Anda di halaman 1dari 42

CASE BASED DISCUSSION (CBD)

Kehamilan Ektopik

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas PK 1

Dosen pengampu ibu Eneng Sholihah,SST.M.Keb

Disusun Oleh:

Annisa Nurul Astri P17324418045

Kelompok 1

POLITEKNIK KESEHATAN KEMESKES RI BANDUNG

PROGRAM STUDI KEBIDANAN KARAWANG

2020
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin,puji dan syukur bagi Allah swt. Yang telah melimpahkan
rahmat dan inayah nya sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan CBD mengenai
kehamilan ektopik, dalam penyelesaian CBD ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan, dan bimbingan dari orang tua, dosen, serta kakak tingkat sehingga
kendala-kendala dalam penyusun hadapi dapat teratasi.
CBD disusun untuk memenuhi tugas individu Praktik Kebidanan I dan agar pembaca
dapat memperluas ilmu tentang kehamilan letak sungsang yang disajikan berdasarkan
pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi dan berita.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya mahasiswa Poltekkes Kemenkes Bandung
Prodi Kebidanan Karawang kelompok 1. Saya sebagai penulis sadar bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing
kami meminta masukannya demi perbaikan pembuatan CBD saya di masa yang akan datang
dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.

Karawang, 10 Mei 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Tujuan................................................................................................................2
1.3 Ruang Lingkup..................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Hipertensi Gestational.........................................................................3
2.2 Etiologi..............................................................................................................3
2.3 Faktor Predisposisi............................................................................................4
2.4 Epidemiologi.....................................................................................................4
2.5 Deteksi Dini.......................................................................................................5
2.6 Tanda dan Gejala...............................................................................................5
2.7 Penegakan Diagnosa..........................................................................................6
2.8 Penatalaksanaan.................................................................................................10
2.9 Komplikasi........................................................................................................15
2.10 Menejemen kebidanan......................................................................................15
2.11 Pendokumentasian SOAP.................................................................................17
2.12 Kewenangan Bidan...........................................................................................19
BAB III TINJAUAN KASUS.............................................................................................24
BAB IV PEMBAHASAN...................................................................................................33
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan......................................................................................................38
5.2 Saran................................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................39

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi,
berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium
kavum uteri. Bila kehamilan tersebut mengalami proses pengakhiran (abortus) maka
disebut dengan kehamilan ektopik terganggu (KET).
Penelitian Cunningham tahun 2001:berdasarkan data dari Badan Kesehatan
Dunia (WHO), pada tahun 2003 terdapatsatu dari 250 (0,04%) kelahiran di dunia
mende-rita kehamilan ektopik, dengan jenis ke-hamilan ektopik adalah kehamilan
tuba fallopi, yang sebagian besar (80%) dialami oleh wanita pada usia 35 tahun
keatas serta dilaporkan bahwa 60 % dialami oleh wanita dengan paritas pertama dan
kedua.Insiden kehamilan ektopik meningkat pada semua wanita terutama pada
mereka yang berumur 20 sampai 40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun.
Kehamilan ektopik paling sering terjadi di daerah tuba falopi (98%), meskipun begitu
kehamilan ektopik juga dapat terjadi di ovarium (indung telur), rongga abdomen
(perut),atau serviks (leher rahim).(Sri Syintia, 2011)
Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Kesehatan Provinsi pada tahun
2013, di wilayah jawa barat 2,7% penyebab kematian ibu disebabkan oleh
pendarahan antepartum diantaranya mencakup kehamilan ektopik. Dari semua faktor
resiko yang ada faktor faktor usia, paritas dan riwayat medik yang mencakup riwayat
operasi atau penyakit ginekologi memiliki peranan yang cukup besar terhadap
kejadian kehamilan ektopik terganggu.(Wawang S, 2014)
Penggunaan kontrasepsi IUD dan pil progesteron dapat meningkatkan
terjadinya kehamilan ektopik. Kontrasepsi IUD bisa menyebabkan peradangan di
dalam rahim sedangkan pil yang mengandung hormon progesteron juga
meningkatkan kehamilan ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu
pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah
dibuahi untuk berimplantasi kedalam rahim. Penyebab kehamilan ektopik dapat
diketahui dan dapat juga tidak, atau bahkan belum diketahui. Sebagian besar
kehamilan ektopik terjadi pada tuba sehingga setiap gangguan pada tuba yang
disebabkan infeksi akan menimbulkan gangguan dalam perjalanan hasil konsepsi
menuju rahim.(Sri Syintia, 2011)

1
1.2. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan kebidann yang tepat untuk menangani masalah
pada ibu dengan kehamilan ektopik
2. Tujuan Khusus
Mengetahui apa yang dimaksud dengan kehamilan ektopik, penyebab
terjadinya kehamilan ektopik, faktor predisposisi, epidemiologi, tanda dan
gejala, penegakkan diagnosa, penatalaksanaan, komplikasi dan
pendokumentasian SOAP dari kehamilan ektopik.
1.3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penulisan CBD (Case Based Discussion) ini yaitu Asuhan Kebidanan
Ibu Hamil Ektopik

2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1. Definisi
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan dengan pertumbuhan sel
telur yang telah dibuahi dan tidak menempel pada dinding endometrium kavum
uteri. Bila kehamilan tersebut mengalami proses pengakhiran (abortus) maka
disebut dengan kehamilan ektopik terganggu (KET). Termasuk dalam
kehamilan ektopik ialah kehamilan tuba, kehamilan ovarial, kehamilan
intraligamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal primer atau
sekunder.
Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik,
kehamilan di pars interstisialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk
kehamilan intrauterin, tetapi jelas mengandung ektopik.
Menurut World Health Organization (2007), kehamilan ektopik adalah
penyebab hampir 5% kematian di negara maju. Namun kematian akibat
kehamilan ektopik di Amerika Serikat kini semakin jarang terjadi sejak tahun
1970-an. Kematian kasus kehamilan ektopik turun tajam dari tahun 1980 hingga
1992.(Meyla R,2017)

2.2. Etiologi
Sebagian besar penyebab kehamilan ektopik tidak diketahui. Setelah
sel telur dibuahi di bagian ampula tuba, maka setiap rintangan perjalanan sel
telur ke dalam rongga rahim memungkinkan kehamilan tuba. Kehamilan ovarial
dapat terjadi pada spermatozoa yang ditransfer folikel de Graaf yang baru pecah
dan membuahi sel telur yang masih tinggal di dalam folikel, atau dibiarkan sel
telur yang dibuahi bernidasi di daerah endometriosis di ovarium.
Kehamilan intraligamenter biasanya terjadi sekunder dari kehamilan
tuba atau kehamilan ovarium yang mengalami ruptur dan mudigah masuk di
antara 2 lapisan ligamentum latum. Kehamoilan servikal berkaitan dengan
faktor multiparitas yang yang beriwayat pernah mengalami abortus atau operasi
pada rahim termasuk seksio sesarea. Kehamilan abdominal biasanya terjadi
sekunderdari kehamilan tuba.

3
2.3. Faktor Predisposisi
Menurut Mochtar R.(2017) faktor predisposisi yang menghambat perjalanan Ovum
ke uterus sehingga blastokista mengadakan implantasi di tuba ialah:
1. Faktor mekanis Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum
yang dibuahi ke dalam cavum uteri, antara lain:
- Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia
lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan kantong-
kantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat infeksi juga
menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba falopi.
- Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortusinfeksi pasca nifas, apendisitis
atau endometriosis yang menyebabkan tertekuknya tuba atau penyempitan
lumen.
- Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius dan
hipoplasi. Namun ini jarang terjadi.
- Bekas operasi tuba memperbaiki fungsi tuba atau terkadang kegagalan
usaha untuk memperbaiki patensi tuba pada sterilisasi. Tumor yang merubah
bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya benjolan pada adneksa.
- Penggunaan IUD (Intra Utery Device).
2. Faktor Fungsional
- Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus mulleri
yang abnomal.
- Refluks menstruasi.
- Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar honnon estrogen dan
progesteron.
3. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi.
4. Hal lain seperti: riwayat kehamilan ektopik terganggu dan riwayat abortus
induksi sebelumnya.
2.4. Epidemiologi
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Di Amerika Serikat pada tahun 1983 angka kejadiannya 1,4 untuk setiap 100
hamilan. Angka ini 3 kali lipat lebih besar dari angka pada tahun 1970. Di Rumah
Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta angka kejadian kehamilan ektopik pada

4
tahun 1987 adalah 153 di antara 4.007 persalinan, atau 1 antar 26 persalinan. Angka
ini kurang lebih sama dengan angka pada tahun 1971-1975, Sebagian besar
kehamilan ektopik ditempatkan di tuba (90%), terutama di ampula tuba.(Sarwono,
2018)
2.5. Deteksi Dini
Menurut Mochtar R (2017) deteksi dini kehamilan ektopik yaitu:
1. Amenore, yaitu haid kembali mulai beberapa hari hingga beberapa bulan atau
hanya haid yang tidak teratur. Kadang-kadang dijumpai keluhan ibu hamil
muda dan gejala hamil lainnya.
2. Perdarahan dapat berlangsung kontinu dan biasanya berwama hitam.
3. Bila terjadi kehamilan ektopik terganggu (KET):
Pada abortus tuba keluhan dan gejala kemungkinan tidak begitu berat, hanya
rasa sakit di perut dan perdarahan pervaginam. Hal ini dapat dicampurkan
dengan abortus biasa. Pada ruptur tuba , maka gejala akan lebih hebat dan
membahayakan jiwa si ibu.
4. Perasaan nyeri dan sakit yang tiba-tiba di perut, seperti diiris dengan pisau
disertai muntah dan bisa jatuh pingsan. Pada kehamilan ektopik yang
terganggu rasa nyeri perut bawah bertambah sering dan keras.
5. Nyeri bahu, hal ini karena perangsangan diafragma.

2.6. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejalanya sangatlah bervariasi bergantung pada pecah atau tidaknya
kehamilan tersebut. Alat penting yang dapat digunakan untuk mendiagnosis
kehamilan ektopik yang pecah adalah tes kehamilan dari serum dikombinasi dengan
ultrasonografi. Jika diperoleh hasil darah yang tidak membeku, segera mulai
penanganan.(Enny Fitriahadi, 2017)
Tanda dan gejala kehamilan ektopik (Sri Cyntia, 2011):
1. Amenorea
2. Nyeri Abdomen
3. Perdarahan
Terjadinya abortus atau rupture kehamilan tuba terdapat perdarahan ke
dalam kavum abdomen dalam jumlah yang bervariasi. Darah yang tertimbun
dalam kavum abdomen tidak berfungsi sehingga terjadi gangguan dalam
sirkulasi umum yang menyebabkan nadi meningkat, tekanan darah menurun,

5
dan pada abdomen terdapat timbunan darah. Setelah kehamilannya mati,
desidua dalam kavum uteri dikeluarkan dalam bentuk desidua spuria,
seluruhnya dikeluarkan bersama dan dalam bentuk perdarahan hitam seperti
menstruasi.

2.7. Penegakan Diagnosa


Menurut Sarwono (2018) penegakan diagnosa kehamilan ektopik yaitu:
1. Kehamilan Ektopik Belum Terganggu
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya
penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Amenorea atau gangguan
haid dilaporkan oleh 75-95% penderita. Tanda-tanda kehamilan muda seperti
mual hanya disetujui oleh 10-25% kasus.
Di samping gangguan haid, keluhan yang paling sering disampaikan
ialah nyeri di perut bawah yang tidak khas, meskipun kehamilan ektopik
belum mengalami ruptur. Kadang-kadang teraba tumor di samping uterus
dengan batas yang sukar ditentukan. Keadaan ini pun masih harus dipastikan
dengan alat bantu diagnostik yang lain, seperti ultrasonografi dan laparoskopi.
Bagaimana pun, mengingat bahwa setiap kehamilan ektopik akan
berakhir dengan abortus atau ruptur yang disertai dengan perdarahan dalam
rongga perut yang apabila terlambat diatasi akan membahayakan jiwa
penderita, maka pada setiap wanita dengan gangguan haid dan lebih-lebih
setelah diperiksa dicurigai akan adanya kehamilan ektopik, harus ditangani
dengan sungguh-sungguh dengan menggunakan alat bantu diagnostik yang
ada sampai diperoleh kepastian diagnostik kehamilan ektopik.
2. Kehamilan Ektopik Terganggu
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis mendadak (akut)
biasanya tidak sulit. Keluhan yang sering disampaikan ialah haid yang
terlambat untuk beberapa waktu atau terjadi gangguan siklus haid disertai
nyeri perut bagian bawah dan tenesmus. Dapat terjadi perdarahan
pervaginam.
Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat, dan pada
pemeriksaan ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan dalam rongga
perut. Pada pemeriksaan ginekologik ditemukan serviks yang nyeri bila
digerakkan dan kavum Douglas yang menonjol dan nyeri raba.

6
Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu
jenis atipik atau menahun. Kelambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala
kehamilan muda tidak jelas, demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering
penderita tampak tidak terlalu pucat. Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan
pada kehamilan ektopik yang terganggu berlangsung lambat. Dalam keadaan
demikian, alat bantu diagnostik amat diperlukan untuk memastikan
diagnosis.
3. Alat Bantu Diagnostik
1. Tes kehamilan.
Yang dimaksud dengan tes kehamilan dalam hal ini ialah reaksi
imunologik untuk mengetahui ada atau tidaknya hormon human chorionic
gonadotropin (hCG) dalam air kemih. Jaringan trofoblas kehamilan ektopik
menghasilkan hCG dalam kadar yang lebih rendah dari kehamilan
intrauterin normal, oleh sebab itu diperlukan tes yang memiliki tingkat
sensitifitas yang tinggi. Jika tes hCG memiliki nilai sensitifitas 25 iu / l,
maka 90-100% kehamilan ektopik akan memberi hasil yang positif. Tes
kehamilan dengan antibodi monoklonal memiliki nilai sensitifitas 50 mIU /
ml dan dalam penelitian yang didukung 90-96% hasil penelitian
menunjukkan hasil positif.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah faktor sensitifitas yang
dipengaruhi oleh jenis berat air kemih yang dibahas. Yang lebih penting
lagi adalah tes kehamilan tidak dapat menentukan kehamilan intrauterin
dengan kehamilan ektopik.

2. Kuldosentesis
Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah
dalam kavum Douglas ada darah atau cairan lain, Cara ini tidak digunakan
pada kehamilan ektopik belum terganggu.
Teknik
a. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi.
b. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik.
c. Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan
tenakulum, kemudian dilakukan traksi ke depan sehingga forniks
posterior ditampakkan.

7
d. Jarum tulang belakang no. 18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas
dan dengan semprit dalam 10 ml dilakukan pengisapan.
Hasil
a. Positif, apabila dikeluarkan darah tua berwarna coklat sampai hitam
yang tidak membeku, atau yang berbentuk bekuan kecil-kecil. Darah
ini menunjukkan adanya hematokel retrouterin. Untuk memudahkan
pemeriksaan sifat darah, sebaiknya darah yang diisap disemprotkan
pada kain kasa.
b. Negatif, apabila cairan yang diisap bersifat:
- cairan jernih, yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal
atau kista ovarium yang pecah;
- nanah, yang mungkin disebabkan oleh penyakit radang pelvis atau
radang apendiks yang pecah (nanah harus dikultur);
- darah segar berwarna merah dalam beberapa menit akan membeku,
darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
c. Nondiagnostik, apabila pada pengisapan tidak berhasil dikeluarkan
darah atau cairan lain.
Hasil positif palsu dijumpai pada 5-10% kasus yang disebabkan
oleh korpus luteum yang ruptur, abortus inkomplit, menstruasi retrograd,
atau endometriosis. Hasil negatif palsu dijumpai pada 11-14% kasus,
jumlah darah dalam kavum Douglas sangat sedikit.
Komplikasi yang dapat terjadi pada perforasi usus yang
sebelumnya telah membentuk perlekatan di kavum Douglas. Pada
abortus iminens dengan uterus retrofleksi dapat rerjadi tertusuknya
uterus. Jika pada kuldosentesis tida berhasil dikeluarkan cairan dan
kemudian dilakukan pemeriksaan ultrasonografik karena tindakan
kuldosentesis ini dapat menyebabkan perdarahan dalam kavum Douglas
yang dapat menyebabkan penilaian yang salah dalam gambaran
ultrasonografik seolah-olah suatu hemoperitonium akibat kehamilan
ektopik tergangggu.
3. Ultrasonografi
Aspek yang terpenting dalam penggunaan ultrasonografi pada
penderita yang diduga mengalami evaluasi uterus. Atas dasar pertimbangan
bahwa kehamilan ektopik yang terjadi bersama-sama kehamilan intrauterin

8
adalah 1: 30.000 kasus, maka dalam segi praktis dapat dikatakan bahwa
apabila dalam pemeriksaan ultrasonografik ditemukan kantung gestasi
intrauterin, kemungkinan kehamilan ektopik dapat disingkirkan.
Kesalahan diagnostik dapat terjadi jika dalam kavum uterus ditemukan
kantung gestasi palsu (pseudosac). Beberapa faktor penyebab
ditemukannya pseudosac adalah: terdapatnya darah dalam kavum uterus;
desidual lining pada uterus; proliferasi endometrium yang sangat tebal dan
edem pada wanita yang tidak hamil.
Sebaliknya apabila tidak ditemukan kantung gestasi di dalam uterus,
mungkin tampak suatu gambaran daerah ekhogenik dalam kavum uterus
yang dapat berasal dari trofoblas pada abortus inkomplit atau desidua pada
kehamilan ektopik.
Setelah selesai melakukan evaluasi uterus, langkah selanjutnya
melakukan evaluasi adneksa. Diagnosis pasti kehamilan ektopik melalui
pemeriksaan ultrasonografik ialah apabila ditemukan kantung gestasi di luar
uterus yang di dalamnya tampak denyut jantung janin. Hal ini hanya
terdapat pada ±5% kasus kehamilan ektopik. Namun demikian, hasil ini
masih harus diyakini lagi bahwa ini bukan berasal dari kehamilan
intrauterin pada kasus uterus bikornis.
Apabila suatu masa dalam rongga pelvis di luar kavum uterus dicurigai
sebagai kehamilan ektopik, masa tersebut harus dibedakan dengan korpus
luteum, kista endometriosis, dan hidrosalping. Korpus luteum berdinding
tipis, berdiameter 2-3 cm, dan jarang melebihi 6-8 cm. Kista endometriosis
berdinding tipis, di dalamnya terdapat ekho internal. Hidrosalping akan
berbentuk tubulus. Apabila terdapat keragu-raguan akan jenis masa
tersebut, harus dilakukan laparoskopi diagnostik dengan persiapan
laparatomi.
Pada kehamilan ektopik terganggu sering tidak ditemukan kantung
gestasi ektopik. Gambaran yang tampak adalah cairan bebas dalam rongga
peritoneum terutama di kavum Douglas. Tidak jarang dijumpai hematokel
pelvik yang ada dalam gambar ultrasonografik akan tampak sebagai suatu
masa ehogonik di adneksa yang dikelilingi dapat daerah kistik (sonolusen)
dengan batas tepi yang tidak tegas.
4. Laparaskopi

9
Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir
untuk kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang
lain meragukan. Melalui prosedur laparoskopik, alat bagian dalam dapat
dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum
douglas dan ligamentum latum.
Adanya darah dalam rongga pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat
kandungan, tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparotomi.
2.8. Penatalaksanaan
Dalam menangani kasus kehamilan ektopik, beberapa hal harus diperlihatkan
dan dipertimbangkan yaitu kondisi penderita pada saat itu, keinginan penderita akan
fungsi reproduksinya, lokasi kehamilan ektopik, kondisi anatomik organ pelvis,
kemampuan teknik bedah dokter operator, dan kemampuan teknologi fertilisasi
invitro setempat. Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan
salpingektomi pada kehamilan tuba, atau dapat dilakukan pembedahan konservatif
dalam arti hanya dilakukan salpingostomi atau reanastomosis tuba.
Salpingektomi dapat dilakukan dalam beberapa kondisi, yaitu:
a. Kondisi penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok.
b. Kondisi tuba buruk, terdapat jaringan parut yang tinggi risikonya akan
kehamilan ektopik berulang.
c. Penderita menyadari kondisi fertilitasnya dan mengingini fertilisasi invitro,
maka dalam hal ini salpingektomi mengurangi risiko kehamilan ektopik pada
prosedur fertilisasi invitro.
d. Penderita tidak ingin mempunyai anak lagi.
Apabila tindakan konservatif dipikirkan, maka harus dipertimbangkan:
a. Kondisi tuba yang mengalami kehamilan ektopik, yaitu berapa panjang bagian
yang rusak dan berapa panjang bagian yang masih sehat; berapa luas
mesosalping yang rusak, dan berapa luas pembuluh darah tuba yang rusak
b. Kemampuan operator akan teknik bedah mikro dan kelengkapan alatnya, oleh
karena pelaksanaan teknik pembedahan barus sama seperti pelaksanaan bedah
mikro.(Sarwono, 2018)
Tatalaksana umum
1. Ingat : Kehamilan muda yang disertai gejala-gejala yang tidak umum pada
daerah abdomen, hendaknya dipikirkan kehamilan ektopik sebagai salah satu
diagnosis banding.

10
2. Upayakan untuk dapat menegakkan diagnosis karena gejala hamil ektopik
sangat variatif berkaitan dengan tahapan perkembangan penyakit
3. Kehamilan ektopik (belum atau sudah terganggu) memerlukan penanganan
segera đi fasilitas kesehatan yang mempunyai sarana lengkap
4. Perdarahan yang terjadi dapat mencapai jumlah yang sangat banyak sehingga
diperlukan penyediaan darah pengganti
5. Jenis tindakan pada tempat implantasi (tuba, ovarium, ligamentum)
tergantung dari upaya penyelamatan jiwa dan konservasi reproduksi.
Penatalaksanaan
1. Setelah diagnosis ditegakkan, segera lakukan persiapan untuk tindakan
operatif gawat darurat.
2. Ketersediaan darah pengganti bukan menjadi syarat untuk melakukan
tindakan operarif karena sumber perdarahan harus segera dihentikan.
3. Upaya stabilisasi dilakukan dengan segera merestorasi cairan tubuh dengan
larutan kristaloid NS atau RL (500 ml dalam 15 menit pertama) atau 2 L
dalam 2 jam pertama (termasuk selama tindakan berlangsung)
4. Bila darah pengganti belum tersedia, berikan autotransfusion berikut ini:
- Pastikan darah yang dihisap dari rongga abdomen telah melalui alat
pengisap dan wadah penampung yang steril
- Saring darah yang tertampung dengan kain steril dan masukkan ke dalam
kantung darah (blood bag). Apabila kantung darah tidak tersedia, masukkan
dalam botol bekus cairan infus (yang baru terpakai dan bersih) dengan
diberikan larutan sodium sitrat 10 ml untuk setiap 90 ml darah.
- Transfusikan darah melalui slang transfusi yang mempunyai saringan pada
bagian tabung tetesan.
5. Tindakan pada tuba dapat berupa:
- Parsial salpingektomi yaitu melakukan eksisi bagian tuba yang mengandung
hasil konsepsi
- Salpingostomi (hanya dilakukan sebagai upaya konservasi di mana tuba
tersebut merupakan salah satu yang masih ada) yaitu mengeluarkan hasil
konsepsi pada satu segmen tuba kemudian diikuti dengan reparasi bagian
tersebut. Risiko tindakan ini adalah kontrol perdarahan yang kurang
sempurna atau rekurensi (hamil ektopik ulangan).

11
6. Mengingat kehamilan ektopik berkaitan dengan gangguan fungsi transportasi
tuba yang disebabkan oleh proses infeksi maka sebaiknya pasien diberi
antibiotika kombinasi atau tunggal dengan spektrum yang luas (lihat tabel
antibiotika kombinasi dan tunggal pada abortus septik)
7. Untuk kendali nyeri pascatindakan dapat diberikan:
- Ketoprofen 100 mg supositoria
- Tramadol 200 mg IV
- Pethidin 50 mg IV (siapkan antidotum terhadap reaksi hipersensitivitas).
8. Atasi anemia dengan tablet besi (SF) 600 mg per hari
Konseling pascatindakan
- Kelanjutan fungsi reproduksi
- Risiko hamil ektopik ulangan
- Kontrasepsi yang sesuai
- Asuhan mandiri selama đi rumah
- Jadual kunjungan ulang
Teknik salpingektomi
Setelah peritoneum dibuka dan tuba yang sakit telah diidentifikasi, maka tuba
dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk, kemudian diangkat ke atas agar pembuluh-
pembuluh darah tuba di daerah mesosalping menjadi jelas. Mesosalping dijepit
dengan 2 buah klem Kelly mulai dari arah bagian fimbria tuba, sedekat mungkin
dengan tuba, untuk menghindari perusakan pembuluh darah yang ke ovarium.
Mesosalping di antara kedua klem Kelly digunting atau disayat dengan pisau.
Klem pertama di sisi tuba dibiarkan tetap menjepit untuk mencegah perdarahan balik
dan mempermudah mengangkat tuba. Jaringan di sisi klem kedua diikat dengan
jahitan cat-gut kromik. Prosedur tersebut diulangi menyusuri tuba sampai di daerah
tuba memasuki kornu uterus. Operator mengangkat tuba sedemikian rupa sehingga
insersi tuba di daerah kornu uterus tampak jelas. Dilakukan jahitan matras ke dalam
otor uterus di bawah insersi tuba. Jahitan ini dibiarkan lepas, tidak diikat dulu.
Tuba dipotong di daerah insersinya dalam sayatan baji. Jahitan matras diikat
dan perdarahan akan berhenti. Tunggul-tunggul ikatan pada mesosalping dibenamkan
dalam lipatan peritoneum dengan menggunakan jahitan satu persatu atau delujur.
Ligamentum rotundum didekatkan ke kornu dan dijahitkan ke dinding belakang
uterus, sehingga menutupi daerah luka operasi tuba. Keuntungan reseksi tuba di
daerah kornu ialah mengurangi sisa tuba, sehingga mencegah kemungkinan kehamilan

12
di daerah itu. Kerugiannya ialah menimbulkan titik lemah di uterus yang dapat
menjadi faktor predisposisi ruptura uteri pada kehamilan berikutnya.(Sarwono,2018)
Teknik eksisi kehamilan kornu dan salpingoooforektomi
Teknik ini hanya dilakukan pada kehamilan kornu di mana perdarahan biasanya
sangat banyak dengan alasan uterus perlu dipertahankan dan kondisi penderita
memungkinkan.
1. Dilakukan salpingo-ooforektomi
2. Cabang ke atas arteria uterina diikat di dekat kornu.
3. Kehamilan kornu dieksisi dalam bentuk V, dan miometrium didekatkan
dengan jahitan angka 8. Dalam melakukan eksisi, sebaiknya ligamentum
rotundum dipotong.
4. Ligamentum rotundum yang terpotong dijahitkan lagi ke daerah kornu
Mesosalping dan lapisan serosa uterus dijahit delujur.
5. Luka di daerah kornu ditutup dengan lipatan ligamentum rotundum dan
ligamentum latum. (Sarwono,2018)
Teknik konservasi tuba
1. Salpingostomi
Teknik ini dilakukan pada kehamilan di ampula dan di infundibulum.
a. Insisi longitudinal dilakukan di permukaan kantung kehamilan ektopik
di sisi tuba yang berlawanan dengan mesosalping. Insisi dapat
dilakukan dengan pisau, atau lebih baik menggunakan kauter atau laser
yang mempunyai efek hemostasis.
b. Hasil konsepsi dikeluarkan melalui luka insisi menggunakan klem
penjepit (grasping forceps). Jaringan nekrotik dan sisa jaringan
trofoblas tidak perlu dikeluarkan semuanya, karena akan menyebabkan
perdarahan yang bila tidak teratasi harus dilakukan salpingektomi. Ada
yang menganjurkan penyuntikan larutan pitresin encer sepanjang sisi
operasi untuk mengurangi perdarahan, namun hal ini dikhawatirkan
hanya bersifat sementara dan justru dapat timbul perdarahan susulan
setelah operasi selesai.
c. Luka insisi dapat dijahit atau dibiarkan tetap terbuka. Yang
menganjurkan penjahitan memberi alasan, bahwa hal ini untuk
hemostasis dan mencegah adhesi pascabedah. Yang membiarkan tetap
terbuka memberi alasan, bahwa hal ini mengurangi iskemia jaringan
13
dan dengan demikian mengurangi kemungkinan adhesi. Lagi pula pada
keharailan ampula sebenarnya hasil konsepsi tidak terletak di dalam
lumen tuba melainkan dalam dinding tuba, oleh sebab itu penjahitan
tidak diperlukan untuk menjamin patensi tuba.
Khusus pada kehamilan infundibulum, untuk mengeluarkan hasil
konsepsi dapat dilakukan tanpa insisi melainkan dengan teknik pengurutan
(milking), yaitu tuba dipegang di daerah proksimal, kemudian diurut ke arah
ostium abdominalis sampai hasil konsepsi dikeluarkan. Teknik ini pada
kehamilan di ampula menyebabkan angka kehamilan ektopik berulang
meningkat, karena hasil konsepsi terletak di dalam dinding tuba, bukan di
dalam lumen tuba, sehingga pengurutan berakibat pasasi yang salah dan
menimbulkan jaringan parut dan stenosis.
Reanastomosis tuba
Teknik ini dilakukan pada kehamilan di ismus. Berbeda dengan
kehamilan di ampula dan di infundibulum, pada kehamilan di ismus proses
kehamilan mencapai lumen tuba, sehingga patensi tuba pasca salpingostomi
tuba tidak memuaskan. Selain itu perdarahan yang terjadi juga lebih banyak.
Tindakan yang dilakukan jalah salpingektomi parsialis, kemudian dilakukan
reanastomosis tuba. Permasalahannya ialah apakah reanastomosis dilakukan
pada saat setelah salpingektomi atau ditunda beberapa waktu kemudian. Pada
umumnya reanastomosis tuba ditunda untuk beberapa waktu, menunggu
sampai jaringan tuba tidak edem lagi dan lebih mudah diidentifikasi, serta
menganjurkan kepada penderita untuk menggunakan kontrasepsi sampai
reanastomosis dilakukan, mengingat kehamilan ektopik dapat terjadi lagi di
segmen distal tuba yang tidak diangkat.
Penanganan kehamilan ektopik terganggu akut
Penderita pada unumnya dalam keadaan syok akibat perdarahan, oleh
karena itu harus diberi transfusi darah tetapi kalau darah tidak tersedia, yang
terpenting diberi cairan infus untuk mengatasi hipovolemi. Operasi harus
segera dilakukan dalam kondisi yang paling memungkinkan.
Setelah otot dinding perut dipisahkan, peritoneum akan tampak
kebiruan karena hemoperiotoneum. Setelah peritoneum dibuka, tidak boleh
membuang waktu hanya untuk mengeluarkan dan membersihkan darah.
Tangan operator segera kan ke dalam pelvis untuk mengindentifikasi uterus.

14
Setelah uterus dipegang, berpedoman pada uterus maka tangan
pembedah meraba adneksa untuk mencari masa kehamilan ektopik yang
ruptur. Setelah masa terpegang, masa tersebut diangkat ke atas, dan setelah
diidentifikasi selanjutnya dilakukan salpingektomi. Sebaiknya salpingostomi
tidak dilakukan, mengingat penderita dalam keadaan buruk, dan tujuan
pembedahan ialah untuk menyelamatkan nyawa penderita.
Andai kata pada perabaan adneksa tidak teraba masa, maka uterus
yang diangkat ke atas dan selanjutnya dicari tempat kehamilan ektopik
terganggu. Sebelum salpingekromi dilakukan, tuba sisi yang lain harus
diperiksa teriebih dahulu. Dalam keadaan sulit mencari darah untuk transfusi,
apabila dijumpai banyak darah segar dalam rongga perut, maka darah ini dapat
digunakan untuk transfusi penderita dengan menyaringnya terlebih dulu
melalui kain kasa dan dimasukkan dalam botol yang telah diberi larutan sitrat,
selanjutnya segera ditransfusikan. Resikonya ialah hemolisis spontan yang
dapar timbul setelah 48 jam, karena semakin lama darah berada dalam rongga
peritoneum, semakin rapuh sel-sel darah merah. Oleh sebab itu apabila
tenggang waktu antara timbulnya gejala sampai pembedahan dimulai lebih
dari 36 jam, sebaiknya auto-transfusi tersebut tidak dilakukan. (Sarwono,2018)
Penanganan kehamilan ektopik terganggu dengan hematokel
Pada kasus ini omentum biasanya melekat di bagian fundus dan di
adneksa yang sakit, yang mudah dibebaskan. Hematosalping biasanya
tertanam dalam bekuan darah di dasar panggul di kavum Douglas, yang mudah
dibebaskan dengan jari tangan.
Selanjutnya tuba yang sakit dapat diangkat atau dilakukan tindakan
bedah konservatif. Setelah hematokel dikeluarkan dan dibersihkan, kadang-
kadang masih terdapat rembesan darah di kavum Douglas. Hal ini dapat diatasi
dengan melakukan penekanan menggunakan kain kasa basah yang hangat.
(Sarwono,2018)
2.9. Komplikasi
Menurut Mochtar R. (2018) komplikasi yang dapat terjadi yaitu :
1. Pada pengobatan konservatif, yaitu bila kehamilan ektopik terganggu telah
lama berlangsung (4-6 minggu),
2. Terjadi perdarahan ulang, Ini merupakan indikasi operasi.
3. Infeksi

15
4. Sterilitas
5. Pecahnya tuba falopii
Komplikasi juga tergantung dari lokasi tumbuh berkembangnya embrio.
2.10. Manajemen Kebidanan
1. Pengertian
Manajemen kebidanan adalah suatu metode berpikir dan bertindak
secara sistematis dan logis dalam memberi asuhan kebidanan, agar
menguntungkan kedua belah pihak baik klien atau pemberi asuhan.
Manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, temuan-temuan, keterampilan dalam
rangkaian/tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan yang
berfokus pada klien.
2. Proses Manajemen Kebidanan
a. Langkah I: Mengumpulkan data dasar
Langkah ini dilakukan dengan melakukan pengkajian melalui
proses pengumpulan data yang diperlukan untuk mengevaluasi
keadaan pasien secara lengkap seperti riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan, peninjauan catatan
terbaru atau catatan sebelumnya, dan laboratorium dan
membandingkannya dengan hasil studi, semua data dikumpulkan.
b. Langkah II : Menginterpretasidata
Langkah ini dilakukan dengan mengidentifikasi data secara
benar terhadap diagnosis atau masalah kebutuhan pasien. Masalah
atau diagnosis yang spesifik dapat ditemukan berdasarkan interpretasi
yang benar terhadap data dasar. Selain itu sudah terfikirkan
perencanaan yang dibutuhkan.
c. Langkah III : Mengidentifikasi diagnosis masalah
Langkah ini mengidentifikasikan masalah atau diagnosis
masalah yang lain berdasarkan beberapa masalah dan diagnosis yang
teridentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi yang cukup dan
apabila memungkinkan dilakukan proses pencegahan atau dalam
kondisi tertentu pasien membutuhkan tindakan segera.

16
d. Langkah IV : Mengidentifikasi dan penetapan kebutuhan yang
memerlukan penanganan segera
Tahap ini dilakukan oleh bidan dengan melakukan identifikasi
dan menetapkan beberapa kebutuhan setelah diagnosis danmasalah
ditegakkan. Kegiatan bidan pada tahap ini adalah konsultasi,
kolaborasi, dan melakukan rujukan.
e. Langkah V: Merencanakan asuhan secara menyeluruh
Setelah beberapa kebutuhan pasien ditetapkan, diperlukan
perencanaan secara menyeluruh terhadap masalah dan diagnosis yang
ada. Dalam proses perencanaan asuhan secara menyeluruh juga
dilakukan identifikasi beberapa data yang tidak lengkap agar
pelaksanaan secara menyeluruh dapat berhasil.
f. Langkah VI :Implementasi
Tahap ini merupakan tahap pelaksana dari semua rencana
sebelumnya, baik terhadap masalah pasien ataupun diagnosis yang
ditegakkan. Pelaksana ini dapat dilakukan oleh bidan secara mandiri
maupun berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya.
g. Langkah VII :Evaluasi
Merupakan tahap akhir dalam manajemen kebidanan yakni
dengan melakukan evaluasi dan perencanaan mapupun pelaksanaan
yang dilakukan bidan. Evaluasi sebagai bagian dari proses yang
dilakukan terus menerus untuk meningkatkan pelayanan secara
komprehensif dan selalu berubah sesuai dengan kondisinatau
kebutuhan klien.
2.11. Pendokumentasian SOAP
SOAP adalah sebuah cara untuk mengidentifikasi dan mengatasi masalah
pasien, merupakan suatu yang membutuhkan manajemen atau diagnostik termasuk
medis , social, ekonomi dan masalah demografis. Bidan melakukan pencatatan secara
lengkap, sigkat dan jelas mengenai keadaan atau kejadian yang ditemukan dan
dilakukan dalam memberikn asuhan kebidanan. Ditulis dalam bentuk catatan
perkembangan SOAP.
S : Subjektif
1. Data subjektif (observasi klien)

17
2. Menggambarkan pendokumentasian hanya pengumpulan data klien melalui
anamnesa.
3. Tanda gejala subjektif diperoleh dari hasil bertanya dari klien, suami atau
keluarga (identitas umum, keluhan, riwayat perkawinan, riwayat kehamilan,
riwayat persalinan, riwayat KB, riwayat penyakit, riwayat penyakit keluarga,
riwayat penyakit keturunan, riwayat psikologis dan pola hidup).
4. Catatan ini berhubungan dengan masalah sudut pandang pasien. Ekspresi klien
mengenai kekhawatiran dan keluhannya di catat sebagai kutipan langsung atau
ringkasan yang berhubungan dengan diagnosa.
O : Objektif
1. Data objektif ( observasi dan pemeriksaan)
2. Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan fisik klien, hasil
laboratorium dan tes diagnostik lainnya yang dirumuskan dalam data fokus
untuk mendukung analisis.
3. Tanda gejala objektif yang diperoleh dari hasil pemeriksaan (tanda KU, vital
sighn, pemeriksaan fisik, pemeriksaan kebidanan, pemeriksaan dalaam dan
pemeriksaan penunjang). Pemeriksaan dengan inspeksi, palpasi, auskultasi dan
perkusi.
4. Data ini memberi bukti gejala klinis klien dan fakta yang berhubungan dengan
diagnosis. Data fisiologis, hasil observasi yang jujur, informasi kajian,
teknologi (hasil laboratorium, sinar X, rekam CTG, dan lain-lain).
5. Apa yang di observasi oleh bidan akan menjadi komponen yang berarti dari
diagnosis yang di tegakkan.
A : Assesment
1. Masalah atau diagnosis yang ditegakkan berdasarkan data atau informasi
subjektif maupun objektif dikumpulkan atau disimpulkan. Karena keadaan
pasien harus berubah dan selalu ada informasi baru baik subjektif maupun
objektif dan sering diungkapkan secara terpisah-pisah, proses pengkajian
adalah suatu proses dinamik. Menganalisa adalah suatu yang penting dalam
mengikuti perkembangan klien dan menjamin suatu perubahan baru yang
cepat diketahui dan dapat diikuti sehingga dapat diambil tindakan yang cepat.
2. Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi data
subjektif dalam suatu identifikasi.
a. Diagnosa

18
1) Diagnosa merupakan rumusan dari hasil pengkajian kondisi klien:
hamil, bersalin, nifas dan bayi baru lahir. Berdasarkan hasil analisa
data yang didapat.
2) Diagnosa janin merupakan hasil dari pemeriksaan objektif pada
abdomen klien: pastikan janin hidup, pastikan berkembangnya
janin di dalam uterus, pastikan jumlah janin pada usia kehamilan
≥28 minggu, pastikan presentasi janin (kepala/bokong), pastikan
presentasi janin sudah masuk ke PAP atau belum.
3) Diagnosa potensial merupakan diagnosa yang kemungkinan terjadi,
dan disertakan data pendukung.
4) Tindakan segera yaitu tindakan yang harus segera dilakukan untuk
penatalaksanaan diagnosa potensial.
5) Masalah potensial yaitu masalah yang kemungkinan terjadi, bisa
menimbulkan beberapa diagnosa.
b. Antisipasi masalah potensial yaitu tindakan apa yang akan dilakukan
selanjutnya.

P: Penatalaksanaan

Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan dan evaluasi


berdasarkan analisa. Untuk perencanaan dan evaluasi dimasukkan dalam
penatalaksanaan.

a. Perencanaan
Membuat rencana tindakan saat itu atau yang akan datang. Untuk
mengusahakan tercapainya kondisi klien yang sebaik mungkin. Proses ini
termasuk criteria tujuan tertentu dari kebutuhan klien yang harus di capai dalam
batas waktu tertentu, tindakan yang di ambil harus membantu mencapai kemajuan
dalam kesehatan.
b. Implementasi
Tindakan ini harus disetujui oleh klien kecuali bila tidak dilaksanakan akan
membahayakan keselamatan klien. Bila kondisi klien berubah, intervensi mungkin
juga harus berubah atau di sesuaikan.
c. Evaluasi

19
Tafsiran dari efek tindakan yang telah diambil merupakan hal penting untuk
menilai keefektifan asuhan yang di berikan . Analisis dari hasil yang di capai
menjadi focus dari ketetapan nilai tindakan. Jika kriteria tujuan tidak tercapai,
proses evaluasi dapat menjadi dasar untuk mengembangkan tindakan alternatif
sehingga mencapai tujuan.
2.12. Kewenangan Bidan
Pasal 18
Dalam penyelenggaraan Praktik Kebidanan, Bidan memiliki kewenangan untuk
memberikan:
a. pelayanan kesehatan ibu;
b. pelayanan kesehatan anak; dan
c. pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana.
Pasal 19
(1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a diberikan
pada masa sebelum hamil, masa hamil, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui,
dan masa antara dua kehamilan.
(2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan:
a. konseling pada masa sebelum hamil;
b. antenatal pada kehamilan normal;
c. persalinan normal;
d. ibu nifas normal;
e. ibu menyusui; dan
f. konseling pada masa antara dua kehamilan.
(3) Dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Bidan berwenang melakukan:
a. episiotomi;
b. pertolongan persalinan normal;
c. penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
d. penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan
dengan perujukan;
e. pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil;
f. pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
g. fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini danpromosi air susu ibu eksklusif

20
h. pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum;
i. penyuluhan dan konseling;
j. bimbingan pada kelompok ibu hamil; dan
k. pemberian surat keterangan kehamilan dan kelahiran.
Pasal 20
(1) Pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b
diberikan pada bayi baru lahir, bayi, anak balita, dan anak prasekolah.
(2) Dalam memberikan pelayanan kesehatan anak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Bidan berwenang melakukan:
a. pelayanan neonatal esensial;
b. penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
c. pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, dan anak prasekolah; dan
d. konseling dan penyuluhan.
(3) Pelayanan noenatal esensial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi
inisiasi menyusui dini, pemotongan dan perawatan tali pusat, pemberian suntikan Vit
K1, pemberian imunisasi B0, pemeriksaan fisik bayi baru lahir, pemantauan tanda
bahaya, pemberian tanda identitas diri, dan merujuk kasus yang tidak dapat ditangani
dalam kondisi stabil dan tepat waktu ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan
yang lebih mampu.
(4) Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
a. penanganan awal asfiksia bayi baru lahir melalui pembersihan jalan nafas, ventilasi
tekanan positif, dan/atau kompresi jantung;
b. penanganan awal hipotermia pada bayi baru lahir dengan BBLR melalui
penggunaan selimut atau fasilitasi dengan cara menghangatkan tubuh bayi dengan
metode kangguru;
c. penanganan awal infeksi tali pusat dengan mengoleskan alkohol atau povidon
iodine serta menjaga luka tali pusat tetap bersih dan kering; dan
d. membersihkan dan pemberian salep mata pada bayi baru lahir dengan infeksi
gonore (GO).
(5) Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, dan anak prasekolah sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi kegiatan penimbangan berat badan,
pengukuran lingkar kepala, pengukuran tinggi badan, stimulasi deteksi dini, dan

21
intervensi dini peyimpangan tumbuh kembang balita dengan menggunakan Kuesioner
Pra Skrining Perkembangan (KPSP)
(6) Konseling dan penyuluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d meliputi
pemberian komunikasi, informasi, edukasi (KIE) kepada ibu dan keluarga tentang
perawatan bayi baru lahir, ASI eksklusif, tanda bahaya pada bayi baru lahir,
pelayanan
kesehatan, imunisasi, gizi seimbang, PHBS, dan tumbuh kembang.
Pasal 21
Dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 huruf c, Bidan berwenang
memberikan:
a. penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga
berencana; dan
b. pelayanan kontrasepsi oral, kondom, dan suntikan.
Selain kewenangan normal sebagaimana tersebut di atas, khusus bagi bidan
yang menjalankan program Pemerintah mendapat kewenangan tambahan untuk
melakukan pelayanan kesehatan yang meliputi:
a. Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan
memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit.
b. Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu
(dilakukan di bawah supervisi dokter)
c. Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yangditetapkan
d. Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak,
anak usia sekolah dan remaja, dan penyehatanlingkungan
e. Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan
anaksekolah
f. Melaksanakan pelayanan kebidanankomunitas
g. Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap
Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan
penyakitlainnya
h. Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
(NAPZA) melalui informasi dan edukasi
i. Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah

22
Khusus untuk pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal
terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini,
merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan
penyakit lainnya,sertapencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya (NAPZA), hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah mendapat
pelatihan untuk pelayanan tersebut.
Selain itu, khusus di daerah (kecamatan atau kelurahan/desa) yang belum ada
dokter, bidan juga diberikan kewenangan sementara untuk memberikan pelayanan
kesehatan di luar kewenangan normal, dengan syarat telah ditetapkan oleh Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kewenangan bidan untuk memberikan pelayanan
kesehatan di luar kewenangan normal tersebut berakhir dan tidak berlaku lagi jika di
daerah tersebut sudah terdapat tenaga dokter.
j. Kewenangan Asuhan Kebidanan Pada Kasus Kehamilan Ektopik Terganggu
Bidan berwenang dalam pemeriksaan TTV, Palpasi Abdomen, Melakukan
pemeriksaan melalui vagina dan Melakukan Kolaborasi dengan dr.obgyn untuk
melakukan USG dan menegakkan diagnose oleh dr.obgyn.

23
BAB III
TINJAUAN KASUS

No. Register : Tanggal/Waktu Pengkajian : 10-05-2020/09.00 WIB

Nama Pengkaji: Annisa Nurul Astri Tempat Pengkajian : Puskesmas

I.PENGKAJIAN DATA SUBJEKTIF (S)

A. BIODATA
Nama Klien : Ny. D Nama Suami : Tn. B
Umur : 35 tahun Umur : 37 tahun
Suku Bangsa : Sunda/Indonesia Suku Bangsa : Sunda/Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Golongan darah : B Golongan darah: B
Alamat rumah : Desa Suka Maju Alamat rumah : Desa Suka Maju

B. KELUHAN : .Ibu datang ke Puskesmas pada pukul 09.00 WIB, mengaku telat haid
sejak 2 bulan yang lalu mengeluh perut bawah sakit dan tegang sejak 1 jam yang lalu
dan keluar darah sedikit berwarna kecoklatan dari jalan lahir sejak jam 08.00 pagi dan
ibu mengaku saat ini sedang menggunakan KB AKDR.

C. RIWAYAT KEHAMILAN SEKARANG

24
Kehamilan ke : 3 Bersalin : 2 Kali Keguguran : - Kali
HPHT : 20-03-2020 Taksiran Persalinan : 27-12-2020 Usia Kehamilan : 7 minggu
Siklus haid : 37 hari Lamanya Haid : 7 hari, Teratur/Tidak teratur
Dismenorrhea : Ada/Tidak Banyaknya : 3 kali ganti pembalut/hari
Pergerakan janin yang pertama kali dirasakan :-
Gerakan janin yang dirasakan dalam 24 jam terakhir : 0 kali, Kuat/Tidak
Imunisasi :TT1 tanggal : tidak dilakukan Tempat : -
TT2 tanggal : tidak dilakukan Tempat : -
Periksa Kehamilan : 0 Kali Tempat : - Oleh : -
Tablet Fe : - Tablet, Habis/Sisa Cara minum : -
D. RIWAYAT KEHAMILAN DAN PERSALINAN YANG LALU

Anak
Usia Jenis Penyulit Keada
No Tahu Penolon Keadaa
Kehamila Persalin kehamilan & L an H/
. n g n Nifas BB PB ASI
n an persalinan /P saat M
lahir
1 2011 40 minggu normal bidan Tidak ada baik P 3,2 50 Baik H eksk
lusif
2 2015 40 minggu normal bidan Tidak ada baik L 3,1 49 Baik H eksk
lusif

E. POLA AKTIVITAS SEHARI-HARI


1. Diet
a. Nutrisi
1) Pola makan : 3 x/hari (1 piring nasi)
2) Jenis makanan yang dikonsumsi : Nasi, sayur, buah
3) Makanan yang dipantang : Tidak ada
4) Perubahan pola makan : Tidak ada
5) Alergi terhadap makanan : Tidak ada
b. Hidrasi
1) Jenis cairan yang diminum sehari : Air putih
2) Jumlah cairan yang diminum sehari : 1.800 ml
2. Istirahat dan Tidur
Malam : 8 jam/hari Siang : 2 jam/hari

25
3. Personal Hygiene
Mandi : 2 x/hari Gosok Gigi : 3x/hari
Ganti pakaian : 2 x/hari
Jenis pakaian yang dipakai saat hamil : Gamis, celana dan daster
4. Aktivitas Seksual
Adakah Perubahan : Tidak ada perubahan
Frekuensi : 1 minggu sekali
Keluhan/masalah : tidak ada
5. Eliminasi
BAK : 4 x/hari Banyaknya : 200 cc
BAB : 1 x/hari Konsistensi : Lunak

F. RIWAYAT KESEHATAN
1. Riwayat penyakit yang sedang/pernah diderita
Tidak ada riwayat penyakit
2. Riwayat penyakit keluarga
Hipertensi : Tidak ada DM : Tidak ada Ashma : Tidak ada Lain-lain : tidak ada
3. Riwayat alergi : Tidak ada
4. Perilaku Kesehatan
a. Penggunaan alkohol/obat-obatan sejenis : ya/tidak
Jenisnya :-
Banyaknya :-
Waktu mengkonsumsi :-
b. Obat-obatan/jamu yang sering dikonsumsi : ada/tidak
Jenisnya :-
Banyaknya :-
Waktu mengkonsumsi :-
c. Merokok : ya/tidak
Jenisnya :-
Banyaknya :-
Waktu mengkonsumsi :-
5. Riwayat kontrasepsi
Jenis kontrasepsi : AKDR
Alasan : Ingin menunda kehamilan

26
Lama pemakaian : 2 tahun
Keluhan : Tidak ada
Rencana KB yang akan datang : Suntik 3 bulan

G. RIWAYAT SOSIAL
Kehamilan ini diinginkan atau direncanakan : Ya/Tidak
Status Perkawinan : Sah Nikah ke : 1 Lamanya : 10 tahun
Pengambilan keputusan dalam keluarga : Suami
Pendamping persalinan : - Dukungan keluarga : Sangat baik
Pendodonor darah : Suami
Hubungan klien dengan suami : Sangat baik
Hubungan klien dengan anggota keluarga lain : Baik
Rencana persalinan : - Tempat : - Oleh: -
Keluarga yang tinggal serumah

Status PHBS
No L/ Hubungan Pendidik
Nama Usia Pekerjaan Kesehat
. P Keluarga an
an
1 Tn.A L 28th Suami SMA Wiraswasta Baik Baik
2 An. N P 9 th Anak SD Pelajar Baik Baik
3 An. R L 5 th Anak TK Pelajar Baik Baik

II. PENGKAJIAN DATA OBJEKTIF (O)


A. Keadaan Umum : Gelisah Kesadaran : Composmentis Status Emosional : Baik
B. Tanda-tanda vital
Tekanan Darah : 130/80 mmHg Nadi : 98 kali/menit,
regular/irregular
Respirasi : 26 kali/menit, regular/irregular Suhu : 37,5oC
C. Tinggi badan : 160 cm
Berat badan sekarang : 70 Kg IMT : BB/(TB)² = 68/1.6²= 26,5
Berat badan sebelum hamil : 68 Kg
Kenaikan berat badan : 2 Kg
Lingkar Lengan : 25 cm
D. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala

27
Inspeksi
a. Warna rambut : Hitam
b. Kebersihan : Terlihat bersih
Palpasi
a. Keadaan rambut : rontok/tidak
b. Benjolan : ada/tidak
2. Muka
Inspeksi
a. Oedema : Tidak terlihat
b. Pucat atau tidak : terlihat aga pucat
Palpasi
a. Oedema : Tidak teraba
3. Mata
Inspeksi
a. Konjungtiva : Terlihat aga pucat
b. Sklera : Putih
4. Hidung
a. Kebersihan : Bersih
b. Pengeluaran : Tidak ada
c. Polip : Tidak ada
5. Telinga
a. Kebersihan : Bersih
b. Pengeluaran : Tidak ada
c. Fungsi pendengaran : Baik
6. Bibir
Inspeksi
a. Pucat : Tidak terlihat
b. Stomatitis : Tidak terlihat
7. Gigi
a. Caries : Tidak ada
b. Gigi palsu : Tidak ada
8. Lidah
a. Warna : Merah muda
9. Leher

28
a. Pembengkakan kelenjar thyroid : Tidak ada
b. Pembengkakan KGB : Tidak ada
c. Pembengkakan vena jugularis: Tidak ada
10. Dada
Jantung
a. Irama : Reguler Gallop : Tidak ada Mur-mur : Tidak ada
Paru-paru
a. Bunyi : Reguler Ronchii : Tidak ada Wheezing : Tidak ada
Payudara
Inspeksi : Simetris/tidak : Terlihat simetris
Benjolan : Tidak terlihat
Hyperpigmentasi : Terlihat
Palpasi : Benjolan : Tidak teraba
Puting susu : Menonjol
Kelainan Retraksi : Tidak teraba
Lecet : Tidak teraba
11. Abdomen
Inspeksi
a. Bentuk perut : Cembung
b. Sikatrik bekas operasi : Tidak terlihat
c. Striae : Tidak terlihat
d. Hyperpigmentasi : Tidak terlihat
Palpasi
a. TFU : pertengahan pusat-shymphisis
b. Leopold I : tidak teraba ballotement
c. Leopold II : tidak dilakukan
d. Leopold III : tidak dilakukan
e. Leopold IV : tidak dilakukan
f. Perlimaan : tidak dilakukan
g. TBJ :-
Auskultasi
a. DJJ : x/menit
12. Ekstremitas
Ekstremitas atas

29
Inspeksi
a. Oedema : Ya/Tidak
b. Kuku : Bersih/Tidak, Panjang/Pendek
c. Luka : Tidak terlihat
Palpasi
a. Oedema : Ya/Tidak
b. Capillary refill: Kembali dalam 2 detik
Ekstremitas bawah
Inspeksi
a. Bentuk : Simetris
b. Oedema : Ya/Tidak
c. Capillary refill: Kembali dalam 2 detik
d. Varises : Tidak Terlihat
Perkusi
a. Reflex patella : Positif kanan dan kiri
13. Genetalia
Inspeksi
a. Oedema : Tidak terlihat
b. Varises : Tidak terlihat
c. Pembesaran kelenjar bartholin: Tidak terlihat
d. Pengeluaran : Terlihat darah berwarna kecoklatan
e. Luka perineum : Tidak terlihat
Palpasi
a. Oedema : Tidak Teraba
b. Varises : Tidak teraba
c. Pembesaran kelenjar bartholin: Tidak teraba
d. Pengeluaran : tidak teraba
14. Anus
Inspeksi
a. Haemorroid : Tidak terlihat
E. Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah : Hb : 10,3 gr%
2. Urine : Protein : Negatif
Glukosa : Negatif

30
III. ASSESMENT (A)
Diagnosa : Ibu G3P2A0 gravida 7 minggu dengan
kehamilan ektopik
Diagnosa janin : Janin tunggal extrauterin dengan kehamilan
ektopik
Diagnosa potensial : Syok
Masalah potensial : Abortus iminens
Abortus inkomplit
Rupture tuba
Antisipasi masalah potensial : Kolaborasi dengan dokter SPOG untuk
pemeriksaan USG, pemeriksaan lab, bed rest total. Memberikan cairan infus RL

IV. PENATALAKSANAAN (P)


1. Memberitahu ibu dan keluarga hasil pemeriksaan bahwa ibu mengalami kehamilan
ektopik dengan usia kehamilan saat ini 7 minggu
- Ibu dan keluarga terlihat cemas
2. Memberi dukungan kepada ibu agar ibu tidak cemas dengan keadaannya dan akan
segara diberikan penanganan sehingga ibu merasa lebih baik .
- Ibu mengerti dan terlihat tenang
3. Menjelaskan pada ibu dan keluarga bahwa masalah yang ibu alami memerlukan
penanganan khusus untuk dilakukan rujukan ke rumah sakit untuk dilakukan tindakan
segera dan pemeriksaan lebih lanjut dengan fasilitas yang lebih memadai
- Ibu dan keluarga meminta untuk dirujuk ke RS D hari ini
3. Mempersiapkan perlengkapan prarujukan yaitu:
 informedconsent tertulis untuk ditanda tangani ibu atau keluarga sebagai
syarat rujukan
 menghubungi call centre
 mempersiapkan pendonor darah
 identifikasi transportasi
- Jam 09.50 WIB ibu dirujuk kerumah sakit D, dengan 2 orang pendonor darah
yaitu Suami Tn. D dan Ibu Ny. A, ibu dirujuk menggunakan ambulance
puskesmas

31
4. Memberitahu ibu dan keluarga bahwa akan dilakukan pemasangan infus karena
keadaan ibu yang melemah
- Ibu dan keluarga mengerti dan bersedia melakukannya
5. Memberikan dukungan kepada ibu dan keluarga untuk tetap tenang bahwa semua
akan baik-baik saja
- Ibu dan keluarga terlihat tenang
-

BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan kasus yang di dapatkan diagnosa Ibu G3P2A0 usia kehamilan minggu
dengan kehamilan ektopik.

Untuk mempermudah pembahasannya kasus, akan di kelompokkan permasalahan


sesuai tahap-tahap proses asuhan kebidanan, yaitu tahap pengkajian, analisa
diagnosa/masalah, diagnosa potensial, tindakan segera, perencanaan dan tindakan, serta tahap
penilaian dan evaluasi.

1. Tahap Pengkajian
Berdasarkan kasus yang dialami Ny. D usia 35 tahun dengan kehamilan
G3P2A0 datang ke Puskesmas pada pukul 09.00 WIB, mengaku telat haid sejak 2
bulan yang lalu mengeluh perut bawah sakit dan tegang sejak 1 jam yang lalu dan
keluar darah sedikit berwarna kecoklatan dari jalan lahir sejak jam 08.00 pagi dan ibu
mengaku saat ini sedang menggunakan KB AKDR. Tidak ada riwayat penyakit yang
sedang di derita ataupun pernah diderita, dan tidak ada riwayat penyakit keluarga.
Data objektif keadaan umum ibu gelisah, kesadaran composmentis, tekanan darah
130/80 mmHg, nadi 98 x/menit, suhu 37,5ºC, muka aga pucat, konjuntiva aga pucat,
ada pengeluaran darah berwarna kecoklatan dari jalan lahir ibu.
Pada teori dikemukakan gejala atau tanda kehamilan ektopik berupa:
Menurut Mochtar R.(2017) yaitu: Amenore, Perdarahan, Nyeri Abdomen, Nyeri bahu
dan kehamilan ektopik ini disebabkan faktor mekanik yaitu penggunaan AKDR.
Penggunaan kontrasepsi IUD dan pil progesteron dapat meningkatkan
terjadinya kehamilan ektopik. Kontrasepsi IUD bisa menyebabkan peradangan di
dalam rahim sedangkan pil yang mengandung hormon progesteron juga

32
meningkatkan kehamilan ektopik karena pil progesteron dapat mengganggu
pergerakan sel rambut silia di saluran tuba yang membawa sel telur yang sudah
dibuahi untuk berimplantasi kedalam rahim. .(Sri Syintia, 2011)
Berdasarkan uraian di atas terdapat persamaan antara teori dengan gejala yang
timbul pada kasus abortus inkomplit. Hal ini membuktikan bahwa tidak ditemukan
adanya kesenjangan antara teori dan kasus.

2. Analisa Diagnosa/Masalah
Pada kasus Ny. D usia 35 tahun dengan kehamilan G3P2A0 datang ke
Puskesmas pada pukul 09.00 WIB, mengaku telat haid sejak 2 bulan yang lalu
mengeluh perut bawah sakit dan tegang sejak 1 jam yang lalu dan keluar darah sedikit
berwarna kecoklatan dari jalan lahir sejak jam 08.00 pagi dan ibu mengaku saat ini
sedang menggunakan KB AKDR. Tidak ada riwayat penyakit yang sedang di derita
ataupun pernah diderita, dan tidak ada riwayat penyakit keluarga.
Data objektif keadaan umum ibu gelisah, kesadaran composmentis, tekanan
darah 130/80 mmHg, nadi 98 x/menit, suhu 37,5ºC, muka aga pucat, konjuntiva aga
pucat, ada pengeluaran darah berwarna kecoklatan dari jalan lahir ibu.
Menurut Saifuddin (2018) Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis
mendadak (akut) biasanya tidak sulit. Keluhan yang sering disampaikan ialah haid
yang terlambat untuk beberapa waktu atau terjadi gangguan siklus haid disertai nyeri
perut bagian bawah dan tenesmus. Dapat terjadi perdarahan pervaginam.
Yang menonjol ialah penderita tampak kesakitan, pucat, dan pada
pemeriksaan ditemukan tanda-tanda syok serta perdarahan dalam rongga perut. Pada
pemeriksaan ginekologik ditemukan serviks yang nyeri bila digerakkan dan kavum
Douglas yang menonjol dan nyeri raba.
Menurut Meyla (2017) Pada kehamilan ektopik terganggu nyeri perut bawah
yang dialami semakin hebat. Rasa nyeri mungkin unilateral atau bilateral pada
abdomen bagian bawah maupun pada keseluruhan abdomen. Diperkirakan bahwa
serangan nyeri hebat pada ruptur kehamilan ektopik ini disebabkan oleh darah yang
mengalir ke kavum peritoneum. Pada saat terjadinya KET tekanan darah pasien turun
menjadi 100/60 mmHg dan HR:110x/menit. Menurut teori disebutkan tekanan darah
akan turun dan nadi meningkat hanya jika perdarahan berlanjut dan hipovolemianya
menjadi signifikan.

33
Berdasarkan uraian di atas terdapat persamaan antara teori dengan gejala yang
timbul pada kasus abortus inkomplit. Hal ini membuktikan bahwa tidak ditemukan
adanya kesenjangan antara teori dan kasus.
3. Masalah Potensial
Pada kasus Ny. D usia 35 tahun dengan kehamilan G3P2A0 datang ke
Puskesmas pada pukul 09.00 WIB, mengaku telat haid sejak 2 bulan yang lalu
mengeluh perut bawah sakit dan tegang sejak 1 jam yang lalu dan keluar darah sedikit
berwarna kecoklatan dari jalan lahir sejak jam 08.00 pagi dan ibu mengaku saat ini
sedang menggunakan KB AKDR. Tidak ada riwayat penyakit yang sedang di derita
ataupun pernah diderita, dan tidak ada riwayat penyakit keluarga.
Data objektif keadaan umum ibu gelisah, kesadaran composmentis, tekanan
darah 130/80 mmHg, nadi 98 x/menit, suhu 37,5ºC, muka aga pucat, konjuntiva aga
pucat, ada pengeluaran darah berwarna kecoklatan dari jalan lahir ibu.
Seperti tinjauan teori menurut Meyla (2017) Terjadinya abortus atau rupture
kehamilan tuba terdapat perdarahan kedalam kavum abdomen dalam jumlah yang
bervariasi. Darah yang tertimbun dalam kavum abdomen tidak berfungsi sehingga
terjadi gangguan dalam sirkulasi umum yang menyebabkan nadi meningkat, tekanan
darah menurun sampai jatuh dalam keadaan syok.
Berdasarkan hasil penelitian Ani Triana (2018) bahwa ibu yang mengalami
KET lebih banyak pada ibu yang berumur <20 dan >35 tahun yaitu sebanyak 38
orang (66,7%). Hal ini sejalan dengan penelitian Fitriany, dkk (2015) dari hasil
statistik didapatkan nilai P= 0,01 yang memiliki interpretasi ditemukannya hubungan
yang bermakna antara faktor risiko usia >35 tahun dengan kejadian kehamilan ektopik
terganggu.

Berdasarkan uraian tersebut tidak di dapatkan kesenjangan pada teori dan kasus.
4. Tindakan Segera
Pada kasus Ny. D dengan diagnosa kehamilan ektopik dilakukan tindakan
segera dengan konsultasi dengan dokter SPOG untuk melakukan USG, pemeriksaan
lab dan kuretase. Kemudian memberikan cairan infus RL dengan 66 tetes/menit .
Menurut teori, konsultasi dan rujuk ke dokter spesialis jika terjadi perdarahan
hebat, kram meningkat atau hasil pemeriksaan menunjukkan hasil abnormal
(Yulaikhah, 2015:79-80). Tindakan segera dan kolaborasi dilakukan berdasarkan
indikasi yang memerlukan penanganan cepat dan tepat sehingga memerlukan

34
kolaborasi dengan tenaga kesehatan yang ahli di bidangnya. Hal ini sesuai dengan
kasus pada abortus inkomplit dan tidak ada kesenjangan dengan teori.
5. Rencana Tindakan
Pada kasus Ny. D kehamilan ektopik dilakukan pemasangan infus dengan
cairan Ringer Laktat (RL) kemudian melakukan rujukan ke rumah sakit untuk
penanganan yang tepat.
Menurut Permenkes RI nomor 28 tahun 2017 pasal 19 ayat 3, yaitu : Dalam
memberikan pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bidan
berwenang melakukan: (a) episiotomi; (b) pertolongan persalinan normal; (c)
penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II; (d) penanganan kegawat-daruratan,
dilanjutkan dengan perujukan; (e) pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil; (f)
pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas; (g) fasilitasi/bimbingan inisiasi
menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif; (h) pemberian uterotonika pada
manajemen aktif kala tiga dan postpartum; (i) penyuluhan dan konseling;( j)
bimbingan pada kelompok ibu hamil; dan (k) pemberian surat keterangan kehamilan
dan kelahiran. Berdasarkan teori, bidan memiliki wewenang untuk melakukan
penanganan kegawatdaruratan dan dilanjutkan dengan perujukan. Dari kasus dan teori
tidak ditemukan kesenjangan.
6. Pelaksanaan
Pada kasus Ny. D dengan kehamilan ektopik, semua tindakan yang di
rencanakan seperti pemasangan infus dengan cairan Ringer Laktat (RL) dan
melakukan rujukan ke rumah sakit untuk penanganan yang tepat dan alat yang
memadai.
Pada tahap pelaksanaan ini penulis melaksanakan asuhan kebidanan sesuai
dengan rencana yang telah dibuat atau ditetapkan yaitu pada diagnosa Ibu G3P2A0
usia kehamilan 7 minggu dengan kehamilan ektopik. Hal ini dikarenakan adanya
kerjasama yang baik antara keluarga dan klien, sehingga dapat melaksanakan asuhan
kebidanan dengan baik.
7. Evaluasi
Hasil evaluasi Ny. D setelah asuhan kebidanan yang dilaksanakan pada
tanggal 10 Mei yaitu masalah yang dialami oleh klien diatasi dengan memberikan
cairan infus RL dan dilanjutkan dengan melakukan rujukan segera ke rumah sakit.
Tidak terjadi komplikasi selama pemberian asuhan dan penanganan. Setelah

35
melakukan rujukan ke rumah sakit, ibu mendapatkan pelayanan segera ditangani oleh
pihak rumah sakit.
Berdasarkan kasus Asuhan Kebidanan Ibu Hamil dengan kehamilan ektopik
tidak ditemukan hal-hal yang menyimpang dari evaluasi tinjauan teori. Oleh karena
itu, bila dibandingkan dengan tinjauan teori dan kasus tidak ditemukan kesenjangan.

BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan dengan pertumbuhan sel telur yang
telah dibuahi dan tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Bila
kehamilan tersebut mengalami proses pengakhiran (abortus) maka disebut dengan
kehamilan ektopik terganggu (KET). Termasuk dalam kehamilan ektopik ialah
kehamilan tuba, kehamilan ovarial, kehamilan intraligamenter, kehamilan servikal,
dan kehamilan abdominal primer atau sekunder.
Tanda dan gejalanya sangatlah bervariasi bergantung pada pecah atau tidaknya
kehamilan tersebut. Alat penting yang dapat digunakan untuk mendiagnosis
kehamilan ektopik yang pecah adalah tes kehamilan dari serum dikombinasi dengan
ultrasonografi. Jika diperoleh hasil darah yang tidak membeku, segera mulai
penanganan.(Enny Fitriahadi, 2017)

5.2. Saran
1. Mahasiswa
Mahasiswa dapat meningkatkan wawasan dalam mengangani kasus atau
melakukan asuhan kebidanan khususnya ibu dengan kehamilan ektopik.
2. Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mampu memahami tanda bahaya dalam kehamilan dan
bahaya kehamilan ektopik.

36
DAFTAR PUSTAKA
Sri, C,.Freddy,W,.Maria FT. 2011. Tinjauan Kasus Kehamilan Ektopik Di Blu Rsup
Prof. Dr.R.D.Kandou Manado Periode 1 Januari 2010-31 Desember 2011.
Jurnal e-Biomedik. 1(1):40-44
Puspa,D,.Meyla,R.2017. Kehamilan Ektopik Terganggu:Sebuah Tinjauan Kasus.
Jurnal kedokteran syiah kuala. 17(1):26-32
Budi,S. Analisis Faktor Risiko Kehamilan Ektopik. Jurnal ners. 6(2):164-168
Annisa,NF,.Wawang,SS,.Gemah,N.2014. Hubungan Antara Usia, Paritas Dan
Riwayat Medik Dengan Kehamilan Ektopik Terganggu. Jurnal kedokteran
Syiah kuala. 15(1):125-132
Pricilla,SL,.Linda,M,.John,W.gambaran kehamilan ektopik terganggu di RSUP
prof.Dr.R.D.kandou manado periode 1 januari 2012-31 desember 2013.
Jurnal e-Clinic. 3(2):624-628
Ani,T. Hubungan umur dan paritas ibu hamil dengan kejadian kehamilan ektopik
terganggu di RSUD arifin ahmad pekanbaru. Journal of health sciences.
11(2):183-187
Mochtar,R. Kelainan letak kehamilan (kehamilan ektopik). Obstetri Fisiologis dan
Obstetri patologis. Edisi V. 2016. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Wiknjonsastro,H,.Saifuddin,AB,.Rachimhadhi,T. Ilmu bedah kebidanan. Jakarta: PT.
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Permenkes.2017. Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. No 28. Jakarta:
Menkes RI.

37
Sarwono.2018. Buku Acuan Nasional Pelayanana Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

38

Anda mungkin juga menyukai