dan HIV-2 relatif sama, hanya infeksi oleh HIV-1 jauh lebih mudah
ditularkan dan masa inkubasisejak mulai infeksi sampai timbulnya penyakit lebih
pendek (Martono, 2006).HIV yang dahulu disebut virus limpotrofik sel T manusia
atau virus limfadenopati(LAV), adalah suatu retrovirusmanusia sitopatikdari
famili lentivirus. Retrovirusmengubah asamribonukleatnya(RNA) menjadi asam
deoksiribonukleat(DNA) setelahmasuk ke dalam sel penjamu. HIV-1 dan HIV-2
adalah lentivirus sitopatik,dengan HIV-1 menjadi penyebab utama AIDS di
seluruh dunia(Sylvia& Wilson, 2005).

Ciri khas morfologi yang unik dari virus HIV adalah adanya nukleoid yang
berbentuk silindr is dalam virion matur. Virus ini mengandung 3 gen yang
dibutuhkan untuk replikasi retrovirus yaitu gag, pol, env. Terdapat lebih dari 6
gen tambahan pengatur ekspresi virus yang penting dalam pathogenesis penyakit.
Satu protein replikasi fase awal yaitu protein tat, berfungsi dalam transaktivasi
dimana produk gen virus terlibat dalam aktivasi transkripsional dari gen virus
lainnya.Transaktivasi pada hiv sangat efisien untuk menentukan virulensi dari
infeksi HIV. Proteinrev dibutuhkan untuk ekspresi protein struktural virus. Rev
membantu keluarnya transkrip virus yang terlepas dari nukleus. Protein

5
nefmenginduksi produksi khemokin oleh makrofag, yang dapat menginfeksi sel
yang lain (Brooks, 2005).

Klasifikasi HIV/AIDS
Perjalanan penyakit HIV/AIDS dibagi dalam tahap -tahap berdasarkan
keadaan klinis dan jumlah CD4 (Cluster of Differentiaton). Menurut WHO (2006)
tahapan infeksi HIV/AIDS terbagi menjadi 4 stadium klinis
1. Stadium I: infeksi HIV asimptomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
a. Sejak virus masuk sampai terbentuk anti body (berlangsung 15 hari – 3
bulan).
b. Keluhan yang sering muncul seperti sakit flu biasa dan bila diberi obat
akan berkurang atau sembuh, kadang terdapat limfadenopati generalisata.
c. Hasil tes negatif, namun orang yang sudah terinfeksi ini sudah dapat
menularkan pada orang lain.
d. CD4 nya 500-1000.
2. Stadium II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran
pernafasan atas yang berulang.
a. Waktunya antara 3 bulan s/d 5-10 tahun.
b. Hasil tes positif.
c. Tidak ada keluhan.
d. CD4 nya 500-750.
3. Stadium III : termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih
dari sebulan, infeksi bakteri parah,dan tuberkulosis.
Sudah tampak gejala tetapi masih umum seperti penyakit lainnya.
Keluhan yang sering muncul : sariawan, kandidiasis mulut persisten, selera
makan hilang, demam berkepanjangan > 1 bulan, diare kronis > 1 bulan,
kehilangan BB > 10%, timbul bercak-bercak merah di bawah kulit, TB paru,
anemia yang tidak diketahui sebabnya, trombositopenia, limfisitopenia,
pneumobakterial.
4. Stadium IV : termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea,
bronkus atau paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah
indikator AIDS.
a. Penderita tampak sangat lemah sekali.
b. Daya tahan tubuh menurun.
Munculnya beberapa penyakit yang sangat fatal seperti pneumonia
bacterial berulang, herpes simpleks kronis, toksoplasmosis otak, cito

6
megalo virus, mikobakteriosis, tuberkolosis luar paru, ensefalopati HIV,
timbul tumor atau kanker (limfoma dan sarkoma kaposi).
(Arriza, Beta Kurnia., dkk, 2011)

2.2.2 Etiologi Infeksi Pasca Partum


1. Faktor Presipitasi Infeksi post partum
Penyebab dari infeksi postpartum ini melibatkan mikroorganisme anaerob
dan aerob patogen yang merupakan flora normal serviks dan jalan lahir atau
mungkin juga dari luar. Penyebab yang terbanyak dan lebih dari 50 % adalah
streptococcus dan anaerob yang sebenarnya tidak patogen sebagai penghuni
normal jalan lahir. Kuman-kuman yang sering menyebabkan infeksi post
partum antara lain :
a. Streptococcus haematilicus aerobic
Masuknya secara eksogen dan menyebabkan infeksi berat yang ditularkan
dari penderita lain , alat alat yang tidak steril , tangan penolong , dan
sebagainya.
b. Staphylococcus aurelis
Masuk secara eksogen, infeksinya sedang, banyak ditemukan sebagai
penyebab infeksi di rumah sakit

c. Escherichia coli
Sering berasal dari kandung kemih dan rectum , menyebabkan infeksi
terbatas
d. Clostridium welchii
Kuman anaerobik yang sangat berbahaya , sering ditemukan pada abortus
kriminalis dan partus yang ditolong dukun dari luar rumah sakit.

2. Faktor predisposisi infeksi post partum


a. Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti
perdarahan, dan kurang gizi atau malnutrisi
b. Partus lama, terutama partus dengan ketuban pecah lama.
c. Tindakan bedah vaginal yang menyebabkan perlukaan jalan lahir.
d. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan dara
e. Anemia, higiene, kelelahan
f. Partus lama/macet, korioamnionitis, persalinan traumatik, kurang baiknya
proses pencegahan infeksi, manipulasi yang berlebihan, dapat berlanjut ke
infeksi dalam masa nifas

7
Klasifikasi Infeksi Pasca Partum
1. Infeksi uterus
a. Endometritis
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam dari rahim).
Infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau
infeksi tersendiri dan terdapat benda asing dalam rahimEndometritis
adalah infeksi yang berhubungan dengan kelahiran anak, jarang terjadi
pada wanita yang mendapatkan perawatan medis yang baik dan telah
mengalami persalinan melalui vagina yang tidak berkomplikasi.
b. Miometritis (infeksi otot rahim)
Miometritis adalah radang miometrium. Miometrium adalah tunika
muskularis uterus. Gejalanya berupa demam, nyeri tekan pada uterus,
perdarahan pada vagina dan nyeri perut bagian bawah, lokea berbau
c. Parametritis (infeksi daerah di sekitar rahim).
Parametritis atau disebut juga sellulitis pelvika adalah radang yang terjadi
pada parametrium yang disebabkan oleh invasi kuman. Penjalaran kuman
sampai ke parametrium terjadi pada infeksi yang lebih berat. Infeksi
menyebar ke parametrium lewat pembuluh limfe atau melalui jaringan di
antara kedua lembar ligamentum latum. Parametrium dapat juga terjadi
melalui salfingo-ooforitis. Parametritis umumnya. merupakan komplikasi
yang berbahaya dan merupakan sepertiga dari sebab kematian karena
kasus infeksi (Sarwono, 2007).
2. Syok bakteremia
Infeksi kritis, terutama yang disebabkan oleh bakteri yang melepaskan
endotoksin, bisa mempresipitasi syok bakteremia (septik). Ibu hamil, terutama
mereka yang menderita diabetes mellitus atau ibu yang memakai obat
imunosupresan, berada pada tingkat resiko tinggi, demikian juga mereka yang
menderita endometritis selama periode post partum.
3. Peritonitis
Post partum bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga
ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelviks.
Kemungkinan bahwa abses pada sellulitis pelviks mengeluarkan nanah ke
rongga peritoneum dan menyebabkan peritonitis.
4. Infeksi saluran kemih
Infeksi saluran kemih (ISK) terjadi pada sekitar 10% wanita hamil,
kebanyakan terjadi pada masa prenatal. Mereka yang sebelumnya mengalami
ISK memiliki kecenderungan mengidap ISK lagi sewaktu hamil. Servisitis,

8
vaginitis, obstruksi ureter yang flaksid, refluks vesikoureteral, dan trauma
lahir mempredisposisi wanita hamil untuk menderita ISK, biasanya dari
escherichia coli.
5. Septikemia dan piemia
Infeksi nifas yang penyebarannya melalui pembuluh darah adalah septikemia,
piemia dan tromboflebitis. Infeksi ini merupakan infeksi umum yang
disebabkan oleh kuman patogen Streptococcus Hemolitikus Golongan A.
Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua kematian karena
infeksi nifas Pada septikemia kuman-kuman yang ada di uterus, langsung
masuk ke peredaran darah dan menyebabkan infeksi. Adanya septikemia
dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah.

2.3 Patofisiologi HIV/AIDS Dan Infeksi Pasca Partum


2.3.1 Patofisiologi HIV/AIDS
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel
yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi
dikelenjar limfe, limpa dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus (
HIV ) menginfeksi sel lewat pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan
bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi
dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus ( HIV )
menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian
sel T4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha
mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.

Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan
pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat
double-stranded DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai
sebuah provirus dan kemudian terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang
membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali virus HIV sebagai antigen.
Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan oleh sel T4
helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari
sel T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang
memproduksi antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin,
dan mempertahankan tubuh terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper
terganggu, mikroorganisme yang biasanya tidak menimbulkan penyakit akan
memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan penyakit yang serius.

9
Menurunnya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara
progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya
fungsi sel T penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency
Virus (HIV ) dapat tetap tidak memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama
bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4 dapat berkurang dari sekitar
1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per ml darah, 2-3
tahun setelah infeksi.

Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan
jamur oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya
penyakit baru akan menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi
yang parah. Seorang didiagnosis mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh
dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi infeksi opurtunistik, kanker
atau dimensia AIDS.

2.3.1 Patofisiologi Infeksi Pasca Partum

Patofisiologi dari perdarahan postpartum disebabkan oleh beberapa faktor,


namun sebelum membahas mengenai patofisiologi, perlu diketahui bahwa selama
masa kehamilan volume darah ibu meningkat hingga 50% atau setara dengan 4-6
liter. Volume plasma mengalami peningkatan hingga melebihi kadar total sel
darah merah (red blood cell / RBC), sehingga menimbulkan kesan penurunan
konsentrasi hemoglobin dan penurunan jumlah hematokrit. Peningkatan volume
darah ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan perfusi uteroplasenta serta agar
dapat menggantikan volume perdarahan yang akan terjadi pada saat proses
persalinan.

10
2.4 Pathway HIV/AIDS Dan Infeksi Pasca Partum

11
2.5 Manifestasi Klinis HIV/AIDS Dan Infeksi Pasca Partum
2.5.1 Manifestasi Klinis HIV/AIDS
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :

1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada
gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flulikes
illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat
malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi
mulut
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai
system tubuh, dan manifestasi neurologist.
(Arriza, Beta Kurnia., dkk, 2011)

12
2.5.2 Manifestasi Klinis Infeksi Pasca Partum
Rubor (kemerahan), kalor (demam setempat) akibat vasodilatasi dan tumor
(benngkak) karena eksudasi. Ujung syaraf merasa akan terangsang oleh
peradangan sehingga terdapat rasa nyeri (dolor). Nyeri dan pembengkan akan
mengakibatkan gangguan faal, dan reaksi umum antara lain berupa sakit kepala,
demam dan peningkatan denyut jantung (Sjamsuhidajat, R. 1997).
Gambaran klinis infeksi post partum adalah sebagai berikut:
1. Infeksi lokal Warna kulit berubah, timbul nanah, bengkak pada luka, lokea
bercampur nanah, mobilitas terbatas, suhu tubuh meningkat.
2. Infeksi umum Sakit dan lemah, suhu badan meningkat, tekanan darah
menurun, nadi meningkat, pernafasan meningkat dan sesak, penurunan
kesadaran hingga koma, gangguan involusi uteri, lokea
berbau,bernanahdankotor.
3. Manifestasi klinis yang lain :

a. Peningkatan suhu
b. Takikardi
c. Nyeri pada pelvis
d. Demam tinggi
e. Nyeri tekan pada uterus
f. Lokhea berbau busuk/ menyengat
g. Penurunan uterus yang lambat
h. Nyeri dan bengkak pada luka episiotomy

2.6 Komplikasi
2.6.1 Komplikasi HIV/AIDS
1. Oral
Lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
2. Neurologik
a. Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency
Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan
kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi sosial.
b. Ensefalophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis atau ensefalitis. Dengan efek: sakit
kepala, malaise, demam, paralise total/parsial. http://repository.unimus.ac.id 17

13
c. Infark serebral kornea sifilis menin govaskuler, hipotensi sistemik, dan maranik
endokarditis.
d. Neuropati karena inflamasi diemilinasi oleh serangan HIV.
3. Gastrointertinal
a. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan
sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anoreksia, demam,
malabsorbsi, dan dehidrasi.
b. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma, sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik, demam
atritis. 3) Penyakit anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri
rectal, gatal-gatal dan diare.
4. Respirasi
Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,
pneumococcus dan strongyloides dengan efek sesak nafas pendek, batuk, nyeri,
hipoksia, keletihan, gagal nafas.
5. Dermatologik
Lesi kulit stafilokokus: virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis,
reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekubitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar,
infeksi sekunder dan sepsis.
6. Sensorik
a. Pandangan: sarcoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan
b. Pendengaran: otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran
dengan efek nyeri (Susanto & Made Ari, 2013)

2.6.2 Komplikasi Infeksi Pasca Partum


1. Peritonitis (peradangan selaput rongga perut)
2. Tromboflebitis pelvika (bekuan darah di dalam vena panggul), dengan
risikoterjadinya emboli pulmoner.
3. Syok toksik akibat tingginya kadar racun yang dihasilkan oleh bakteri di
dalam darah. Syok toksik bisa menyebabkan kerusakan ginjal yang berat dan
bahkan kematian.

14
2.7 Pemeriksaan Diagnostik
2.7.1 Pemeriksaan Diagnostik HIV/AIDS
Pada daerah di mana tersedia laboratorium pemeriksaan anti-HIV, penegakan
diagnosis dilakukan melalui pemeriksaan serum atau cairan tubuh lain
(cerebrospinal fluid) penderita.
1. ELISA (enzyme linked immunosorbent assay)
ELISA digunakan untuk menemukan antibodi (Baratawidjaja). Kelebihan
teknik ELISA yaitu sensitifitas yang tinggi yaitu 98,1 %-100% (Kresno).
Biasanya memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi. Tes ELISA telah
menggunakan antigen recombinan, yang sangat spesifik terhadap envelope
dan core (Hanum, 2009).
2. Western Blot
Western blot biasanya digunakan untuk menentukan kadar relatif dari suatu
protein dalam suatu campuran berbagai jenis protein atau molekul lain.
Biasanya protein HIV yang digunakan dalam campuran adalah jenis antigen
yang mempunyai makna klinik, seperti gp120 dan gp41 (Kresno, 2001).
Western blot mempunyai spesifisitas tinggi yaitu 99,6% - 100%. Namun
pemeriksaan cukup sulit, mahal membutuhkan waktu sekitar 24 jam (Hanum,
2009).
3. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Kegunaan PCR yakni sebagai tes HIV pada bayi, pada saat zat antibodi
maternal masih ada pada bayi dan menghambat pemeriksaan secara serologis
maupun status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok risiko tinggi
dan sebagai tes konfirmasi untuk HIV-2 sebab sensitivitas ELISA rendah
untuk HIV-2 (Kresno, 2001). Pemeriksaan CD4 dilakukan dengan melakukan
imunophenotyping yaitu dengan flow cytometry dan cell sorter. Prinsip
flowcytometry dan cell sorting (fluorescence activated cell sorter, FAST)
adalah menggabungkan kemampuan alat untuk mengidentifasi karakteristik
permukaan setiap sel dengan kemampuan memisahkan sel-sel yang berada
dalam suatu suspensi menurut karakteristik masing-masing secara otomatis
melalui suatu celah, yang ditembus oleh seberkas sinar laser. Setiap sel yang
melewati berkas sinar laser menimbulkan sinyal elektronik yang dicatat oleh
instrumen sebagai karakteristik sel bersangkutan. Setiap karakteristik molekul
pada permukaan sel manapun yang terdapat di dalam sel dapat diidentifikasi
dengan menggunakan satu atau lebih probe yang sesuai. Dengan demikian,
alat itu dapat mengidentifikasi setiap jenis dan aktivitas sel dan menghitung
jumlah masing-masing dalam suatu populasi campuran (Kresno, 2001).

15
2.7.2 Pemeriksaan Diagnostik Infeksi Pasca Partum
Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah : Hemoglobin dan Hematokrit 12-24 jam post partum (jika Hb < 10
g% dibutuhkan suplemen FE), eritrosit, leukosit, Trombosit.
b. Klien dengan Dower Kateter diperlukan culture urine.
c. Pemeriksaan Mikroskopis Urine : guna pemeriksaan mikroskopis urine
adalah untuk melihat kelainan ginjal dan salurannya (stadium, berat
ringannya penyakit)
d. Pemeriksaan protein urine : Ditemukan protein dalam urine tetapi kelainan
yang terjadi tidak menandakan adanya indikasi penyakit. Normalnya tidak
boleh sampai + 1.
e. Pemeriksaan glukosa urin : Pada keadaan normal tidak ditemukan glukosa
disalam urine. Karena molekul glukosa besar dan ginjal akan menyerap
kembali hasil filtrasi dari glumerulus (Normal : 1 -25 mg/ dL )

2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 HIV/AIDS

1. Non Farmakologi
a. Fisik
Aspek fisik pada PHIV ( pasien terinfeksi HIV ) adalah pemenuhan
kebutuhan fisik sebagai akibat dari tanda dan gejala yang terjadi. Aspek
perawatan fisik meliputi :
1) Universal Precautions
Universal precautions adalah tindakan pengendalian infeksi sederhana
yang digunakan oleh seluruh petugas kesehatan, untuk semua pasien
setiap saat, pada semua tempat pelayanan dalam rangka mengurangi
risiko penyebaran infeksi.
Selama sakit, penerapan universal precautions oleh perawat, keluraga,
dan pasien sendiri sangat penting. Hal ini di tunjukkan untuk
mencegah terjadinya penularan virus HIV.
Prinsip-prinsip universal precautions meliputi:
a) Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Bila mengenai
cairan tubuh pasien menggunakan alat pelindung, seperti sarung
tangan, masker, kacamata pelindung, penutup kepala, apron dan
sepatu boot. Penggunaan alat pelindung disesuakan dengan jenis
tindakan yang akan dilakukan.

16
b) Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan,
termasuk setelah melepas sarung tangan.
c) Dekontaminasi cairan tubuh pasien.
d) Memakai alat kedokteran sekali pakai atau mensterilisasi semua
alat kedokteran yang dipakai (tercemar).
e) Memelihara kebersihan tempat pelayanan kesehatan.
f) Membuang limbah yang tercemar berbagai cairan tubuh secara
benar dan aman.
2) Peran perawat dan pemberian ARV
a) Manfaat penggunaan obat dalam bentuk kombinasi adalah:
i. Memperoleh khasiat yang lebih lama untuk memperkecil
kemungkinan terjadinya resistensi.
ii. Meningkatkan efektivitas dan lebih menekan aktivitas virus.
Bila timbul efek samping, bisa diganti dengan obat lainnya,
dan bila virus mulai rasisten terhadap obat yang sedang
digunakan bisa memakai kombinasi lain.
b) Efektivitas obat ARV kombinasi:
i. AVR kombinasi lebih efektif karena memiliki khasiat AVR
yang lebih tinggi dan menurunkan viral load lebih tinggi
dibandingkan dengan penggunaan satu jenis obat saja.
ii. Kemungkinan terjadi resistensi virus kecil, akan tetapi bila
pasien lupa minum dapat menimbulkan terjadinya resistensi.
iii. Kombinasi menyebabkan dosis masing-masing obat lebih
kecil, sehingga kemungkinan efek samping lebih kecil.
3) Pemberian nutrisi
Pasien dengan HIV/ AIDS sangat membutuhkan vitamin dan mineral
dalam jumlah yang lebih banyak dari yang biasanya diperoleh dalam
makanan sehari- hari. Sebagian besar ODHA akan mengalami
defisiensi vitamin sehingga memerlukan makanan tambahan
HIV menyebabkan hilangnya nafsu makan dan gangguan penyerapan
nutrient. Hal ini berhubungan dengan menurunnya atau habisnya
cadangan vitamin dan mineral dalam tubuh. Defisiensi vitamin dan
mineral pada ODHA dimulai sejak masih dalam stadium dini.
Walaupun jumlah makanan ODHA sudah cukup dan berimbang
seperti orang sehat, tetapi akan tetap terjadi defisiensi vitamin dan
mineral.

17
4) Aktivitas dan istirahat
a) Manfaat olah raga terhadap imunitas tubuh
Hampir semua organ merespons stress olahraga. Pada keadaan
akut , olah raga akan berefek buruk pada kesehatan, olahraga yang
dilakukan secara teratur menimbulkan adaptasi organ tubuh yang
berefek menyehatkan
b) Pengaruh latihan fisik terhadap tubuh
i. Perubahan system tubuh
Olahraga meningkatkan cardiac output dari 5 i/menit menjadi
20 1/menit pada orang dewasa sehat. Hal ini menyebabkan
peningkatan darah ke otot skelet dan jantung.
ii. Sistem pulmoner
Olahraga meningkatkan frekuensi nafas, meningkatkan
pertukaran gas serta pengangkutan oksigen, dan penggunaan
oksigen oleh otot.
iii. Metabolisme
Untuk melakukan olah raga, otot memerlukan energi. Pada
olah raga intensitas rendah sampai sedang, terjadi pemecahan
trigliserida dan jaringa adiposa menjadi glikogen dan FFA
(free fatty acid). Pada olahraga intensitas tinggi kebutuhan
energy meningkat, otot makin tergantung glikogen sehingga
metabolisme berubah dari metabolisme aerob menjadi
anaerob
b. Psikologis (strategi koping)
Mekanisme koping terbentuk melalui proses dan mengingat. Belajar yang
dimaksud adalah kemampuan menyesuaikan diri (adaptasi) pada pengaruh
internal dan eksterna
c. Sosial
Dukungan social sangat diperlukan PHIV yang kondisinya sudah sangat
parah. Individu yang termasuk dalamdan memberikan dukungan social
meliputi pasangan (suami/istri), orang tua, anak, sanak keluarga, teman,
tim kesehatan, atasan, dan konselor.

2. Farmakologis
Belum ada penyembuhan bagi AIDS, sehingga pencegahan infeksi HIV
perlu dilakukan. Pencegahan berarti tidak kontak dengan cairan tubuh yang
tercemar HIV.

18
a. Pengendalian Infeksi Oportunistik
Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi
opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang
aman untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab
sepsis harus dipertahankan bagi pasien di lingkungan perawatan kritis.
b. Terapi AZT (Azidotimidin)
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif
terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik
traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya < 3.
Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency
Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3.
c. Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas sistem imun dengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada
prosesnya. Obat-obat ini adalah : didanosine, ribavirin, diedoxycytidine,
dan recombinant CD 4 dapat larut.
d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti
interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan
keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang
pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.
1) Pendidikan untuk menghindari alkohol dan obat terlarang, makan-
makanan sehat, hindari stress, gizi yang kurang, alkohol dan obat-
obatan yang mengganggu fungsi imun.
Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

2.8.2 Infeksi Pasca Partum


1. Pencegahan infeksi selama post partum antara lain:
a. Perawatan luka post partum dengan teknik aseptik.
b. Semua alat dan kain yang berhubungan dengan daerah genital harus steril.
c. Penderita dengan infeksi post partum sebaiknya diisolasi dalam ruangan
khusus, tidak bercampur dengan ibu post-partum yang sehat.
d. Membatasi tamu yang berkunjung.
e. Mobilisasi dini.

19
2. Pengobatan infeksi pada masa post partum antara lain :
a. Segera dilakukan kultur dari sekret vagina dan servik, luka operasi dan
darah, serta uji kepekaan untuk mendapatkan antibiotika yang tepat.
b. Memberikan dosis yang cukup dan adekuat.
c. Memberikan antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil
laboratorium.
d. Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh seperti infus, transfusi darah,
makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan tubuh serta perawatan
lainnya sesuai komplikasi yang ada

2.9 Konsep Asuhan Keperawatan


2.9.1 Asuhan Keperawatan HIV/AIDS
Asuhan keperawatan bagi penderita penyakit AIDS merupakan tantangan
yang besar bagi perawat karena setiap sistem organ berpotensi untuk menjadi
sasaran infeksi ataupun kanker. Disamping itu, penyakit ini akan dipersulit oleh
komplikasi masalah emosional, sosial dan etika. Rencana keperawatan bagi
penderita AIDS harus disusun secara individual untuk memenuhi kebutuhan
masing-masing pasien (Burnner & Suddarth, 2013).

1. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien
Meliputi : nama, tempat/ tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, No. MR
b. Keluhan utama
Dapat ditemukan pada pasien AIDS dengan manifestasi respiratori
ditemui keluhan utama sesak nafas. Keluhan utama lainnya ditemui pada
pasien HIV AIDS yaitu, demam yang berkepanjangan (lebih dari 3 bulan),
diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus menerus,
penurunan berat badan lebih dari 10%, batuk kronis lebih dari 1 bulan,
infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur Candida
Albicans, pembengkakan kelenjer getah bening diseluruh tubuh,
munculnya Harpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal diseluruh
tubuh.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Dapat ditemukan keluhan yang biasanya disampaikan pasien HIV AIDS
adalah : pasien akan mengeluhkan napas sesak (dispnea) bagi pasien yang
memiliki manifestasi respiratori, batuk-batuk, nyeri dada dan demam,

20
pasien akan mengeluhkan mual, dan diare serta penurunan berat badan
drastis.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien pernah dirawat karena penyakit yang sama. Adanya
riwayat penggunaan narkotika suntik, hubungan seks bebas atau
berhubungan seks dengan penderita HIV/AIDS, terkena cairan tubuh
penderita HIV/AIDS.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya pada pasien HIV AIDS adanya anggota keluarga yang menderita
penyakit HIV/AIDS. Kemungkinan dengan adanya orang tua yang
terinfeksi HIV. Pengkajian lebih lanjut juga dilakukan pada riwayat
pekerjaan keluarga, adanya keluarga bekerja di tempat hiburan malam,
bekerja sebagai PSK (Pekerja Seks Komersial).
f. Pola aktivitas sehari-hari (ADL)
1) Pola presepsi dan tata laksanaan hidup sehat
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan menglami perubahan atau
gangguan pada personal hygiene, misalnya kebiasaan mandi, ganti
pakaian, BAB dan BAK dikarenakan kondisi tubuh yang lemah,
pasien kesulitan melakukan kegiatan tersebut dan pasien biasanya
cenderung dibantu oleh keluarga atau perawat.
2) Pola Nutrisi
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS mengalami penurunan nafsu
makan, mual, muntah, nyeri menelan, dan juga pasien akan mengalami
penurunan BB yang cukup drastis dalam waktu singkat (terkadang
lebih dari 10% BB).
3) Pola Eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare, fases encer, disertai mucus
berdarah.
4) Pola Istirahat dan tidur
Biasanya pasien dengan HIV/AIDS pola istirahat dan tidur mengalami
gangguan karena adanya gejala seperi demam dan keringat pada
malam hari yang berulang. Selain itu juga didukung oleh perasaan
cemas dan depresi pasien terhadap penyakitnya.
5) Pola aktivitas dan latihan
Biasanya pada pasien HIV/AIDS aktivitas dan latihan mengalami
perubahan. Ada beberapa orang tidak dapat melakukan aktifitasnya
seperti bekerja. Hal ini disebabkan mereka yang menarik diri dari

21
lingkungan masyarakat maupun lingkungan kerja, karena depresi
terkait penyakitnya ataupun karena kondisi tubuh yang lemah.
6) Pola presepsi dan konsep diri
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami perasaan marah, cemas,
depresi, dan stres.
7) Pola sensori kognitif
Pada pasien HIV/AIDS biasanya mengalami penurunan pengecapan,
dan gangguan penglihatan. Pasien juga biasanya mengalami
penurunan daya ingat, kesulitan berkonsentrasi, kesulitan dalam
respon verbal. Gangguan kognitif lain yang terganggu yaitu bisa
mengalami halusinasi.
8) Pola hubungan peran
Biasanya pada pasien HIV/AIDS akan terjadi perubahan peran yang
dapat mengganggu hubungan interpersonal yaitu pasien merasa malu
atau harga diri rendah.
9) Pola penanggulangan stress
Pada pasien HIV AIDS biasanya pasien akan mengalami cemas,
gelisah dan depresi karena penyakit yang dideritanya. Lamanya waktu
perawatan, perjalanan penyakit, yang kronik, perasaan tidak berdaya
karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupamarah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme
koping yang kontruksif dan adaptif.
10) Pola reproduksi seksual
Pada pasaaien HIV AIDS pola reproduksi seksualitas nya terganggu
karena penyebab utama penularan penyakit adalah melalui hubungan
seksual.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Pada pasien HIV AIDS tata nilai keyakinan pasien awal nya akan
berubah, karena mereka menggap hal menimpa mereka sebagai
balasan akan perbuatan mereka. Adanya perubahan status kesehatan
dan penurunan fungsi tubuh mempengaruhi nilai dan kepercayaan
pasien dalam kehidupan pasien, dan agama merupakan hal penting
dalam hidup pasien.
g. Pemeriksaan Fisik:
1) Gambaran Umum : ditemukan pasien tampak lemah.

22
2) Kesadaran pasien : Compos mentis cooperatif, sampai terjadi
penurunan tingkat kesadaran, apatis, samnolen, stupor bahkan coma.
3) Vital sign :
TD : Biasanya ditemukan dalam batas normal
Nadi : Terkadang ditemukan frekuensi nadi meningkat
Pernafasan :Biasanya ditemukan frekuensi pernafasan meningkat
Suhu :Biasanya ditemukan Suhu tubuh menigkat karena demam.
4) BB : Biasanya mengalami penurunan (bahkan hingga 10% BB)
5) TB : Biasanya tidak mengalami peningkatan (tinggi badan tetap)
6) Kepala : Biasanya ditemukan kulit kepala kering karena dermatitis
seboreika
7) Mata : Biasanya ditemukan konjungtiva anemis, sclera tidak ikhterik,
pupil isokor, reflek pupil terganggu,
8) Hidung : Biasanya ditemukan adanya pernafasan cuping hidung.
9) Gigi dan Mulut: Biasanya ditemukan ulserasi dan adanya bercak-
bercak putih seperti krim yang menunjukkan kandidiasi.
10) Leher : kaku kuduk ( penyebab kelainan neurologic karena infeksi
jamur Cryptococcus neoformans), biasanya ada pembesaran kelenjer
getah bening,
11) Jantung : Biasanya tidak ditemukan kelainan
12) Paru-paru : Biasanya terdapat yeri dada, terdapat retraksi dinding dada
pada pasien AIDS yang disertai dengan TB, Napas pendek (cusmaul),
sesak nafas (dipsnea).
13) Abdomen : Biasanya terdengar bising usus yang Hiperaktif
14) Kulit : Biasanya ditemukan turgor kulit jelek, terdapatnya tanda-tanda
lesi (lesi sarkoma kaposi).
15) Ekstremitas : Biasanya terjadi kelemahan otot, tonus otot menurun,
akral dingin

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan
nafsu makan
b. Nyeri akut b.d agen injuri fisik
c. Intoleransi aktivitas b.d penurunan nafsu makan
d. Perubahan eliminasi BAB
e. Kelelahan b/d status penyakit, anemia, malnutrisi

23
f. risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan faktor :Penurunan
respon imun , kerusakan kulit.
( Buku Nanda,NIC,NOC)

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
penurunan nafsu makan
Tujuan:
1) Nutritional Status :
2) Nutritional Status : food and Fluid Intake
3) Nutritional Status: nutrient Intake Weight control
Kriteria hasil:
1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3) Tidak adanya tanda-tanda malnutrisi
4) Menunjukan peningkatan fungsi menelan
5) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Intervensi :
1) Kaji adanya alergi makanan
2) Monitor adanya penurunan berat badan
3) Monitor adanya mual, muntah dan diare
4) kolaborasi dengan dokter untuk pemasangan NGT
5) Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
6) Monitor kadar albumin, Hb dan Ht
7) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
8) Berikan substansi gula
9) Berikan makanan yang sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi.

b. Nyeri akut b.d agen injuri fisik


Tujuan:
1) Pain Level
2) Pain control
3) Comfort leve

Kriteria hasil:

1) pasien dapat mengontrol nyerinya

24
2) skala nyeri berkurang dari skala 6 menjadi skala 3
3) Klien mengatakan nyeri sudah berkurang
4) Dapat mengenali faktor penyebab nyeri

Intervensi:

1) lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,


karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2) control lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri, seperti suhu
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
3) ajarkan tentang tehnik nonfarmakologi.
4) berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
5) ajarkan teknik relaksasi

c. Intoleransi aktivitas b.d penurunan kekuatan otot


Tujuan:
1) Joint Movement : Active
2) Mobility level
3) Self care : ADLs
4) Transfer performance

Kriteria hasil

1) Klien meningkat dalam aktivitas fisik


2) Mengerti tujuan dan peningkatan mobilitas
3) Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
4) Memperagakan penggunaan alat Bantu untuk mobilisasi

Intervensi:

1) Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon


pasien saat latihan
2) Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
3) Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
4) Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
5) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
6) Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan

25
7) ADLs secara mandiri sesuai kemampuan

d. Perubahan eliminasi BAB


Tujuan :
1) Bowel elimination
2) Fluid Balance
3) Hydration
4) Electrolyte and Acid base Balance

Kriteria Hasil :

1) Feses berbentuk, BAB sehari sekali- tiga har


2) Menjaga daerah sekitar rectal dari iritasi
3) Tidak mengalami diare
4) Menjelaskan penyebab diare dan rasional tendakan
5) Mempertahankan turgor kulit

Intervensi:

1) Evaluasi efek samping pengobatan terhadap gastrointestinal


2) Ajarkan pasien untuk menggunakan obat antidiare
3) Instruksikan pasien/keluarga untukmencatat warna, jumlah,
frekuenai dan konsistensi dari feses
4) Evaluasi intake makanan yang masuk
5) Identifikasi factor penyebab dari diare
6) Monitor tanda dan gejala diare
7) Hubungi dokter jika ada kenanikan bising usus
8) Instruksikan pasien untukmakan rendah serat, tinggi protein dan
tinggi kalori jika memungkinkan

e. Kelelahan b/d status penyakit, anemia, malnutrisi


Tujuan :
1) Indurance
2) Concentration
3) Energy conservation
4) Nutritional status : energy

Kriteria hasil :

1) Memverbalisasikan peningkatan energi dan merasa lebih baik

26
2) Menjelaskan penggunaan energi untuk mengatasi kelelahan

Intervensi:

1) Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas


2) Dorong anal untuk mengungkapkan perasaan terhadap
keterbatasan
3) Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan
4) Monitor nutrisi dan sumber energi tangadekuat
5) Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan
6) Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas
7) Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien

f. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan faktor


:Penurunan respon imun , kerusakan kulit.
Tujuan :
1) western blot positif

Kriteria hasil :

1) temperature dan SDP kembalikebatas normal


2) keringat malam berkurang dan tidak ada batuk,
3) meningkatnya masukan makanan , tercapai

intervensi:

1) Berikan obat antibiotik dan evaluasi ke efektifannya


2) jamin pemasukan cairan paling sedikit 2-3 liter sehari.
3) Pelihara kenyamanan suhu kamar. Jaga kebersihan dan keringnya
kulit
4) Pantau hasil JDL dan CD4 pantau temperatur setiap 4 jam
5) Pantau status umum ( apendiks F ) setiap 8 jam

2.9.1 Asuhan Keperawatan Infeksi Pasca Partum


Periode post partum adalah selang waktu antara kelahiran bayi sampai dengan
pulihnya organ reproduksi seperti sebelum hamil. Periode ini sering disebut masa
nifas (puerperium), atau trimester keempat kehamilan, masa nifas biasanya
berkisar antara 6 minngu atau lebih bervariasi antara ibu satu dengan ibu yang
lainnya (Lowdermilk, Perry dan Chasion, 2013).

27
Periode post partum dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap immediate
post partum (setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam setelah proses
persalinan), tahap early post partum (24 jam sampai satu minggu setelah
persalinan) dan tahap late post partum (satu minggu sampai lima minggu setelah
persalinan) (Saleha, 2009),.

Adaptasi psikologis post partum menurut teori rubin dibagi dalam tiga periode
yaitu sebagai berikut ;

1. Periode Taking In
a. Berlangsung 24 - 48 jam setelah melahirkan
b. Ibu pasif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlu menjaga komunikasi
yang baik
c. Ibu menjadi sangat tergantung pada orang lain, mengharapkan segala
sesuatu kebutuhan dapat dipenuhi orang lain
d. Perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan perubahan tubuhnya
e. Ibu mungkin akan bercerita tentang pengalamannya ketika melahirkan
secara berulang-ulang
f. Diperlukan lingkungan yang kondusif agar ibu dapat tidur dengan tenang
untuk memulihkan keadaan tubuhnya seperti sediakala
g. Nafsu makan bertambah sehingga dibutuhkan peningkatan nutrisi, dan
kurangnya nafsu makan menandakan ketidaknormalan proses pemulihan
2. Periode Taking Hold
a. Berlangsung tiga sampai 10 hari setelah melahirkan
b. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dalam
merawat bayi
c. Ibu menjadi sangat sensitive, sehingga mudah tersinggung. Oleh karena
itu, ibu membutuhkan sekali dukungan dari orang-orang terdekat
d. Saat ini merupakan saat yang baik bagi ibu untuk menerima berbagai
penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya. Dengan begitu ibu dapat
menumbuhkan rasa percaya dirinya
e. Pada periode ini ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya,
misalkan buang air kecil atau buang air besar, mulai belajar untuk
mengubah posisi seperti duduk atau jalan, serta belajar tentang perawatan
bagi diri dan bayinya.
3. Periode Letting Go
a. Berlangsung 10 hari setelah melahirkan
b. Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke rumah

28
c. Ibu menerima tanggung jawab sebagai ibu dan mulai menyesuaikan diri
dengan ketergantungan bayinya
d. Keinginan untuk merawat bayi meningkat
e. Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan
bayinya, keadaan ini disebut baby blues

Asuhan keperawatan pada ibu post partum adalah sebagai berikut:


1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian fisiologis
Pengkajian fisiologis lebih difokuskan pada proses involusi organ
reproduksi, perubahan biofisik sistem tubuh dan deteksi adanya hambatan
pada proses laktasi. Area pengkajian fisiologis post partum antara lain:
1) Suhu
Suhu merupakan penanda awal adanya infeksi, suhu yang cenderung
tinggi juga dapat menandakan ibu mengalami dehidrasi. Suhu dikaji
tiap satu jam selama 8 jam setelah persalinan, kemudian dikaji tiap dua
jam sampai dengan 24 jam setelah persalinan.
2) Nadi, pernapasan dan tekanan darah
Frekuensi nadi yang lebih dari normal (diatas 100 kali/menit) sebagai
tanda adanya infeksi, hemoragi, nyeri, atau kecemasan. Tekanan darah
yang cenderung rendah dapat merupakan tanda syok atau emboli.
Nadi, pernapasan dan tekanan darah dikaji tiap 15 menit sampai
dengan empat jam setelah persalinan, kemudian dikaji tiap 30 menit
sampai dengan 24 jam setelah persalinan.
3) Fundus, lokhea dan kandung kemih
Fundus dapat sedikit meninggi pasca persalinan, tetapi dihari
berikutnya fundus akan mulai turun sekitar satu cm sehingga pada hari
ke 10 fundus sudah tidak teraba. Hari-hari awal setelah persalinan,
fundus akan teraba keras dengan bentuk bundar mulus, bila ditemukan
fundus teraba lembek atau kendur menunjukkan terjadinya atonia atau
subinvolusi. Ketika dilakukan palpasi, kandung kemih harus kosong
agar pengukuran fundus lebih akurat. Kandung kemih yang terisi akan
menggeser uterus dan meningkatkan tinggi fundus. Lokhea dapat
dijadikan sebagai acuan kemajuan proses penyembuhan endometrium.
Lokhea memiliki warna yang berbeda setiap harinya, lokhea rubra
(berwarna merah gelap, keluar dari hari kesatu sampai hari ketiga
setelah persalinan, jumlahnya sedang), lokhea serosa (berwarna merah

29
muda, muncul dihari ke empat sampai hari ke 10 setelah persalinan,
jumlahnya lebih sedikit dari lokhea rubra), lokhea alba (berwarna
putih kekuningan, muncul dari hari ke 10 sampai minggu ketiga
setelah persalinan, jumlahnya sangat sedikit). Munculnya perdarahan
merah segar setelah selesainya lokhea rubra atau setelah selesainya
lokhea serosa menandakan terjadinya infeksi atau hemoragi yang
lambat. Fundus, lokhea dan kandung kemih dikaji tiap 15 menit
sampai dengan empat jam setelah persalinan, kemudian dikaji tiap 30
menit sampai dengan 24 jam setelah persalinan.
4) Perineum
Pengkajian pada daerah perineum dimaksudkan untuk
mengidentifikasi ada tidaknya hematoma, memar (ekimosis), edema,
kemerahan (eritema), dan nyeri tekan. Bila ada jahitan luka, kaji
keutuhan, perdarahan dan tanda tanda infeksi (kemerahan, nyeri tekan
dan bengkak). Perineum dikaji tiap satu jam sampai dengan 24 jam
setelah persalinan.
5) Payudara dan tungkai
Pengkajian payudara meliputi bentuk, ukuran, warna, dan kesimetrisan
serta palpasi konsistensi dan deteksi apakah ada nyeri tekan guna
persiapan menyusui. Hari pertama dan kedua pasca melahirkan akan
ditemukan sekresi kolostrum yang banyak. Pengkajian pada tungkai
dimaksudkan untuk menetahui ada tidaknya tromboflebitis. Payudara
dan tungkai dikaji tiap satu jam sampai dengan 8 jam setelah
persalinan, kemudian dikaji tiap empat jam sampai dengan 24 jam
setelah persalinan.
6) Eliminasi
Pengkajian eliminasi meliputi pengkajian bising usus, inspeksi dan
palpasi adanya distensi abdomen. Ibu post partum dianjurkan untuk
berkemih sesegera mungkin untuk menghindari distensi kandung
kemih. Eliminasi dikaji setiap 9 jam, kaji juga defekasi setiap harinya.

b. Pengkajian psikososial
Pengkajian psikososial ini difokuskan pada interaksi dan adaptasi ibu, bayi
baru lahir dan keluarga. Perawat melihat status emosianal dan respon ibu
terhadap pengalaman kelahiran, interaksi dengan bayi baru lahir,
menyusui bayi baru lahir, penyesuaian terhadap peran baru, hubungan

30
baru dalam keluarga, dan peningkatan pemahaman dalam perawatan diri
(Reeder, Martin dan Koniak-Griffin, 2011).

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan episiotomi/laserasi
b. Konstipasi berhubungan dengan ketakutan mengalami defekasi yang nyeri
akibat episiotomy
c. Resiko infeksi berhubungan dengan luka perineum dan pecah ketuban
lama sebelum pelahiran
d. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang
pengetahuan

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan episiotomi/laserasi
Tujuan :
Setelah diberi tindakan keperawatan diharapkan nyeri ibu berkurang
Kriteria Hasil: Skala nyeri 0-1 Ibu mengatakan nyerinya berkurang.
Intervensi:
1) Kaji pemahaman tentang nyeri
2) Kaji episiotomi/laserasi insisi untuk bukti perdarahan atau
pembentukan hematoma
3) Jika nyeri hebat, anjurkan untuk melakukan teknik relaksasi dan
pernapasan yang telah diajarkan untuk persalinan
4) Lakukan tindakan perawatan perineum
5) Kolaborasi untuk pemberian analgetik

b. Konstipasi berhubungan dengan ketakutan mengalami defekasi yang


nyeri akibat episiotomy
Tujuan : Setelah diberi tindakan keperawatan, pasien dapat BAB sedini
mungkin
Kriteria Hasil : Melaporkan keluarnya feses disertai berkurangnya nyeri
Ibu merasa tidak takut lagi saat defekasi
Intervensi :
1) Kaji bising usus klien
2) Palpasi untuk diastasis rektil
3) Kaji feses untuk warna, konsistensi, jumlah dan frekuens

31
4) Berikan penkes tentang diit makanan tinggi serat
5) Kolaborasi pemberian obat pencahar atau supositoria

c. Resiko infeksi berhubungan dengan luka perineum dan pecah


ketuban lama sebelum pelahiran
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak
terjadi
Kritera hasil : Tidak terdapat tanda tanda infeksi
Intervensi :
1) Tinjau catatan persalinan dan kelahiran terkait infeksi yang sudah ada
sebelumnya atau pajanan terhadap organisme infeksi.
2) Lakukan penggantian pembalut dan perawatan perineal dengan sering,
gunakan teknik dari depan kebelakang, hingga ibu dapat
melakukannya sendiri.
3) Pantau tanda-tanda vital, khususnya suhu dan nadi.
4) Pantau warna dan bau lochea (pascapartum).

d. Ketidakefektifan pemberian ASI berhubungan dengan kurang


pengetahuan
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ibu dapat
mencapai kepuasan menyusui.
Kriteria hasil : Bayi mendapat ASI yang cukup
Intervesi :
1) Kaji ulang tingkat pengetahuan dan pengalaman ibu tentang menyusui
sebelumnya.
2) Demonstransikan dan tinjau ulang teknik menyusui
3) Anjurkan ibu mengeringkan puting setelah menyusui
4) Kaji aliran ASI

32
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
HIV (Human Immuno-Devesiensi adalah virus yang hanya hidup dalam tubuh
manusia yang dapat merusak daya kekebalan tubuh manusia. AIDS (Acguired
immuno Deviensi Syndromer) adalah kumpulan gejala menurunnya gejala
kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit dari luar. Tanda dan gejala Penyakit
AIDS seseorang yang terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya tidak
memberikan tanda dan gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam
selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak
virus HIV tersebut. Hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk
serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV
penyebab penyakit AIDS yang ada hanyalah pencegahannya saja.

Infeksi postpartum adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya


kuman-kuman ke dalam alat-alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas
(Sarwono Prawirohardjo, 2005:689). Infeksi postpartum adalah keadaan yang
mencakup semua peradangan alat-alat genetalia dalam masa nifas (Mochtar
Rustam, 1998 : 413).

3.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa/i
Mahasiswa/i dapat menjadikan makalah ini sebagai bahan bacaan dan
pembelajaran tentang Keperawatan Maternitas.
2. Bagi Institusi
Kelompok berharap makalah ini dapat memberikan informasi lebih lanjut
sebagai bahan referensi dan penunjang proses pembelajaran.

33
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Bari Saifuddin. 2011. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal
Neonatal. Jakarta ; PT Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo

Ai Yeyeh, Rukiyah, dkk. et al.(2010).Asuhan Kebidanan 1. Jakarta: CV. Trans


InfoMedia.

Ambarwati, E,R,Diah, W. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Nuha Medika

Arriza, Beta Kurnia., dkk. (2011). Memahami Rekonstruksi Kebahagiaan Pada Orang
Dengan HIV/AIDS (ODHA). Jurnal Psikologi Undip.
http://download.portalgaruda.org/article.

Bobak M Irene, Deitra Leonasd Lowdermilk dkk. 2004. “Buku Ajaran Keperawatan
Maternitas”. Jakarta. EGC

Biomed M mitayani,S.ST. 2009.”Asuhan keperawatan maternitas”. Jakarta: Salemba


Medika

Brunner and suddart.2002.Medical practical nursing, 1st edition, Jakarta : EGC

Morhead, Sue., Johnson, Marion, Maas, Meriden L., Swanson, Elizabeth. 2006.
Nursing Outcomes Classification (NOC), Fourth Edition. Missouri: Mosby

Ninuk Dian K, S.Kep.Ners, Dr. Nursalam, M.Nurs (Hons). 2007. Asuhan


Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta : Salemba Medika

Nursalam, dkk. 2007. Jurnal Keperawatan Edisi Bulan November. Surabaya;Fakultas


Keperawatan Universitas Airlangga

NANDA International. 2009. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-


2014. Jakarta: EGC
Price, Sylvia Anderson, Wilsom, Lorraine M. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, Ed.6. Vol:2. Jakarta: EGC

Smelltzer, Suzane C., Bare, Brenda G. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah. Volume


1. Edisi 8. Jakarta: EGC

34
35

Anda mungkin juga menyukai