DOSEN PENGAMPU:
Farida Purnamasari, S.Kep, M.K.M
DISUSUN OLEH
Kelompok 2:
1. Muhammad Reza Maulana (21020)
2. Syalsabila Sundari Wahab (21038)
3. Wayan Dewi Andini (21040)
DIII KEPERAWATAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan materi "Asuhan Keperawatan pada
Ibu Hamil dengan Abortus”.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Maternitas. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang abortus ibu hamil bagi para pembaca dan juga bagi pennlis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Farida Purnamasari, S.Kep, M.K.M selaku
dosen mata kuliah Keperawatan Maternitas yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari,
makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................
A. Latar Belakang .....................................................................................
B. Rumusan Masalah ................................................................................
C. Tujuan Penelitian .................................................................................
D. Manfaat penelitian................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................
A. Konsep Abortus....................................................................................
1. Pengertian Abortus .........................................................................
2. Klasifikasi Abortus ........................................................................
3. Etiologi Abortus .............................................................................
4. Patofisiologi Abortus .....................................................................
5. Manifestasi Klinis Abortus ............................................................
6. Pemeriksaan Diagnostik Abortus...................................................
7. Penatalaksanaan Abortus ...............................................................
8. Komplikasi Abortus .......................................................................
B. Konsep Asuhan Keperawatan pada Kasus Abortus .............................
1. Pengkajian Keperawatan................................................................
2. Diagnosis Keperawatan..................................................................
3. Rencana Keperawatan....................................................................
4. Implementasi Keperawatan............................................................
5. Evaluasi Keperawatan....................................................................
BAB V PENUTUP..........................................................................................
A. Kesimpulan ..........................................................................................
B. Saran.....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian ibu di Indonesia ini masih sangat tinggi mengingat target
SDGs (Sustainable Development Goals) pada tahun 2030 mengurangi angka
kematian ibu hingga di bawah 70 per 100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan
RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) 2015-2019, target angka
kematian ibu pada tahun 2019 yaitu 306 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes
RI, 2014).
B. Rumusan Masalah
Bagaimana konsep dasar abortus ?
Apa saja klasifikasi abortus ?
bagaimana penerapan asuhan keperawatan ibu hamil dengan abortus?
Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Menjelaskan Konsep Penerapan Asuhan Keperawatan pada Ibu Hamil dengan
Abortus
Tujuan Khusus
a. Mampu menjelaskan pengkajian pada ibu hamil dengan abortus .
b. Mampu mendeskripsikan rumusan diagnosis keperawatan pada ibu hamil
dengan abortus.
c. Mampu mendeskripsikan perencanaan tindakan pada ibu hamil dengan
abortus.
d. Mampu mendeskripsikan pelaksanaan tindakan keperawatan pada ibu hamil
dengan abortus.
e. Mampu mendeskripsikan evaluasi asuhan keperawatan pada ibu hamil
dengan abortus.
C. Manfaat Penelitian
a. Bagi Penulis
Penulisan ini dapat menambah wawasan tentang konsep dasar abortus dan
konsep dasar asuhan keperawatan ibu hamil dengan abortus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Klasifikasi Abortus
Menurut Reeder (2014) dan Prawirohardjo (2014), klasifikasi abortus spontan
adalah sebagai berikut :
a) Abortus Imminens
Adalah perdarahan pervaginam atau perdarahan bercak-bercak yang terjadi
pada awal masa kehamilan pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu yang
dapat berkaitan atau tidak dapat berkaitan dengan kram ringan, proses tersebut
dapat berkurang atau dapat menyebabkan abortus.
b) Abortus Insipiens
Abortus yang sedang mengancam yang ditandai dengan serviks telah mendatar
dan ostium uteri telah membuka, namun janin masih dalam rahim dan dalam
proses pengeluaran.
c) Abortus komplit
Semua hasil konsepsi telah keluar, perdarahan ringan, kram uterus ringan. Hasil
konsepsi yang keluar dari kavum uteri berkisar pada usia kehamilan 20 minggu
atau berat janin kurang dari 500 gram.
d) Abortus Inkomplit
Sebagian hasil konsepsi telah dikeluarkan, tetapi sebagian lagi (biasanya
plasenta) tertahan dalam uterus, perdarahan hebat biasanya terjadi sampai hasil
konsepsi yang tertinggal dalam uterus dapat dikeluarkan.
e) Missed Abortion
Janin meninggal dalam uterus sebelum kehamilan 20 minggu tetapi hasil
konsepsi seluruhnya masih tertinggal dalam uterus.
3. Etiologi
Menurut Maryunani & Eka (2013) dan Prawirohardjo (2014) penyebab abortus
(early pregnancy loss) bervariasi, biasanya disebabkan lebih dari satu penyebab,
penyebab terbanyak diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Faktor Genetik
Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip embrio.
Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan
sitogenetik. Karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama, separuh dari
abortus berupa trisomi autosom. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat
menyebabkan kematian janin atau cacat kelainan berat pada kehamilan muda.
b. Faktor Autoimun
Antara abortus berulang dan penyakit autoimun terdapat hubungan yang nyata.
Misalnya, pada Systematic Lupus Erythematosus (SLE) dan Antiphospholipid
Antibodies (aPA). aPA merupakan antibody spesifik yang didapati pada
perempuan dengan SLE. Kejadian abortus spontan diantara pasien SLE sekitar
10 %, dibanding populasi umum. aPA merupakan antibodi yang akan berikatan
dengan sisi negatif dari fosfolipid. Sebagian besar kematian janin dihubungkan
dengan adanya aPA.
c. Faktor Infeksi
Beberapa jenis organisme tertentu diduga berdampak pada kejadian abortus,
diantaranya : bakteri, virus, parasit, dan spirokaeta.
Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap
risiko abortus/EPL, diantaranya sebagai berikut :
1) Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang
berdampak langsung pada jani atau unit fetoplasenta.
2) Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga
janin sulit bertahan hidup.
3) Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta yang bisa berlanjut
kematian janin.
4) Infeksi kronis endometrium dari penyebaran keman genetalia bawah (misal
Mikoplasma hominis, Klamidia, Ureplasma urealitikum/HSV) yang bisa
mengganggu proses implantasi.
5) Amnionitis (oleh kuman gram-positif dan gram negatif, Listeria
monositogenes).
6) Memacu perubahan genetik dan antomik embrio, umumnya oleh karena
virus selama kehamilan awal (missal rubella, parvovirus B19,
sitomegalovirus, koksakie virus B, varisela-zoster, kronik sitomegalo virus
CMV, HSV)
d. Faktor lingkungan
Diperkirakan 1 – 10 % malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia,
atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap
buangan gas anastesi dan tembakau. Rokok diketahui mengandung ratusan
unsur toksik, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif
sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga
menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan
adanya gangguan pada system sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan
pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.
e. Faktor Psikologis
Biasanya ibu belum mempunyai persiapan yang matang secara emosional
merupakan kelompok yang peka terhadap terjadinya abortus.
f. Kelainan pada plasenta misalnya endarteritis dapat terjadi dalam villi koriales
menyebabkan oksigenasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan kematian janin.
g. Faktor Imunologi
Terdapat antibodi kardiolipid yang mengakibatkan pembekuan darah di
belakang supra simfisis sehingga mengakibatkan kematian janin karena
berkurangnya aliran darah dari supra simfisis tersebut. Faktor imunologi yang
telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus spontan berulang antara
lain: antibodi antinuclear, antikoagulan lupus, dan antibodi cardiolipid.
h. Usia
Beberapa studi menunjukkan bahwa angka kematian janin yang berusia kurang
dari 20 minggu sebanyak 2% dengan usia ibu hamil kurang dari 30 tahun, dan
sebesar 10% dengan usia ibu hamil lebih dari 40 tahun. (Reeder, 2011).
Hutapea (2017) mengungkapkan bahwa kelompok usia dibawah 20 tahun atau
lebih dari 35 tahun berisiko terjadinya abortus, karena pada usia dibawah 20
tahun reproduksi wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada
usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi wanita sudah mengalami penurunan dari
fungsi reproduksi normal.
4. Patofisiologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desisua basalis dan nekrosis dijaringan
sekitar. Ovum menjadi terlepas, hal ini memicu kontraksi uterus yang menyebabkan
ekspulsi. Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut,
apabila kantung dibuka akan dijumpai janin kecil yang mengalami meserasi dan
dikelilingi oleh cairan, jika janin tidak tampak didalam kantung disebut blighted
ovum. Mola kerneosa atau darah adalah suatu ovum yang dikelilingi oleh kapsul
bekuan darah. Kapsul memiliki ketebalan bervariasi, dengan villi korionik yang
telah berdegenerasi tersebar diantara kapsul. Rongga kecil didalam yang terisi
cairan tampak menipis dan terdistorsi akibat dinding bekuan darah lama dan tebal
(Cunningham, 2012).
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua
secara dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8
sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan
sempurna dan menimbulkan banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14
minggu hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum
menembus desidua terlalu dalam. Pada abortus tahap lanjut, terdapat beberapa
kemungkinan hasil. Janin yang bertahan dapat mengalami maserasi. Tulang-tulang
kolaps dan abdomen kembung oleh cairan yang mengandung darah. Kulit melunak
dan terkelupas meningglakan dermis. Organ-organ dalam mengalami degenerasi
dan nekrosis (Manuaba, 2013).
5. Manifestasi Klinis
Menurut Maryunani & Eka (2013), manifestasi klinis abortus adalah:
a. Abortus Imminens
1) Ditandai dengan perdarahan bercak hingga sedang.
2) Serviks masih tertutup (karena pada saat pemeriksaan dalam belum ada
pembukaan).
3) Teraba nyeri/kram pada abdomen ringan.
4) Uterus sesuai gestasi.
5) Kram perut bawah nyeri memilin karena kontraksi tidak ada atau sedikit
sekali.
6) Tidak ditemukan kelainan pada serviks.
b. Abortus Insipiens
1) Perdarahan sedang hingga massif (banyak).
2) Kadang keluar gumpalan darah.
3) Serviks terbuka.
4) Uterus sesuai masa kehamilan.
5) Kram/nyeri pada perut bagian bawah karena kontraksi rahim kuat.
c. Abortus Komplit
1) Perdarahan bercak hingga sedang.
2) Serviks tertutup/terbuka.
3) Uterus lebih kecil dari usia gestasi.
4) Ada/tanpa nyeri perut bagian bawah dari riwayat hasil konsepsi.
5) Perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-
lambatnya dalam 10 hari perdarahan akan berhenti.
6) Abortus Inkomplit
1) Perdarahan sedang hingga banyak yang disertai dengan adanya
gumpalan.
2) Serviks terbuka karena masih ada benda di dalam uterus.
3) Besar uterus sesuai dengan usia gestasi.
4) Kram/nyeri perut bagian bawah.
5) Hasil konsepsi keluar sebagian dan test kehamilan masih positif.
7) Missed Abortion
1) Embrio telah meninggal dalam kandungan sebelum usia kehamila 20
minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan
hingga 8 minggu lebih.
2) Pada usia kehamilan 14 – 20 minggu penderita biasanya merasakan
rahimnya semakin mengecil.
3) Serviks tertutup dan perdarahan sedikit.
4) Sesekali pasien merasakan perutnya dingin dan kosong.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Jhonson (2014), pemeriksaan diagnostik pada pasien abortus diantaranya:
a. Tes urin akan positif untuk hCG, namun tanpa peningkatan progresif dalam
level serum.
b. Tidak adanya atau rendahnya serum hCG akan mengindikasikan aborsi
menyeluruh, sementara tingkat lebih tinggi dapat mengindikasikan aborsi
tidak sempurna.
c. Tes USG akan memperlihatkan uterus kosong atau produk parsial konsepsi
yang tertinggal dalam uterus dan tidak terdeteksinya detak jantung janin di
aborsi akhir.
d. Pemeriksaan kromosom akan dilakukan untuk menentukan seandainya
abonormalitas kromosom seperti aneuploidy ; hilangnya atau berlebihnya
kromosom X mengakibatkan aborsi (khususnya aborsi berulang).
e. Gangguan endokrin akan mengungkapkan level abnormal tiroid atau glukosa.
f. Kondisi imun mengindikasikan lupus atau antibodi-antibodi lainnya.
g. Pemeriksaan fisik untuk menunjukkan ketidakmampuan serviks atau
anormaly structural dalam serviks atau uterus, seperti polip atau fibroid, yang
akan merusak janin atau mengakibatkan keguguran.
7. Penatalaksanaan
Menurut Cunningham (2010), penatalaksanaan aktif pada pasien dengan abortus
umumnya terdiri dari:
a. Tirah baring
Tirah baring merupakan unsur penting dalam pengobatan abortus imminens
karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan
berkurangnya rangsang mekanik (Wiknjosastro, 2009).
Menurut Manuaba (2008) istirahat total ditempat tidur akan meningkatkan
aliran darah ke rahim serta dapat mengurangi perdarahan. Apabila perdahan
tidak berhenti dalam 48 jam maka akan berpotensi untuk terjadinya abortus
insipiens.
b. Pemberian antibiotik hanya jika ada tanda infeksi
Penelitian retrospektif pada 23 wanita dengan abortus imminens pada usia awal
trimester kehamilan, mendapatkan 15 orang (65%) memiliki flora abnormal
vagina. Tujuh dari 16 orang mendapatkan amoksisilin ditambah klindamisin dan
tiga dari tujuh wanita tersebut mengalami perbaikan, tidak mengalami nyeri
abdomen dan perdarahan (Sucipto, 2013).
Mitayani (2009) mengemukakan bahwa penangan pada abortus spontan yang
dilakukan seperti terapi intravena atau transfusi darah dapat dilakukan bila
diperlukan. Pada abortus inkomplit diusahakan untuk mengosongkan uterus
melalui pembedahan, jika penyebabnya adalah infeksi, tindakan untuk
pengosongan uterus sebaiknya ditunda sampai mendapatkan penyebab yang
pasti untuk memulai terapi antibiotik.
c. Progesteron
Progesteron merupakan produk utama korpus luteum dan berperan penting pada
persiapan uterus untuk implantasi, mempertahankan serta memelihara
kehamilan. Sekresi progesteron yang tidak adekuat pada awal kehamilan diduga
sebagai salah satu penyebab keguguran sehingga suplementasi progesteron
sebagai terapi abortus diduga dapat mencegah keguguran (Sucipto, 2013).
d. Penggunaan alat kontrasepsi yang tidak mengandung hormon
Salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan dalam penangan masalah
abortus yaitu dengan menganjurkan pasien maupun suaminya dalam memilih
alat kontrasepsi yang tidak mengandung hormon seperti: kondom, Intra Uterine
Device (IUD), sistem kalender, serta coitus interuptus. Penanganan ini
sebaiknya dianjurkan kepada suami istri, karena untuk wanita yang sudah
mengalami abortus spontan pada saat berhubungan seksual sel sperma belum
bisa membuahi sel ovum dikarenakan kondisi uterus wanita yang belum kuat
untuk melakukan pembuahan.
e. Evaluasi
Menurut Manuaba (2008) pada pasien abortus imminens evaluasi yang dapat
dilakukan diantaranya : cek jumlah perdarahan dan lamanya, tes kehamilan
dapat diulangi, konsultasi pada dokter ahli untuk penanganan lebih lanjut, serta
memberikan konseling pada ibu untuk dapat mengurangi aktifitas yang berat
setelah perdarahan berhenti.
Jika perdarahan berhenti, pantau kondisi ibu selanjutnya pada pemeriksaan
antenatal termasuk pemantauan kadar Hb dan USG panggul serial setiap 4
minggu. Lakukan penilaian ulang bila perdarahan terjadi lagi. Jika perdarahan
tidak berhenti, nilai kondisi janin dengan USG. Nilai kemungkinan adanya
penyebab lain (Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Penatalaksanaan pasca abortus
Untuk mencegah abortus berulang pada pasien yang telah mengalami abortus,
dianjurkan melakukan pemeriksaan TORCH (Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus, dan Herpes Virus) lewat pengambilan darah. Terapi
disesuaikan dengan hasil pemeriksaan laboratorium tersebut (Mochtar, 2012).
8. Komplikasi
Menurut Wiknjosastro, (2007) dalam Maryunani dan Sari (2013) komplikasi yang
berbahaya pada abortus, meliputi :
1) Pendarahan.
Pendarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil
konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena pendarahan
dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2) Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini penderita perlu diamati dengan teliti.
Jika ada tanda bahaya perlu segera dilakukan laparatomi dan tergantung dari
luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi.
Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan
persoalan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas mungkin pula terjadi
perlukaan pada kandung kemih atau usus. Dengan adanya dugaan atau
kepastian terjadinya perforasi, laparatomi segera dilakukan untuk menentukan
luasnya cedera untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya
guna mengatasi komplikasi.
3) Infeksi dalam uterus dan adneksa
Biasanya ditemukan pada abortus inkomplit dan lebih sering pada abortus
buatan yang dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis dan antisepsis. Infeksi
dalam uterus dan adneksa dapat terjadi dalam setiap abortus, tetapi biasanya di
dapatkan pada abortus inkomplit yang berkaitan erat dengan abortus yang tidak
aman (unsafe abortion).
4) Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena pendarahan (syok hemoragik) dan karena
infeksi perut (syok endoseptik).
Dampak Psikologis pada Pasien Abortus
Abortus iminens merupakan keguguran yang membakat dan akan terjadi dalam
hal ini keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan memberikan obat-obat
hormonal dan anti pasmodica. Sekalipun abortus ini masih dapat dipertahankan
sebagian besar pasien dan keluarganya akan mengalami kecemasan yang
mengganggu sehingga menimbulkan kesedihan yang berkelanjutan. Pada 20%
kasus, kesedihan pasien dapat berlangsung berbulan-bulan.
c. Riwayat Menstruasi
Riwayat menstruasi dikaji untuk mengetahui menarche pasien, siklus haid
teratur atau tidak, banyaknya darah yang keluar sewaktu haid, rasa
nyeri/tidak pada saat menstruasi dan HPHT untuk mengetahui usia
kehamilan (Wiknjosastro, 2008).
d. Riwayat obstetri
Riwayat obstetri perlu dikaji untuk mengetahui apakah sebelumnya pernah
hamil atau belum, hasil akhir yang muncul serta penangannya. Biasanya abortus
spontan terjadi karena adanya kelainan bawaan pada hasil konsepsi
(Wiknjosastro, 2008).
e. Personal Hygiene
Personal hygiene yang dikaji pada wanita dengan abortus untuk mengetahui
kebersihan dirinya terutama pada daerah genitalia untuk mencegah terjadinya
infeksi. Infeksi microplsma pada tracture genetalis dapat menyebabkan abortus
(Sulistyawati, 2012).
f. Aktivitas harian
Biasanya pada ibu hamil dengan abortus imminens harus beristirahat total untuk
menghentikan perdarahan dan meminimalisir terjadinya kematian pada janin.
Pasien dianjurkan untuk tidak melakukan aktifitas berat dan tidak melakukan
hubungan seksual sampai lebih kurang 2 minggu. Ibu hamil dengan abortus
imminens akan sulit untuk melakukan aktifitas sehari-hari dan aktifitas dibantu
oleh suami atau keluarga (Ratnawati, 2016).
Ibu hamil yang bekerja cenderung untuk terkena abortus karena ibu hamil yang
bekerja lebih banyak melakukan aktiftas yang berlebih ditambah beban kerja
yang dialami ibu hamil cukup menguras tenaga dan waktu dan tidak dapat
membagi waktu kapan harus beristirahat sehingga dapat berisiko terhadap
kehamilannya (Hutapea, 2017).
g. Riwayat psikologis
Wanita yang mengalami abortus juga akan mengalami risiko psikologis seperti
merasa cemas, tertekan, ragu-ragu dalam mengambil keputusan dan merasa
tidak berhak memilih. Gejalanya dapat ditandai dengan harga diri rendah, malu,
putus asa, sering menjerit, dan disertai dengan usaha bunuh diri (Maryunani &
Eka, 2013).
h. Riwayat spiritual
Wanita dengan abortus cenderung memiliki perasaan tidak percaya dengan
keselamatan kehamilannya, keyakinan religius atau spiritual yang kurang. Paien
merasa takut kondisi janin yang dikandungnya terancam meninggal.
i. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Ibu hamil dengan abortus cenderung terlihat lemah karena perdarahan yang
dialami, kemungkinan kesadaran menurun, tekanan darah normal atau
menurun, denyut nadi normal atau cepat dan kecil, suhu badan normal atau
meningkat (Padilla, 2015).
2) Kepala dan wajah
Rambut ibu hamil dengan abortus kumungkinan tidak ada perubahan. Pada
wajah biasanya akan tampak pucat, ada/tidak cloasma gravidarum, edema
pada wajah tidak ditemukan. Konjungtiva pada mata nampak anemis, sklera
tidak ikterik, dan palpasi pembesaran kelenjar getah bening pada leher
biasanya tidak ditemukan kelainan.
3) Payudara
Kemungkinan pada ibu hamil dengan abortus imminens payudara akan
membesar, lebih padat dan lebih keras, puting menonjol areola menghitam
dan membesar dan permukaan pembuluh darah menjadi lebih terlihat.
4) Abdomen
Pada ibu hamil dengan abortus biasanya akan ditemukan umbilikus
menonjol keluar, dan membentuk suatu area berwarna gelap di dinding
abdomen, serta akan ditemukan linea alba dan linea nigra. Pada ibu tampak
perut membesar.
5) Genitalia
Ibu hamil dengan abortus biasanya mengalami perdarahan pervaginam
mulai dari ringan hingga berat mungkin disertai dengan keluarnya jaringan
hasil konsepsi (Padila, 2015).
6) Ekstremitas
Ibu hamil dengan abortus kemungkinan tidak ditemukan masalah pada
ekstremitas.
j. Pemeriksaan Ginekologi
a. Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginam ada atau tidak jaringan hasil
konsepsi, tercium bau busuk dari vulva.
b. Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka atau sudah
tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak jaringan
berbau busuk dari ostium.
c. Pemeriksaan dalam vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba
atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil
dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang, tidak nyeri pada
adneksa, cavum douglas tidak menonjol dan tidak nyeri (Padila, 2015)
k. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Jhonson (2014), pemeriksaan diagnostik pada pasien abortus
diantaranya:
Tes urin akan positif untuk hCG, namun tanpa peningkatan progresif dalam
level serum.
Tidak adanya atau rendahnya serum hCG akan mengindikasikan aborsi
menyeluruh, sementara tingkat lebih tinggi dapat mengindikasikan aborsi
tidak sempurna.
Tes USG akan memperlihatkan uterus kosong atau produk parsial konsepsi
yang tertinggal dalam uterus dan tidak terdeteksinya detak jantung janin di
aborsi akhir.
Pemeriksaan kromosom akan dilakukan untuk menentukan seandainya
abonormalitas kromosom seperti aneuploidy ; hilangnya atau berlebihnya
kromosom X mengakibatkan aborsi (khususnya aborsi berulang).
Gangguan endokrin akan mengungkapkan level abnormal tiroid atau glukosa.
Kondisi imun mengindikasikan lupus atau antibodi-antibodi lainnya.
Pemeriksaan fisik untuk menunjukkan ketidakmampuan serviks atau
anormaly structural dalam serviks atau uterus, seperti polip atau fibroid, yang
akan merusak janin atau mengakibatkan keguguran.
3. Rencana Keperawatan
Edukasi:
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategic
maredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
5. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
Kolabrasi:
1. Kolaborasi
pemberian
analgetika perlu
4 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan intervensi Pengurangan
dengan kurang keperawatan, ansietas pada Kecemasan
pengetahuan tentang klien dapat diatasi dengan 1. Gunakan pendekatan
penyakit (NANDA 2015- kriteria hasil : yang tenang dan
2017. Hal 343). meyakinkan
Tingkat Kecemasan : 2. Dorong keluarga
Definisi: 1. Klien dapat beristirahat untuk mendampingi
Perasaan tidak nyaman 2. Perasaan gelisah klien dengan cara
atau kekhawatiran yang berkurang yang tepat
samar disertai respon 3. Klien mengatakan 3. Dengarkan klien
autonom (sumber sering cemasnya berkurang 4. Dorong verbalisasi,
kai tidak spesifik) 4. Tanda-tanda vital dalam perasaan, persepsi
perasaan takut yang rentang normal (NOC. Hal dan ketakutan
disebabkan oleh antisipasi 572). 5. Instruksikan klien
terhadap bahaya. untuk menggunakan
Perasaan ini merupakan teknik relaksasi
isyarat kewaspadaan yang 6. Kaji untuk tanda
memperingatkan bahaya verbal dan non
yang akan terjadi dan verbal kecemasan
memampukan individu (NIC. Hal 319).
melakukan tindakan
untuk menghadapi Terapi Relaksasi
ancaman. 1. Ciptakan lingkungan
yang tenang
Batasan Karakteristik: 2. Dorong klien untuk
Perilaku mengambil posisi
1) Penurunan yang nyaman dengan
produktivitas pakaian longgar dan
2) Mengekspresikan mata tertutup
kekhawatiran akibat 3. Minta klien untuk
perubahan dalam rileks dan merasakan
peristiwa hidup sensasi yang terjadi
3) Gelisah 4. Gunakan suara yang
4) Insomnia lembut dengan irama
5) Kontak mata buruk yang lambat untuk
6) Resah setiap kata
5. Tunjukkan dan
Afektif praktekkan teknik
1) Gelisah relaksasi pada klien
2) Distress 6. Dorong klien untuk
3) Ketakutan mengulang praktik
4) Perasaan tidak teknik relaksasi jika
adekuat memungkinkan
5) Marah 7. Berikan waktu yang
6) Menyesal tidak terganggu
7) Perasaan takut karena
8) Ketidakpastian memungkinkan saja
9) Khawatir klien tertidur
8. Evaluasi laporan
Fisiologis individu terkait
1) Wajah tegang dengan relaksasi
2) Peningkatan keringat yang dicapai secara
3) Gemetar/tremor teratur,dan monitor
4) Suara bergetar ketegangan otot
secara periodik, TTV
Gejala mayor: dengan tepat
1) Merasa bingung 9. Evaluasi dan
2) Anoreksia dokumentasikan
3) Sulit berkosentrasi respon terhadap
4) Tampak gelisah terapi relaksasi
5) Sulit tidur (NIC. Hal 446)
6) Tampak tegang
Gejala minor:
1) Mengeluh pusing
2) Anoreksia
3) Merasa tidak berdaya
4) Frekuensi nafas
meningkat
5) Frekuensi nadi
meningkat
6) Tekanan darah
meningkat
7) Diaforesis
8) Tremor
9) Kontak mata buruk
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sesuai dengan yang telah direncanakan
mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri merupakan tindakan
keperawatan berdasarkan analisis dan kesimpulan perawat, serta bukan atas
petunjuk tenaga kesehatan lain. Di sisi lain, tindakan kolaborasi adalah tindakan
keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau
petugas kesehatan lainnya. (Ratnawati, 2016).
Dalam implementasi keperawatan, tindakan harus cukup mendetail dan jelas supaya
tenaga keperawatan dapat menjalankannya dengan baik dalam waktu yang telah
ditentukan. Perawat dapat melaksanakan langsung atau bekerja sama dengan tenaga
kesehatan lainnya. (Mitayani, 2011).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan penilaian perkembangan ibu hasi implementasi
keperawatan dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai.
(Ratnawati, 2016).
Hasil yang diharapkan bagi klien yang mengalami abortus spontas adalah sebagai
berikut :
a) Klien dapat mneyatakan perubahan fisiologis yang terjadi mengenai kondisinya
dan pengobatan yang berkaitan.
b) Klien tidak akan mneunjukkan tanda atau gejala kekurangan volume cairan.
c) Klien tidak akan mengalami komplikasi apapun.
d) Klien dapat mempertahankan kehamilan apabila perdarahan tidak terlalu
banyak atau tidak terdapat kontaindikasi lain selama kehamilan.
e) Klien dapat membahas dampak keguguran yang ia alami pada keluarganya,
mengalami kemajuan melewati proses berduka.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Nugroho (2012) dan Prawirohardjo (2014) abortus adalah terhentinya
kehamilan atau ancaman pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup di
luar kandungan jika tidak ditanggulangi dengan baik pada usia kehamilan kurang dari
20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Diagnosa yang mungkin muncul:
- Risiko cedera janin berhubungan dengan masalah kontraksi.
- Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan gerak.
- Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis.
- Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakit.
- Hypovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
Tindakan yang dapat dilakukan antara lain : mengontrol nyeri, bedrest, mengobservasi
ttv, memberikan cairan, terapi relaksasi.
B. Saran
Melalui makalah ini diharapkan mahasiswa dan perawat dapat mengaplikasikan
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien abortus.
DAFTAR PUSTAKA
https://pustaka.poltekkes-
pdg.ac.id/index.php?p=show_detail&id=5243&keywords=
http://repository.unissula.ac.id/23707/1/40901800069_fullpdf.pdf
https://akper-pasarrebo.e-journal.id/nurs/article/download/53/29
https://www.academia.edu/11316812/ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_IB
U_ABORTUS