PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa definisi dari kehamilan ektopik terganggu (KET)?
1.2.2 Apa saja klasifikasi dari kehamilan ektopik terganggu (KET)?
1.2.3 Bagaimana etiologi dari kehamilan ektopik terganggu (KET)?
1.2.4 Bagaimana manifestasi klinis dari kehamilan ektopik terganggu (KET)?
1.2.5 Bagaimana pathofisiologi dari kehamilan ektopik terganggu (KET)?
1.2.6 Bagaimana pathway dari kehamilan ektopik terganggu (KET)?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan dari kehamilan ektopik terganggu (KET)?
1.2.8 Apa saja pemeriksaan penunjang darikehamilan ektopik terganggu (KET)?
1.2.9 Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada pasien kehamilan ektopik
terganggu (KET)?
2
1.3.2.7 Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari kehamilan
ektopik terganggu (KET).
1.3.2.8 Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari
kehamilan ektopik terganggu (KET).
1.3.2.9 Untuk mengetahui dan memahami konsep asuhan keperawatan pada
pasien kehamilan ektopik terganggu (KET).
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi dan berada diluar batas
endometrium yang normal (Manuaba, 2003).
2.2 Klasifikasi
4
2. Sekunder: bila embrio yang masih hidup dari tempat primer, misalnya
karena abortus tuba atau ruptur tuba, tumbuh lagi di dalam rongga
abdomen.
3. Kehamilan servikal
Kehamilan dimana nidasi terjadi pada kanalis servikalis, sehinga dinding
serviks menjadi sangat tipis dan membesar. Hal ini sangat jarang dijumpai.
2.3 Etiologi
Menurut (Mansjoer, 2011) etiologi dari KET adalah :
2.3.1 Faktor tuba, yaitu salpingitis, perlekatan tuba, kelainan kongenital,
pembedahan sebelumnya, endometriois, tumor yang mengubah bentuk
tuba, dan kehamilan ektopik sebelumnya.
2.3.2 Kelainan zigot, yaitu kelainan kromosom malformasi
2.3.3 Faktor ovarium, yaitu migrasi luar ovum (perjalanan ovum dari ovarium
kanan ke tuba kiri atau sebaiknya), pembesaran ovarium, dan unextrudet
ovum.
2.3.4 Penggunaan hormon eksogen (esterogen) seperti pda kontrasepsi oral.
2.3.5 Faktor lain, antara lain aborsi tuba pemakaian IUD.
5
2.5 Patofisiologi
Menurut (Mansjoer, 2011), pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak
bisa mencapai endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di
saluran tuba dan kemudian akan mengalami beberapa proses seperti kehamilan
pada umumnya. Karena tuba buka merupakan suatu media yang baik untuk
pertumbuhan embrio, maka pertumbuhan dapat mengalami bebrapa perubahan
dalam bentuk berikut ini :
2.5.1 Hasil konsepsi mati dini dan direabsorbsi pada impalantasi secara
kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi kurang dan
dengan mudah terjadi reasorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak
mengeluh apa-apa hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari.
2.5.2 Abortus kedalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh darah oleh vili
koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan
mudigah dari dinding tersebut sama-sama dengan robeksinya
pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhya
tergantung pada derajat perdarahan yang ttimbul.
2.5.3. Ruptur dinding tuba
Ruptur sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya
ada kehamilan muda, sebaiknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada
kehamilan yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur
ialah penembusan vili koriales kedalam lapisan muskularis tuba terus ke
peritoneum. Ruptur dapat terjadi secara spontan atau karena trauma
ringan seperti coitus dan pemeriksaan vaginal
Uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah
menjadi desidua karena pengaruh estrogen dan progesteron dari korpus
luteum graviditatis dan trofoblas.
6
2.6 Pathway
7
2.7 Penatalaksanaan
2.7.1 Penatalaksanaan medis
Pemakaian ultrasonografi sebagai suatu alat bantu dalam penatalaksanaan
kehamilan ektopik telah meningkatkan keakuratan diagostik praoperasi.
Masalah utama dalam menangani kehamilan ektopik adalah perdarahan.
Perarahan harus dengan cepat dan efektif dikendalikan. Transfusi darah harus
segera disediakan. Laparatomi dilakukan dengan segera setelah diagnosis
kehamilan ektopik ditegakkan. Darah dan bekuan darah dievakuasi dan
pembuluh darah yang pecah dikontrol (Bobak, 2004).
Kehamilan ektopik tahap lanjut di abdomen membutuhkan suatu
laparatomi segera setelah ibu siap menjalani operasi. Jika plasenta pada
kehamilan di abdomen pada trimester kedua atau ketiga melekat pada organ
yang vital, seperti hati, jangan berupaya melepasnya. Biasanya plasenta akan
berdegenerasi dan terabsorpsi tanpa komplikasi (Bobak, 2004).
Diagnosis dan penatalaksanaan kehmailan ektopi berubah dengan cepat
sejalan dengan perkembangan teknologi. Pemakaian terapi metotreksat
sedang diteliti untuk pasien dengan kehamilan ektopik. Bukti-bukti saat ini
menunjukkan bahwa penatalaksanaan kehamilan ektopikdengan laparaskopi
sama aman, efektif dan kurang traumatik daripada penanganan dengan
laparatomi dan bisa menggantikan posisi laparatomi sebagai pengobatan pada
kebanyakan kehamilan ektopik (Bobak, 2004).
Apabila keadaan penderita buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih
baik dilakukan salpingektomi. Pada kasus kehamilan ektopik di pars
ampularis tuba yang belum pecah pernah dicoba ditangani dengan
menggunakan kemoterapi untuk menghindari pembedahan. Kemoterapi
dengan metotreksat 1 mg/kg IV dan faktor sitrovorum 0,1 mg/kg IM
berselang seling selama 8 hari bila kehamilan di pars ampularis tuba belum
pecah, diameter kantong gestasi kurang atau sama dengan 4 cm, perdarahan
dalam rongga perut kurang dari 100 ml, dan TTV baik (Mansjoer, 2011).
8
2.7.2 Penatalaksanaan keperawatan
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat, dan menciptakan
suasana tenang dan nyaman untuk mengurangi rasa nyeri dan kecemasan.
Konseling pasca tindakan dan asuhan mandiri selama di rumah(Bobak, 2004).
9
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama :
Jenis Kelamin : wanita
Umur : sebagai pertimbangan dalam memberikan terapi dan
tindakan, selain itu sebagai acuan pada umur berapa
penyakit/kelainan tersebut terjadi. Umumnya pada usia
produktif 25-45 tahun.
Alamat : sebagai gambaran tentang lingkungan tempat tinggal
klien apakah dekat atau jauh dari pelayanan kesehatan
khususnya dalam pemeriksaan kehamilan.
Agama :
Pekerjaan : untuk mengetahui keadaan aktivitas sehari-hari klien,
sehingga memungkinkan menjadi faktor resiko
terjadinya KET.
Pendidikan : untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien sehingga
akan memudahkan dalam pemberian penjelasan dan
pengetahuan tentang gejala/keluhan selama sakit
Status pernikahan:untuk mengetahui berapa kali mengalami kehamilan
ektopik terganggu (KET) atau hanya sakit karena
penyakit lain yang tidak ada hubungannya dengan
kehamilan.
Diagnosa medic :kehamilan ektopik terganggu (KET).
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama : nyeri hebat pada perut bagian bawah dan disertai
dengan perdarahan selain itu klien ammenorhoe.
b. Riwayat penyakit sekarang:
10
Awalnya wanita mengalami amenorhoe beberapa minggu kemudian
disusul dengan adanaya nyeri hebat seperti disayat-sayat. Pada mulanya
nyeri hanya satu sisi berikutnya disertai adanya perdarahan pervagina:
1) Kadang disertai muntah
2) Keadaan umum klien lemah dan syok
3) Terkumpulnya darah di rongga perut:
a) Menegangnya dinding perut nyeri
b) Dapat juga menyebabkan nyeri hebat hingga klien pingsan.
4) Perdarahan terus menerus kemungkinan terjadi syok hipovolemik.
c. Riwayat penyakit dahulu :
Mencari faktor pencetus misalnya adanya riwayat endometriosis,
adhesitis menyebabkan perlekatan endoslping, tuba
menyempit/membuntu.
d. Status obstetri ginkeologi
1) Usia perkawinan, sering terjadi pada usia produktif 25-45 tahun,
berdampak bagi psikososial, terutama keluarga yang masih
mengharapakan anak.
2) Riwayat persalinan yang lau, apakah klien melakukan proses
persalinan dipetugas kesehatan atau di dukun.
3) Grande multi
4) Riwayat penggunaan alat kontrasepsi. Seperti IUD
5) Adanya keluhan haid, keluarnya drah haid dan bau yang menyengat.
Kemungkinan adanya infeksi.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Hal yang peru dikaji kesehatan suami. Apakah suami mengalami infeksi
sistem urogenetalia? Karena dapat menular pada istri dan dapat
mengakibatkan infeksi pada serviks.
f. Riwayat psikososial
Tindakan salpingektomi menyebabkan infertile. Mengalami gangguan
konsep diri, selain itumenyebabkan kekhawatiran atau ketakutan.
11
3. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : tergantung banyakanya darah yang keluar dari
tuba, keadaan umum ialah kurang lebih normal sampai dengan shock
berat dan anemi
Kesadaran : komposmentis.
2) Pemeriksaan TTV:
a. Denyut nadi : meningkat (normal : 80-100 x/menit).
b. RR : menurun (normal : 16-24 x/menit).
c. Tekanan darah : menurun (normal: 120/80 mmHg).
d. Suhu : normal (normal: 36,5oC - 37,5 oC).
12
e. Pemeriksaan rongga mulut
Inspeksi : mukosa bibir kering, keadaan dalam mulut bersih
f. Pemeriksaan leher
Inspeksi : leher simetris, tidak ada penonjolan JVP, terlihat pulsasi.
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan nodus limfa.
g. Pemeriksaan dada dan punggung
1. Thoraks paru
Inspeksi :dada simetris kanan dan kiri, pergerakan dada sama, tidak
ada penonjolan rusuk.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas serta edema atau
massa, tractil fremitus positif kanan dan kiri
Perkusi : suara dullness pada payudara, dan resonan pada
intercostae.
Auskultasi : tidak terdengar suara tambahan pada pernafasan
2. Sistem kardiovaskuler
Inspeksi :normal
Palpasi :normal teraba pulsasi pada daerah jantung klien pada
intercosta 2 dan pada intercosta 3-5 tidak teraba,
Perkusi :normal yaitu pekak
Auskultasi :tidak ada bising jantung
h. Pemeriksaan Abdomen
Terdapat nyeri tekan di perut bagian bawah disisi uterus, dan pada
pemeriksaan luar atau pemeriksaan bimanual ditemukan tumor
yang tidak begitu padat, nyeri tekan dan dengan batas-batas yang
tidak rata disamping uterus. Hematokel retrouterina dapat
ditemukan.ruptur tuba perut menegang dan nyeri tekan, dan dapat
ditemukan cairan bebas dalam rongga peritoneum. Kavum Douglasi
menonjol karena darah yang berkumpul ditempat tersebut baik
pada abortus tuba maupun pada ruptur tuba gerakan pada serviks
nyeri sekali.
13
i. Genitalia
Inspeksi : ditemukan adanya perdarahan pervagina.
Perdarahan dari uterus biasanya sedikit-sedikit, berwarna merah
kehitaman
j. Ekstremitas : pada ekstremitas atas dan bawah biasanya
ditemukan adanya akral dingin akibat syok serta tanda-tanda
sianosis perifer pada tangan dan kaki.
14
Mekanisme pertahanan diri yang biasa digunakan oleh pasien adalah
dengan meminta pertolongan orang lain.
h. Pola konsep diri dan persepsi diri
Klien akan merasa cemas karena penyakit yang dideritanya
i. Pola peran-hubungan
Perubahan pola peran hubungan dalam tanggung jawab atau perubahan
kapasitas fisik unuk melakukan peran.
j. Pola seksualitas dan reproduksi
Kebanyakan pasien tidak melakukan hubungan seksual karena
kelemahan tubuh.
k. Pola kepercayaan
Tergantung pada kebiasaan, ajaran dan aturan-aturan dari agama yang
dianut oleh individu tersebut.
15
3.3 Nursing Care Plan
No. Diagnosa NOC NIC
Dx
1. Gangguan rasa nyaman nyeri Setelah dilakukan keperawatan selama Pain management
berhubungan dengan terjadinya 2x24 jam diharapkan gangguan rasa 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
ruptur tuba nyaman nyeri teratasi dengan kriteria komprehensif termasuk lokasi,
hasil: karakteristik, durasi, frekuensi,
1. Mampu mengontrol nyeri kualitas dan faktor presipitasi.
(mengetahui penyebab nyeri, mampu 2. Observasi reaksi nonverbal dari
menggunakan teknik ketidaknyamanan.
nonfarmakologi untuk mengurangi 3. Tingkatkan istirahat
nyeri, mencari bantuan). 4. Gunakan teknik komunikasi
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang terapeutik untuk mengetahui
dengan menggunakan manajemen pengalaman nyeri pasien
nyeri. 5. Pertahankan tirah baring selama
3. Mampu mengenali nyeri (skala, serangan akut.
intensitas, frekuensi, dan tanda 6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
nyeri). (farmakologi, non farmakologi, dan
4. Menyatakan rasa nyaman setelah interpersonal).
16
nyeri berkurang. 7. Berikan analgesik untuk mengurangi
nyeri.
2. Resiko deficit volume cairan Setelah dilakukan keperawatan selama 1. Pertahankan catatan intake dan output
berhubungan dengan perdarahan 2x24 jam diharapkan resiko defisit yang akurat
volume cairan teratasi dengan kriteria 2. Monitor status hidrasi (kelembapan
hasil : membran mukosa, nadi adekuat,
1. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh tekanan darah normal)
dalam batas normal 3. Catat respon fisiologi individu
2. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi terhadap perdarahan.
3. Elastisitas turgor kulit baik, 4. Monitor tanda-tanda vital
membran mukosa lembab. 5. Kolaborasi pemberian cairan IV
6. Atur kemungkinan transfusi
7. Monitor tingkat Hb dan hematokrit
17
1. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik 2. Bantu untuk memilih aktivitas
tanpa disetai peningkatan tekanan konsisten yang sesuai dengan
darah, nadi, dan RR. kemampuan fisik, psikologi dan
2. Mampu melakukan aktivitas sehari- sosial.
hari (ADLs) secara mandiri. 3. Berikan lingkungan yang tenang,
3. Tanda-tanda vital normal pertahankan tirah baring bila
diperlukan.
4. Monitor respon fisik, emosi, sosial
dan spiritual
5. Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi.
18
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.1.1 Kehamilan ektopik terganggu adalah kehamilan ektopik yang terganggu, dapat terjadi
abortus atau pecah, dan hal ini berbahaya bagi wanita tersebut (Mochtar, 2010).
4.1.2 Klasifikasi kehamilan ektopik adalah kehamilan pada tuba, kehamilan di dalam
ovarium, kehamilan di dalam abdomen, kehamilan di dalam serviks.
4.1.3 Etiologi kehamilan ektopik sebagian besar penyebabnya belum diketahui. Faktor-
faktor yang memegang peranan dalam hal ini antara lain : faktor tuba, kelainan zigot,
faktor ovarium, faktor hormonal, dan faktor lain.
4.1.4 Manifestasi klinis meliputi amenore, gejala kehamilan muda, nyeri perut bagian
bawah, perdarahan pervaginam berwarna coklat tua.
4.1.5 Patofisiologi kehamilan ektopik adalah pada proses awal kehamilan apabila embrio
tidak bisa mencapai endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di
saluran tuba dan kemudian akan mengalami beberapa proses seperti kehamilan pada
umumnya. Karena tuba buka merupakan suatu media yang baik untuk pertumbuhan
embrio, maka pertumbuhan dapat mengalami beberapa perubahan dalam bentuk
berikut ini seperti : hasil konsepsi mati dini, abortus kedalam lumen tuba, ruptur
dinding tuba.
4.1.6 Penatalaksanaannya meliputi laparaskopi, salpingektomi dan kemoterapi.
4.1.7 Pemeriksaan penunjang ,meliputi pemeriksaan laboratorium: dilatasi kuretase,
kuldosentesis,ultrasonografi,laparaskopi atau laparatomi
4.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok
bahasan dalam makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan karena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya
dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca untuk memberikan
kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi kesempurnaan penulisan makalah
ini di kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis khusunya juga
bagi para pembaca pada umumnya.
19
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, I. B. (2003). Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetri dan Ginekologi (2 ed.). Jakarta: EGC.
20