Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KOMPREHENSIF

ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGIS


PADA NY. A G3P2A0 USIA 38TH
DENGAN KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU (KET)
DI RS AJI MUHAMMAD PARIKESIT TENGGARONG SEBERANG

DISUSUN OLEH :
WIHEL ANANDA PUTRI
NIM. P07224219042

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES KALTIM
PRODI DIII KEBIDANAN
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEBIDANAN KEHAMILAN PATOLOGIS PADA IBU DENGAN


KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU
Asuhan kebidanan pada Ny. ”A” 38 Tahun GIIIP2002 telah diperiksa dan disetujui oleh
pembimbing ruangan dan pembimbing institusi di Rumah Sakit Aji Muhammad Parikesit
Tenggarong Seberang

Samarinda, November 2021


Mahasiswa,

Wihel Ananda Putri


NIM. P07224315031

Mengetahui
Pembimbing Institusi Pembimbing Ruangan
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Cuningham pada tahun 1992
dilaporkan kehamilan ektopik terganggu ditemukan 19,7 dalam 100
persalinan. Dari penelitian yang dilakukan Budiono Wibowo di RSUP Cipto
Mangunkusumo (RSUPCM) Jakarta pada tahun 1987 dilaporkan 153
kehamilan ektopik terganggu dalam 4007 persalinan, atau 1 dalam 26
persalinan. Ibu yang mengalami kehamilan ektopik terganggu tertinggi pada
kelompok umur 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi
kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0% sampai
14.6% (1). Kasus kehamilan ektopik terganggu di RSUP dr. M. Djamil
padang selama 3 tahun (tahun 1992-1994) ditemukan 62 kasus dari 10.612
kehamilan.

B. Tujuan Penulisan
Berdasarkan acuan diatas tujuan penulisan laporan ini adalah sebagai
berikut:
1. Tujuan Umum
Mendeskripsikan pelaksanaan asuhan kebidanan pada kehamilan
patologi yakni kehamilan ektopik terganggu (KET), dengan
menggunakan pola pikir ilmiah melalui pendekatan manajemen
kebidanan menurut Varney dan mendokumentasikan asuhan kebidanan
dalam bentuk catatan SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan konsep dasar teori kehamilan patologi yakni kehamilan
ektopik terganggu (KET).
b. Menjelaskan konsep dasar manajemen kebidanan pada kehamilan
patologi yakni kehamilan ektopik terganggu (KET).
c. Melaksanakan asuhan kebidanan pada kehamilan patologi yakni
kehamilan ektopik terganggu (KET), dengan pendekatan Varney
yang terdiri dari:
1) Melakukan pengkajian pada kehamilan patologi yakni
kehamilan ektopik terganggu (KET)
2) Menginterpretasikan data dasar
3) Mengidentifikasikan diagnosis dan masalah potensial pada
kehamilan ektopik terganggu (KET)
4) Mengidentifikasikan kebutuhan segera pada kehamilan ektopik
terganggu (KET)
5) Merancang intervensi pada kehamilan ektopik terganggu (KET)
6) Melakukan implementasi pada kehamilan ektopik terganggu
(KET)
7) Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan yang telah diberikan
d. Mendokumentasikan asuhan dalam bentuk catatan SOAP

C. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan pemahaman masyarakat, khususnya ibu hamil mengenai
kehamilan ektopik terganggu (KET).
b. Meningkatkan pemahaman ibu akan bahayanyanya kehamilan ektopik
terganggu (KET) dan tindakan yang dapat dilakukan jika mengalami
kehamilan ektopik terganggu (KET).
c. Meningkatkan kepekaan dan kepedulian tenaga kesehatan dan
masyarakat, terhadap kehamilan ektopik terganggu (KET).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teori Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)


1. Definisi
Kehamilan ektopik terganggu (KET) adalah kehamilan dimana
implantasi blastosis terjaid diluar kavum uteri (Sarwono, 2011).
Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) adalah kehamilan dengan hasil
konsepsi (blastocyst) berimplantasi di luar endometrium uterus, sehingga
dapat berimplantasi di tuba, ovarium, abdominal, tubo-ovarial,
intraligamenter, dan servikal (Gynekology dan Obstetri, 2010).
Kejadian KET dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain,
riwayat KET sebelumnya, kontrasepsi IUD, kegagalan sterilisasi, in-vitro,
dan peradangan pelvik (Sarwono, 2011).
Diagnosis KET sulit untuk ditegakkan pada kehamilan yang masih
muda, sehingga di butuhkan pemeriksaan serial.

2. Etiologi KET
    Berbagai macam faktor berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya
kehamilan ektopik. Semua faktor yang menghambat migrasi embrio ke
kavum uteri menyebabkan seorang ibu semakin rentan untuk menderita
kehamilan ektopik. Beberapa faktor yang dihubungkan dengan kehamilan
ektopik diantaranya:
1. Faktor dalam lumen tuba:
a. Endosalpingitis, menyebabkan terjadinya penyempitan lumen tuba
b. Hipoplasia uteri, dengan lumen tuba menyempit dan berkelok-kelok
c. Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna dan
menyebabkan lumen tuba menyempit
2. Faktor pada dinding tuba:
a. Endometriosis, sehingga memudahkan terjadinya implantasi di tuba
b. Divertikel tuba kongenital, menyebabkan retensi telur di tempat
tersebut.
3. Faktor di luar dinding tuba:
a. Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba,
mengakibatkan terjadinya hambatan perjalanan telur
b. Tumor yang menekan dinding tuba, menyebabkan penyempitan
lumen tuba
c. Pelvic Inflammatory Disease (PID)
4. Faktor lain:
a.Hamil saat berusia lebih dari 35 tahun
b. Migrasi luar ovum, sehingga memperpanjang waktu telur yang
dibuahi sampai ke uterus
c. Fertilisasi in vitro
d. Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
e. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya
f. Merokok
g. Penggunaan dietilstilbestrol (DES)
h. Uterus berbentuk huruf T
i. Riwayat operasi abdomen
j. Kegagalan penggunaan kontrasepsi yang mengandung progestin saja
k. Ruptur appendix
l. Mioma uteri
m. Hidrosalping

3. Klasifikasi KET
Kehamilan ektopik terganggu di bedakan menjadi beberapa,
tergantung dimana hasil konsepsi tersebut berimplantasi diantaranya:
a. KET Tuba
Menurut Taber (1994:
1. Kehamilan Abdominal atau Kehamilan Intraperitoneal
Kehamilan atau gestasi yang terjadi dalam kavum peritoneum.
2. Kehamilan Ampula
Kehamilan ektopik pada pars ampularis tuba fallopii. Umumnya
berakhir sebagai abortus tuba.
3. Kehamilan Servikal
Gestasi yang berkembang bila ovum yang telah dibuahi berimplantasi
dalam kanalis servikalis uteri.
4. Kehamilan Heterotopik Kombinasi
Kehamilan bersamaan intrauterine dan ekstrauterin.
5. Kehamilan Kornu
Gestasi yang berkembang dalam kornu uteri.
6. Kehamilan Interstisial
Kehamilan pada pars interstisialis tuba fallopii.
7. Kehmailan Intraligamenter
Pertumbuhan janin dan plasenta diantara lipatan ligamentum latum,
setelah rupturnya kehamilan tuba melalui dasar dari tuba fallopii.
8. Kehamilan Ismik
Gestasi pada pars ismikus tuba fallopii.
9. Kehamilan Ovarial
Bentuk yang jarang dari kehamilan ektopik dimana blastolisis
berimplantasi pada permukaan ovarium.
10. Kehamilan Tuba
Kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba fallopii.

4. Manifestasi Klinis KET


Manifestasi klinis kehamilan ektopik terganggu menurut Gynekology
dan Obstetri, 2010 adalah sebagai berikut:
a. Nyeri abdominal dan pelvik secara tiba-tiba, yang dapat menandakan
rupturnya kehamilan ektopik atau bisa terjadi sebelum ruptur (80-
100%)
b. Amenorea (75-95%)
c. Vaginal spotting dengan derajat yang bervariasi (50-80%)
d. Gejala gastrointestinal seperti muntah dan sering BAB (5-15%)
e. Sakit kepala terasa berputar-putar hingga pingsan (20-35%)
f. Tanda-tanda kehamilan (10-25%)
g. Keluarnya jaringan (5-10%)
h. Ketidaknyamanan adneksa (75-90%)
i. Ketidaknyamanan perut (80-95%)
j. Pleuritic chest pain dapat terjadi akibat iritasi diafragma karena
perdarahan
k. Perubahan uterus, uterus dapat membesar pada awal kehamilan akibat
hormon yang dilepaskan plasenta, tetapi uterusa dapat terdesak ke sisi
lain yang berlawanan dengan amsa ektopik
l. Tekanan darah mengalami hipotensi disertai dengan peningkatan
denyut nadi (tachicardi), dan hiopovolemia bila perdarahan terus
menerus berlangsung
m. Temperature, setelah perdarahan akut suhu tubuh dapat turun atau
meningkat >38o C bila ada infeksi
n. Tanda cullen: sekitar pusat atau linea alba kelihatan biru kehitaman
seperti lebam
o. Trias KET; amenorea, nyeri abdomen, dan perdarahan pervaginam

5. Faktor Resiko KET


Beberapa faktor resiko menurut Cunningham FG, dkk dalam
Obstetrics Williams, 2005 yang dapat mengakibatkan kehamilan ektopik
antara lain:
 Resiko Tinggi
a. Kerusakan Tuba
Pada pasien dengan kerusakan tuba memiliki kemungkinan 3,5x
lebih tinggi mengalami kehamilan ektopik di bandingkan dengan
faktor resiko lainnya, yakni sebesar 21%.
b. Sterilisasi Tuba
Sterilisasi tuba dapat mengakibatkan kehamilan ektopik sebesar
9,3%.
c. Riwayat KET Sebelumnya
Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik presentase terjadi
kehamilan ektopik lagi sebesar 8,3%.
d. Paparan Diestribestrol (DES) Intrauterine
Eksposur Diestribestrol menyebabkan gangguan morfologi tuba
fallopi dengan menyebabkan berkurangnya atau hilangnya jaringan
fimbria, mengecilkan lubang tuba, dan mengecilkan panjang dan
mutu tuba, dan gangguan ini dapat mengakibatkan kehamilan
ektopik sebesar 5,6%.
e. Alat Kontrasepsi Dalam rahin (AKDR)
Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dapat mengakibatkan
kehamilan ektopik 4,2-45%.
f. Patologi Tuba
Patologi tuba seperti Salpingitis Isthimica Nodosa adalah suatu
gangguan berupa penebalan pada bagian proksimal tuba fallopi
dengan divertikula luminal multiple. Patologi ini meningkatkan
kemungkinan kehamilan ektopik 3,8-21%.
 Resiko Sedang
a. Infertile
Infertilitas dapat membuat seseorang melakukan in-vitro yang pada
dasarnya dapat juga mengakibatkan kehamilan ektopik dan
kontrasepsi steril pada tuba juga dapat mengakibatkan kemungkinan
kehamilan ektopik sebesar 2,5-21%.
b. Riwayat Infeksi Genital
Infeksi genital juga dapat mengakibatkan kehamilan ektopik karena
adanya kelainan pada organ reproduksi sebesar 2,5-3,7%.
c. Sering Berganti Pasangan
Dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya PMS sehingga dapat
mengakibatkan gangguan alat reproduksi lainnya, dan dapat
mengakibatkan kehamilan ektopik 2,1%.
 Resiko Ringan
a. Riwayat Operasi Pelvik atau Abdominal Sebelumnya
Riwayat operasi pelvik atau abdominal sebelumnya dapat
menyumbang 0,93-3,8% pada kehamilan ektopik.
b. Merokok
Paseien merokok memiliki peningkatan kehamilan ektopik 2,3-2,5%,
yang di duga disebebkan oleh gangguan imunitas (sehingga mudah
terkena infeksi pelvis) dan gangguan pergerakan tuba.
c. Koitus Sebelum Usia 18 Tahun
Kematangan alat reproduksi pada anak di bawah usia 18 belum
sempurna sehingga kemungkinan terjadi kehamilan ektopik
terganggu sebesar 1,6%.

6. Komplikasi KET
Komplikasi kehamilan ektopik terganggu (KET) menurut Gynekology
dan Obstetri adalah sebagai berikut:
a. Syok Hipovolemik
Perdarahan pervaginam merupakan sebab utama syok yang terjadi
dalam praktik kebidanan (Ilmu Kebidanan, Edisi III, 2007)
b. Anemia
Bila perdarahan terus berlangsung dan tidak diimbangi pemasukan
cairan yang adekuat maka ibu bisa mengalami anemia (Ilmu
Kebidanan, Edisi III, 2007).
e. Salpingitis
Terjadi pembengkakan dan pembesaran tuba bilateral, demam
tinggi dan tes kehamilan negatif. Dapat ditemukan getah serviks
yang purulen.
f. Abortus (imminens atau inkomplitus)
Gejala klinik yang dominan adalah perdarahan, umumnya terjadi
sebelum ada nyeri perut. Perdarahan berwarna merah, bukan coklat
tua seperti pada kehamilan ektopik. Nyeri perut umumnya bersifat
kolik dan kejang (kram). Uterus membesar dan lembek, terdapat
dilatasi serviks. Hasil konsepsi dapat dikenali dari pemeriksaan
vagina.
g. Appendisitis
Daerah yang lunak terletak lebih tinggi dan terlokalisir di fossa
iliaka kanan. Bisa ditemukan pembengkakkan bila ada abses
apendiks, namun tidak terletak dalam di pelvis seperti pada
pembengkakan tuba. Demam lebih tinggi dan pasien terlihat sakit
berat. Tes kehamilan menunjukkan hasil negatif.
h. Torsio kista ovarium
Teraba massa yang terpisah dari uterus, sedangkan kehamilan tuba
umumnya terasa menempel pada uterus. Perut lunak dan mungkin
terdapat demam akibat perdarahan intraperitoneal. Tanda dan
gejala kehamilan mungkin tidak ditemukan namun ada riwayat
serangan nyeri berulang yang menghilang dengan sendirinya.
i. Ruptur korpus luteum
Sangat sulit dibedakan dengan kehamilan tuba, namun ruptur
korpus luteum sangat jarang ditemukan.

7. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang


Walaupun diagnosanya agak sulit dilakukan, namun beberapa cara
ditegakkan, antara lain dengan :
1. Anamnesis dan gejala klinis
Riwayat terlambat haid, gejala dan tanda kehamilan muda, dapat ada
atau tidak ada perdarahan per vaginam, ada nyeri perut kanan / kiri
bawah. Berat atau ringannya nyeri tergantung pada banyaknya darah
yang terkumpul dalam peritoneum.
2. Pemeriksaan fisik
a. Didapatkan rahim yang juga membesar, adanya tumor di daerah
adneksa.
b. Adanya tanda-tanda syok hipovolemik, yaitu hipotensi, pucat dan
ekstremitas dingin, adanya tanda-tanda abdomen akut, yaitu perut
tegang bagian bawah, nyeri tekan dan nyeri lepas dinding abdomen.
c. Pemeriksaan ginekologis
d. Pemeriksaan dalam: seviks teraba lunak, nyeri tekan, nyeri pada
uteris kanan dan kiri.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium: Hb, Leukosit, urine B-hCG (+).
Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah
dapat meningkat. (Varney, 2007).
b. USG : (Varney, 2007).
– Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri
– Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri
– Adanya massa komplek di rongga panggul
c. Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah
dalam kavum Douglas ada darah.
d. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi. (Gynekology
dan Obstetri, 2010).
e. Ultrasonografi berguna pada 5–10% kasus bila ditemukan kantong
gestasi di luar
f. Serum Progesteron, pada kehamilan ektopik, kadarnya lebih rendah
dibanding kehamilan normal intrauterine. Kadar <5mg/mL,
menunjukkan kemungkinan besar adanya kehamilan abnormal,
namun pemeriksaan ini tidak bisa berdiri sendiri dalam mendiagnosis
kehamilan ektopik. (Gynekology dan Obstetri, 2010).
g. Pemeriksaan haemoglobin dan hematokrit serial setiap satu jam
menunjukkan penurunan kadar Hb akibat perdarahan (Gynekology
dan Obstetri, 2010).
h. Pemeriksaan leukosit, karena adanya leukositas yang dapat mencapai
>30.000/µL (Gynekology dan Obstetri, 2010).
i. Urinary Pregnancy Test, dengan metode inhibisi aglutinasi hanya
menunjukkan positif pada kehamilan ektopik sebesar 50-69%
(Gynekology dan Obstetri, 2010).

8. Manajemen Penanganan KET


Tindakan atau penatalaksanaan dalam kasus KET adalah sebagai
berikut:
a. Segera bawa ke rumah sakit
b. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk mengkoreksi anemia dan
hipovolemia
c. Bila ada tanda-tanda syok, maka atasi dulu dengan pemberian cairan
dan transfusi darah. Pemberian cairan pada penatalaksanaan syok
hipovolemik:
 Untuk memulihkan status volume, pasang 2 jalur Ivberikan 1-2 L
kristaloid seperti NaCl 0,9% atau RL secara IV selama 30-60 detik,
sambil memantau tanda-tanda oedem pada paru
 Berikan komponen sel darah merah untuk mempertahankan
hematokrit 30%
d. Operasi segera dilakukan bila diagnosis telah ditegakkan. Kehamilan
ektopik dapat di terapi secara pembedahan ataupun farmakologis.
Pemilihan terapi tergantung pada kondisi klinis pasien, letak kehamilan
ektopik, dan sumber daya yang tersedia.
 Terapi pembedahan merupakan terapi yang luas digunakan untuk
kehamilan ektopik baik dengan laparatomi atau laparaskopi.
Laparatomi di indikasikan pada kondisi haemodinamik pasien yang
tidak stabil, sedangkan laparaskopi pada kondisi haemodinamik
pasien yang stabil. Salpingectomy potensial mengurangi insidensi
kehamilan ektopik berulang.
 Terapi farmakologis pada kehamilan ektopik yang belum ruptur
berikan Methotrexate 50 mg/kg secara IM dan Leukovorin 0,1
mg/Kg berselang seling selama 8 hari dengan monitoring kadar -
hCG dengan kolaborasi dengan dokter Sp. OG (Gynekology dan
Obstetri, 2010).
Syarat pemberian Methotrexate adalah tidak ada kehamilan
intrauterine, belum terjadi ruptur, ukuran massa adneksa ≤ 3,5 cm,
kadar -hCG ≤15.000 mIU/ml, informant chonsent, dan tidak ada
kontraindikasi terhadap Methotrexate.
B. Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Ibu dengan
Kehamilan Ektopik Terganggu
I. PENGKAJIAN
A. Data Subyektif
1. Identitas
Nama :
Umur : Sebagian besar wanita yang mengalami KET
antara usia 20-40 tahun, dengan usia rata-rata
30 tahun, presetasenya 0-14,6% (Wibowo, 2007)
Agama :
Suku/Bangsa :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :

2. Alasan MRS/ Keluhan Utama


Amenorhea, pendarahan pervaginam dan bercak darah serta
kadang-kadang klien merasa nyeri (Varney, 2007).
Nausea, muntah, malaise (Sarwono, 2011).

3. Riwayat Kesehatan Klien


a) Riwayat Kesehatan yang Lalu :
Riwayat kehamilan ektopik yang lalu merupakan faktor
risiko terjadinya kehamilan ektopik lagi. Klien yang pernah
mengalami rekontruksi tuba, sterilisasi tuba, patologi tuba,
dan terkena paparan dietilstilbestrol (DES) intrauterine
merupakan faktor resiko tinggi terjadinya kehamilan
ektopik. Sedangkan klien yang pernah menderita infeksi
genital, infertile, dan sering berganti pasangan merupakan
faktor resiko sedang. Dan klien dengan riwayat merokok,
douching, koitus sebelum 18 tahun serta pernah operasi
pelvik atau abdominal sebelumnya merupakan faktor
resiko ringan kehamilan ektopik (Sarwono, 2011).
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Hal-hal yang perlu ditanyakan : (Novel, Sinta S. dkk. 2009)
(1) Apakah terdapat nyeri pada perut bagian bawah?
(2) Adanya peradangan atau infeksi pada tuba?

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Menderita kelainan bawaan dan fisiologi tuba, adanya
kelainan endometriosis tuba atau divertikel saluran tuba yang
bersifat kongenital (Wibowo, 2007).

5. Riwayat Menstruasi : (Mardjikoen P, 2008)


Riwayat amenorrhea merupakan gambaran klasik
kehamilan ektopik. Biasanya 6-8 minggu (Sarwono, 2011)

6. Riwayat Obstetri
Pasca abortus atau infeksi nifas dapat menyebabkan kinking
pada tuba dan menyempitkan lumen sehingga meningkatkan
resiko kehamilan tuba (Obstetri Patologi, 2011)
Jika persalinan terdahulu terdapat penyulit seperti perdarahan,
SC, Solutio Plasenta, Plasenta Previa, kemungkinan
menimbulkan fungsi uterus dan endometrium yang tidak bagus,
dan dapat memacu kehamilan ektopik sekarang (Prawirohardjo,
2007).

7. Riwayat Gynekologi
Riwayat pembedahan tuba fallopi merupakan faktor
predisposisi kehamilan ektopik (Varney, 2007).
8. Riwayat Kontrasepsi
Alat kontrasepsi dalam rahim IUD merupakan faktor
predisposisi kehamilan ektopik 4x lebih beresiko (Varney,
2007).
Penggunaan kontrasepsi progestin oral, estrogen dosis tinggi
pasca ovulasi dan induksi ovulasi dapat meningkatkan
kehamilan ektopik. (Sarwono, 2011).
Sterilisasi tuba atau tubektomi merupakan faktor predisposisi
kehamilan ektopik terganggu (Joseph, 2010).

9. Pola Fungsional Kesehatan (Wilkinson, Judith M. 2006)


Pola Keterangan
Nutrisi Nausea dan vomiting karena banyaknya darah yang
terkumpul dirongga abdomen.
Eliminasi Pada BAB klien ini dapat menimbulkan resiko
terhadap konstipasiitu diakibatkan karena penurunan
peristaltik usus, imobilisasi, obatnyeri, adanya intake
makanan dan cairan yang kurang. Sehinggatidak ada
rangsangan dalam pengeluaran faeces.Pada BAK
klien mengalami output urine yang menurun <
1500ml/hr, karena intake makanan dan cairan yang
kurang.
Istirahat Terjadi gangguan istirahat, nyeri pada saat infeksi
atau defekasi akibathematikei retropertonial
menumpuk pada cavum Douglasi.
Aktivitas Terganggu akibat rasa nyeri

10. Riwayat Psikososiokultural Spiritual :


Tindakan salpingektomi menyebabkan infertile. Mengalami
gangguan konsep diri, selain itu menyebabkan kekhawatiran
atau ketakutan
Usia perkawinan, sering terjadi pada usia produktif 20-40
tahun, berdampak bagi psikososial, terutama keluarga yang
masih mengharapkan anak.
Berapa kali menikah dan berapa lamanya menikah dapat
menentukan bagaimana keadaaan alat reprosuksi (Wibowo,
2007).

a. Data Obyektif
1) Pemeriksaan Umum
a) Kesadaran : Compos Mentis-Syok (Mardjikoen P, 2008)
b) Tanda vital :
TD : Terjadi penurunan TD pada kehamilan tuba
bila perdarahan terus menerus dan
hipovolemia. (Varney, 2007)
N : Takikardi akibat syok (Sarwono, 2011)
RR : >20 x/mnt Menandakan ibu mengalami
syok akibat perdarahan pervaginam
(Mardjikoen P, 2008)
T : Temperature setelah perdarahan akut, suhu
tubuh dapat turun atau meningkat >38o C bila
ada infeksi (Gynekology dan Obstetri, 2010).

c) Antropometri:
(a) Ukuran Lila :
Ukuran lila yang <23 cm mengindikasikan KEK dan
dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti radang
perut yang dapat mempengaruhi saluran tuba
sehingga KET dapa terjadi (Wibowo, 2007).
2) Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi
Kepala : Tampak bersih, tidak tampak ketombe,
distribusi rambut merata dan tekstur rambut
tampak lembut atau kasar
Wajah : Tidak tampak flek hitam, tidak tampak
odem, dan pucat.
Mata : Conjuctiva tampak pucat (Prawiroharjo,
1999)
Hidung : Tampak bersih, tidak tampak peradangan
dan tidak tampak pembesaran polip, tidak
ada pernafasan cuping hidung
Mulut : Tampak stomatitis sebagai akibat terapi
pemberian Methotrexate (Ilmu Kandungan
Sarwono, 2011)
Telinga : Tampak bersih, tidak tampak sekret
Leher : Tidak tampak peradangan, tidak tampak
pembesaran kelenjar tiroid, vena jugularis,
maupun kelenjar getah bening. Nyeri pada
leher dapat timbul akibat dari iritasi
diafragma yang berasal dari darah
dalam rongga peritoneum, terutama
ketika wanita menarik nafas.
Dada : Tidak tampak retraksi, simetris, payudara
simetris, tidak tampak massa, tumor
Abdomen : Tampak pembesaran abdomen pada
kehamilan ektopik, ukuran dan konsistensi
uterus sama pada trimester pertama
kehamilan akibat pengaruh hormone
plasenta. Uterus dapat bergeser ke satu sisi
akibat kehamilan tuba (Varney, 2007).
Kemungkinan adanya luka bekas operasi
SC, pembedahan tuba, dan operasi
abdominal lainnya. (Sarwono, 2011).
Genetalia : Pada kehamilan servikal, pada
umumnya serviks membesar (Sarwono,
2011).
Perdarahan dari uterus biasanya sedikit-
sedikit, berwarna merah kehitaman.
Anus : Tidak tampak hemoroid

b) Palpasi
Kepala : Tidak teraba tumor, massa, maupun lessi
Wajah : Tidak teraba oedema
Mata : Tidak teraba oedema pada palpebra
Hidung : Tidak teraba pembesaran polip
Telinga : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah
bening
Leher : Tidak teraba peradangan, tidak teraba
pembesaran kelenjar tiroid, vena jugularis,
maupun kelenjar getah bening
Dada : Payudara teraba kenyal, tidak ada benjolan
Abdomen : Nyeri tekan abdomen, teraba
pembesaran ovarium pada kehamilan di
dalam ovarium (Varney, 2007).
Rasa nyeri yang tiba-tiba di daerah
abdomen dan pelvik, yang dapat
menandakan ruptur dalam kehamilan
ektopik, atau bisa terjadi sebelum ruptur
(Gynekology dan Obstetri, 2010).
Pada abortus tuba terdapat nyeri tekan di
perut bagian bawah disisi uterus, dan pada
pemeriksaan luar atau pemeriksaan
bimanual ditemukan tumor yang tidak
begitu padat, nyeri tekan dan dengan batas-
batas yang tidak rata disamping uterus.
Hematokel retrouterina dapat ditemukan.
Pada repture tuba perut menegang dan nyeri
tekan, dan dapat ditemukan cairan bebas
dalam rongga peritoneum. Kavum Douglas
menonjol karena darah yang berkumpul
ditempat tersebut baik pada abortus tuba
maupun pada rupture tuba gerakan pada
serviks nyeri sekali (Prawiroharjo S,2007)
Leopold 1 : TFU teraba 2 jari di atas pusat, tidak
teraba 2 bagian besar dengan mengarah
kepada 1 sisi perut ibu (ekstrauterine),
adanya ballotemen perut bagian bawah
sedikit mengembung dan tegang
Genetalia : Tidak teraba benjolan; terjadi tekanan
pada rectum akibat iritasi darah yang
terdapat di abdomen
VT: nyeri goyang serviks dan nyeri
parametrium (Wibowo, 2007)

c) Auskultasi:
a) Jantung : S1/S2 normal, Gallop (-), mur-mur (-)
b) Paru : Wheezing (-), Ronchi (-), creacles (-),
c) Abdomen : Bising usus (+) peristaltik usus (> 35
x/mnt)
d) DJJ : Tidak terdengar DJJ
d) Perkusi
a) Dada : Terdengar sonor
b) Abdomen : Terdengar hypertimpani (kembung)
c) Ekstremitas :
Bisep : Jari tengah ekstensi
Trisep : Lengan tangan ekstensi
Petella : Tungkai kaki ekstensi

3) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan B-hCG (Varney, 2007).
b. Serum Progesteron, pada kehamilan ektopik, kadarnya lebih
rendah dibanding kehamilan normal intrauterine. Kadar
<5mg/mL, menunjukkan kemungkinan besar adanya
kehamilan abnormal, namun pemeriksaan ini tidak bisa
berdiri sendiri dalam mendiagnosis kehamilan ektopik.
(Gynekology dan Obstetri, 2010).
c. Pemeriksaan haemoglobin dan hematokrit serial setiap satu
jam menunjukkan penurunan kadar Hb akibat perdarahan
(Gynekology dan Obstetri, 2010).
d. Pemeriksaan leukosit, karena adanya leukositas yang dapat
mencapai >30.000/µL (Gynekology dan Obstetri, 2010).
e. Urinary Pregnancy Test, dengan metode inhibisi aglutinasi
hanya menunjukkan positif pada kehamilan ektopik sebesar
50-69% (Gynekology dan Obstetri, 2010).
f. Ultrasonografi (Varney, 2007).

B. INTERPRETASI DATA DASAR


Diagnosis : G.. Papah..., dengan kehamilan ektopik terganggu
Masalah : Masalah yang sering timbul pada kehamilan ektopik
terganggu adalah ibu menganggap bahwa gejala-gejala
yang dirasakannya hanyalah gejala wanita hamil pada
umumnya, dan kurangnya pengetahuan ibu mengenai
tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu (KET).
Kebutuhan : Berikan KIE atau pendidikan kesehatan pada ibu,
mengenai tanda-tanda dan gejala kehamilan ektopik
terganggu, dan faktor resikonya.

C. IDENTIFIKASI DIAGNOSIS/MASALAH POTENSIAL


Komplikasi kehamilan ektopik terganggu (KET) menurut
Gynekology dan Obstetri adalah sebagai berikut:
1. Syok Hipovolemik
Perdarahan pervaginam merupakan sebab utama syok yang terjadi
dalam praktik kebidanan (Ilmu Kebidanan, Edisi III, 2007)
2. Anemia
Bila perdarahan terus berlangsung dan tidak diimbangi pemasukan
cairan yang adekuat maka ibu bisa mengalami anemia (Ilmu
Kebidanan, Edisi III, 2007).
3. Salpingitis
Terjadi pembengkakan dan pembesaran tuba bilateral, demam
tinggi dan tes kehamilan negatif. Dapat ditemukan getah serviks
yang purulen.
4. Abortus (imminens atau inkomplitus)
Gejala klinik yang dominan adalah perdarahan, umumnya terjadi
sebelum ada nyeri perut. Perdarahan berwarna merah, bukan coklat
tua seperti pada kehamilan ektopik. Nyeri perut umumnya bersifat
kolik dan kejang (kram). Uterus membesar dan lembek, terdapat
dilatasi serviks. Hasil konsepsi dapat dikenali dari pemeriksaan
vagina.
5. Appendisitis
Daerah yang lunak terletak lebih tinggi dan terlokalisir di fossa
iliaka kanan. Bisa ditemukan pembengkakkan bila ada abses
apendiks, namun tidak terletak dalam di pelvis seperti pada
pembengkakan tuba. Demam lebih tinggi dan pasien terlihat sakit
berat. Tes kehamilan menunjukkan hasil negatif.
6. Torsio kista ovarium
Teraba massa yang terpisah dari uterus, sedangkan kehamilan tuba
umumnya terasa menempel pada uterus. Perut lunak dan mungkin
terdapat demam akibat perdarahan intraperitoneal. Tanda dan
gejala kehamilan mungkin tidak ditemukan namun ada riwayat
serangan nyeri berulang yang menghilang dengan sendirinya.
7. Ruptur korpus luteum
Sangat sulit dibedakan dengan kehamilan tuba, namun ruptur
korpus luteum sangat jarang ditemukan.

D. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA


Memberikan Tranfusi darah dan pemberian cairan untuk mengkoreksi
anemia dan hipovolemia (Carpenito, Lynda Juall, 2008).

E. INTERVENSI
1) Jelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan tindakan yang akan di
lakukan.
Rasional : Penjelasan hasil pemeriksaan merupakan salah satu
hak pasien dan keluarga untuk mengetahuinya. Ibu dan
keluarga juga mengerti tentang tindakan yang akan
dilakukan sehingga ibu dapat bekerja sama dalam
setiap pelaksanaan penanganan.
2) Lakukan Informed Consent atas tindakan yang akan di lakukan.
Rasional : Informed Consent merupakan suatu media untuk
mendapatkan persetujuan klien atas setiap tindakan
yang akan dilakukan.
3) Pasang infuse RL atau NaCl jika terjadi perdarahan hebat
(Prawirohardjo, 2007).
Rasional : RL dan NaCl dapat menggantikan elektrolit yang
hilang dari tubuh ibu untuk menghindari terjadinya
syok pada ibu
4) Pada kehamilan ektopik yang belum ruptur berikan Methotrexate
50mg/kg secara IM dan Leukovorin 0,1 mg/Kg berselang seling
selama 8 hari dengan monitoring kadar -hCG dengan kolaborasi
dengan dokter Sp. OG (Gynekology dan Obstetri, 2010).
Rasional : Methotrexate menghambat produksi hCG oleh
trofoblast, dan selanjutnya akan menurunkan produksi
progesteron oleh korpus luteum
5) Kolaborasi dengan dokter Sp.OG tentang pemberian terapi dan
penanganan lebih lanjut.
a) Operasi atau Pembedahan
b) Radioterapi
c) Kemoterapi
d) Terapi Hormonal
e) Histerektomi jika UK memasuki trimester 2 atau trimester 3
(Sarwono, 2011)
Rasional : Penanganan yang tepat akan mempercepat
penyembuhan pasien (Rasjidi Imam, 2007).
6) Berikan KIE penggunaan alat kontrasepsi yang sesuai bagi ibu
yang pernah mengalami KET (Gynekology dan Obstetri, 2010).
Rasional : Alat kontrasepsi dalam rahim IUD merupakan faktor
predisposisi kehamilan ektopik (Varney, 2007).
Penggunaan kontrasepsi progestin oral, estrogen dosis
tinggi pasca ovulasi dan induksi ovulasi dapat
meningkatkan kehamilan ektopik. (Sarwono, 2011).
7) Berikan KIE kepada ibu untuk melakukan istirahat cukup
Rasional : Istirahat yang cukup mampu mengurangi rasa nyeri
yang ibu alami akibar penyakit yang dideritanya
(Mardjikoen P, 2008)
F. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan dilaksananakan dengan efisien dan aman sesuai dengan
rencana asuhan yang telah disusun. Pelaksanaan ini bisa dilakukan
seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan oleh klien atau anggota
tim kesehatan lainnya.

G. EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan keefektifan
asuhan kebidanan yang telah diberikan. Evaluasi didokumentasikan
dalam bentuk SOAP.

Anda mungkin juga menyukai