Anda di halaman 1dari 52

MAKALAH

“ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL DENGAN


KOMPLIKASI ABORTUS”

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Keperawatan Maternitas

Dosen Pengampu: Diyan Indriyani, S.Kp., M.Kep., Sp.Mat

Disusun Oleh:

Amalia Putri Ayon (2211011002) Ulfa Kusmiyanti (2211011016)


Masdiana Aini (2211011006) Krisna Dwi B. S. (2211011028)
Sendi (2211011007) Apriliani Puspitasari (2211011035)
Marta Karizah Sejati (2211011015) Asyam Yafi M. L. (2211011038)

PROGRAM STUDI S1 – ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunia-Nya
sehingga makalah dengan berjudul “Abortus” dapat diselesaikan dengan baik.
Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas pada bidang studi
Keperawatan Maternitas dengan dosen pengampu Diyan Indriyani, S.Kp.,
M.Kep., Sp.Mat Selain itu, penyusunan makalah ini bertujuan menambah
wawasan kepada pembaca tentang Keperawatan Maternitas.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Diyan Indriyani,
S.Kp., M.Kep., Sp.Mat selaku dosen pengampu mata kuliah Keperawatan
Maternitas. berkat tugas yang diberikan ini, penulis dapat menambahkan wawasan
berkaitan dengan topik yang telah diberikan. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada rekan kelompok 2 yang selalu membantu dalam proses penyusunan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih melakukan
banyak kesalahan. Oleh karena itu, penulis memohon maaf atas kesalahan dan
ketidak sempurnaan yang pembaca temukan dalam makalah ini, karena
kesempurnaan hanya milik Allah SWT semata. Penulis juga mengharapkan
adanya kritik dan saran dari pembaca apabila ditemukan kesalahan dalam makalah
ini.

Jember, 10 September 2023

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
2.1 Konsep Medis.................................................................................................3
2.1.1 Pengertian................................................................................................3
2.1.2 Etiologi....................................................................................................4
2.1.3 Patofisiologis...........................................................................................8
2.1.4 Manifestasi Klinis..................................................................................10
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................15
2.1.6 Penatalaksanaan Medis..........................................................................15
2.2 Konsep Dasar Keperawatan.........................................................................17
2.2.1 Pengkajian..............................................................................................17
2.2.2 Diagnosis Keperawatan.........................................................................20
2.2.3 Perencanaan...........................................................................................23
2.2.4 Pelaksanaan............................................................................................31
2.2.5 Evaluasi..................................................................................................31
2.3 Web of Caution (WOC)...............................................................................33
BAB 3 PENELITIAN TERKAIT.......................................................................34
3.1 Jurnal 1.........................................................................................................34
3.2 Jurnal 2.........................................................................................................36
3.3 Jurnal 3.........................................................................................................38
BAB 4 PENUTUP.................................................................................................41
4.1 Kesimpulan...................................................................................................41
4.2 Saran.............................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................43
LAMPIRAN..........................................................................................................44

ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada era saat ini kesehatan merupakan masalah penting bagi masyarakat,
terutama bagi seorang wanita. Dalam kesehatan reproduksi, wanita harus
lebih diutamakan karena wanita merupakan makhluk yang unik. Hamil dan
melahirkan merupakan siklus kehidupan dari seorang wanita, salah satu
komplikasi yang terjadi pada kehamilan, yaitu perdarahan, kejadian
perdarahan sangat rentan ketika masih hamil muda (Trimester 1) yang sering
dikaitkan dengan abortus. Dampak dari abortus yaitu menyebabkan kesakitan
bahkan kematian yang dihadapi oleh ibu. Berdasarkan data dari Survey
Demografi dan Kesehatan Ibu (Yanti, 2018).
Di dunia terjadi 20 juta kasus abortus tiap tahun dan 70.000 wanita
meninggal karena abortus tiap tahunnya. Angka kejadian abortus di Asia
Tenggara adalah 4,2 juta pertahun termasuk Indonesia, sedangakan frekuensi
abortus spontan di Indonesia adalah 10-15% dari 6 juta kehamilan setiap
tahunnya atau 600.000-900.000. sedangkan abortus buatan sekitar 750.000-
1,5 juta setiap tahunnya, 2.500 orang diantaranya berakhir dengan kematian
(Aprianto et al., 2022).
Perempuan hamil memiliki risiko mengalami abortus sebesar 10-25
persen. Semakin meningkatnya usia kehamilan akan meningkatkan risiko
keguguran. Risiko keguguran sebesar 15 persen pada usia di bawah 35 tahun,
20-35 persen pada usia 35-45 tahun, dan risiko lebih dari 50 persen pada usia
di atas 45 tahun. Menurut sebuah laporan dalam (Fatkhiyah et al., 2017),
sebanyak 10 persen abortus terjadi pada perempuan yang berusia kurang dari
20 tahun, 20 persen terjadi pada usia 35-39 tahun, dan 50 persen pada usia
40-45 tahun. Usia ayah juga berisiko terhadap kejadian abortus. Angka
insidennya meningkat 12-20 persen pada ayah yang berusia lebih dari 40
tahun. Usia laki-laki yang lebih tua bisa menyebabkan translokasi kromosom
pada sperma, yang mana ini bisa menyebabkan abortus. Penyebab keguguran
yang paling sering terjadi adalah kelainan kromosom yang menyebabkan
janin tidak mampu berkembang secara normal (Anestasia & Satria, 2017).

1
1.2 Rumusan Masalah
a. Apa saja konsep dasar medis dari abortus?
b. Apa saja konsep dasar keperawatan dari abortus?
c. Bagaimana web of caution dari abortus terbentuk?
d. Bagaimana cara untuk menelaah dan memahami penelitian yang
membahas terkait abortus?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui konsep dasar medis dari abortus
b. Mengetahui konsep dasar keperawatan dari abortus
c. Mengetahui web of caution dari abortus
d. Memahami penelitian yang membahas terkait abortus

2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Medis


2.1.1 Pengertian
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat
tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau
buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan. Abortus
adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum hidup diluar kandungan
dengan berat kurang dari 1000 gram atau usia kehamilan kurang dari 28
minggu (Aisyah et al., 2023).
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan. WHO IMPAC menetapkan batas
usia kehamilan kurang dari 22 minggu, namun beberapa acuan terbaru
menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 20 mingguatau berat
janin kurang dari 500 gram (WHO, 2021).
Keguguran adalah keadaan ketika berhentinya kehamilan sebelum
embrio atau janin cukup berkembang untuk bertahan hidup (Kemenkes,
2023) .

2.1.2 Etiologi
Menurut (Akbar, 2019), Ada beberapa faktor-faktor penyebab
abortus adalah:
1. Penyakit ibu
Penyakit ibu dapat secara langsung mempengaruhi
pertumbuhan janin dalam kandungan melalui cairan plasenta.
a) Penyakit infeksi seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria
dan sifilis ataupun IMS lain
b) Anemia ibu melalui gangguan nutrisi dan gangguan peredaran
O2 menuju sirkulasi retroplasenter, sehingga perkembangan
janin akan terganggu/terhambat.
c) Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal,
penyakit hati, dan penyakit diabetes melitus (DM) ataupun

3
kelainan yang terdapat dalam rahim dalam keadaan abnormal
seperti bentuk mioma uteri, uterus arkuatus, uterus septus,
retroplesia uteri, servik inkompeten, bekas operasi pada serviks
(kolisasi, amputasi, serviks), robekan serviks postpartum
2. Faktor pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan pada pertumbuhan hasil konsepsi ini dapat
menyebabkan kematian janin ataupun cacat bawaan yang
menyebabkan hasil konsepsi dikeluarkan.
Sedangkan Menurut (Asniar et al., 2022), hal yang dapat
menyebabkan abortus dapat dibagi menjadi:
1. Infeksi
a) Infeksi akut virus adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus. Infeksi ini biasanya menular dari orang ke
orang. Akan tetapi, infeksi virus juga dapat menular melalui
gigitan hewan atau benda yang terkontaminasi virus. Misalnya:
cacar, rubella, hepatitis.
b) Infeksi bakteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri. Infeksi ini dapat menyebabkan demam, batuk, hingga
tanda peradangan, seperti nyeri dan pembengkakan, pada
penderitanya. Misalnya : streptokokus.
c) Parasit adalah suatu istilah yang diberikan kepada mahluk
hidup baik tumbuhan atau binatang yang menumpang pada
mahluk hidup lain (induk semang) dan dalam kehidupan-nya
merugikan induk semangnya tersebut dan Plasmodium yang
dikenal sebagai penyebab penyakit (agent) adalah binatang
bersel satu (protozoa) yang termasuk genus Plasmodia,

famili Plasmodiidae dari ordo Coccidiidae. Misalnya: malaria.


d) Infeksi kronis adalah ketika gejala penyakit berkembang secara
bertahap, selama beberapa minggu atau bulan, dan lambat

untuk disembuhkan contonya seperti sifilis biasanya

4
menyebabkan abortus pada trimester kedua, tuberkulosis paru
aktif, dan pneumonia.
2. Keracunan yang merupakan keadaan darurat yang dapat merusak
sel dan sebagian fungsi tubuh akibat masuknya suatu zat atau
makanan yang mengandung racun ataupun makanan busuk, seperti:
keracunan tembaga, timah, air raksa, dll.
3. Penyakit kronis, yang dimana seorang ibu memiliki suatu penyakit
yang diderita dalam kurun waktu lama dengan kisaran waktu lebih
dari enam bulan atau bahkan bertahun-tahun.
4. Gangguan fisiologis seperti syok, ketakutan
5. Trauma fisik adalah respons tubuh ketika mengalami kejadian
buruk, seperti kecelakaan atau korban kekerasan fisik.
6. Penyebab yang bersifat lokal seperti fibroid, inkompetensia serviks,
radang pelvis kronis, endometritis. Dan juga hubungan seksual
yang berlebihan selama hamil sehingga menyebabkan hiperemia
dan abortus
7. Kelainan anatomi kandungan seperti kelainan pada vulva, vagina,
portio dan uterus yang dimana akan menyebabkan tidak adanya
kemajuan persalinan atau gangguan dalam proses persalinan.
8. Gangguan kelenjar tiroid atau yang lebih dikenal sebagai
hipertiroid dan hipotiroid. Pada hipertiroid ini kondisi hormon
tiroid yang diproduksi berlebihan. Sedangkan pada kondisi
hipotiroid, dimana hormon tiroid yang produksi berkurang.
9. Penyebab dari segi janin/plasenta Secara umum, plasenta adalah
organ yang posisinya berada di bagian atas, samping, atau
belakang. Apabila posisi plasenta ada di bawah, maka bisa menjadi
tanda adanya suatu permasalahan atau gangguan pada plasenta.
beberapa masalah lain yang bisa terjadi pada plasenta adalah
sebagai berikut:
- Abruptio plasenta: Terlepasnya plasenta, sebagian atau
seluruhnya dari dinding rahim sebelum kelahiran. Kondisi ini
membuat asupan nutrisi dan oksigen untuk bayi terputus,

5
sehingga bisa dibilang cukup membahayakan. Bahkan, pada
beberapa kasus, dokter akan melakukan terminasi kehamilan
pada kondisi ini.
- Plasenta previa: Kondisi di mana plasenta menutupi mulut
rahim, sebagian atau seluruhnya, sehingga menyebabkan
perdarahan hebat yang keluar dari jalan lahir sebelum
persalinan.
10. Kematian janin akibat kelainan bawaan seperti faktor genetik,
infeksi mikroorganisme pathogen dan faktor lingkungan.
11. Kelainan kromosom adalah sebuah kondisi gangguan genetik yang
sudah terbentuk sejak perkembangan janin dalam kandungan.
12. Lingkungan yang kurang sempurna adalah salah satu factor tekanan
yang membuat ibu hamil mengalami tingkat stress yang tinggi.
Di dunia medis, abortus atau keguguran dibedakan menjadi
beberapa macam, yaitu:
1) Abortus komplit
Pada keguguran ini, mulut rahim akan terbuka lebar dan
seluruh jaringan dari janin keluar dari Rahim melewati mulut
rahim. Ketika hal ini terjadi, Ibu hamil akan mengalami perdarahan
pada vagina serta nyeri perut yang seperti sedang melahirkan.
Biasanya, abortus komplit ini terjadi pada usia kehamilan kurang
dari 12 minggu. Abortus jenis ini tidak memerlukan tindakan
kuretase (Yanti, 2018).
2) Abortus inkomplit
Abortus inkomplit merupakan jenis keguguran yang terjadi
saat jaringan janin sudah keluar namun hanya sebagian saja. Pada
umumnya, perdarahan serta nyeri perut yang dirasakan ibu akan
berlangsung lama dan nyeri perut akan menurun setelah seluruh
jaringan telah keluar atau dilakukan kuretase (Erlina et al., 2018).
3) Abortus insipiens
Pada jenis abortus insipiens ini, terjadi perdarahan vagina
disertai nyeri perut, tetapi jaringan janin masih utuh berada di

6
dalam rahim dan tidak ada yang keluar rahim. Namun, keguguran
ini tetap tidak dapat dihindari karena mulut rahim sudah terbuka.
Keguguran ini diperlukan kuratase untuk mengambil janin yang tak
bernyawa di dalam Rahim ibu (Mariza et al., 2015).
4) Ancaman abortus/Abortus imminens
Ancaman abortus/abortus imminens ini sebenarnya bukan
keguguran. Namun, mulut rahim masih tertutup/belum terbuka dan
janin masih hidup di dalam Rahim dan juga perdarahan dari vagina
dan nyeri perut yang dialami pun masih tergolong ringan.
Meskipun risiko terjadinya keguguran memang lebih besar, namun
kemungkinan untuk menyelamatkan kehamilan masih ada (WHO,
2021).
5) Abortus tak terduga
Pada abortus tak terduga ini, janin telah meninggal did alam
rahim, namun ibu tidak menyadari hal itu karena tidak ada keluhan
dan tidak ada yang dirasakan. Kemungkinan hal ini terjadi karena
jabang bayi memang tidak berkembang sejak awal kehamilan
(blighted ovum). Kondisi ini biasanya diketahui ketika ibu
melakukan pemeriksaan kehamilan dan ditemukannya denyut
jantung janin yang tidak terlihat pada pemeriksaan ultrasonography
(Purwaningrum et al., 2017).
6) Abortus berulang
Abortus berulang ini merupakan diagnosis yang dibuat
untuk ibu yang mengalami keguguran yang terjadi sebanyak 3 kali
kehamilan atau lebih secara berturut-turut. Kemungkinan
terjadinya sangat kecil (Ford & Schust, 2009).
2.1.3 Patofisiologis
Pada abortus, perdarahan dalam desidua basalis terjadi pada awal
abortus, yang diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut
menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya,
sehingga menyerupai benda asing dalam uterus. Dalam situasi seperti
ini, uterus berkontraksi untuk melepaskan darah.Pada kehamilan kurang

7
dari 8 minggu, hasil konsepsi biasanya dikeluarkan seluruhnya karena
villi koriales (plasenta yang menghadap janin) belum menembus
mukosa rahim (desidua) secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 dan
14 minggu, villi koriales menembusdesidua lebih dalam, sehingga
plasenta biasanya tidak dilepaskan sepenuhnya, yang dapat
menyebabkan banyak perdarahan. Konsekuensi dari aborsi dapat datang
dalam berbagai bentuk. Kadang-kadang kantong amnion kosong atau
ada benda kecil tanpa bentuk yang jelas di dalamnya, yang dikenal
sebagai ovum terbakar. Selain itu, janin mungkin telah mati lama
(Herlambang et al., 2019). Contoh dari macam-macam patofisiologis
berdasarkan jenis abortus:
a. Abortus Komplit
Patofisiologi abortus komplit melibatkan keluarnya seluruh
produk konsepsi (embrio atau janin serta jaringan plasenta) dari
rahim tanpa sisa atau komplikasi yang signifikan. Hal ini sering
disebabkan oleh masalah genetik yang membuat embrio atau
janin tidak mampu bertahan hidup atau faktor-faktor lain yang
memicu kontraksi rahim dan pembukaan serviks (Erlina et al.,
2018).
b. Abortus Inkomplit:
Pada abortus inkomplit, sebagian produk konsepsi telah
dikeluarkan, tetapi sisa-sisa jaringan masih tertinggal di dalam
rahim. Hal ini dapat terjadi ketika proses pengosongan rahim
tidak sempurna, sehingga menyebabkan sisa-sisa jaringan produk
konsepsi tertinggal (Iskandar & Perkasa, 2023).
c. Abortus Spontan (Abortus Tak Terduga):
Abortus spontan sering kali disebabkan oleh kerusakan genetik
pada embrio atau janin, yang membuatnya tidak mampu
berkembang secara normal. Abortus spontan juga dapat
disebabkan oleh gangguan struktural pada rahim atau sistem imun
yang tidak mampu mendukung perkembangan kehamilan
(Purwaningrum et al., 2017).

8
d. Abortus Insipiens:
Abortus insipiens terjadi ketika rahim mulai berkontraksi dan
membuka sedikit, tetapi produk konsepsi masih ada di dalam
rahim. Ini bisa disebabkan oleh ketidakmampuan rahim untuk
mempertahankan kehamilan atau karena tekanan eksternal pada
Rahim (Mariza et al., 2015).
e. Abortus imminens/ancaman abortus
Abortus imminens/ancaman abortus ini adalah kondisi di mana
terdapat tanda-tanda yang mengindikasikan risiko keguguran,
tetapi keguguran itu sendiri belum terjadi. Patofisiologi ancaman
abortus mungkin berkaitan dengan ketidakseimbangan hormon,
masalah genetik yang belum teridentifikasi, atau tekanan fisik
pada Rahim (Suliani & Ruseni, 2018).
Missed abortion mengacu pada kematian janin dalam kandungan
sebelum usia kehamilan kurang dari 20 minggu, biasanya tanpa
beberapa gejala yang khas, namun ibu dapat merasakan bahwa
perkembangan kehamilan tidak seperti yang diharapkan atau
adanya keadaan abnormal. Jika usia kehamilan melebihi 1 hingga
20 minggu, pasien akan merasakan kontraksi rahim dan gejala
sekunder kehamilan akan hilang. Terkadang hasil konsepsi belum
keluar secara menyeluruh dan setelah satu minggu kehamilan
terhenti, tes urine negatif dan USG menunjukkan bahwa rongga
rahim kecil dan tidak teratur dan janin tidak lagi menunjukkan
tanda-tanda kehidupan (Alfansury & Yuli Trisetiyono, 2018).
Abortus dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, dan seringkali
merupakan hasil dari interaksi antara faktor-faktor tersebut. Diagnosis
dan pengelolaan keguguran memerlukan evaluasi medis yang cermat
oleh profesional kesehatan untuk mengidentifikasi penyebabnya dan
memberikan perawatan yang sesuai.

9
2.1.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis dari abortus dapat bervariasi tergantung pada jenis
yang terjadi. Berikut adalah penjelasan mengenai beberapa jenis abortus
beserta manifestasi klinisnya
1. Menurut (Iskandar & Perkasa, 2023), Tanda dan gejala dari
Abortus komplit meliputi:
a. Pendarahan vaginal: Pendarahan adalah tanda utama dari
abortus komplit. Pendarahan ini bisa berupa perdarahan yang
lebih banyak daripada menstruasi normal. Pada awalnya,
pendarahan mungkin lebih berat, tetapi kemudian cenderung
berkurang seiring waktu.
b. Kram perut: Wanita yang mengalami abortus komplit sering
mengalami kram perut yang mirip dengan kram menstruasi.
Kram ini bisa terasa ringan hingga sedang.
c. Nyeri: Nyeri di daerah panggul atau rahim juga merupakan
gejala yang sering terjadi. Nyeri ini bisa berupa rasa tidak
nyaman hingga nyeri perut yang lebih intens.
d. Pengeluaran jaringan: Pada abortus komplit, Anda mungkin
melihat pengeluaran jaringan yang terkait dengan kehamilan.
Ini bisa termasuk embrio atau janin yang terlihat sebagai massa
kecil berwarna merah kecoklatan, serta jaringan lain yang
terkait dengan plasenta.
e. Kembali ke siklus menstruasi: Setelah abortus komplit, siklus
menstruasi Anda biasanya akan kembali dalam beberapa
minggu hingga sebulan setelah perdarahan dan gejala lainnya
mereda.
f. Tanda vital normal: Tekanan darah, denyut jantung, dan suhu
tubuh biasanya dalam kisaran normal pada kasus abortus
komplit. Ini berbeda dengan kasus yang lebih serius, seperti
abortus inkomplit atau abortus missed, yang bisa melibatkan
perubahan tanda vital.

10
g. Tidak ada tanda-tanda infeksi: Kehadiran infeksi biasanya
tidak terkait dengan abortus komplit, tetapi dapat terjadi dalam
situasi yang lebih serius atau jika perawatan medis tidak
dilakukan dengan benar.
2. Menurut (Iskandar & Perkasa, 2023) Tanda dan gejala dari Abortus
inkomplit meliputi:
a. Pendarahan vaginal: Pendarahan adalah gejala utama abortus
inkomplit. Pendarahan ini sering lebih berat daripada
menstruasi normal dan mungkin disertai dengan gumpalan
darah. Pendarahan bisa berlangsung selama beberapa hari atau
berminggu-minggu.
b. Kram perut: Kram perut sering terjadi dan bisa menjadi sangat
nyeri. Rasa nyeri ini dapat bersifat menetap atau berdenyut,
dan intensitasnya bervariasi.
c. Nyeri panggul: Anda mungkin merasakan nyeri di daerah
panggul atau rahim, yang bisa menjadi tanda bahwa masih ada
jaringan produk konsepsi yang tertinggal.
d. Pengeluaran jaringan: Anda mungkin melihat atau merasakan
pengeluaran jaringan yang terkait dengan kehamilan, seperti
gumpalan darah, jaringan plasenta, atau produk konsepsi yang
belum dikeluarkan sepenuhnya.
e. Perasaan belum selesai: Wanita yang mengalami abortus
inkomplit sering merasa bahwa proses kehamilan belum
selesai, meskipun telah mengalami beberapa gejala seperti
pendarahan.
f. Kelelahan dan lemas: Pendarahan berat dan kram perut yang
terus menerus dapat menyebabkan kelelahan dan rasa lemas.
g. Demam dan tanda-tanda infeksi: Terkadang, abortus inkomplit
dapat berisiko infeksi. Tanda-tanda infeksi termasuk demam,
kemerahan atau bengkak di daerah panggul, bau tidak sedap
pada pengeluaran, dan gejala lain yang mengindikasikan
infeksi.

11
3. Menurut (Asniar et al., 2022), Tanda dan gejala dari Abortus
insipiens meliputi:
a. Pendarahan vaginal: Pendarahan adalah gejala utama abortus
insipiens. Ini mungkin lebih ringan daripada pendarahan pada
keguguran lengkap atau inkomplit, tetapi tetap lebih berat
daripada menstruasi normal. Pendarahan ini biasanya lebih
merah daripada darah menstruasi.
b. Nyeri perut: Anda mungkin mengalami kram atau nyeri perut
yang seringkali terasa seperti kram menstruasi. Rasa nyeri ini
dapat bersifat menetap atau berdenyut.
c. Pengeluaran jaringan: Sebagian kecil dari jaringan produk
konsepsi mungkin telah dikeluarkan, yang dapat terlihat
sebagai gumpalan darah atau jaringan.
d. Perasaan tidak nyaman atau tidak selesai: Wanita yang
mengalami abortus insipiens sering merasa bahwa proses
kehamilan belum selesai dan mungkin merasa gelisah atau
cemas.
e. Penurunan tanda-tanda kehamilan: Jika Anda telah mengalami
gejala kehamilan sebelumnya, seperti mual, muntah, atau
payudara yang membesar, Anda mungkin akan melihat
penurunan atau hilangnya gejala-gejala ini.
f. Demam dan tanda-tanda infeksi: Pada beberapa kasus, abortus
insipiens dapat berisiko infeksi. Tanda-tanda infeksi meliputi
demam, bau tidak sedap pada pengeluaran, dan gejala lain
yang mengindikasikan infeksi.
4. Menurut (Suliani & Ruseni, 2018) Tanda dan gejala dari Abortus
imminens meliputi:
a. Pendarahan vaginal: Pendarahan adalah tanda utama dari
ancaman abortus. Pendarahan ini bisa berupa perdarahan
ringan hingga perdarahan yang lebih signifikan. Warna darah
dapat bervariasi dari merah muda hingga merah tua atau
coklat.

12
b. Nyeri perut atau kram: Kram atau nyeri perut yang mirip
dengan kram menstruasi dapat terjadi. Nyeri ini biasanya
bersifat tumpul dan terjadi di daerah panggul.
c. Pengeluaran cairan atau lendir darah: Selain darah, Anda
mungkin juga mengalami pengeluaran cairan atau lendir darah
dari vagina.
d. Perasaan tegang atau ketegangan di perut: Beberapa wanita
mungkin merasa perut mereka terasa lebih tegang atau berat
dibandingkan sebelumnya.
e. Penurunan tanda-tanda kehamilan: Anda mungkin melihat
penurunan tiba-tiba atau hilangnya gejala-gejala kehamilan
yang sebelumnya Anda alami, seperti mual, payudara yang
membesar, atau perubahan lain dalam tubuh.
f. Pemindaian ultrasonografi: Pada pemindaian ultrasonografi,
mungkin saja tidak dapat mendeteksi detak jantung janin,
terutama jika kehamilan masih dalam tahap awal.
5. Menurut (Wahyuni et al., 2022), Tanda dan gejala dari Abortus tak
terduga meliputi:
a. Pendarahan vaginal: Pendarahan tiba-tiba yang bisa bervariasi
dari ringan hingga berat. Pendarahan ini seringkali lebih parah
daripada menstruasi normal.
b. Nyeri perut: Nyeri perut atau kram perut yang tiba-tiba dapat
terjadi. Kram ini dapat bersifat tumpul atau tajam dan
seringkali datang secara tiba-tiba.
c. Pengeluaran jaringan: Terkadang, Anda mungkin melihat atau
merasakan pengeluaran jaringan produk konsepsi yang terkait
dengan kehamilan. Ini bisa berupa gumpalan darah atau
jaringan yang lebih besar.
d. Perasaan kehilangan tanda-tanda kehamilan: Jika Anda
sebelumnya mengalami tanda-tanda kehamilan seperti mual,
payudara yang membesar, atau perubahan lain, Anda mungkin

13
akan melihat penurunan tiba-tiba atau hilangnya gejala-gejala
ini.
e. Kehilangan perasaan kehamilan: Abortus tak terduga
seringkali terjadi tanpa tanda atau gejala sebelumnya, sehingga
Anda mungkin merasa sangat terkejut atau tidak percaya saat
pendarahan terjadi.
6. Menurut (Alfansury & Yuli Trisetiyono, 2018), Tanda dan gejala
dari Abortus berulang meliputi:
a. Pendarahan vaginal: Pendarahan adalah gejala utama
keguguran dan juga terjadi pada abortus berulang. Pendarahan
dapat bervariasi dalam jumlah, dari ringan hingga berat.
Pendarahan ini seringkali lebih banyak daripada menstruasi
normal.
b. Nyeri perut: Kram atau nyeri perut biasanya menyertai
pendarahan. Rasa nyeri ini bisa berlangsung beberapa jam atau
beberapa hari.
c. Pengeluaran jaringan: Anda mungkin melihat atau merasakan
pengeluaran jaringan produk konsepsi, seperti gumpalan darah,
jaringan plasenta, atau embrio yang belum berkembang.
d. Penurunan tanda-tanda kehamilan: Jika Anda telah mengalami
gejala kehamilan sebelumnya, seperti mual, payudara yang
membesar, atau perubahan lain, Anda mungkin akan melihat
penurunan atau hilangnya gejala-gejala ini.
e. Faktor-faktor penyebab: Abortus berulang dapat disebabkan
oleh berbagai faktor, seperti masalah genetik, masalah
struktural pada rahim, gangguan hormon, gangguan imunologi,
atau faktor-faktor lain yang memengaruhi kemampuan tubuh
untuk mempertahankan kehamilan.
f. Riwayat keguguran berulang: Tanda terpenting abortus
berulang adalah sejarah sebelumnya mengalami tiga atau lebih
keguguran berturut-turut.

14
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang
a. Tes kehamilan akan menunjukkan hasil positif bila janin masih
hidup bahkan 2-3 hari setelah abortus. Hal ini karena kadar hormon
HCG yang meningkat saat hamil membutuhkan waktu untuk turun
ke tingkat normalnya. Selama hormon HCG masih ada dalam
darah dan urine, pack tes akan menunjukkan hasil positif (Dewanti
& Anwar, 2022).
b. Pemeriksaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin
masih hidup. USG kandungan adalah pemeriksaan kehamilan yang
dapat dilakukan sejak trimester pertama atau saat usia kehamilan
mencapai 6-8 minggu. Tes ini menggunakan gelombang suara
untuk mengambil gambar janin dan organ reproduksi ibu hamil.
Namun, gambar janin yang Anda lihat pada saat ini mungkin
belum terlalu jelas (Coilal et al., 2020).
c. Pemeriksaan darah yaitu untuk menghitung trombosit dan jika
perlu jumlah fibrinogen darah untuk transfuse darah. Pemeriksaan
darah pada ibu hamil biasanya dilakukan antara 15 dan 20 minggu
kehamilan untuk mengetahui kondisi kesehatan ibu hamil dan janin
secara keseluruhan (Mustika & Dewi Puspitaningrum, 2018).
d. Pemeriksaan urin untuk mengetahui volume urin dalam 24 jam.
Salah satu tes yang harus dilakukan pada ibu hamil adalah tes
urine. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi
kemungkinan infeksi saluran kemih atau masalah ginjal lainnya.
Tes ini dilakukan untuk mencegah kelahiran bayi sebelum
waktunya. Tes ini bisa dilakukan di usia trimester 1 dan 2 (Mustika
& Dewi Puspitaningrum, 2018).

2.1.6 Penatalaksanaan Medis


Menurut (Wulandari et al., 2022), penatalaksanaan yang harus
dilakukan yaitu:
a. Bila ada tanda-tanda syok seperti tekanan darah menurun (tekanan
sistolik <90 mmHg), nadi cepat (>90x/menit), dan lemah akibat
perdarahan (<30x/menit) maka atasi dahulu dengan ABC yang

15
terdiri atas menjaga fungsi saluran napas (airway), pernapasan
(breathing), dan sirkulasi darah (circulation) melalui pemberian
cairan dan transfuse darah.
b. Pemberian obat-obatan uterotonika dan antibiotika apabila terjadi
infeksi,seperti amphisilin 3x1000 mg dan metronidazole 3x500 mg
c. Kemudian keluarkan jaringan secepat mungkin dengan metode
digital atau cuman ovum pada hasil konsepsi yang terperangkap
pada servik yang disertai perdarahan terus berlangsung(perdarahan
hebat) dan usia gestasi kurang dari 16 minggu,segera lakukan
evakuasi sisa hasil konsepsi dengan AVM atau D % K.
Aspirasi vakum menggunakan pengisapan lembut untuk
mengeluarkan kehamilan dan memakan waktu sekitar 5-10 menit
dari awal hingga selesai. Setelahnya, Anda perlu istirahat di area
pemulihan selama kurang lebih 30-60 menit. Pasien akan diminta
berbaring di sofa dengan penyangga kaki. Pasien akan bertemu
dokter. Obat penenang akan diberikan kepada pasien sebelum
prosedur dimulai. Seorang perawat akan menemani pasien selama
proses ini berlangsung untuk mendapatkan dukungan dan
kenyamanan. Setelah memeriksa pasien dan memasang spekulum
ke dalam vagina pasien, dokter mungkin perlu membuka leher
rahim menggunakan batang tipis yang disebut dilator. Sebuah
tabung kemudian akan dimasukkan melalui leher rahim ke dalam
rahim. Baik alat penghisap genggam atau mesin pengisap akan
mengosongkan rahim dengan lembut. Jika pasien terjaga untuk
menjalani prosedur, pasien akan merasakan kram, seperti nyeri
haid. Setelah perawatan, pasien akan dibawa ke area pemulihan di
mana akan dipantau sampai staf menganggap pasien siap untuk
dipulangkan lalu pasien akan diberikan obat anti penyakit.
d. Kuretase adalah serangkaian proses pelepasan jaringan yang
melekat pada dinding kavum uteri dengan melakukan invasi dan
manipulasi instrument (sendok kuret) kedalam kavum uteri.

16
Sendok kuret akan melepaskan jaringan tersebut dengan Teknik
pengerokan secara sistemik.

2.2 Konsep Dasar Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur, suku, bangsa, pendidikan, alamat, agama,
pekerjaan, nomor register, diagnosa medis.
2) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan sampai saat klien pergi ke Rumah Sakit atau pada saat
pengkajian seperti terlambat haid, keluar darah dari vagina, tidak
akan berhenti sampai hasil konsepsi dikeluarkan, rasa mulas atau
kram perut., keluhan nyeri pada perut bagian bawah.
3) Riwayat penyakit dahulu
Mulai hamil pernah menderita penyakit menular atau keturunan,
pernah MRS, dan adakah hiperemesis gravidarum.
4) Riwayat penyakit keluarga
Apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit menular atau
keturunan, adakah kelahiran kembar.
5) Riwayat kebidanan
a. Riwayat haid
Kaji tentang menarche, siklus menstruasi, lamanya,
banyaknya, sifat darah, bau, warna, adanya dismenorhoe, dan
fluor albus.
b. Riwayat kehamilan
Kaji hari pertama haid terakhir, tanggal perkiraan persalinan
dan bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam
kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan
anaknya.
6) Pola –Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat

17
Klien mengerti atau tidak tentang pemeliharaan kesehatan
mengenai keadaan yang terjadi pada dirinya, yaitu perdarahan
yang berlebihan.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Nafsu makan menurun, berat badan menurun, membran
mukosa kering.
c. Pola aktivitas
Aktivitas terganggu, keadaan ibu lemah karena nyeri perut
yang timbul.
d. Pola eliminasi
Frekuensi defekasi dan miksi terdapat kesulitan, warna,
jumlah, dan konsistensi.
e. Pola istirahat dan tidur
Terjadi adanya perubahan pola tidur akibat dari adanya nyeri
dan perdarahan.
f. Pola sensori dan kognitif
Mengalami kecemasan dengan penyakitnya sehingga kadang
mudah tersinggung dan gelisah.
g. Pola persepsi diri
Terjadi perubahan pola konsep diri (harga diri) kerena timbul
anggapan tidak bisa merawat dirinya.
h. Pola hubungan dan peran
Hubungan klien dan keluarga kemungkinan mengalami
perubahan karena kurang mampu memperhatikan keadaan
sekitar.
i. Pola reproduksi dan sexual
Kemungkinan keadaan sexual terganggu karena keadaan klien
yang lemah.
j. Pola penanggulangan stress
Kemungkinan dalam mengatasi masalah yang dihadapi
mengalami perubahan karena kadang-kadang klien mudah
tersinggung dan gelisah.

18
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pola ibadah mungkin mengalami perubahan karena tidak
memungkinkan untuk melakukan aktivitas karena terbatasnya
gerakan pada tubuh.
7) Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi kesadaran, suara bicara, pernafasan, suhu tubuh, nadi,
tekanan darah, GCS, BB, TB, IMT.
b. Kepala dan Leher
Inspeksi ada tidaknya kelainan pada kepala dan leher, seperti
pembesaran kelenjar tyroid, keadaan rambut, stomatitis,
icterus, maupun anemis dan ada tidaknya cloasma gravidarum.
c. Telinga
Inspeksi meliputi kebersihan, ada tidaknya serumen atau benda
asing.
d. Hidung
Inspeksi ada tidaknya pernafasan cuping hidung, polip dan
sekret.
e. Dada
Palpasi ada tidaknya nyeri dada, inspeksi pergerakan
pernafasan, kebersihan payudara, hiperpigmentasi pada areola
mamae, pembesaran pada payudara.
f. Abdomen
Palpasi tinggi fundus uteri sesuai atau tidak dengan umur
kehamilan, inspeksi ada tidaknya linea alba dan linea nigra dan
bekas operasi SC.
g. Genetalia
Inspeksi meliputi kebersihan, ada tidaknya varices pada vulva.
h. Anus
Inspeksi ada tidaknya haemoroid.
i. Punggung
Inspeksi ada tidaknya punggung lordosis atau kifosis.

19
j. Ekstremitas
Inspeksi ada tidak adanya kecacatan atau fraktur, terpasang
infus dan reflek lutut.
k. Integumen
Inspeksi keadaan kulit seperti warna kulit, palpasi turgor kulit,
dan ada tidaknya nyeri tekan.

2.2.2 Diagnosis Keperawatan


Berdasarkan hasil analisis pada SDKI, ditemukan beberapa
diagnosis keperawatan, antara lain:
a. Hipovolemi bd tekanan darah menurun dd pendarahan
Definisi: Penurunan volume cairan intravaskuler, interstisial
dan/atau intraselular
Batasan Karakteristik:
1) Subyektif
Merasa lemah dan mengeluh haus
2) Obyektif
Frekuensi nadi meningkat, teraba lemah, tekanan darah
menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun,
membrane mukosa kering, volume urine menurun, hematokrit
meningkat, status mental berubah, suhu tubuh meningkat,
konsentrasi urin meningkat, berat badan menurun
b. Konstipasi bd penurunan penyerapan kolon dd nyeri saat BAB
Definisi: penurunan defekasi normal yang disertai pengeluaran
feses sulit dan tidak tuntas serta feses kering dan banyak
Batasan Karakteristik:
1) Subyektif
Defekasi kurang dari 2 kali seminggu, pengeluaran feses lama
dan sulit, mengejan saat defekasi
2) Obyektif
Feses keras, peristaltic usus menurun, distensi abdomen
kelemahan umum, teraba massa pada rektal
c. Gangguan mobilitas fisik bd nyeri dd nyeri saat bergerak

20
Definisi: keterbatasan dalam pergerakan fisik dari satu arah atau
lebih ekstremitas secara mandiri
Batasan Karakteristik:
1) Subyektif
Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas, nyeri saat bergerak,
enggan melakukan pergerakan, merasa cemas saat bergerak
2) Obyektif
Kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM) menurun, sendi
kaku, Gerakan tidak terkoordinasi, Gerakan terbatas, fisik
lemah
d. Nyeri Akut bd kuretase dd skala nyeri 6
Definisi: pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan
Batasan Karakteristik:
1) Subyektif
Mengeluh nyeri
2) Obyektif
Tampak meringis, bersikap protektif, gelisak, frekuensi nadi
meningkat, sulit tidur, tekanan darah meningkat, pola napas
berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir teganggu,
menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis
e. Berduka bd kematian janin
Definisi: respon psikososial yang ditunjukkan oleh klien akibat
kehilangan (orang, objek, fungsi, status, bagian tubuh atau
hubungan)
Batasan Karakteristik:
1) Subyektif
Merasa sedih, denial, merasa bersalah atau menyalahkan orang
lain, merasa tidak ada harapan, mimpi buruk atau pola mimpi
berubah, merasa tidak berguna, fobia

21
2) Obyektif
Menangis, pola tidur berubah, tidak mampu berkonsentrasi,
marah, tambah panik, fungsi imunitas terganggu
f. Risiko Infeksi bd proses invasi
Definisi: Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme
patogenik
Faktor risiko
Penyakit kronis, efek prosedur invasive, malnutrisi, peningkatan
paparan organisme pathogen lingkungan, ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer, ketidakadekuatan pertahanan tubuh
sekunder

22
2.2.3 Perencanaan
N Diagnosa
Tujuan Intervensi Rasional
o keperawatan
1. Hipovolemi Status cairan Menejemen hipovolemia (I. 03116) Observasi
a (L.03028) Observasi 1. Mengetahui adanya tanda dan gejala
(D.0023) Setelah dilakukan 1. Periksa tanda gejala hypovolemia hipervolemia pada pasien
intervensi selama (mis. frekuensi nadi meningkat,nadi 2. Mengetahui keseimbangan cairan pada
3x24 jam diharapkan teraba lemah,tekanan darah pasien
status cairan membaik menurun,tekanan nadi Terapeutik
dengan menyempit,turgor kulit 3. Mengetahui kadar cairan yang
menurun,membrane mukosa dibutuhkan pasien secara adekuat
Kriteria hasil: kering,volume urine 4. Agar aliran darah balik kejantung lebih
1. Frekuensi nadi menurun,hemtokrit besar sehingga tekanan darah meningkat
membaik (5) meningkan,haus,lemah) 5. Agar intake cairan terjaga sehingga
2. Kekuatan nadi 2. Monitor inteks dan output cairan keseimbangan cairan Kembali normal
meningkat (5) Terapeutik Edukasi
3. Tekanan darah 3. Hitung kebutuhan cairan 6. Asupan cairan oral dapat
membaik (5) 4. Berikan posisi modified mempertahankan keseimbangan cairan
4. Tekanan nadi Trendelenburg 7. Supaya mempertahankan keamananan
membaik (5) 5. Berikan asupan cairan oral dan kenyamanan pasien
5. Turgor kulit Edukasi Kolaborasi
membaik (5) 6. Anjurkan memperbanyak asupan 8. Pemberian cairan IV isotonis (mis.
cairan oral NaCI, RL) sesuai kebutuhan pasien
7. Anjurkan menghindari perubahan 9. Pemberian cairan IV hipotonis (mis.
posisi mendadak glukosa 2,5%, NaCI 0,4%) sesuai
Kolaborasi kebutuhan pasien
8. Kolaborasi pemberian cairan IV 10. Pemberian cairan koloid
isotonis (mis. NaCI, RL) (mis.Albumin,Plasmanate) sesuai

23
9. Solaborasi pemberian cairan IV kebutuhan pasien
hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCI 11. Pemberian produk darah sesuai
0,4%) kebutuhan pasien
10. Kolaborasi pemberian cairan koloid
(mis.Albumin,Plasmanate)
11. Kolaborasi pemberian produk darah
2. Konstipasi Eliminasi fekal Menejemen eliminasi fekal (I.04151) Observasi
(D.0049) (L.04033) Observasi 1. Mengetahui masalah yang terjadi
Setelah dilakukan 1. Identifikasi masalah usus dan didalam usus sehingga dapat
tindakan keperawatan penggunaan obat pencahar menentukan intervensi yang tepat,serta
selama 3x 24 jam 2. Identifikasi pengobatan yang berefek obat pencahar dapat diberikan yang
konstipasi berangsur pada kondisi gastrointestinal bertujuan atau digunakan untuk
teratasi 3. Monitor buang air besar mengatasi konstipasi
(mis.warna,frekuensi,konsistensi,vol 2. Mengetahui pengobatan yang dilakukan
Kriteria hasil: ume) klien
1. Kontrol 4. Monitor tanda dan gejala 3. Mengkaji secara dasar untuk mengetahui
pengeluaran diare,konstipasi atau inpaksi adanya masalah bowel
feses Terapeutik 4. mengetahui keparahan konstipasi yang
meningkat (5) 5. berikan air hangat setelah makan dialami pasien
2. Mengejan saat 6. Jadwalkan waktu defekasi bersama Terapeutik
defekasi pasien 5. Air hangat adalah cairan yang diberikan
menurun (5) 7. Sediakan makanan tinggi serat kepada pasien yang mengalami
3. Konsistesni Edukasi konstipasi ini bertujuan untuk membantu
feses membaik 8. Jelaskan jenis makanan yang melunakan feces dan mempercepat
(5) membantu meningkatkan keteraturan proses absorpsi pada usus halus
4. Frekuensi peristaltik usus 6. Memfasilitasi refleks defekasi
BAB 9. Anjurkan mencatat 7. Makanan tinggi serat adalah jenis
membaik (5) warna,frekuensi,konistensi,volume makanan yang dapat melancarkan

24
5. Keluhan feses eliminasi fekal
defekasi lama 10. Anjurkan meningkatkan aktivitas Edukasi
dan sulit fisik,sesuai toleransi 8. makanan berserat sangat berpengaruh
menurun (5) 11. Anjurkan pengurangan asupan pada penyerapan dalam usus
makanan yang meningkatkan 9. membantu tenaga medis dalam mencatat
pembentukan gas perkembangan pasien
12. Anjurkan mengkonsumsi makanan 10. aktivis fisik meningkatkan peristaltik
yang tinggi serat usus untuk mengolah makanan menjadi
13. Anjurkan meningkatkan asupan energi
cairan,jika tidak ada kontra indikasi 11. Asupan dapat menimbulkan gas dapat
Kolaborasi berpengaruh terhadap nafsu
14. Kolaborasi pemberian obat makan/pencernaan dan membatasi
supesitoria anal,jika perlu dalam masukan nutrisi
12. Serat mudah diserap tubuh sehingga
mendorong peoses defikasi
13. mencegah dehidrasi dan
memaksimalkan volume sirkulasi
penceenaan
Kolaborasi
14. Supesitoria adalah salah satu jenis obat
yang diberikan melalui anus.obat ini
berfungsi untuk melunakan feses
sehingga mudah untuk dikeluarkan
3. Gangguan Mobilitas fisik Dukungan ambulasi (I.06171) Observasi
mobilitas (L.05042) Observasi 1. Agar klien dapat menggerakkan
fisik Setelah dilakukan 1. Identifikasi adanya nyeri atau kembali anggota tubuhnya dan agar
(D.0054) tindakan keperawatan keluhan lainnya tidak hanya berdiam diri dikasur
dukungan ambulasi 2. Indetifikasi toleransi fisik melakukan 2. Dapat mengetahui nyeri dan sejauh

25
selama3x24 jam ambulasi mana klien dapat bergerak
diharapkan mobilitas 3. Monitor frekuensi jantung dan 3. Supaya pasien tahu tekanan darah
fisik pasien tekanan darah sebelum memulai sebelum melakukan ambulasi
meningkat ambulansi 4. Pemantauan klinis sebagai penilaian
4. Monitor kondisi umum selama perkembangan pasien
Kriteria hasil: melakukan ambulansi Terapeutik
1. Pergerakan Terapeutik 5. Membantu pasien agar dapat
ekstremitas 5. Fasilitasi aktivitas ambulansi dengan beraktifitas Kembali secara perlahan
meningkat (5) alat bantu (mis. tongkat,kruk) 6. Agar keluarga bisa membantu pasien
2. Kekuatan otot 6. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, 7. Dukungan keluarga dapat
meningkat (5) jika perlu meningkatkan semangat pasien
3. Rentang gerak 7. Libatkan keluarga untuk membantu Edukasi
sendi (ROM) pasien dalam meningkatkan 8. Memberitahu klien dan keluarga
meningkat (5) ambulansi supaya tahu cara ambulasi
4. Skala nyeri Edukasi 9. Ambulasi dini jika dilakukan teratur
menurun (5) 8. Jelaskan tujuan dan prosedur dapat mempercepet proses
5. Kaku sendi ambulansi penyembuhan
menurun (5) 9. Anjurkan melakukan ambulansi dini 10. Supaya klien bisa melakukan
10. Ajarkan ambulansi sederhana yang ambulasi sederhana
harus dilakukan (mis. berjalan dari
tempat tidur ke kursi roda,berjalan
ke tempat tidur ke kamar
mandi,berjalan sesuai toleransi)

4. Nyeri akut Tingkat nyeri Menejemen nyeri (I.08238) Observasi


(D.0077) (L.08066) Observasi 1. Mengetahui
Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi,karakteristi, lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,ku
asuhan keperawatan durasi,frekuensi,kualitas,intensitas alitas dan intensitas nyeri dari pasien

26
selama 3x24 jam, nyeri 2. Mengetahui tingkat nyeri yang
maka diharapkan 2. Identifikasi skala nyeri dirasakan pasien
tingkat nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri non verbal 3. Mengetahui mimic wajah yang
dan kontrol nyeri 4. Identifikasi faktor yang memperberat diperlihatkan pasien saat nyeri muncul
meningkat dan memperingan nyeri 4. Mengetahui hal-hal yang dapat
5. Identifikasi pengetahuan dan memperbrat ataupun memperingan
Kriteria hasil: keyakinan tentang nyeri nyeri yang diraskan pasien
1. Keluhan nyeri 6. Identifikasi pengaruh budaya 5. nyeri dapat di atasi dengan terapi
menurun (5) terhadap respon nyeri komplementer yang biasa pasien
2. Meringis 7. Identifikasi pengaruh nyeri pada lakukan
menurun (5) kualitas hidup 6. Mengetahui cara pasien dalam
3. Sikap protektif 8. Monitor keberhasilan terapi menyikapi rasa nyeri menurut
menurun (5) komplomenter yang sudah diberikan kebiasaannya
4. Gelisah 9. Monitor efek samping penggunaan 7. Mengetahui seberapa besar rasa nyeri
menurun (5) analgetic mempengaruhi kualitas hidup pasien
5. Kesulitan tidur Terapeutik 8. keberhasilan terapi dapat dijadikan
menurun (5) 10. Berikan Teknik non farmakologis asuhan selanjutnya
untuk mengurangi rasa nyeri (mis. 9. penggunaan analgetic yang
hypnosis, akupresur, terapi music, berkelanjutan menyebabkan terjadinya
biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, komplikasi pada organ vital lain seperti
Teknik imajinasi terbimbing, ginjal
kompres hangat atau dingin, terapi Teraupeutik
bermain) 10. Mengurangi tingkat nyeri
11. Kontrol lingkungan yang pasien/mengalihkan pasien dari rasa
memperberat rasa nyeri (mis. suhu nyerinya
ruangan, pencahayaan, kebisingan) 11. Mengurangi risiko factor yang dapat
12. Fasilitas istirahat dan tidur memperberat nyeri/menimbulkan nyeri
13. Pertimbangkan jenis dan sumber 12. Mengalihkan dan memenuhi kebutuhan

27
nyeri dalam pemilihan strategi istirahat pasien
meredakan nyeri 13. Strategi yang tepat dapat mengurangi
Edukasi rasa nyeri pada pasien
14. Jelaskan penyebab,periode,dan Edukasi
pemicu nyeri 14. Memberikan informasi terkait nyeri
15. Jelaskan strategi meredakan nyeri yang dirasakan pasien
16. Anjurkan memonitor nyeri secara 15. Membantu pasien mengatasi saat rasa
mandiri nyeri muncul
17. Anjurkan menggunakan analgetic 16. Pasien dapat mengetahui sendiri
secara tepat karakteristik,penyebab,lokasi saat nyeri
18. Ajarkan Teknik non farmakologis muncul
untuk mengurangi rasa nyeri 17. Obat yang tepat dapat langsung
Kolaborasi mengatasi nyeri pada sumber nyeri
19. kolaborasi pemberian analgetic, jika 18. Memudahkan pasien untuk mengontrol
perlu nyeri dengan cara sederhana
Kolaborasi
19. Mengurangi/menghilangkan rasa nyeri
yang dirasakan pasien
5. Berduka Tingkat berduka Dukungan proses berduka (I.09274) Observasi
(D.0081) (L.09094) Observasi 1. Mengetahui penyebab berduka
Klien dapat mengatasi 1. Identifikasi kehilangan yang dihadapi 2. Mengetahui tahapan proses berduka
perasaan duka dan 2. Identifikasi proses berduka yang yang dialami
menerima kehilangan dialami 3. Mengetahui karakteristik pasien untuk
3. Identifikasi sifat keterikatan pada memberi asuhan
Kriteria hasil: benda yang hilang atau orang yang 4. Mengetahui respon psikologi
1. Verbalisasi meninggal Terapeutik
menerima 4. Identifikasi reaksi awal terhadap 5. Agar klien merasa tidak sendiri
kehilangan kehilangan 6. Agar klien merasa memiliki sitem

28
meningkat (5) Terapeutik support
2. Verbalisasi 5. Tunjukan sifat menerima dan empati 7. Menjadikan semangat pasien lekas pulih
harapan 6. Motivasi agar mau mengungkapkan 8. Membantu pasien dalam memulihkan
meningkat (5) perasaan kehilangan rasa duka
3. Verbalisasi 7. Motivasi untuk meningkatkan 9. Dalat mengalihkan fokus pasien pada
perasaan sedih lingkungan keluarga atau orang rasa duka
menurun (5) terdekat 10. coping yang tepat sesuai pasien dapat
4. Verbalisasi 8. Fasilitasi melakukann kebiasaan meningkatkan proses pemulihan
perasaan sesuai dengan budaya,agama dan Edukasi
bersalah atau norma sosial 11. Agar klien mengepresikan perasaan
menyalahkan 9. Fasilitasi mengepresikan perasaan secara adaptif
orang lain dengan cara yang nyaman (mis. 12. Membuat pasien lekas mengalihkan
menurun (5) membaca buku, menulis, fokus duka dengan aktivitas lain
5. Menangis menggambar atau bermain) 13. Apresiasi membuat pasien lebih merasa
menurun (5) 10. Diskusikan strategi coping yang tennag
dapat digunakan 14. Agar klien tidak mengalami respon
Edukasi maladaptif
11. Jelaskan kepada pasien dan keluarga
bahwa sikap
mengingkari,marah,tawar
menawar,sepresi dan menerima
adalah wajar dalam menghadapi
kehilangan
12. Anjurkan mengindentifikasi
ketakutan terbesar pada kehilangan
13. Anjurkan mengepresikan perasaan
pada kehilangan
14. Ajarkan melewati proses berduka

29
secara bertahap
6. Resiko Tingkat infeksi Pencegahan infeksi (I.14539) Observasi
infeksi (L.14137) Observasi 1. Mengidentifikasi adanya gejala awal
(D.0142) Setelah dilakukan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi dari proses infeksi
tindakan keperawatan local dan sistemik Terapeutik
selama 3x24 jam Terapeutik 2. Membatasi jumlah pengunjung dapat
proses keperawatan 2. Batasi jumlah pengunjung mencegah terjadinya infeksi pada pasien
risiko infeksi dapat 3. Berikan perawatan kulit pada area 3. Memberikan perawatan luka pada area
teratasi dan luka edema kulit
sembuh sempurna 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah 4. Agar mengurangi terjadinya
kontak dengan pasien dan kontaminasi akibat bakteri
Kriteria hasil: lingkungan pasien 5. Teknik aseptic dapat mencegah
1. Kebersihan 5. Pertahankan teknik aseptic pada terjadinya infeksi
tangan pasien beresiko tinggi Edukasi
meningkat (5) Edukasi 6. Pasien dapat mengetahui tanda dan
2. Kebersihan 6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi gejala infeksi
badan 7. Ajarkan cara mencuci tangan 7. Mencuci tangan dengan benar dapat
meningkat (5) dengan benar mencegah infeksi
3. Kemerahan 8. Ajarkan etika batuk 8. Hal ini menimalisir terjadinya penularan
menurun (5) 9. Ajarkan cara memeriksa kondisi virus melalui droplet
4. Nyeri menurun luka atau luka operasi 9. Hal ini menghindarkan pasien dari
(5) 10. Anjurkan meningkatkan asupan kesalahan perawatan luka yang
5. Bengkak nutrisi menyebabkan infeksi
menurun (5) 11. Anjurkan meningkatkan asupan 10. Nutrisi dapat meningkatkan daya tahan
cairan tubuh pasien terhadap infeksi
Kolaborasi 11. Cairan mencegah dehidrasi sehingga sel
12. Kolaborasi pemberian inmunisasi, kulit lebih cepat dalam beregenerasi
jika perlu Kolaborasi

30
12. Imunisasi diberika untuk menghindari
terjadinya infeksi

31
2.2.4 Pelaksanaan
Memberikan tindakan asuhan keperawatan sesuai dengan
intervensi yang telah disusun berdasarkan SIKI.

2.2.5 Evaluasi
Tahap evaluasi ini dapat dilakukan secara formatif dan sumatif.
Evaluasi formatif merupakan evalusi keperawatan yang dilakukan
selama proses asuhan keperawatan sedang berlangsung (pasien tidak
ada rencana KRS) sedangkan evaluasi sumatif merupakan evaluasi
akhir. Menurut (Rohmah & Walid, 2019) terdapat beberapa evaluasi
yang perlu dikaji, antara lain:
a. Subyektif : Hal-hal yang ditemukan oleh keluarga secara
subyektif setelah intervensi dilakukan
b. Obyektif : Hal-hal yang ditemukan secara obyektif (inspeksi,
palpasi, perkusi, auskultasi) saat melakukan implementasi
keperawatan
c. Analisa : Analisa hasil yang telah dicapai setelah dilakukan
Tindakan asuhan keperawatan dengan mengacu pada tujuan yang
terkaji
d. Planning : Perencanaan/intervensi yang akan datang setelah
melihat respon dari keluarga ataupun pasien pada tahap evaluasi
e. Implementasi: Tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai
intruksi yang telah teridentifikasi dalam komponen P
f. Evaluasi : Respon klien setelah dilakukan Tindakan
keperawatan
g. Reassesment : Pengkajian ulang yang dilakukan terhadap
perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi
Agar menjadi evaluasi yang efektif, hal perlu didasarkan pada
kriteria hasil yang dapat diukur, yang mencerminkan hasil akhir
perawatan yang di harapkan sesuai dengan SLKI. Evaluasi klien
abortus bisa dilihat dari setiap diagnosa keperawatan yang keluar,
seperti:

32
a. Evaluasi kekurangan volume cairan klien, keseimbangan asam basa
dan keseimbangan elektrolit klien.
b. Evaluasi konstipasi menurun dengan pola eliminasi fekal normal
(<3x sehari, feses lunak berbentuk, feses keluar tanpa bantuan
dorongan, tidak ada darah dan nyeri saat defekasi
c. Evaluasi aktifitas fisik klien, mengidentifikasi aktivitas yang
menimbulkan kecemasan klien, dan menampilkan aktifitas sehari-
hari (AKS) klien.
d. Evaluasi pengendalian nyeri akibat perdarahan atau kuretase,
kualitas nyeri yang di rasakan pasien, cara pencegahan dan
pengalihan nyeri yang dilakukan klien.
e. Evaluasi mekanisme koping, keberhasilan dan penyelesaian klien
dalam mengatasi proses berduka dan kehilangan terhadap
keguguran atau kehilangan janin yang dikandungnya
f. Evaluasi ada tidaknya infeksi akibat kuretase atau pembedahan,
status imun meningkat, dan penyembuhan luka meningkat.

33
2.3 Web of Caution (WOC)

Pendarahan nekrosis

Hasil konsepsi terlepas dari uterus


Faktor
Gangguan pertumbuhan hasil konsepsi
Kelainan plasenta
Uterus berkontraksi
Penyakit ibu

Hasil konsepsi keluar

ABORTUS

Imminens Insipien Inkomplit Komplit Habitualis Missed abortion

Dapat dipertahankan
Kematian janin Berduka

Post anastesi Kuretase

Penurunan saraf oblongata


Jaringan terbuka
Jaringan terputus
Masuknya alat tindakan kuratase

Penurunan peristaltik usus


Pendarahan
Invansi bakteri
Merangsang area sensorik motorik
Penurunan penyerapan cairan di kolon
Hipovolemi

Peningkatan leukosit
Nyeri akut

Konstipasi
Resiko infeksi

Gangguan mobilitas fisik

34
35
BAB 3 PENELITIAN TERKAIT

3.1 Jurnal 1
Judul FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJADIAN ABORTUS INKOMPLIT DI RUMAH SAKIT
BHAYANGKARA POLDA ACEH KOTA BANDA ACEH
Jurnal Jurnal Ilmiah Obsgin
Download https://doi.org/10.36089/job.v15i2.1266
Volume & Vol.15 No.2 & Hal. 383-395
Halaman
Tahun 2023
Penulis Sri Wahyuni,Mia Amelia Sari
Reviewer 1. Amalia putri ayon
2. Sendi
3. Masdiana aini
4. Marta karizah sejati
5. Ulfa kusmiyanti
6. Krisna dwi bagus setiawan
7. Apriliani puspita sari
8. Asyam yafi maulana
Tanggal 28 oktober 2023

Abstrak Abortus merupakan salah satu faktor penyumbang angka


kematian ibu, namun lebih sering dilaporkan dalam bentuk
perdarahan bukan dalam bentuk abortus. Bila abortus ini terjadi,
maka harus segera ditangani untuk mengatasi perdarahan karena
perdarahan yang banyak dapat menyebabkan kematian ibu. Salah
satu faktor penyebab kejadian abortus pada ibu adalah usia ibu
saat hamil. Usia kehamilan yang aman adalah 20-3 tahun, yang
ditinjau dari sudut kematian maternal, usia ibu saat hamil 35
tahun berisiko terjadinya abortus inkomplit, Abortus inkomplit
masih dapat dipertahankan kehamilannya bila tidak terjadi infeksi
dan perdarahan yang tidak terlalu banyak.
Metode Metode penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan Case
Control, untuk kasus adalah ibu hamil yang megalami abortus
inkomplit dan kontrol adalah ibu hamil normal yang tidak
mengalami abortus inkomplit dengan usia kehamilan ≤ 20 minggu

36
di RS. Bhayangkara Polda Aceh. Sampel penelitian 158
responden, dengan responden kasus 79 orang dan responden
kontrol 79 orang.
Ringkasan  Abortus merupakan salah satu faktor penyumbang angka kematian
ibu, namun lebih sering dilaporkan dalam bentuk perdarahan
bukan dalam bentuk abortus. Bila abortus ini terjadi, maka harus
segera ditangani untuk mengatasi perdarahan karena perdarahan
yang banyak dapat menyebabkan kematian ibu. Salah satu faktor
penyebab kejadian abortus pada ibu adalah usia ibu saat hamil.
Usia kehamilan yang aman adalah 20-30 tahun, yang ditinjau dari
sudut kematian maternal, usia ibu saat hamil 35 tahun berisiko
terjadinya abortus inkomplit, Abortus inkomplit
masihdapatdipertahankan kehamilannya bila tidak terjadi infeksi
dan perdarahan yang tidak terlalu banyak. Abortus
merupakansalahsatu faktor penyumbang angka kematian ibu,
namun lebih sering dilaporkan dalam bentuk perdarahan bukan
dalam bentuk abortus. Bila abortus ini terjadi, maka harus segera
ditangani untuk mengatasi perdarahan karena perdarahan yang
banyak dapat menyebabkan kematian ibu. Angka kejadian abortus
di Asia Tenggara adalah 4,2 juta pertahun termasuk Indonesia,
sedangkan frekuensi abortus spontan di Indonesia adalah 10-15
dari 6 juta kehamilan setiap tahunnya atau 600. 000 - 12 900. 000,
sedangkan abortus buatan sekitar 750. 000 1,5 juta setiap
tahunnya, 2500 orang diantaranya berakhir dengan kematian
Anshor, 2009. Abortus inkomplit adalah dimana sebagian
jaringan hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus dimana
perdarahannya masih terjadi dan jumlahnya bisa banyak atau
sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan
sebagian jaringan plasenta masih terbuka sehingga terjadi
perdarahan terus menerus. Perdarahan yang terjadi selama abortus
dapat mengakibatkan pasien menderita anemia, sehingga dapat
meningkatkan risiko kematian ibu (AKI).

37
3.2 Jurnal 2
Judul MENGENALI ABORTUS DAN FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ABORTUS
Jurnal Idea Nursing Journal
Download https://jurnal.unsyiah.ac.id/INJ/article/download/6354/5220
Volume & Vol. II No. 1 & Hal. 12-18
Halaman
Tahun 2011
Penulis Darmawati
Reviewer 1. Amalia Putri Ayon
2. Sendi
3. Masdiana Aini
4. Marta Kariza Sejati
5. Ulfa Kusmiyanti
6. Krisna Dwi Bagus Setiawan
7. Apriliani Puspitasari
8. Asyam Yafi Maulana
Tanggal 28 Oktober 2023

Abstrak Abortus adalah suatu kondisi dimana kehamilan berakhir


sebelum janin mencapai usia yang memungkinkannya untuk
hidup di luar rahim. Pada abstrak ini, penulis menekankan
pada berbagai faktor yang bisa menjadi penyebab dari
abortus, baik itu dari faktor ibu, janin, maupun faktor
eksternal. Dukungan dari lingkungan sekitar, termasuk
pasangan, keluarga, dan tenaga medis, sangat
mempengaruhi bagaimana seorang wanita menghadapi
abortus. Faktor-faktor penyebab yang disoroti dalam
abstrak ini meliputi usia ibu, riwayat keguguran
sebelumnya, kondisi kesehatan ibu, bentuk rahim, gaya
hidup, konsumsi obat-obatan tertentu, dan sebagainya.
Penulis menekankan pentingnya edukasi dan informasi
yang tepat bagi pasien agar dapat mencegah dan
mengetahui faktor risiko abortus.
Metode Dari konten yang disajikan, tampak bahwa penulis

38
melakukan telaah literatur dengan merujuk pada berbagai
sumber literatur lainnya untuk mendapatkan informasi dan
data mengenai abortus dan faktor-faktornya. Hal ini dilihat
dari banyaknya kutipan dan referensi dari literatur lain yang
digunakan dalam pembahasan.
Ringkasan Penulis memulai dengan definisi abortus dan statistik terkait
prevalensinya. Faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian abortus dianalisis dengan mendalam, dengan fokus
pada faktor ibu, janin, dan faktor eksternal. Beberapa faktor
yang dibahas antara lain adalah usia ibu, paritas, riwayat
keguguran sebelumnya, infeksi genital, penyakit kronis,
bentuk rahim yang tidak sempurna, konsumsi obat-obatan,
stres, hubungan seksual saat hamil, dan faktor lingkungan
seperti trauma fisik dan paparan radiasi. Penulis juga
menyoroti pentingnya peran tenaga medis, khususnya
perawat, dalam memberikan informasi dan pendidikan
kepada pasien untuk mencegah dan mendeteksi dini risiko
abortus.
Jurnal yang ditulis oleh Darmawati memberikan gambaran
yang komprehensif mengenai abortus dan faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian tersebut. Penulis
berhasil menyajikan informasi dengan sistematis dan
mendalam, didukung dengan berbagai literatur yang
relevan. Meskipun demikian, ada beberapa hal yang bisa
ditingkatkan, seperti penyajian metode penelitian yang lebih
rinci dan diskusi lebih lanjut mengenai solusi atau
intervensi yang bisa dilakukan untuk mencegah kejadian
abortus. Namun secara keseluruhan, jurnal ini sangat
berguna bagi para praktisi kesehatan, khususnya di bidang
keperawatan maternitas, serta masyarakat umum yang ingin
mengetahui lebih banyak mengenai abortus dan faktor-
faktor risikonya.

39
3.3 Jurnal 3
Judul Parity and Maternal Illness and the Incidence of Imminent
Abortion
Jurnal Jurnal Kesehatan Masyarakat
Download https://doi.org/10.15294/kemas.v14i1.11166
Volume & Vol 14 No 1 & Hal 56-61
Halaman
Tahun 2018
Penulis Layla Fadhilah Rangkuti, Delfi Lutan, Sri Rahayu Sanusi
Reviewer 1. Amalia putri ayon
2. Sendi
3. Masdiana aini
4. Marta karizah sejati
5. Ulfa kusmiyanti
6. Krisna dwi bagus setiawan
7. Apriliani puspita sari
8. Asyam yafi maulana
Tanggal 28 Oktober 2023

Abstrak Aborsi spontan adalah aborsi tahap pertama dan ancaman aborsi.
Sebagian besar penelitian menyatakan bahwa angka kejadian
aborsi adalah 15-20% dari seluruh kehamilan. Komplikasi pada
aborsi imminen adalah pendarahan atau infeksi yang dapat
menyebabkan kematian. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis hubungan paritas dan penyakit ibu dengan kejadian
aborsi imminen. Penelitian ini menggunakan penelitian
observasional analitik dengan desain case-control. Sampelnya
berjumlah 100 peserta. Analisis data menggunakan analisis
univariat dan analisis bivariat dengan uji chi square. Hasil analisis
bivariat dengan uji chi square menunjukkan terdapat hubungan
yang bermakna antara paritas (p=0.0001) dan penyakit ibu
(p=0.0001) terhadap kejadian aborsi imminen. Disarankan agar
penyedia layanan kesehatan dapat mendeteksi aborsi lebih dini
dan juga memberikan konseling kepada ibu hamil mengenai
aborsi yang akan segera terjadi.
Metode Penelitian ini menggunakan penelitian observasional analitik

40
dengan desain case control. Survei analitik merupakan survei atau
penelitian yang mencoba mengeksplorasi bagaimana dan
mengapa fenomena kesehatan terjadi, sedangkan case control
berupa penelitian yang dimulai dengan identifikasi pasien dengan
efek atau penyakit tertentu (disebut kasus) dan kelompok tanpa
efek (disebut kontrol).
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah
Padangsidimpuan dengan menggunakan data rekam medis ibu
yang didiagnosis aborsi iminen oleh dokter pada periode Januari
2015 hingga Desember 2016. Variabel yang diamati dalam
penelitian ini adalah paritas dan penyakit ibu. Metode analisis
data yang digunakan meliputi analisis univariat yang menjelaskan
atau menggambarkan karakteristik masing-masing variabel
penelitian.
Ringkasan Analisis Chi-square menunjukkan adanya hubungan antara paritas
dan imminent aborsi (p= 0.0001) dimana perempuan pada
kelompok kasus memiliki risiko 5.5 kali lebih tinggi dibandingkan
kelompok kontrol (odds rasio: 5.52). Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Hamidah di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta
yang mengungkapkan bahwa proporsi aborsi imminent pada
wanita dengan keadaan paritas <1 dan ≥3 adalah sebesar 13%.
Penelitian ini juga menyatakan ada hubungan antara paritas
dengan aborsi imminen (p=0,049). Selain itu, analisis multivariat
pada wanita yang memiliki paritas ≥3 menunjukkan bahwa
mereka memiliki risiko 6,9 kali lebih tinggi dibandingkan wanita
yang memiliki paritas 1-3. Asumsinya adalah semakin tinggi
paritas maka semakin tinggi kejadian aborsi dan sebaliknya
semakin rendah paritas maka semakin rendah kejadian aborsi.
Beberapa komplikasi aborsi yang berbahaya adalah perdarahan,
perforasi, infeksi,dan syok. Selain itu, aborsi menimbulkan
perubahan psikologis antara lain konflik dalam pengambilan
keputusan, sikap ambivalen dan ragu-ragu dalam mengambil

41
keputusan, perasaan tertekan atau terpaksa, perasaan tidak berdaya
dalam mengambil keputusan atau merasa berhak memilih.
Sebaiknya ibu hamil yang berisiko tinggi menjaga kesehatannya
agar tidak mudah sakit, melakukan pemeriksaan kandungan secara
rutin, dan pemeriksaan kesehatan rutin setiap bulan untuk
mengantisipasi bayi dan ibu dari segala hal yang membahayakan
kandungan. Hampir 50% kehamilan diakhiri dengan aborsi, atau
jika kehamilan dilanjutkan akan mengakibatkan persalinan
prematur, ketuban pecah dini, preeklampsia, larutan plasenta, dan
Intrauterine Growth Restriction (IUGR). Diketahui bahwa usia
ibu, penyakit sistemik khususnya diabetes tipe II, hipotiroidisme,
pengobatan infertilitas, trombofilia, berat badan ibu, dan struktur
rahim yang tidak normal dapat meningkatkan risiko terjadinya
aborsi dini. Ibu hamil sebaiknya menjaga asupannya dengan
mengonsumsi makanan bergizi dan diet seimbang untuk
mencegah hipertensi. Selain itu, olahraga ringan seperti jalan kaki
dan berenang, serta memperkaya pengetahuan tentang kehamilan
risiko tinggi dapat sangat membantu untuk menghindari kejadian
yang tidak diinginkan.

42
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Aborsi, juga dikenal sebagai "gugur kandungan" dalam bahasa Latin,
adalah penghentian kehamilan sebelum usia kehamilan dua puluh minggu
yang mengakibatkan kematian janin. Istilah lain "abortus" digunakan untuk
menggambarkan penghentian kehamilan. hasil konsepsi sebelum janin dapat
hidup di luar kandungan. Janin terkecil yang pernah dilaporkan dapat hidup di
luar kandungan memiliki berat badan 297 gram waktu lahir, tetapi karena
jarang janin yang dilahirkan dengan berat badan di bawah 500 gram dapat
hidup terus, abortus didefinisikan sebagai mengakhiri kehamilan sebelum
janin mencapai berat badan 500 gram atau kurang dari 20 minggu kehamilan.
Terdapat beberapa jenis abortus berdasarkan etiologinya berikut
macamnya:
1. Abortus Komplit: Seluruh jaringan janin akan keluar dari rahim saat
keguguran terjadi, dengan mulut rahim terbuka lebar. Ketika hal ini terjadi,
ibu hamil akan mengalami perdarahan di vagina dan rasa sakit di perut
yang mirip dengan melahirkan. Abortus jenis ini tidak membutuhkan
kuretase.
2. Abortus Inkomplit: Jenis keguguran yang disebut abortus inkomplit terjadi
ketika jaringan janin telah keluar namun hanya sebagian saja. Perdarahan
dan nyeri perut ibu biasanya berlangsung lama, tetapi mereka akan hilang
setelah seluruh jaringan keluar atau kuretase dilakukan.
3. Abortus Insipiens: Abortus insipiens merupakan abortus yang sedang
berlangsung dengan tanda-tanda serviks yang rata dan melebar, tetapi hasil
konsepsi tetap berada di rongga rahim dan sedang dalam proses
pengeluaran. Tanda-tanda klinis abortus ini termasuk mulas dan kontraksi
yang kuat, dengan peningkatan perdarahan saat serviks melebar.
4. Abortus imniens adalah ancaman terjadinya abortus pada kehamilan
dengan tanda pendarahan pervagina pada usia kehamilan kurang dari 20
minggu. Pasien mengeluh mulas dengan sedikit atau tanpa keluhan selain
pendarahan vagina. Biasanya, pada abortus yang akan datang, OS Serviks

43
tetap tertutup danukuran rahim masih normal sesuai usia kehamilan, serta
tes kehamilan ibu tetap positif.
5. Abortus Tertunda: Missed abortion mengacu pada kematian janin dalam
kandungan sebelum usia kehamilan kurang dari 20 minggu, biasanya tanpa
beberapa gejala yang khas, namun ibu dapat merasakan bahwa
perkembangan kehamilan tidak seperti yang diharapkan atau adanya
keadaan abnormal. Jika usia kehamilan melebihi 1 hingga 20 minggu,
pasien akan merasakan kontraksi rahim dan gejala sekunder kehamilan
akan hilang. Terkadang hasil konsepsi belum keluar secara menyeluruh
dan setelah satu minggu kehamilan terhenti, tes urine negatif dan USG
menunjukkan bahwa rongga rahim kecil dan tidak teratur dan janin tidak
lagi menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
6. Abortus berulang : Ibu yang mengalami keguguran tiga kali atau lebih
secara berturut-turut dianggap mengalami abortus berulang. Kemungkinan
terjadinya sangat kecil
Penting untuk diingat bahwa terminologi dan pandangan terkait
dengan abortus dapat sangat bervariasi di berbagai masyarakat, budaya,
dan sistem hukum. Meskipun makna dan fokus dari definisi ini dapat
berubah tergantung pada konteks dan pendapat yang berbeda, ini adalah
definisi yang umum di dunia medis.

44
4.2 Saran
b. Perawat
Diharapkan kepada perawat agar melakukan skrining terjadinya
abortus pada setiap kunjungan awal antenatal yang dapat mengurangi
terjadinya abortus dikarenakan penanganan yang lebih cepat dan tepat
dari petugas kesehatan.
c. Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan dan
menambah pengalaman terkait abortus agar lebih optimal dalam
memberikan asuhan keperawatan abortus.
d. Masyarakat
Diharapkan Masyarakat dapat menerima Informasi terkait skrining
tanda, gejala dan bahaya abortus yang disampaikan oleh tenaga
kesehatan untuk mengetahui hal hal yang harus dilakukan pada masa
kehamilan dan juga hal hal yang tidak boleh dilakukan pada masa
kehamilan.

45
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, S., Riski, M., & Sukarni, D. (2023). FAKTOR-FAKTOR YANG
BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ABORTUS. Jurnal Aisyiyah
Merdeka, 8(2), 1–14.

Akbar, A. (2019). Faktor Penyebab Abortus di Indonesia Tahun 2010-2019.


Jurnal Biomedik, 11(3), 182–191.
https://doi.org/https://doi.org/10.35790/jbm.11.3.2019.26660

Alfansury, M., & Yuli Trisetiyono. (2018). Karakteristik Keguguran Berulang di


RSUP dr.Kariadi Semarang. JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO, 7(4),
1661–1667.

Anestasia, T., & Satria, O. (2017). FAKTOR-FAKTOR YANG


BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ABORTUS DI RSUD DR .
ADNAAN. Jurnal Kesehatan Perintis, 4(1), 37–43.

Aprianto, I., Nulanda, Km., Wahyu, S., Mappaware, N. A., & Julyani, S. (2022).
Karakteristik Faktor Resiko Kejadian Abortus di RSIA Sitti Khadijah 1
Makassar. Fakumi Medical Journal: Jurnal Mahasiswa Kedokteran, 2(7),
481–488.

Asniar, Setiawatia, D., & Trisnawaty. (2022). ANALISA FAKTOR-FAKTOR


YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ABORTUS. Jurnal Kedokteran
Dan Kesehatan-Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara,
21(2), 207–218.

Coilal, L. T., Anggraeni, L., Gustina, I., Kebidanan, P. S., & Binawan, U. (2020).
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG
MANFAAT ULTRASONOGRAFI ( USG ) DALAM PEMERIKSAAN
KEHAMILAN. Binawan Student Journal (BSJ), 2(2), 242–245.

Dewanti, H. T., & Anwar, E. N. (2022). Pemeriksaan HCG ( Human Chorionic


Gonadotropin ) Dengan Metode Latex Dan Metode Strip Test Untuk Deteksi
Kehamilan. Jurnal Vokasi Kesehatan, 1(1), 33–38.

Erlina, N. Y., Kep, S., Kes, M., Sarjana, P., Keperawatan, P., Medika, I., &

46
Suherman, D. (2018). ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN KEJADIAN ABORTUS INKOMPLIT DI RSUD KOTA
BEKASI. JURNAL ILMIAH KEPERAWATAN, 7.

Fatkhiyah, N., Kodijah, & Hadiningsih, T. A. (2017). FAKTOR RISIKO


MATERNAL KEJADIAN ABORTUS. Jurnal Kebidanan, 6(1), 6–12.

Ford, H. B., & Schust, D. J. (2009). Recurrent Pregnancy Loss : Etiology ,


Diagnosis and Therapy. Obstetrics & Genocology Journal, 2(2), 76–83.

Herlambang, Handono, B., Faried, L. S., Faried, A., Kuwano, H., &
Wirakusumah, F. F. (2019). Hubungan Antara Kadar Protein BCL-2 Dan
Caspase 3 Sebagai Faktor Risiko Pada Kejadian Abortus. Jurnal Ilmiah Ilmu
Terapan Universitas Jambi, 3(1), 18–27.

Iskandar, & Perkasa, A. F. (2023). Abortus Inkomplit. Jurnal Kedokteran Dan


Kesehatan Mahasiswa Malikussaleh, 2(2), 85–91.

Kemenkes. (2023). Keguguran.


https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/2277/keguguran

Mariza, A., Rosmiyati, & Sulistyowati, N. (2015). KARAKTERISTIK IBU


YANG MENGALAMI KEJADIAN ABORTUS INSIPIENS DI RSUD. Dr.
A. DADI TJOKRODIPO KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2014.
Jurnal Kebidanan, 1(3), 139–142.

Mustika, D. N., & Dewi Puspitaningrum. (2018). PEMERIKSAAN KADAR


HEMOGLOBIN DAN URINE PADA IBU HAMIL DI LABORATORIUM
KESEHATAN TERPADU UNIMUS. Jurnal Kebidanan, 1, 525–529.

Purwaningrum, E. D., Fibriana, A. I., Biostatistika, E., Ilmu, J., & Masyarakat, K.
(2017). FAKTOR RISIKO KEJADIAN ABORTUS SPONTAN. HIGEIA
JOURNAL OF PUBLIC HEALTH RESEARCH AND DEVELOPMENT, 1(3),
84–94.

Rohmah, N., & Walid, S. (2019). Proses Keperawatan Berbasis KKNI (Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia). Eduliteria.

47
Suliani, & Ruseni. (2018). GAMBARAN FAKTOR KEJADIAN ABORTUS
IMMINENS PADA IBU HAMIL MULTIGRAVIDA DI RSUD DR .
PIRNGADI MEDAN. Jurnal Kebidanan Flora, 11(2), 37–45.

Wahyuni, I. S., Kartini, F., & Raden, A. (2022). DAMPAK KEJADIAN PASCA
ABORTUS SPONTAN PADA IBU HAMIL. Jurnal Kesehatan, 1, 91–101.

WHO. (2021). Abortus.


https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/abortion

Wulandari, T., Sitti Saleha, & Sari, J. I. (2022). Manajemen Asuhan Kebidanan
Antenatal pada Ny ”N” dengan Abortus Inkomplit di RSUD Syekh Yusuf
Kab. Gowa Tahun 2019. Jurnal Midwifery, 4(1), 7–18.
https://doi.org/10.24252/jmw.v4i1.27715

Yanti, L. (2018). FAKTOR DETERMINAN KEJADIAN ABORTUS PADA IBU


HAMIL: CASE CONTROL STUDY. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Kesehatan,
16(2), 95–100.

48
LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Konsultasi


Dosen Pembimbing : Diyan Indriyani, S.Kp., M.Kep., Sp.Mat
Kelompok/Kelas : 2/3A
Judul Makalah : ABORTUS

Masukan Tanda
No Tanggal
Pembimbing Tangan
1.
2.
3.

49

Anda mungkin juga menyukai