Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

KEHAMILAN EKTOPIK
TERGANGGU (KET)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa telah memberikan rahmat dan karunia-nya.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan , oleh karena itu saya

sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah dimasa

yang akan datang.

i
Akhirnya saya mengharapkan semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua.

Pekanbaru, September 2019

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR.............................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1

1.1 Latar Belakang........................................................................................................1

ii
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................2

1.3 Tujuan Makalah......................................................................................................2

1.4 Manfaat Makalah....................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................4

2.1 Definisi Kehamilan Ektopik....................................................................................4

2.2 Faktor Resiko Kehamilan Ektopik...........................................................................5

2.3 Lokasi Kehamilan Ektopik......................................................................................5

2.4 Perjalanan klinik kehamilan ektopik........................................................................15

2.5 Diagnosis Banding...................................................................................................16

2.6 Diagnosis Kehamilan Ektopik.................................................................................17

2.7 Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik.......................................................................19

BAB III PENUTUP...............................................................................................................24

3.1 Kesimpulan................................................................................................................24

3.2 Saran........................................................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................26

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1: Kehamilan Ektopik..............................................................................................5

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehamilan secara normal akan berada di kavum uteri. Kehamilan ektopik ialah

kehamilan yang terjadi di luar kavum uteri. Kehamilan ektopik dapat terjadi ketika

penanaman blastosit berlangsung dimanapun, kecuali di endometrium yang melapisi

rongga uterus. Tempat yang mungkin untuk kehamilan ektopik adalah serviks, tuba

fallopi, ovarium dan abdomen.

Menurut American Collage of Obstetricians and Gynecologists (2008), 2% dari

seluruh kehamilan trimester pertama di Amerika serikat adalah kehamilan ektopik, dan

jumlah ini menyebabkan sekitar 6% dari semua kematian terkait kehamilan. Resiko

kematian akibat kehamilan di luar uterus lebih besar dari pada kehamilan yang memberi

hasil lahir hidup atau yang dihentikan secara sengaja. Selain itu, kemungkinan untuk

kembali hamil dengan baik akan berkurang setelah kehamilan ektopik. Namun, dengan

diagnosis yang lebih dini, baik kelangsungan hidup ibu maupun konservasi kapasitas

reproduksi dapat ditingkatkan (Cunningham, et al, 2013).

Menurut World Health Organization (2007), Kehamilan ektopik adalah penyebab

hampir 5% kematian ibu hamil di Negara maju. Namun, kematian akibat kehamilan

ektopik di amerika serikat kini semakin jarang terjadi setelah tahun 1970-an. Angka

kematian kasus dari kehamilan ektopik turun tajam dari tahun 1980 hingga

1992.Penurunan ini kemungkinan besar disebabkan oleh membaiknya diagnosis dan

penatalaksanaan. Namun, menurut Grimes (2006), dari tahun 1991 sampai 1999,

perkiraan angka kematian untuk kehamilan ektopik adalah 32 per 100.000 pelahiran

1
dibandingkan dengan angka kematian ibu hamil sebesar 7 per 100.000 kelahiran hidup

(Cunningham, et al, 2013).

Kehamilan ektopik hampir 95% kehamilan berimplantasi di berbagai segmen tuba

uterine. Yang terbanyak terletak diampula. Sisa 5% tertanam di ovarium, rongga

peritoneum, atau di dalam serviks.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kehamilan Ektopik

Kehamilan ektopik yaitu kehamilan dimana tempat implantasi blastosit di area

manapun selain endometrium.Lokasi implantasi biasanya terletak pada bagian paling

distal tuba falopi (Geri & Carole, 2009).

Kehamilan ektopik adalah implantasi ovum yang telah dibuahi diluar kavum

uteri.Kehamilan ektopik dapat muncul dengan nyeri abdomen dengan atau tanpa

perdarahan pervaginam.Pada kelompok pasien tertentu beresiko tinggi, mereka dengan

patologi atau pembedahan tuba sebelumnya, dan mereka dengan alat kontrasepsi dalam

rahim. Kemungkinan kehamilan ektopik harus dipikirkan pada pasien yang beresiko

tinggi, meskipun tanpa gejala (Harry & Tjokorda, 2012)

Kelainan tempat kehamilan adalah kehamilan yang berada diluar kavum uteri.

Kehamilan disebut ektopik bila berada ditempat yang luar biasa, seperti didalam tuba,

ovarium atau rongga perut atau juga ditempat yang luar biasa walaupun masih dalam

rahim misalnya serviks, pars interstisialis tuba atau tanduk rudimenter rahim.

Kebanyakan kehamilan ektopik terjadi didalam tuba, angka kejadian kehamilan tuba

ialah 1 diantara 150 persalinan (Amerika) (Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).

Gambar 1
Kehamilan ektopik
3
2.2 Faktor Resiko Kehamilan Ektopik

Beberapa Faktor resiko terjadinya kehamilan ektopik yaitu:

1. Bedah tuba

2. Sterilisasi

3. Kehamilan ektopik sebelumnya

4. Terpajan dietilstilbestron

5. Penggunaan AKDR

6. Kelainan tuba

7. Infertilitas dan penanganan terkait

8. Infeksi saluran genital sebelumnya

9. Pasangan seksual lebih dari satu

10. Merokok

11. Bilas vagina

12. Pertama kali berhubungan seks saat usia dini

13. Usia ibu sudah lanjut

14. Endometriosis (Lauren A, Jessica E, & Meredith B, 2012).

2.3 Lokasi Kehamilan Ektopik

1. Kehamilan Tuba

a. Patogenesis

Menurut tempat nidasi, kehamilan tuba dapat dibagi menjadi:

1) Kehamilan ampula (dalam ampula tuba)

2) Kehamilan istmus (dalam istmus tuba)

3) Kehamilan interstisial (dalam pars interstisialis tuba)

4
Terkadang nidasi terjadi di fimbria.Dari bentuk-bentuk diatas, secara

sekunder dapat terjadi kehamilan tuba-abdominal, tuba ovarial atau kehamilan

dalam ligamentum latum.Dan kehamilan paling sering terjadi didalam ampula

tuba.

Implamantasi telur dapat bersifat kolumnar, artinya terjadi dipuncak

lipatan selaput tuba, dan telur terletak didalam lipatan selaput lendir.Bila

kehamilan pecah, pecahan masuk kedalam lumen tuba (abortus tuber).

Telur dapat pula menembus epitel dan terimplantasi interkolumnar, artinya

terjadi didalam lipatan selaput lendir, dan telur masuk kedalam lapisan otot tuba

karena tuba tidak mempunyai desidua. Bila kehamilan pecah, hasil konsepsi akan

memasuki rongga peritoneum (ruptur tuba).

Walau kehamilan terjadi diluar rahim, rahim turut membesar karena otot-

ototnya mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormone yang menghasilkan

trofoblas. Endometriumnya turut berubah menjadi desidua vera. Menurut Aria-

Stella, perubahan histology endometrium ini cukup khas untuk membantu

diagnosis.

Setelah janin mati, desidua mengalami degenerasi dan dikeluarkan

sepotong, tetapi terkadang terlahir seluruhnya sehingga merupakan cetakan

kavum uteri (decidual cast). Pelepasan desidua disertai dengan perdarahan;

kejadian ini menerangkan gejala perdarahan pervaginam pada kehamilan ektopik

terganggu (Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).

b. Perkembangan Kehamilan tuba

Kehamilan tuba tidak dapat mencapai cukup bulan, biasanya berakhir pada

minggu ke-6 hingga ke-12, yang paling sering antara minggu ke 6-8. Kehamilan

tuba dapat berakhir dengan 2 cara, yakni abortus tuba atau ruptur tuba.

5
1) Abortus Tuba

Oleh karena senantian membesar, telur menembus endosalping

(selaput lendir tuba), masuk kedalam lumen tuba, lalu keluar kea rah

infundibulum.Peristiwa ini terutama terjadi bila telur berimplantasi di ampula

tuba.Implantasi telur di ampula tuba biasanya bersifat kolumnar karena

lipatan-lipatan selaput lendir di tempat ini tinggi dan banyak.Lagi pula, rongga

tuba di ampula tuba juga agak besar hingga telur mudah tumbuh kearah

rongga tuba dan lebih mudah menembus desidua kapsularis yang tipis dari

lapisan otot tuba.

Abortus tuba kira-kira terjadi diantara minggu ke-6 hingga ke-

12.Keluarnya abortus keluar dari ujung tuba menimbulkan perdarahan yang

mengisi kavum douglasi, yang disebut hematokel retrouterin.Ada kalanya

ujung tuba tertutup oleh perlekatan sehingga darah terkumpul di dalam tuba

dan menggembungkan tuba.Keadaan ini disebut hematosalping.

2) Ruptur Tuba

Implantasi telur didalam istmus tuba menyebabkan telur mampu

menembus lapisan otot tuba kearah kavum peritoneum.Lipatan-lipatan selaput

lendir di istmus tuba tidak seberapa banyak, sehingga besar kemungkinan telur

berimplantasi secara interkolumnar.Dengan demikian, trofoblas cepat sampai

kelapisan otot tuba.Kemungkinan pertumbuhan kearah rongga tuba pun kecil

karena rongga tuba sempit, sehingga telur menembus dinding tuba kearah

rongga perut atau peritoneum.

Ruptur istmus tuba terjadi sebelum minggu ke-12 karena dinding tuba

di daerah ini cukup tipis. Namun, ruptur pars intertisialis terjadi lebih lambat,

bahkan terkadang baru terjadi pada bulan ke-4, karena lapisan otot didaerah ini

6
cukup tebal. Ruptur dapat terjadi dengan sendirinya/spontan atau akibat

manipulasi kasar, misalnya akibat periksa dalam, defekasi atau koitus.Ruptur

biasanya terjadi ke dalam kavum peritoneum, terkadang kedalam ligamentum

latum bila implantasi terjadi didinding bawah tuba.

Pada ruptur tuba, seluruh bagian telur yang sudah mati dapat keluar

dari tuba melalui robekan dan masuk kedalam kavum peritoneum.Bila

pengeluaran janin melalui robekan tidak diikuti oleh plasenta yang tetap

melekat pada dasarnya, kehamilan dapat berlangsung terus dan berkembang

sebagai kehamilan abdominal.Oleh karena awalnya merupakan kehamilan

tuba dan batu kemudian menjadi kehamilan abdominal, kehamilan ini disebut

kehamilan abdominal sekunder.Plasenta dalam kehamilan ini dapat meluas

kedinding belakang uterus, ligamentum latum, omentum dan usus.

Bila insersi telur terjadi di dinding bawah tuba, ruptur akan mengarah

ke dalam ligamentum latum. Pascaruptur, telur dapat mati dan menciptakan

hematom didalam ligamentum latum, atau malah terus hidup, sehingga

kehamilan berlangsung terus didalam ligamentum latum.

Kehamilan tuba abdominal ialah kehamilan yang asalnya berada

diujung tuba dan kemudian tumbuh kedalam kavum peritoneum.Kehamilan

tuba-ovarial ialah kehamilan yang awalnya berada di ovarium atau tuba, tetapi

kemudian kantongnya terbentuk dari jaringan tuba maupun ovarium

(Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).

c. Gambaran Klinis

Wanita dengan kehamilan tuba memperlihatkan beragam gejala klinis

yang sebagian besar bergantung pada ada tidaknya ruptur.Manifestasi pasien yang

lebih awal dan teknologi diagnostic yang lebih baik memungkinkan sebagian

7
besar kasus terdeteksi sebelum ruptur. Biasanya wanita yang bersangkutan tidak

mencurigai kehamilan tuba dan beranggapan bahwa kehamilannya normal, atau

beranggapan ia mengalami keguguran. Gejala dan tanda kehamilan ektopik sering

samara tau bahkan tidak ada.

Tanpa diagnosis dini, perjalanan alami kasus “ klasik” ditandai oleh

keterlambatan haid (dengan lama bervariasi) diikuti oleh spotting atau perdarahan

ringan per vagina. Jika terjadi ruptur, pasien biasanya mengalami nyeri hebat di

abdomen bawah dan panggul yang sering diungkapkan sebagai nyeri yang tajam,

menusuk, atau merobek.Terjadi gangguan vasomotor, berkisar dari vertigo hingga

sinkop.Dijumpai nyeri tekan pada palpasi abdomen, dan pemeriksaan dalam

bimanual, terutama penggoyangan serviks, menyebabkan nyeri hebat. Forniks

posterior vagina mungkin menonjol karena darah terkumpul di cul-de-sac

tektouterus, atau mungkin teraba suatu massa nyeri tekan disalah satu sisi uterus.

Gejala iritasi diafragma, yang ditandai oleh nyeri di leher atau bahu, terutama

ketika inspirasi, mungkin timbul pada sekitar separuh wanita dengan perdarahan

intraperitoneum yang cukup besar.(Cunningham, et al, 2013).

d. Tanda dan Gejala

Kehamilan ektopik yang masih utuh menimbulkan gejala dan tanda serupa

dengan kehamilan muda intrauterine. Kehamilan ektopik biasanya baru

menimbulkan beragam gejala dan tanda yang jelas dank has bila sudah terganggu.

Kehamilan ektopik terganggu memunculkan kisah yang khas: seorang

wanita yang sudah terlambat haid sekonyong-konyong menderita nyeri perut,

terkadang jelas lebih kesebelah kiri atau sebelah kanan perut. Selanjutnya,

penderita pusing, sesekali pingsan, dan sering mengalami sedikit perdarahan

pervaginam.Pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa wanita tersebut pucat dan

8
menampilkan gejala syok; perut teraba tegang; nyeri hebat tercetuskan oleh

pemeriksaan dalam, terutama bila serviks digerakkan, atau oleh perabaan kavum

douglasi (forniks posterior); tumor yang lunak dan kenyal juga dapat teraba.

Jadi, gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu yang patut diketahui

antara lain:

1) Nyeri tekan

Gejala ini paling sering dijumpai dan terdapat pada hampir semua

penderita.Nyeri perut dapat bersifat unilateral atau bilateral dibagian bawah

perut, dan terkadang terasa sampai kebagian atas perut. Bila kavum abdomen

terisi darah lebih dari 500 ml, perut akan menegang dan terasa nyeri bila

ditekan, usus terdistensi, dan terkadang timbul nyeri menjalar ke bahu dan

leher akibat rangsang darah terhadap diafragma. Nyeri tekan dapat tercetuskan

oleh abdomen atau pemeriksaan dalam (nyeri goyang ketika porsio

digerakkan)

2) Amenorea

Walau amenorea sering dikemukakan dalam anamnesis, kehamilan

ektopik tidak boleh dianggap mustahil terjadi bila gejala ini tidak ditemukan,

lebih-lebih pada wanita Indonesia, yang kurang memperhatikan haid.

Perdarahan patologis akibat kehamilan ektopik tidak jarang dianggap haid

biasa

3) Perdarahan pervaginam

Kematian telur menyebabkan desidua mengalami degenerasi dan

nekrosis.Desidua kemudian dikeluarkan dalam bentuk perdarahan.Umumnya

volume perdarahan sedikit; bila perdarahan pervaginam banyak, kecurigaan

mengarah ke abortus biasa.

9
4) Syok hipovolemik

Tanda-tanda syok lebih nyata bila pasien duduk. Selain itu, oliguria

dapat pula menyertai

5) Pembesaran uterus

Pada kehamilan ektopik uterus turut membesar akibat pengaruh

hormone-hormon kehamilan, tetapi umumnya sedikit lebih kecil dibandingkan

dengan uterus pada kehamilan intrauterine yang berusia sama

6) Tumor didalam rongga panggul

Dapat teraba tumor lunak kenyal yang merupakan kumpulan darah

dituba dan sekitarnya

7) Perubahan darah

Kadar hemoglobin kemungkinan menurun pada kehamilan ektopik

terganggu akibat perdara han yang banyak kedalam rongga perut. Namun, kita

harus insaf bahwa penurunan Hb disebabkan oleh pengenceran darah oleh air

dari jaringan untuk mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan

waktu 1-2 hari sehingga kadar Hb pada pemeriksaan pertama-tama mungkin

saja belum seberapa menurun. Kesimpulan adanya perdarahan harus

didasarkan atas penurunan kadar Hb pada pemeriksaan berturut-turut.

Perdarahan juga meningkat angka leukosit, terutama perdarahan hebat; angka

leukosit tetap normal atau hanya naik sedikit bila perdarahan terjadi sedikit

demi sedikit.(Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).

2. Kehamilan abdomen

Menurut kepustakaan, kehamilan abdominal jarang terjadi, hanya sekitar 1 di

antara 1.500 kehamilan. Terdapat dua macam kehamilan abdominal, yakni:

10
a. Kehamilan abdominal primer yaitu telur dari awal berimplantasi didalam rongga

perut.

b. Kehamilan abdominal sekunder yaitu diawali oleh kehamilan tuba dan setelah

rupture baru menjadi kehamilan abdominal.

Kebanyakan kehamilan abdominal adalah kehamilan abdominal sekunder.

Plasenta biasanya terdapat di daerah tuba, permukaan belakang rahim,dan

ligamentum latum.

Walaupun ada kalanya kehamilan abdominal mencapai umur cukup bulan,

hal ini jarang terjadi; lazimnya, janin mati sebelum cukup bulan (bulan ke 5 atau ke

6) karena ambilan makanan kurang sempurna.

Janin dapat tumbuh sampai cukup bulan.Prognosis janin kurang baik karena

banyak yang mati stelah dilahirkan.Selain itu, resiko kelainan congenital lebih tinggi

daripada kehamilan intra uterin.

Kematian janin intra abdominal akan mengalami nasib sebagai berikut:

a. Pernanahan yaitu kantong kehamilan mengalami abses yang dapat pecah melalui

dinding perut, kedalam usus atau kandung kemih. Bersama nanah, keluar bagian-

bagian janin seperti tulang, potongan kulit, rambut dan lain-lain.

b. Pengapuran (kalsifikasi) yaitu anak mengapur, mengeras karena endapan-

endapan garam kapur, lalu berubah menjadi anak batu (lithopedion).

c. Perlemakan yaitu janin berubah menjadi zat kuning seperti minyak kental

(adipocere).

Bila kehamilan berlanjut sampai cukup bulan, timbul his, artinya pasien

merasa nyeri dengan teratur seperti pada persalinan biasa.Akan tetapi, bila kita

memeriksa dengan teliti, tumor yang mengandung anak tidak pernah mengeras (tidak

ada kontraksi Braxton hicks).

11
Pada pemeriksaan dalam, pembukaan ternyata tidak membesar, paling-paling

sebesar 1-2 jari, dan serviks tidak merata. Bila jari-jari kedalam kavum uteri, akan

teraba uterus yang kosong. Bila penderita tidak lekas ditolong dengan laparotomi,

anak akhirnya mati.

Tanda dan gejala kehamilan abdominal biasanya baru terdiagnosis bila

kehamilan sudah agak lanjut. Gejala dan tanda kehamilan abdominal adalah sebagai

berikut:

a. Segala tanda-tanda kehamilan dapat dijumpai, tetapi pada kehamilan abdominal,

pasien biasanya lebih menderita karena rangsang peritoneum, misalnya mual,

muntah, gembung perut, obstipasi atau diare dan nyeri perut.

b. Pada kehamilan abdominal sekunder; pasien mungkin pernah mengalami nyeri

perut hebat disertai pusing atau pingsan waktu terjadi ruptur tuba.

c. Tumor yang mengandung anak tidak pernah mengeras (tidak ada kontraksi

Braxton hicks).

d. Pergerakan anak dirasa nyeri oleh ibu.

e. Bunyi jantung anak lebih jelas terdengar.

f. Bagian-bagian tubuh anak lebih mudah teraba karena hanya terpisah oleh dinding

perut.

g. Selain tumor yang mengandung anak, terkadang dapat teraba tumor lain, yakni

rahim yang membesar.

h. Pada rontgen abdomen atau USG, biasanya tampak kerangka anak yang terletak

tinggi dan berada dalam letak paksa.

i. Pada foto lateral, tampak bagian-bagian janin menutupi vertebra ibu.

j. terdapatshuffle vascular disisi medial spina iliaka. Shuffle ini diduga berasal dari

arteri ovarika.

12
k. Bila sudah ada his, dapat terjadi pembukaan sebesar +jari dan tidak membesar;

bila jari dimasukkan ke dalam kavum uteri, uterus ternyata kosong.(Djamhoer,

Firman, & Jusuf, 2013).

3. Kehamilan ovarium

Kehamilan ovarial jarang terjadi dan biasanya berakhir dengan rupture pada

hamil muda.

Menegakkan diagnosis kehamilan ovarial harus memenuhi criteria

spiegelberg, yakni:

1. Tuba disisi kehamilan masih tampak utuh

2. Kantung kehamilan daerah ovarium

3. Ovarium dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovarii proprium

4. Pemeriksaan histopatologi menemukan jaringan ovarium didalam dinding

kantung kehamilan.(Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).

4. Kehamilan serviks

Kehamilan servikal jarang sekali terjadi.Nidasi terjadi dalam selaput lendir

serviks.Pertumbuhan telur menyebabkan serviks menggembung.Kehamilan serviks

biasanya berakhir pada kehamilan muda, karena menimbulkan perdarahan hebat

yang memaksa tindakan operasi.

Plasenta sukar dilepaskan, dan pelepasan plasenta menimbulkan perdarahan

hebat hingga serviks perlu ditampon; bila tindakan ini tidak menolong, dilakukan

histerektomi.(Djamhoer, Firman, & Jusuf, 2013).

5. Kehamilan di jaringan parut Caesar

Implantasi kehamilan yang sebenarnya normal kedalam jaringan parut uterus

bekas seksio sesarea telah dilaporkan lebih dari 30 tahun yang lalu oleh Larsen dan

13
Solomon (1978).Kehamilan ini memiliki ukuran beragam dan dalam banyak hal

mirip dengan plasenta inkreta dengan kecendrungan mengalami perdarahan hebat.

6. Tempat lain kehamilan ektopik

1. Kehamilan limpa

2. Kehamilan hati

3. Kehamilan retroperitoneum

4. Kehamilan omentum

5. Kehamilan diafragma (Cunningham, et al, 2013).

2.4 Perjalanan klinik Kehamilan Ektopik

Bila tidak didiagnosis dan diangkat, akhirnya akan rupture. Tanda dan gejalanya

adalah sebagai berikut:

1. Sebelum ruptur

a. Amenorea, lalu dilanjutkan dengan perdarahan bercak yang intermiten.

Mungkin hampir tidak terlihat sehingga perdarahan bercak tampak seperti masa

menstruasi normal.

b. Nyeri panggul, abdomen, kadang nyeri leher/bahu.

c. Massa lunak teraba pada adneksa. Massa mungkin berbatas tegas bila terdistensi

darah.

d. Uterus membesar karena hormone plasenta, mungkin berukuran normal sesuai

gestasi. Mungkin juga pindah kesalah satu sisinya.

e. Mual, muntah lebih jarang terjadi dari biasanya. Diare menjadi lebih sering dari

biasa.

f. Uji kehamilan positif, tetapi mungkin negatif sampai 50% dari keseluruhan

waktu karena fungsi plasenta yang masih kurang optimal.

14
g. Nyeri abdomen akut mungkin ditemukan dimana saja di abdomen.

2. Setelah ruptur

a. Nyeri abdomen bagian bawah yang tiba-tiba, hebat, dan tajam.

b. Hipotensi dan tanda-tanda syok, bergantung pada jumlah perdarahan internal;

perdarahan dapat hilang dalam jumlah besar dengan cepat.

c. Nyeri abdomen dan nyeri tekan saat serviks bergerak.

d. Darah berkumpul tanpa dapat keluar (cul-de-sac).

e. Nyeri pada leher dan bahu, khususnya saat inspirasi karena iritasi diafragma

akibat darah yang ada di rongga peritoneum.(Geri & Carole, 2009)

2.5 Diagnosis Banding

1. Abotus spontan

a. Perdarahan lebih banyak

b. Sedikit nyeri

c. Tidak ada massa adneksa yang teraba

d. Insidens syok lebih rendah

e. Produk konsepsi mungkin dikeluarkan dan ditemukan pada pemeriksaan speculum

atau didalam toilet

2. PRP

a. Riwayat infeksi sebelumnya

b. Jarang terjadi amenore

c. Nyeri bilateral, bukan unilateral

d. Demam biasanya lebih 38°C

3. Kista ovarium

a. Menstruasi normal

15
b. Nyeri yang tidak biasa

c. Massa yang lunak dan dapat digerakkan

d. Uterus terasa tidak seperti hamil

4. Apendisitis

a. Mual, muntah, dan demam hampir selalu ada

b. Tidak ada tanda dan gejala kehamilan

c. Pemeriksan panggul normal

d. Nyeri pada epigastrium bukan di leher dan bahu

e. Terdapat tanda McBurney (Geri & Carole, 2009).

2.6 Diagnosis

Menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu tentunya dengan melakukan

anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, yaitu sebagai berikut:

1. Anamnesa tentang trias kehamilan ektopik terganggu:

a. Terdapat amenorhea (Terlambat datang bulan).

b. Terdapat rasa nyeri mendadak disertai rasa nyeri didaerah bahu dan seluruh

abdomen.

1) Nyeri perut terutama nyeri unilateral (satu sisi).

2) Gejala ini spesifik untuk kehamilan tuba, tetapi nyeri menyebar ke tengah atau

seluruh perut bawah.

3) Darah dalam rongga perut merangsang diafragma sehingga menyebabkan

nyeri bahu/sekitar 25-30% penderita mengalami keluhan nyeri bahu ini.

c. Terdapat perdarahan melalui vagina atau spotting/bercak.

1) Perdarahan pervaginam berasal dari pelepasan desidua dan dari abortus tuba.

2) Umumnya perdarahan tidak banyak dan bewarna coklat tua.

16
3) Gejala perdarahan dan/atau perdarahan.

4) Bercak ini timbul pada 75% kasus yang timbul satu atau dua minggu setelah

keterlambatan haid.

a) Darah dalam rongga perut merangsang diafragma sehingga menyebabkan

nyeri bahu/sekitar 25-30%

2. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum dan tanda vital dapat baik sampai buruk seperti:

a. Keadaan umum

1) Ibu tampak anemis dan sakit, lemah dan pucat.

2) Keasadaran bervariasi dari baik sampai koma-tidak sadar.

3) Terdapat tanda-tanda syok: hipotensi (tekanan darah menurun), Takhikardia

(nadi meningkat), pucat, ekstremitas dingin.

4) Pada pemeriksaan abdomen: Ditemukan tanda-tanda rangsangan peritoneal

(nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas, defense musculaire), ini disebabkan

karena darah yang masuk kedalam rongga abdomen akan merangsang

peritoneum, Tanda cairan bebas dalam abdomen. Dan Perut kembung.

b. Pemeriksaan khusus melalui vagina (pemeriksaan ginekologi)

1) Nyeri goyang pada pemeriksaan serviks

2) Serviks terlalu lunak dan nyeri tekan.

3) Korpus uteri normal atau sedikit membesar, kadang-kadang sulit diketahui

karena nyeri abdomen yang hebat.

4) Kavum douglas menonjol oleh karena terisi darah dan nyeri.

3. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Kadar hemoglobin meningkat dan eritrosit menurun atau leukosit meningkat.

17
2) Tes kehamilan (urine dan HCG)

b. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

c. Pemeriksaan kuldosentesis

Untuk mengetahui adanya cairan atau darah dalam kavun douglass.

d. Pemeriksaan yang ditegakkan secara bedah (surgical Diagnosis). (Anik, 2016).

2.7 Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik

Pengantar

1. Kehamilan ektopik terganggu merupakan masalah klinis yang memerlukan

penanganan spesialistis.

a. Dalam hal ini, rujukan merupakan langkah yang sangat penting.

b. Dengan gambaran klinis kehamilan ektopik terganggu. Kiranya bidan dapat

menegakkan diagnosis kemungkinannya sehingga sikap yang paling baik diambil

adalah segera merujuk penderita (ibu) ke fasilitas yang lengkap seperti puskesmas,

dokter atau langsung ke rumah sakit.

2. Sebagai gambaran penanganan spesialistis tersebut yang akan dilakukan adalah

penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara lain lokasi

dan tampilan klinis.

Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik

Adapun prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik adalah sebagai berikut:

1. Segera rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap / rumah sakit.

2. Optimalisasi keadaan umum ibu dengan pemberian cairan dan tranfusi darah,

pemberian oksigen atau bila dicurigai infeksi diberikan juga antibiotik.

18
3. Pada keadaan syok segera diberikan infus cairan seperti dextrose 5%, glukosa 5%,

garam fisiologis dan oksigen sambil menunggu darah. (kondisi penderita harus

diperbaik, kontrol tekanan darah, nadi dan pernafasan).

4. Penatalaksanaan yang ideal adalah menghentikan sumber perdarahan segera dengan

penatalaksanaan bedah operasi/ laparatomi setelah diagnosis dipastikan. (Anik, 2016).

Penatalaksanaan beberapa macam kehamilan ektopik

1. Penatalaksanaan Kehamilan tuba

a. Penatalaksanaan bedah

Laparaskopi adalah terapi bedah yang dianjurkan untuk kehamilan

ektopik, kecuali jika wanita yang bersangkutan secara hemodinamis tidak

stabil.Hanya sedikit studi prespektif yang pernah dilakukan untuk

membandingkan bedah laparatomi dengan laparoskopik. Hajenius dkk (2007)

melakukan tinjauan terhadap basis data cochrane dan temuan mereka

diringkaskan sebagai berikut:

1) Tidak terdapat perbedaan signifikan dalam patensi tuba secara keseluruhan

setelah salpingostomi yang dilakukan pada laparoskopi second-look.

2) Setiap metode diikuti oleh kehamilan uterus berikutnya dengan jumlah yang

sama.

3) Kehamilan ektopik berikutnya lebih jarang terjadi pada wanita yang diterapi

secara laparoskopis, meskipun hal ini secara statistic tidak bermakna.

4) Laparaskopi memerlukan waktu operasi yang lebih singkat, lebih sedikit

menyebabkan perdarahan, memerlukan lebih sedikit analgetik, dan

mempersingkat rawat inap.

5) Bedah laparaskopik sedikit terapi kurang berhasil secara signifikan dalam

mengatasi kehamilan tuba.

19
6) Biaya laparoskopi jauh lebih rendah, meskipun sebagian berpendapat bahwa

biaya berupa dengan kasus-kasus yang akhirnya dilaparotomi.

Bedah tuba dianggap konservatif jika tuba diselamatkan.Contonhya

adalah salpingostomi, salpingotomi dan ekspresi kehamilan ektopik melalui

fimbria.

b. Penatalaksanaan medis dengan methotrexate

Antagonis asam folat ini sangat efektif terhadap trofoblas yang cepat

berproliferasi dan telah digunakan selama lebih dari 40 tahun untuk mengobati

penyakit trofoblastik gestasional.Obat ini juga digunakan untuk mengakhiri

kehamilan dini. Pada terapi medis ini, beberapa factor yang memprediksi

keberhasilan antara lain adalah:

1) Kadar HCG serum awal.

2) Ukuran kehamilan ektopik

3) Aktivitas jantung janin

c. Penatalaksanaan ekspektansi

Pada penatalaksanaan ekspektansi, angka kepatenan tuba dan kehamilan

intrauterus selanjutnya setara dengan penatalaksanaan medis atau bedah.

Konsekuensi rupture tuba yang dapat membahayakan, disertai oleh keamanan

terapi medis dan bedah, mengharuskan bahwa terapi ekspektansi hanya dilakukan

pada wanita tertentu yang sudah mendapat konseling. (Cunningham et al, 2013)

2. Penatalaksanaan Kehamilan abdomen

Bila diagnosis sudah ditemukan, kehamilan abdominal harus dioperasi secepat

mungkin mengingat bahaya perdarahan dan ileus.Tujuan operasi hanya melahirkan

anak, sedangkan plasenta biasanya ditinggalkan.Pelepasan plasenta dari dasarnya

20
pada kehamilan abdominal menimbulkan perdarahan hebat karena plasenta melekat

pada dinding yang tidak mampu berkontraksi.

Plasenta yang ditinggalkan lambat- laun akan diresorbsi. Mengingat kemungkinan

perdarahan yang hebat, persediaan darah harus cukup.(Djamhoer, Firman, & Jusuf,

2013).

3. Penatalaksanaan Kehamilan ovarium

Penanganan klasik untuk kehamilan ovarium adalah pembedahan.Perdarahan

dini dari lesi yang berukuran kecil dapat diatasi dengan reseksi baji ovarium atau

sistektomi.Pada lesi yang lebih besar, sering dilakukan ovariektomi, dan laparoskopi

telah digunakan untuk reseksi atau ablasi laser (Herndon dkk, 2008).Yang terakhir,

methotrexate dilaporkan berhasil mengobati kehamilan ovarium yang belum rupture.

(Cunningham et al, 2013).

4. Penatalaksanaan Kehamilan serviks

Dahulu, sering harus dilakukan histerektomi karena perdarahan hebat yang

menyertai upaya pengankatan kehamilan serviks.Dengan histerektomi, resiko cedera

saluran kemih meningkat karena serviks yang membesar dan berbentuk tong. Untuk

menghindari morbiditas pembedahan dan sterilisasi, diterapkan pendekatan lain:

a. Cerclage (pemasangan ikatan silk yang kuat mengelilingi serviks)

b. Kuretase dan tampon

c. Emboli arteri

d. Penatalaksanaan medis. (Cunningham et al, 2013).

5. Penatalaksanaan Kehamilan di jaringan parut Caesar

Penatalaksanaan bergantung pada usia gestasi dan mencakup terapi

methotrexate, kuretase, reseksi histeroskopik, reseksi dengan laparotomi atau

laparoskopi untuk mempertahankan uterus. (Cunningham et al,2013).

21
6. Penatalaksanaan Tempat lain kehamilan ektopik

Dianjurkan melakukan laparotomi.(Cunningham et al,2013).

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Diagnosis pada pasien ini adalah kehamilan ektopik terganggu. Perawatan yang

dilakukan sejak pasien datang adalah segeras mencari tahu kepastian diagnosis kehamilan

ektopik terganggu dengan mengambil data lengkap dari anmnesis, pemeriksaan fisik

umum dan pemeriksaan ginekologis, pemeriksaan penujang seperti pemeriksaan darah,

tes kehamilan dan USG. Setelah didapatkan diagnosis kerja kehamilan ektopik terganggu,

segera dilakukan intervensi pembedahan laparotomi (salpingektomi). Hal yang dapat

dilakukan adalah memberi edukasi pada pasien untuk lebih teliti dalam menghadapi

tanda-tanda kemungkinan hamil lagi, seperti langsung ke dokter untuk memastikan

apakah dirinya benar-benar hamil dan mendapat perawatan yang lebih ketat. Dijelaskan

juga faktor – faktor resiko seperti infeksi pelvik penyakit menukar seksual, usia dan

larangan merokok untuk mencegah bertambah besarnya resiko terjadinya kehamilan

ektopik terganggu, karena pada pasien yang perna mengalami penyakit ini, jelas

sebelumnya sudah ada faktor resiko untuk memungkinkan terjadinya kehamilan ektopik

terganggu lagi.

3.2 Saran

Diharapkan makalah ini bermanfaat bagi pembaca terutama petugas kesehatan

untuk menambah pengetahuan terkait dengan kasus kehamilan ektopik sebagai salah

salah kegawatdaruratan Obstetri yang jika tidak ditangani secara tepat akan

menyebabkan kematian pada ibu maupun janin.

23
DAFTAR PUSTAKA

Anik, M. (2016). Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan. Jakarta: CV. Trans Info

Media.

Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, & Spong. (2013). Obstetri Williams. Jakarta:

EGC.

Djamhoer, M., Firman, F. W., & Jusuf, S. E. (2013). Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan

Reproduksi. Jakarta: EGC.

Geri, M., & Carole, H. (2009). Obstetri dan Ginekologi Panduan Praktik. Jakarta: EGC.

Harry, K. G., & Tjokorda, G. A. (2012). Ultrasonografi Buku Ajar Obstetri Ginekologi.

Jakarta: EGC.

Lauren A, D., Jessica E, D., & Meredith B, T. (2012). Rujukan Cepat Kebidanan. Jakarta:

EGC.

24

Anda mungkin juga menyukai