Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

Disusun Oleh :

1. Ayu Kristiana (22632135)


2. Henes Nurianto (22632231)
3. Krisna Mardhani (22632237)
4. Rani Putri Bestari (22632218)
5. Rony Dwi Cahyono (22632210)
6. Asna Atik Muayyadah (22632226)

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PONOROGO
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan
karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan tugas Mata Kuliah
Maternitas mengenai Asuhan Keperawatan pada Kehamilan Ektopik Terganggu.

Kehamilan ektopik merupakan kehamilan dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi


dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni dalam endometrium kavum uteri. Terjadinya
kehamilan ektopik pada wanita kemungkinan karena adanya pencetus seperti penyakit radang
panggul, pemakaian antibiotika pada penyakit radang panggul, pemakaian alat kontrasepsi
dalam rahim IUD (Intra Uterine Device), riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, infertilitas,
kontrasepsi yang memakai progestin dan tindakan aborsi.

Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah kami ini boleh selesai sesuai dengan waktu yang ditetapkan.

Kami menyadari bahwa dalam penulisannya ini masih jauh dari kata sempurna, untuk
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
menyempurnakan makalah kami ini.

Terimakasih.

Ponorogo, 28 September 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................4
C. Tujuan........................................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................................6
A. Definisi Kehamilan Ektopik Terganggu.....................................................................................6
B. Epidemiologi..............................................................................................................................6
C. Etiologi.......................................................................................................................................7
D. Patofisiologi...............................................................................................................................8
E. Klasifikasi................................................................................................................................12
F. Gejala Klinis.............................................................................................................................12
G. Pemeriksaan Penunjang............................................................................................................14
H. Penatalaksanaan/penanganan....................................................................................................15
I. Konsep dasar Asuhan Keperawatan Kehamilan Ektopik Tergaggu..........................................18
1. Pengkajian............................................................................................................................18
2. Diagnosa Keperawatan.........................................................................................................23
3. Rencana asuhan keperawatan...............................................................................................24
4. Implementasi Keperawatan..................................................................................................30
5. Evaluasi................................................................................................................................30
BAB III PENUTUP..............................................................................................................................31
Daftar Pustaka......................................................................................................................................32

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi,
berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat semestinya, yakni dalam endometrium
kavum uteri. Istilah kehamilan ektopik lebih tepat daripada istilah kehamilan
ekstrauterin yang sekarang masih juga banyak dipakai, oleh karena terdapat beberapa
jenis kehamilan ektopik yang berimplantasi dalam uterus tetapi tidak pada tempat
yang normal, misalnya kehamilan pada pars interstitial tuba dan kehamilan pada
serviks uteri.
Hampir 90% kehamilan ektopik terjadi di tuba uterin. Kehamilan ektopik dapat
mengalami abortus atau ruptur pada dinding tuba dan peristiwa ini disebut sebagai
kehamilan ektopik terganggu.
Insiden kehamilan ektopik telah meningkat secara dramatis selama dua dekade
terakhir, di Amerika Serikat menjadi 1:100 kehamilan (dari kira-kira 1:500). Hal ini
disebabkan oleh infeksi tuba, endometriosis dan peningkatan kemungkinan kehamilan
ektopik setelah ligasi tuba laparoskopik gagal. Faktor-faktor yang tidak diketahui juga
mungkin menjadi penyebab.
Kehamilan ektopik merupakan penyebab utama kematian ibu terutama karena
perdarahan yang tidak terkendali dan syok (0,1%-0,2% di Amerika Serikat tetapi
angka ini lebih tinggi di negara-negara berkembang).
Diagnosis kehamilan ektopik terganggu yang mendadak (akut) biasanya tidak
sulit. Karena selain gejala kehamilan muda, juga terdapat nyeri perut bagian bawah,
disertai dengan perdarahan pervaginam. Tanda-tanda lain adalah lemah, pucat, nyeri
tekan perut bawah, nyeri goyang serviks, syok, serta cairan bebas intra-abdomen, dan
penonjolan cavum douglas (celah antara rahim dengan usus akhir sebelum anus).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari KET
2. Etiologi Kehamilan Ektopik Terganggu
3. Patofisiologi Kehamilan Ektopik Terganggu
4. Klasifikasi KET
5. Gejala Klinis KET
6. Komplikasi KET

4
7. Pemeriksaan Penunjang
8. Penata laksanaan atau penanganan KET
9. Konsep dasar ASKEP KET

C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami Konsep dasar Kehamilan Ektopik Terganggu, dan
2. Memahami dan mampu menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
gangguan Kehamilan Ektopik.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Kehamilan Ektopik Terganggu


Hasil konsepsi antara sperma dan ovum dapat terganggu dalam perjalanannya
sehingga tersangkut pada lumen tuba fallopian. Hasil konsepsi yang tersangkut
tersebut akan berimplantasi pada lumen tuba fallopi, akan tetapi fisiologi tuba fallopi
tidak mempunyai kemampuan untuk berkembang dan menampung pertumbuhan janin.
Sehingga, setiap saat, kehamilan yang terjadi tersebut terancam pecah. Kehamilan
ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium
kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik, karena
kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam
uterus, tetapi jelas bersifat ektopik.
Kehamilan ektopik merupakan kehamilan yang berbahaya karena tempat
implantasinya tidak memberikan kesempatan untuk tumbuh kembang mencapai aterm.
Kehamilan ektopik adalah setiap implantasi yang telah dibuahi di luar cavum uterus.
Implantasi dapat terjadi di tuba fallopii, ovarium, serviks dan abdomen. Namun
kejadian kehamilan ektopik yang terbanyak adalah di tuba fallopii (Muria, 2002).
B. Epidemiologi
Kehamilan ektopik menyebabkan kematian ibu di dunia sebesar 28%,
sedangkan AKI untuk negara berkembang sebesar 239/100.000 KH. Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2013 AKI di Indonesia sebesar 359 per
100.000 kelahiran hidup. Insiden kehamilan ektopik meningkat dari 1,4% menjadi
2,2% kelahiran hidup. Hasil prasurvey melalui data medical record, angka kejadian
kehamilan ektopik di RSIA Anugerah Medical Center Lampung pada tahun 2015
terdapat 112 kasus (9,02%) kehamilan ektopik dari 1.241 ibu bersalin.
Di negara maju, angka kejadian kehamilan ektopik adalah 1-2% dari seluruh
kehamilan. Angka kejadian di negara berkembang insidensnya dipercaya lebih tinggi
lagi, tetapi data yang spesifik belum diketahui. Di Amerika Utara, kehamilan ektopik
terjadi pada 19,7 kasus dari 1000 kehamilan, dan merupakan penyebab mortalitas
utama pada kehamilan trimester pertama.
Secara umum, di Indonesia, kejadian kehamilan ektopik berkisar 5-6 per seribu
kehamilan. Kehamilan pars insterstisialis tuba hanya 1% dari semua kehamilan tuba.
Kehamilan ektopik ganda angka kejadiannya 1 di antara 15.000-40.000 persalinan (di

6
Indonesia sudah ada beberapa kasus). Kehamilan ovarial primer dan servikal sangat
jarang terjadi.
Menurut badan kesehatan dunia, selama tiga bulan pertama kehamilan,
kehamilan ektopik merupakan penyebab utama kematian ibu terutama di negara
industri dan paling sering terjadi di negara berkembang. Di Sebagian besar Eropa dan
Amerika Utara, kejadian kehamilan ektopik meningkat sebesar tiga kali lipat selama
30 tahun terakhir dan saat ini diperkirakan sebesar 2% kelahiran hidup. Sebuah studi
di Norwegia, diketahui bahwa insiden kehamilan ektopik meningkat dari 1,4%
menjadi 2,2% kelahiran hidup. Di Inggris dan Wales, kejadian kehamilan ektopik
meningkat dari 0,3% menjadi 1,6% dari kelahiran hidup. Demikian pula, di Amerika
Serikat, insiden kehamilan ektopik meningkat dari 1,9 % menjadi 2,3% kelahiran
hidup.
C. Etiologi
Etiologi kehamilan ektopik (ectopic pregnancy) adalah segala keadaan yang
dapat menyebabkan hambatan implantasi embrio ke endometrium. Faktor-faktor yang
berhubungan dengan terjadinya hambatan dalam implantasi embrio ke endometrium
dalam kehamilan ektopik adalah:
1. Kerusakan pada Tuba Fallopi
Kerusakan pada Tuba Fallopi dapat disebabkan oleh riwayat bedah pada Tuba
Fallopi seperti sterilisasi dan rekanalisasi tuba. Riwayat infeksi pada tuba juga
menjadi salah satu penyebab kerusakan ini, misalnya pada PID (pelvic
inflammatory disease). Adanya peradangan pada tuba dapat menyebabkan
hipoplasia saluran tuba dan disfungsi silia tuba. Selain itu, endometriosis tuba
atau divertikel saluran tuba yang bersifat kongenital serta tumor (miomi uteri
atau tumor ovarium) di sekitar saluran tuba juga dapat menyebabkan hambatan
proses implantasi intrauterine.
2. Riwayat Kehamilan Ektopik Sebelumnya
Penelitian menunjukkan bahwa seorang perempuan dengan riwayat kehamilan
ektopik sebelumnya memiliki kemungkinan 10-25% untuk kembali mengalami
kehamilan ektopik pada kehamilan berikutnya. Hal ini dikaitkan dengan
adanya proses cedera pada jaringan tuba yang dapat meninggalkan defek
anatomis maupun fisiologis pada saluran tuba falopii.
3. Abnormalitas Zigot

7
Apabila zigot tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, zigot
akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan
tumbuh di saluran tuba.
4. Pemakaian Intrauterine Device (IUD) Dan Pil KB Progestin
Jika terjadi kehamilan pada pengguna intrauterine device (IUD) dan pil KB
progesteron (mini pill), risiko terjadinya kehamilan ektopik akan meningkat
karena dua kontrasepsi tersebut mengakibatkan gerakan silia tuba melambat.
5. Merokok
Merokok dapat mengganggu motilitas/pergerakan silia tuba yang pada
akhirnya meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik.
6. Riwayat Infeksi Menular Seksual
Pasien dengan riwayat infeksi klamidia dan gonorrea memiliki risiko
kehamilan ektopik empat kali lipat lebih tinggi dibandingkan populasi normal.
Adanya infeksi berulang juga meningkatkan risiko karena meningkatkan
kerusakan gerakan silia, obstruksi tuba, dan adhesi pelvis (terdapat jaringan
parut pada tuba). Infeksi klamidia meningkatkan produksi protein yang disebut
prokineticin receptor 2 (PROKR2) yang memiliki efek kemotaktik sehingga
meningkatkan kemungkinan implantasi pada wilayah yang terinfeksi.
D. Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot
endosalping (Lumen tuba fallopian). Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh
kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan kemudian diresorbsi.
Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping (2 sisi
lumen tuba). Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba
oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis.
Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna malahan kadang-kadang tidak
tampak, dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam
lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan
janin selanjutnya bergantung pada beberapa factor, seperti tempat implantasi, tebalnya
dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi.
Di bawah pengaruh hormone estrogen dan progesterone dari korpus luteum
graviditatis dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek; endometrium dapat
berubah pula menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada
8
endometrium yang disebut fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya
hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel dapat
berlubang-lubang atau berbusa dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan
tersebut hanya ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian
dikeluarkan berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dilepaskan secara utuh,
perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan
disebabkan oleh pelepasan desidua yang degeneratif.
Tuba bukanlah tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, sehingga tidak
mungkin janin tumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan
tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10 minggu. Terdapat beberapa
kemungkinan mengenai nasib kehamilan dalam tuba yaitu:
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan
ini penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa
hari.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh
villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan embrio
dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis.
Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila pelepasan
menyeluruh, embrio dan selaputnya dikeluarkan dalam lumen tuba dan
kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominalis. Abortus ke
dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampularis,
sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili korialis ke arah peritoneum
biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini disebabkan oleh
lumen pars ampularis yang lebih luas sehingga dapat mengikuti lebih mudah
pertumbuhan hasil konsepsi jika dibandingkan dengan bagian ismus dengan
lumen sempit. Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada
abortus, perdarahannya akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikitnya oleh
darah, sehingga berubah menjadi mola kruenta. Perdarahan yang berlangsung
terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan (Hematosalping) dan
selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba, berkumpul di
kavum douglas dan akan membentuk hematokel retrouterina.
9
3. Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya
pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstitialis terjadi pada
kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah
penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke
peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan.
Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominal.
Bila ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi. Dalam hal ini,
dinding tuba yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan
darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan
terbentuk hematoma intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum tersebut.
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila
robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari
tuba. Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan kerusakan yang 27
Perdarahan Pada Kehamilan Trimester 1 diderita. Bila janin mati dan masih
kecil, dapat diresorpsi seluruhnya, dan bila besar dapat diubah menjadi
litopedion. Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh
kantong amnion dan dengan plasenta masih utuh kemungkinan tumbuh terus
dalam rongga perut, sehingga terjadi kehamilan ektopik lanjut atau kehamilan
abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi janin,
plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya
misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul dan usus.

10
Bagan 1

Pathway Kehamilan Ektopik Terganggu

Penyebab Kehamilan Ektopik


Faktor tuba Proses pembuahan
Faktor uterus
Faktor ovum
Factor hormonal Tumbuh di saluran tuba

Kurang vascularisasi Rupture dinding tuba


Abortus kedalam lumen tuba

Hasil konsepsi mati dini dan direabsorpsi


Berduka Terjadi perdarahan

Operasi Hipovolemia Perfusi jaringan perifier tida


Tuba Mengalir ke
membesar dan rongga perut
kebiruan

Nyeri Akut Risiko Infeksi Ansietas


Darah berkumpul
di Cavum
Doughlas

11
E. Klasifikasi
Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan
1. Tuba fallopi (>99%)
a. Pars intertisialis (2%). Karena dinding agak tebal, dapat menahan
kehamilan sampai 4 bulan atau lebih. Kalau pecah dapat menyebabkan
perdarahan yang banyak dan keluarnya janin dalam rongga perut.
b. Isthmus (25%). Dinding tuba di sini lebih tipis, biasanya pada
kehamilan 1-2 bulan sudah pecah.
c. Ampulla (55%). Dapat terjadi abortus atau ruptur pada kehamilan 2-3
bulan.
d. Infundibulum
e. Fimbriae (17%). Dapat terjadi abortus atau ruptur pada kehamilan 1-2
bulan.

Aborsi (kematian janin) biasa terjadi pada kehamilan di bagian Ampulla


karena anatomisnya yang lebih besar sehingga masa kehamilan dapat lebih
lama, sedangkan rupture (pecah tuba) biasa terjadi pada kehamilan di bagian
Isthmus.

2. Uterus (jarang)
a. Kanalis servikalis
b. Divertikulum
c. Kornu
d. Tanduk rudimenter
3. Ovarium (0,5%)
4. Intraligamenter (jarang)
5. Abdominal (kira-kira 1/15000 kehamilan)
a. Primer, dengan implantasi awal zigot di luar tuba (pada hati)
b. Sekunder, karena ekspulsi atau ruptur kehamilan tuba
6. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus (heterotopik), terjadi 1/17000-
30000 kehamilan.
F. Gejala Klinis
Gambaran klinis kehamilan ektopik yang belum terganggu tidaklah khas. Pada
umunya ibu menunjukkan gejala layaknya gejala kehamilan awal, seperti mual,
payudara terasa penuh, lelah, nyeri abdomen bagian bawah, dan kram serta mungkin
merasa nyeri sedikit di perut bagian bawah yang tidak seberapa dihiraukan. Pada

12
pemeriksaan vaginal, uterus membesar dan lembek, walaupun mungkin besarnya tidak
sesuai dengan kehamilan.
Gejala yang muncul bergantung pada lamanya kehamilan ektopik, abortus atau
ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum
penderita sebelum hamil. Terdapat 3 tanda klinik (Clinical triads) yaitu 3A
(Abdominal pain, abnormal vaginal bleeding, and amanorhea).
1. Amenorea
Amanorea merupakan tanda yang penting pada kehamilan ektopik. Lamanya
amenore bergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat bervariasi. Dengan
amenorea dapat dijumpai tanda-tanda kehamilan muda, yaitu morning sickness,
mual-mual, terjadi perasaan ngidam.
2. Nyeri
Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Nyeri
abdomen disebabkan kehamilan tuba yang pecah. Nyeri perut bagian bawah
dapat terjadi secara tiba-tiba dengan intensitas yang kuat disertai dengan
perdarahan yang menyebabkan ibu pingsan dan masuk ke dalam syok. Nyeri
ini berhubungan dengan tarikan pada peritoneum dikarenakan adanya
pembesaran tuba akibat dari kehamilan ektopik. Rasa nyeri dapat menjalar ke
seluruh abdomen tergantung dari perdarah di dalamnya Bila rangsangan darah
dalam abdomen mencapai diafragma, dapat terjadi nyeri di daerah bahu. Bila
darahnya membentuk hematokel yaitu timbunan di daerah kavum Douglas
akan terjadi rasa nyeri di bagian bawah dan saat buang air besar
3. Perdarahan pervaginam
Perdarahan merupakan salah satu tanda penting yang kedua pada kehamilan
ektopik terganggu (KET), hal ini menandakan kematian janin (abortus). Di
bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum dan
tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah
menjadi desidua. Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel
membesar, nucleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler.
Polaritas menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi
menempati sel luminal. Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan
dapat juga terkadang ditemui mitosis. Perubahan endometrium secara
keseluruhan disebut sebagai reaksi Arias-Stella. Setelah janin mati, desidua
dalam uterus mengalami degenerasi kemudian dikeluarkan secara utuh atau
berkeping-keping. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik
13
terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua yang degeneratif.
Internal Bleeding (Hematoperitoneum) hal ini disebakan karena adanya rupture
pada daerah tuba akibat pembesaran fetus. Jika terjadi ruptur tuba, tampak
gambaran anemia, penderita dalam keadaan syok, dengan suhu badan menurun,
nadi cepat, tekanan darah menurun dan bagian perifer tubuh yang terasa dingin.
Perut agak membesar dengan menunjukkan tanda-tanda rangsangan
peritoneum dengan rasa nyeri yang keras pada palpasi. Kadang ditemukan
cairan bebas dalam rongga perut. Pada pemeriksaan ginekologik, uterus tidak
dapat diraba dengan jelas karena dinding perut menegang dan uterus dikelilingi
oleh darah. Gerakan pada serviks uteri nyeri sekali dan cavum douglasi
menonjol.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hitung darah lengkap, untuk mengecek apakah terdapat anemia
(penurunan Hb) atau infeksi.
b. Pengecekan serum β-hCG (Beta human chorionic gonadotrophin)
untuk melihat perubahan kadar hormone. Test ini dilakukan setiap
48jam sekali, pada kehamilan normal kadar hormone meningkat 63%
setiap 48 jam. Akan tetapi, pada kehamilan ektopik kadar hormone
turun atau meningkat secara perlahan atau dalam kadar yang stagnant.
2. Ultrasonografi
Dilakukan untuk mengecek adakah kantong gestasi di luar uterus yang di
dalamnya tampak denyut jantung janin.
3. Laparoskopi
Dilakukan untuk menilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum Douglas dan
ligamentum latum apakah terdapat perubahan-perubahan atau tidak.
4. Kuldosintesis (Douglasi pungsi)
Kuldosintesis dilakukan untuk mengetahui apakah ada darah di kavum
douglasi yang disebabkan rupturnya hasil konsepsi yang berada diluar
kandungan. Kuldosintesis dilakukan dengan memasukkan jarum (16 – 18 G
Lumbar pungsi) dari posterior fornix sampai ke cavum doughlas. Bila keluar
darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku atau hanya
berupa bekuan-bekuan kecil diatas kain kasa, maka hal ini dikatakan positif
(fibrinasi) dan menunjukan adanya hematoma retrouterina. Bila darah segar

14
berwarna merah dan dalam beberapa menit membeku, hasil negatif karena
darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
H. Penatalaksanaan/penanganan
Diagnosis/investigasi Kehamilan ektopik adalah. Apabila pasien datang
dengan tanda dan gejala seperti (PP +, nyeri abdomen bawah, ada atau tidak
perdarahan pervaginam). Hal pertama yang dilakukan adalah melakukan pengecekan
menggunakan USG (Abdominal/ transvaginal). Yg dapat ditemukan pada USG pada
kehamilan ektopik adalah; Adanya Aktifitas jantung ektopik. Ditemukan Kantung
Gestasional ektopik. Serta adanya massa dan cairan di kantung douglas. Apabila
setidaknya menunjukan satu dari hal tersebut, maka akan terdiagnosa kehamilan
ektopik. Kemudian akan dilakukan intervensi sesuai dengan keadaan Hemodinamika
ibu.
Jika tidak menemukan dimana letak kantung gestasionalnya, dilakukan tes B-
hCG. Jika kadar serum B-hCG >1500-2000 maka pasien adalah suspek kehamilan
ektopik dan lihat lagi menggunakan USG/Transvaginal/Laparoscopy.
Jika kadar B-hCGnya <1500-2000 masih terlalu dini untuk mengatakan ini
adalah kehamilan ektopik karena harus dilakukan test lagi dalam waktu 48 jam. Pada
kehamilan ektopik, kadar serum B-hCG akan menurun, stagnan atau naik tapi hanya
sedikit dalam kurun waktu 48jam.

15
1. Pasien asimptomatik dan hemdinamik stabil
a. Tatalaksana Expectant (Menunggu dan waspada)
Sesuai dengan namanya tatalaksana ini dilakukan dengan cara
menunggu kehamilan ektopik berakhir sendiri tanpa terjadinya ruptur.
Namun, tidak semua pasien dapat ditatalaksana seperti ini. Pasien yang
dapat menjadi kandidat tatalaksana ini adalah pasien terdiagnosa dini
yang asimtomatis dan hemodinamik stabil tanpa adanya tanda-tanda
ruptur. Selain itu, pasien juga harus memiliki bukti objektif terjadinya
resolusi seperti kadar β-hCG yang menurun. Namun, pada tatalaksana
ini perlu ditekankan bahwa pasien harus betul-betul patuh untuk
melakukan follow-up rutin serta harus mau menerima bahwa risiko
ruptur tetap ada. Tatalaksana ini dapat berhasil pada pasien dengan
kadar serum progesterone dibawah 10nmol/L (3.1 ng/mL), usia
kandungan kurang dari 6 minggu dan massa janin lebih dari 15mm.
Tatalaksana ini harus dihentikan jika terjadi nyeri akut atau kegagalan
dalam ukuran penurunan serum β-hCG.
b. Medikamenthoxa
Terapi Methrotrexate diberikan pada ibu yg memiliki kondisi
hemodinamik stabil, bersedia melakukan post-treatment-follow-up
(follow up setelah pengobatan) dan memiliki konsentrasi hCG
≤5000mIU/mL, massa adnexal ≤4cm, hemoperitoneum kurang dari
100 ml dan tidak ada aktivitas jantung janin. Tatalaksana ini adalah
16
pengobatan kemoterapi menggunakan Injeksi Methotrexate yang
bekerja dengan menghambat pertumbuhan sel-sel tertentu dari tubuh
yang tidak diinginkan, terutama sel-sel yang bereproduksi dengan cepat.
Methotrexate merupakan agen antineoplastik jenis antimetabolit yang
bekerja mengambat reduktase asam folat dan mengubah asam folat
menjadi asam tetrahidrofolik sehingga DNA sulit terbentuk. Akibatnya
proses pembentukan DNA dan RNA pada sel ganas yang cepat
membelah tersebut menjadi terganggu dan menyebabkan kematian sel
tersebut. Dalam pemberian suntik methotrexate ini pantau kadar
hormon hCG dalam darah tiap 2-3 hari sampai kadarnya menurun.
Menurunnya kadar hCG menandakan kehamilan sudah tidak
berkembang lagi.
2. Pasien dengan gejala dan hemodinamik tidak stabil atau keinginan pasien
(Laparoscopy/laparotomy).
Penatalaksanaan bedah, Fernandez (1991) mengemukakan kriteria untuk
menetapkan terapi hamil ektopik dengan cara non-operatif atau dengan
tindakan operasi sebagai berikut.
Tabel 1
Kriteria terapi hamil ektopik
Skor 1 2 3
Umur gestasi >8 Minggu 7-8 Minggu <6 Minggu
Konsentrasi hCG <1000mIU/mL 5000mIU/mL >5000mIU/mL
Progesteron <5nmol/L 5-10nmol/L >10nmol/L
Nyeri perut Tidak ada Induksi Spontan
Hematosalping <1 cm 1-3 cm >3 cm
Perdarahan Tidak ada 1-100cc >100cc
Intraperitoneal
Jika jumlah skor diatas 6, maka indikasi dilakukan tindakan operasi.
Apabila pasien jatuh dalam keadaan Syok, maka tidak ada tempat bagi
pemebedahan per laparoskopi.
a. Salpingectomy
Salpingektomi adalah prosedur bedah untuk mengangkat salah satu
atau kedua tuba fallopi, namun tetap membiarkan keberadaan rahim
dan indung telur.
b. Salpingostomy
17
Salpingostomi adalah prosedur bedah untuk mengangkat bagian dari
tuba fallopi namun tidak mengangkat secara keseluruhan.
I. Konsep dasar Asuhan Keperawatan Kehamilan Ektopik Tergaggu
Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam
aspek pemeliharaan, rehabilitatif, dan preventif perawatan kesehatan. Proses
keperawatan ini didasarkan pada metode ilmiah pengamatan, pengukuran,
pengumpulan data, dan penganalisaan penemuan yang terdiri dari lima langkah yaitu
pengkajian, identifikasi masalah, perencanaan, implementasi, dan evaluasi (Doengoes,
2012).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses
yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien menurut Lyer et al
(1996, dalam Setiadi, 2012). Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk
mengumpulkan data dan menganalisanya (Manurung, 2011).
a. Pengumpulan Data
1) Identitas dan penanggung jawab klien
a) Identitas klien
Meliputi: nama klien, umur jenis kelamin, agama, suku
bangsa, Pendidikan terakhir, pekerjaan, golongan darah,
status perkawinan, diagnosa medis, nomer register,
tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, dan alamat.
b) Identitas penanggung jawab
Meliputi: nama, umur, Pendidikan, agama, suku bangsa,
hubungan dengan klien, dan alamat.
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Keluhan utama adalah yang paling dirasakan oleh klien
saat dilakukan pengkajian. Keluhan utama yang dapat
muncul adalah perdarahan pervaginam dan atau
intraperitoneal serta nyeri di bagian abdomen kiri/kanan
bawah jika telah terjadi rupture tuba.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang adalah riwayat tentang
pertama kali timbul keluhan sampai klien dirawat di
18
rumah sakit dan setelah dilakukan tindakan medis
ataupun keperawatan.
c) Riwayat kesehatan yang lalu
Apakah klien memiliki penyakit infeksi menular seksual
(Gonnhorea dan clamidia), riwat kehamilan ektopik
sebelumnya dan penyakit yang pernah dialami.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Menggambarkan genogram tiga generasi dan
menjelaskan apakah ada penyakit keturunan, penyakit
menular dan penyebab kematian keluarga.
3) Riwayat Obstetri dan Ginekologi
a) Riwayat Ginekologi
(1) Riwayat menstruasi
Meliputi: Amanorhea, menarche, lamanya haid,
siklus haid, banyaknya darah, sifat darah, dan
keluhan saat haid.
(2) Riwayat perkawinan
Meliputi: usia perkawinan, lamanya perkawinan,
dan perkawinan yang keberapa.
(3) Riwayat keluarga berencana
Meliputi: jenis alat kontrasepsi yang digunakan
sebelum hamil, waktu dan lamanya penggunaan
alat kontrasepsi, apakah ada masalah dengan
cara tersebut, jenis yang direncanakan setelah
persalinan sekarang dan berapa jumlah anak
yang direncanakan di keluarga.
b) Riwayat ginekologi
(1) Riwayat kehamilan yang lalu
Meliputi: masalah kehamilan, persalinan nifas,
dan keadaan bayi.
(2) Riwayat kehamilan sekarang
Meliputi: HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir).
4) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan umum

19
Meliputi: tingkat kesadaran, tanda-tanda vital,
diantaranya peningkatan tekanan darah, pernafasan, nadi,
dan suhu tubuh.
b) Sistem penglihatan
Meliputi: pemeriksaan bentuk mata, adanya edema
palpebra, konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/tidak,
pupil, reflex cahaya, fungsi dan gangguan penglihatan.
c) Sistem pendengaran
Meliputi: pemeriksaan bentuk, keadaan canalis, adanya
serumen, dan fungsi pendengaran.
d) Sistem wicara
Meliputi: apakah klien dapat berkomunikasi baik dengan
perawat serta keluarganya atau tidak, apakah klien dapat
mengapresiasikan perasaannya kepada perawat atau
keluarga.
e) Sistem pernafasan
Meliputi: bentuk hidung, septum, frekuensi pernafasan,
bersihnya jalan nafas, pola nafas, tidak menggunakan
alat bantu.
f) Sistem kardiovaskuler
Meliputi: kaji frekuensi nadi, beserta irama nadi apakah
teratur atau tidak, observasi tekanan darah, pantau hasil
pemeriksaan darah, kaji warna kulit, temperature,
auskultasi bunyi jantung.
g) Sistem hematologi
Meliputi: jumlah hemoglobin, hematokrit, leukosit,
trombosit dan serum β-hCG.
h) Sistem saraf pusat
Meliputi: tingkat kesadaran, nilai GCS, kaji adanya
peningkatan TIK, kaji adanya kejang dan kelumpuhan
ekstremitas.
i) Sistem pencernaan
Meliputi: kebersihan keadaan mulut, adanya mual, nyeri
pada epigastrum, kaji adanya pembesaran hepar,
auskultasi bising usus, fungsi pengecapan dan menelan.
20
j) Sistem perkemihan
Meliputi: adanya kateter atau tidak, adanya distensi
kandung kemih, warna urine, jumlah urine, dan adanya
oliguria.
k) Sistem integument
Meliputi: warna rambut, rontok atau tidak, turgor kulit,
kebersihan rambut, lesi, luka operasi, bentuk luka, letak
luka, keadaan luka, dan kaji luka terhadap tanda-tanda
infeksi (rubor, kolor, tumor, dolor, fungsiolesa).
l) Sistem musculoskeletal
Meliputi: kekuatan otot, ekstremitas atas dan bawah,
kaji adanya kelainan sendi.
m) Sistem kekebalan tubuh
Meliputi: adanya pembesaran kelenjar thyroid atau tidak,
suhu tubuh, apakah hipertermi atau tidak.
n) Sistem reproduksi
(1) Payudara
Meliputi: adanya pembengkakan atau tidak,
kebersihan payudara, putting menonjol, ada
nyeri atau tidak, terdapat colostrum dan ASI atau
tidak.
(2) Uterus
Meliputi: Kontraksi uterus, posisi uterus, tinggi
fundus uteri. Biasanya ada nyeri ayun, teraba
massa adnexa. Nyeri hebat pada penekanan
kavum doughlasi.
5) Pola aktivitas sehari-hari
a) Pola nutrisi
Meliputi: frekuensi makan, jenis makanan, makanan
yang disukai dan tidak disukai, makanan pantangan,
alergi, nafsu makan, porsi makan, jenis dan jumlah
minum.
b) Pola eliminasi
Meliputi: frekuensi dan keluhan BAK, BAB
c) Pola tidur
21
Meliputi: waktu dan lamanya tidur, kebiasaan
penghantar pada saat tidur, kesulitan tidur.
d) Pola aktivitas dan latihan
Meliputi: kegiatan dalam pekerjaan, olahraga, mobilisasi
dini, kegiatan di waktu luang.
e) Personal hygine
Meliputi: kebiasaan mandi, gosok gigi, keramas, dan
kebersihan kuku.
f) Ketergantungan fisik
Meliputi: kebiasaan merokok, minum-minuman keras,
obat-obatan dan lain-lain.
6) Aspek psikosoial dan spiritul
a) Pola pikir
Meliputi: pengkajian terhadap kehamilan diharapkan
atau tidak, jenis kelamin bayi yang diharapkan dan lain-
lain.
b) Persepsi diri
Meliputi: hal yang sangat dipikirkan klien saat ini,
diharapkan setelah menjalani perawatan.
c) Konsep diri
Meliputi: gambaran diri, peran, ideal diri dan harga diri.
d) Hubungan sosial dan komunikasi
Meliputi: pengkajian kejelasan bicara, kemampuan
mengekspresikan perasaan, Bahasa dan adat yang dianut
serta kesulitan komunikasi dalam keluarga.
e) Hubungan seksual
Meliputi: berapa kali melakukan hubungan seksual dan
lain-lain.
f) Sistem nilai dan kepercayaan
Meliputi: pengkajian terhadap sumber kekuatan klien,
pandangan klien terhadap adanya tuhan, agama
kepercayaan, kegiatan keagamaan.
g) Pengetahuan ibu
Meliputi: pengetahuan klien mengenai kehamilan
ektopik.
22
7) Terapi
Pengobatan yang diberikan pada pasien kehamilan
ektopik biasanya adalah MTX 1mg/kg IM, hari ke- 1, 3, 5, dan
7. Disertai dengan Leukovorin 0,1 mg/kg IM, hari ke 2, 4, 6,
dan 8.
8) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang menunjang keadaan klien
seperti pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan Hb setiap 1jam
menunjukkan penurunan kadar Hb. Pemeriksaan USG tidak ada
janin di intrauterin dan ditemukan massa adnexa. Kuldosintesis
(+).
b. Analisa data
Analisa data dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
1) Bandingkan data dengan nilai normal
Data-data yang didapatkan dari pengkajian
dibandingkan dengan nilai-nilai normal dan identifikasi
tanda/gejala yang bermakna (Significant cues).
2) Kelompokan data
Tanda/gejala yang dianggap bermakna dikelompokan
berdasarkan pola kebutuhan dasar yang meliputi respirasi,
sirkulasi, nutrisi / cairan, eliminasi, aktifitas / istirahat,
neurosensori, reproduksi / seksualitas, nyeri / kenyamanan,
integritas ego, pertumbuhan / perkembangan, kebersihan diri,
penyuluhan/ pembelajaran, interaksi sosial, dan keamanan /
proteksi. Proses pengelompokan data dapat dilakukan baik
secara induktif maupun deduktif. Secara induktif dengan
memilah data sehingga membentuk sebuah pola, sedangkan
secara deduktif dengan menggunakan kategori pola kemudian
mengelompokan data sesuai kategorinya (DPP PPNI, 2017).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosa
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu, keluarga
dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (DPP PPNI
23
SDKI, 2017). Diagnosa keperawatan yang biasa muncul kehamilan ektopik
menurut SDKI (2017) adalah sebagai berikut:
a. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d penurunan konsentrasi hemoglobin d.d
CRT>3 detik, akral dingin dan warna kulit pucat.
b. Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif d.d frekuensi nadi meningkat,
nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, suhu tubuh meningkat dan
klien merasa lemah.
c. Nyeri akut b.d rupture tuba fallopi d.d klien mengeluh nyeri, klien
tampak meringis, bersikap protektif, frekuensi nadi meningkat, tekanan
darah meningkat, pola nafas berubah, dan diaphoresis.
d. Ansietas b.d persiapan operasi d.d merasa khawatir dengan akibat dari
kondisi yg dihadapai, tampak gelisah, tampak tegang, anorexia,
frekuensi nafas meningkat, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah
meningkat, muka tampak pucat, diaphoresis dan serig berkemih.
e. Berduka b.d kehamilan extrauterine d.d merasa sedih, tidak menerima
kehilangan, merasa tidak ada harapan, menangis, tidak mampu
berkonsentrasi, dan merasa tidak berguna.
f. Risiko infeksi d.d penumpukan darah di cavum doughlas, dan tindakan
invasive (laparoscopy/laparotomy).
3. Rencana asuhan keperawatan
Rencana asuhan keperawatan atau disebut juga intervensi keperawatan adalah
segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada
pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang
diharapkan (DPP PPNI, 2017).
a. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d penurunan konsentrasi
hemoglobin d.d CRT>3 detik, akral dingin dan warna kulit pucat.
Tujuan : Tingkat perdarahan menurun.
Kriteria hasil :
1) Perdarahan pervaginam menurun.
2) Hemoglobin membaik (12-16g/dL).
3) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
TD : 120/80 mmHg.
N : 60-100 x/menit.
R : 20x/menit.
Suhu : 36,5°C-37,5°C.
24
Intervensi Perfusi Perifer Tidak Efektik.
Obsrvasi :
1) Periksa frekuensi nadi, kekuatan nadi, tekanan darah, turgor
kulit, membrane mukosa, volume urine, hematokrit,
hemoglobin, kelemahan dan perasaan haus.
2) Monitor intake dan output cairan.

Terapeutik :

1) Hitung kebutuhan cairan.


2) Berikan posisi modified Trendelenburg.
3) Berikan asupan cairan oral.

Edukasi :

1) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral.


2) Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak.

Kolaborasi :

1) Kolsborasi pemberian cairan IV isotonis (RL).


2) Kolaborasi pemberian produk darah.
b. Hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif d.d frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, suhu
tubuh meningkat dan klien merasa lemah.
Tujuan : Status cairan membaik.
Kriteria hasil :
1) Kekuatan nadi meningkat.
2) Perasaan lemah menurun.
3) Kadar Hb membaik (12-16g/dL).
4) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
TD : 120/80 mmHg.
N : 60-100 x/menit.
R : 20x/menit.
Suhu : 36,5°C-37,5°C.

Intervensi Hipovolemia

Observasi :

25
1) Identifikasi banyak darah yg keluar, pusing, dan pandangan
tidak jelas.
2) Monitor keadaan uterus dan abdomen.
3) Monitor kesadaran dan tanda vital.
4) Monitor kehilangan darah.
5) Monitor kadar hemoglobin.

Terapeutik :

1) Posisikan supine atau Trendelenburg.


2) Pasang oksimetri nadi.
3) Berikan oksigen via kanul nasal 3L/menit.
4) Pasang IV Line dengan selang set transfuse.
5) Ambil darah untuk pemeriksaan darah lengkap.

Kolaborasi

1) Kolaborasi pemberian uterotonika.


2) Kolaborasi pemberian antikoagulan.
c. Nyeri akut b.d rupture tuba fallopi d.d klien mengeluh nyeri, klien
tampak meringis, bersikap protektif, frekuensi nadi meningkat,
tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, dan diaphoresis.
Tujuan : Tingkat nyeri menurun.
Kriteria hasil :
1) Keluhan nyeri menurun.
2) Meringis menurun.
3) Sikap protektif menurun.
4) Diaforesis menurun.
5) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
TD : 120/80 mmHg.
N : 60-100 x/menit.
R : 20x/menit.
Suhu : 36,5°C-37,5°C.
Intervensi Nyeri Akut
Observasi :
1) Indentifikasi pencetus, Pereda, kualitas, lokasi, frekuensi, dan
durasi nyeri.

26
2) Indentifikasi riwayat alergi obat.
3) Indentifikasi kesesuaian jenis analgesic dengan tingkat
keparahan nyeri.
4) Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian
analgesic.
5) Monitor efektivitas analgesic.
Terapeutik :
1) Diskusikan jenis analgesic yang disukai untuk mencapai
analgesia optimal.
2) Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan
respons pasien.
3) Dokumentasikan respon terhadap efek analgesik dan efek yang
diinginkan.
Edukasi :
1) Jelaskan efek terapi dan jenis obat.
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik sesui indikasi.
d. Ansietas b.d persiapan operasi d.d merasa khawatir dengan akibat
dari kondisi yg dihadapai, tampak gelisah, tampak tegang,
anorexia, frekuensi nafas meningkat, frekuensi nadi meningkat,
tekanan darah meningkat, muka tampak pucat, diaphoresis dan
serig berkemih.
Tujuan : Tingkat ansietas menurun.
Kriteria hasil :
1) Perilaku gelisah menurun.
2) Perilaku tegang menurun.
3) Anorexia menurun.
4) Pucat menurun.
5) Pola berkemih membaik.
6) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
TD : 120/80 mmHg.
N : 60-100 x/menit.
R : 20x/menit.
Suhu : 36,5°C-37,5°C.
Intervensi Ansietas
27
Observasi :
1) Identifikasi kondisi, waktu, dan stressor saat tingkat ansietas
meningkat.
2) Identifikasi kemampuan mengabil keputusan.
3) Monitor tanda-tanda ansietas.
Terapeutik :
1) Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan.
2) Temani pasien untuk mengurangi kecemasan.
3) Pahami situasi yang membuat ansietas.
4) Dengarkan dengan penuh perhatian.
5) Gunakan pendekatan yang memberikan kenyamanan.
6) Motivasi mengidentidfikasi situasi yang memicu kecemasan.
7) Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan
datang.
Edukasi :
1) Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang akan dialami.
2) Informasikan secara faktual mengebai diagnosis, pengobatan,
dan prognosis.
3) Anjurkan mengungkapkan perasaan dan presepsi.
4) Latih teknik
relaksasi. Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian obat antiansietas.
e. Berduka b.d kehamilan extrauterine d.d merasa sedih, tidak
menerima kehilangan, merasa tidak ada harapan, menangis, tidak
mampu berkonsentrasi, dan merasa tidak berguna.
Tujuan : Tingkat berduka membaik.
Kriteria hasil :
1) Verbalisasi menerima kehilangan meningkat
2) Verbalisasi harapan meningkat
3) Verbalisasi perasaan berguna meningkat
4) Verbalisasi perasaan sedih menurun
5) Menangis menurun
6) Konsentrasi membaik
Intervensi Berduka
Observasi :
28
1) Indentifikasi kehilangan yang dihadapi.
2) Indentifikasi proses berduka yang dialami.
3) Indentifikasi reaksi awal terhadap
kehilangan. Terapeutik:
1) Tunjukan sifat menerima dan empati.
2) Motivasi agar mau mengungkapkan perasaan kehilangan.
3) Motivasi untuk menguatkan dukungan keluarga atau orang
terdekat.
4) Fasilitasi melakukan kebiasaan sesuai budaya, agama, dan
norma sosial.
5) Fasilitasi mengekspresikan perasaan dengan cara yang
nyaman. Edukasi :
1) Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa sifat mengingkari,
marah, tawar menawar, depresi dan menerima adalah wajar
dalam menghadapi kehilangan.
2) Anjurkan mengidentifikasi ketakutan terbesar pada kehilangan.
3) Anjurkan mengekspresikan perasaan terhadap kehilangan.
4) Ajarkan melewati proses berduka secara bertahap.
f. Risiko infeksi d.d penumpukan darah di cavum doughlas, dan
tindakan invasive (laparoscopy/laparotomy).
Tujuan : Tingkat infeksi menurun
Kriteria hasil :
1) Kebersihan tangan meningkat.
2) Kebersihan badan meningkat.
3) Demam menurun.
4) Kemerahan menurun.
5) Nyeri menurun.
6) Kadar leukosit membaik (4.000-10.000 mcL).
Intervensi Risiko infeksi
Observasi :
1) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik (dolor, color,
rubor, tumor, dan fungsiolaesa)
Terapeutik :
1) Batasi jumlah pengunjung.
2) Berikan perawatan kulit pada area edema.
29
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasein dan
lingkugan pasien.
4) Pertahankan tekhnik aspetik pada pasien berisiko
tinggi. Edukasi :
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.
3) Ajarkan cara memriksa luka operasi.
4) Ajarkan meningkatkan asupan nutrisi.
5) Ajarkan meningkatkan asuoan cairan.
4. Implementasi Keperawatan
Merupakan tindakan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana asuhan
keperawatan yang telah dibuat dengan tujuan membantu klien dalam mencapai
tujuan yang telah ditetapkan mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping. Ada tiga tahap dalam
pelaksanaan yaitu: Persiapan, perencanaan, dan dokumentasi (Doengoes,
2012).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati
dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Doengoes,
2012).

30
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi,


berimplantasi dan tumbuh tidak ditempat yang normal, yakni dalam endometrium
kavum uteri. Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, tetapi masih belum
diketahui secara jelas. Beberapa faktor berisiko untuk terjadinya kehamilan ektopik
yaitu: mekanis, fungsional, peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum
yang dibuahi dan hal lain, seperti: riwayat kehamilan ektopik teganggu dan riwayat
abortus induksi sebelumnya.

Mukosa pada tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan
blastokista yang berimplantasi didalamnya. Vaskularisasinya kurang baik dan desidua
tidak tumbuh dengan sempurna. Dengan demikian ada 3 kemungkinan yaitu: ovum
mati dan kemudian diresorbsi, trofoblast dan villus khorialisnya menembus lapisan
pseudokapsularis dan menyebabkan timbulnya perdaharan dalam lumen tuba dan
trofoblast dan villus khorialis menembus lapisan muskularis dan peritoneum pada
dinding tuba dan menyebabkan perdarahan langsung ke rongga peritoneum.

Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan


yaitu: tuba falopii, ovarium, uterus, abdominal, intraligamentar dan kombinasi lainnya.
Gejala klinis yang dialami pasien dengan kehamilan ektopik yaitu: amenorrhea, rasa
nyeri kiri atau kanan perut bagian bawah, uterus membesar dan lembek, abortus.

Diagnosis kehamilan ektopik dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan


fisik, pemeriksaan obstetric, pemeriksaan ginekologi, pemeriksaan penunjang
(kuldosintesis, USG, Hitung darah Lengkap). Penatalaksanaan pada kehamilan
ektopik terdiri dari terapi konservatif dan operatif.

B. Saran

Penulis menyarankan kepada para pembaca untuk mengkaji dan mempelajari


makalah ini secara mendalam dan membaca sumber lain agar menemukan materi yang
di bahas lebih otentik dan lebih mudah di pahami.

31
DAFTAR PUSTAKA

B. Hadijanto, dalam Ilmu Kebidanan, ed. T.Rachimhadi dan G.H.Wiknjosastro, PT.Bina


Pustaka Sarwono Prawirohadjo, Jakarta 2014, hal.474-487.

V.P. Sepillan, Ectopic Pregnancy, 2016.

Tenore, L. J., Ectopic Pregnancy. Am Fam Physician, 2000. 61(4): 1080-1088.

Marion, L. L., Meeks, G.R., Ectopic Pregnancy : History, Incidence, Epidemiology, and Risk
Factors. Clin Obs Gyn, 2012. 55(2): 376-378. 10.1097/GRF.0b013e3182516d7b

Dhar, H., Hamdi, I., & Rathi, B. (2011). Methotrexate treatment of ectopic pregnancy:
experience at nizwa hospital with literature review. Oman medical journal, 26(2), 94–
98. https://doi.org/10.5001/omj.2011.24

Panelli, D. M., Phillips, C. H., & Brady, P. C. (2015). Incidence, diagnosis and management
of tubal and nontubal ectopic pregnancies: a review. Fertility research and practice, 1,
15. https://doi.org/10.1186/s40738-015-0008-z

Johnson N, van Voorst S, Sowter MC, Strandell A, Mol BW. Surgical treatment for tubal
disease in women due to undergo in vitro fertilisation. Cochrane Database Syst Rev.
2010. (1):CD002125.

Audebert A, Pouly JL, Bonifacie B, et al. Laparoscopic surgery for distal tubal occlusions:
lessons learned from a historical series of 434 cases. Fertil Steril. 2014 Oct.
102(4):1203-8.

Prawirohardjo S, Hanifa W. Gangguan bersangkuta dengan Konsepsi. Dalam: Ilmu


Kandungan. Edisi II. 2005. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Saufuddin, Abdul Bari. Perdarahan Kehamilan Muda. Dalam: Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi I. 2006. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Benson Ralph C, Pernoll Martin L. Komplikasi Kehamilan Awal. Dalam: Buku Saku Obstetri
dan Ginekologi. Edisi IX. 2008. Jakarta: EGC.

Moechtar R. Kelainan Letak Kehamilan (Kehamilan Ektopik). Dalam: Sinopsis Obstetri,


Obstetri Fisiologis dan Obstetri Patologis. Jilid I. Edisi II. 1998. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

32
Prawirohardjo S, Hanifa W. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Dalam: Ilmu Kebidanan.
Edisi IV. 2008. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Cunningham F. Gary, et al. Kehamilan Ektopik. Dalam: Obstetri Williams. Volume II. Edisi
XXI. 2008. Jakarta: EGC.

Doengoes, Marilynn E. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC

33

Anda mungkin juga menyukai