Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KASUS RAWAT INAP

Kehamilan Ektopik Terganggu

Disusun Oleh:
dr. Widyani Rachim

Pendamping:
dr. Sesanti Hayuningsih, M.Biomed

Pembimbing:
dr. Erma Rantela’bi, SpOG

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD S. K. LERIK KOTA KUPANG
NUSA TENGGARA TIMUR
OKTOBER 2018 – FEBRUARI 2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 2


LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5
A. DEFINISI ....................................................................................................5
B. EPIDEMIOLOGI ........................................................................................5
C. ETIOLOGI ..................................................................................................6
D. FAKTOR RISIKO ......................................................................................8
E. KLASIFIKASI ............................................................................................9
F. PATOFISIOLOGI .....................................................................................12
G. MANIFESTASI KLINIS ..........................................................................15
H. DIAGNOSIS .............................................................................................16
I. DIAGNOSIS BANDING .........................................................................23
J. TATALAKSANA ......................................................................................24
K. PROGNOSIS ............................................................................................29
BAB III LAPORAN KASUS................................................................................ 30
BAB IV PEMBAHASAN ..................................................................................... 35
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 38
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 39

2
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS RAWAT INAP

Nama Penyusun : dr. Widyani Rachim


Judul Laporan Kasus : Kehamilan Ektopik Terganggu
Topik : Ilmu Kebidanan dan Kandungan
Wahana : Rawat Inap RSUD S.K. Lerik, Kota Kupang

Laporan Kasus ini telah dibaca dan disetujui.

Kupang, ……………………… 2018

Dokter Penanggung Jawab Pendamping

dr. Erma Rantela’bi, SpOG dr. Sesanti Hayuningsih, M.Biomed

3
BAB I
PENDAHULUAN

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan dengan pertumbuhan sel telur yang
telah dibuahi dan tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Bila
kehamilan tersebut mengalami proses pengakhiran (abortus) maka disebut dengan
kehamilan ektopik terganggu (KET). Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di
tuba fallopi (90-95%) dengan 70-80% di ampula. Sangat jarang terjadi di ovarium,
cavum abdominal, canalis servikalis, dan intraligamenter.(1,2)
Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), kehamilan ektopik
terjadi sekitar 2% dari seluruh kehamilan, dan penyebab sekitar 2,7% kematian di
negara maju. Pada tahun 2005 terdapat 536.000 wanita meninggal akibat dari
komplikasi kehamilan dan persalinan, dan 400 ibu meninggal per 100.000
kelahiran hidup (Maternal Mortality Ratio). Di Amerika Utara, kehamilan
ektopik terjadi pada 19,7 kasus dari 1000 kehamilan, dan merupakan penyebab
mortalitas utama pada kehamilan trimester pertama. Riwayat kerusakan tuba, baik
karena kehamilan ektopik sebelumnya atau karena pembedahan tuba merupakan
risiko tertinggi terjadinya kehamilan ektopik.(3,4)
Kehamilan ektopik merupakan suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita
yang bersangkutan berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang
gawat, yang disebut kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik terganggu
didefinisikan saat terjadi ruptur di lokasi implantasi kehamilan sehingga terjadi
perdarahan masif dan nyeri abdomen akut. Epidemiologi kehamilan ektopik
(ectopic pregnancy) di negara maju adalah 1-2% dari seluruh kehamilan,
sedangkan di Indonesia angka kejadiannya sekitar 5-6 per 1000 kehamilan.(4,5)

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Kehamilan ektopik (ectopic pregnancy) adalah suatu kehamilan dengan
pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi (hasil konsepsi) tidak menempel
pada dinding endometrium kavum uteri yang akhirnya akan berakhir dengan
kematian fetus. Kata ektopik sendiri berasal dari Bahasa Yunani “ectopos’
yang artinya di luar tempat.
Lebih dari 97.7% kehamilan ektopik berada di saluran telur (Tuba
Fallopi) dengan lokasi tuba yang paling sering menjadi lokasi kehamilan tuba
adalah ampulla (80%), isthmus (12%), fimbriae (5%), cornu (2%), dan
interstisial (2%). Selain di Tuba Fallopi, kehamilan ektopik juga dapat terjadi
di abdomen, ovarium, serviks uteri, maupun di intraligamen, namun sangat
jarang ditemui.
Pada kehamilan ektopik juga dapat terjadi kehamilan ektopik ganda
(heterotopik) di mana satu hasil konsepsi merupakan kehamilan ektopik
sementara hasil konsepsi lainnya berada di kavum uteri (kehamilan normal),
namun perlu diingat bahwa hal ini jarang terjadi.(6)

B. EPIDEMIOLOGI
Di negara maju, angka kejadian kehamilan ektopik adalah 1-2% dari
seluruh kehamilan. Angka kejadian di negara berkembang insidensnya
dipercaya lebih tinggi lagi, tetapi data yang spesifik belum diketahui. Di
Amerika Utara, kehamilan ektopik terjadi pada 19,7 kasus dari 1000
kehamilan, dan merupakan penyebab mortalitas utama pada kehamilan
trimester pertama.
Di Indonesia, kejadian kehamilan ektopik berkisar 5-6 per seribu
kehamilan. Kehamilan pars insterstisialis tuba hanya 1% dari semua
kehamilan tuba. Kehamilan ektopik ganda angka kejadiannya 1 di antara
15.000-40.000 persalinan (di Indonesia sudah ada beberapa kasus).

5
Kehamilan ovarial primer dan servikal sangat jarang terjadi.(4)

C. ETIOLOGI
Etiologi kehamilan ektopik (ectopic pregnancy) adalah segala keadaan
yang dapat menyebabkan hambatan migrasi embrio ke endometrium. Faktor-
faktor yang berhubungan dengan terjadinya hambatan dalam nidasi embrio ke
endometrium dalam kehamilan ektopik adalah:

1. Kerusakan pada Tuba Fallopi


Dapat disebabkan oleh riwayat bedah pada Tuba Fallopi seperti
sterilisasi dan rekanalisasi tuba. Riwayat infeksi pada tuba juga menjadi
salah satu penyebab kerusakan ini, misalnya pada PID (pelvic
inflammatory disease). Adanya peradangan pada tuba dapat menyebabkan
hipoplasia saluran tuba dan disfungsi silia tuba. Selain itu, endometriosis
tuba atau divertikel saluran tuba yang bersifat kongenital serta tumor
(miomi uteri atau tumor ovarium) di sekitar saluran tuba juga dapat
menyebabkan hambatan proses implantasi intrauterine.(7)

2. Riwayat Kehamilan Ektopik Sebelumnya


Penelitian menunjukkan bahwa seorang perempuan dengan riwayat
kehamilan ektopik sebelumnya memiliki kemungkinan 10-25% untuk
kembali mengalami kehamilan ektopik pada kehamilan berikutnya. Hal ini
dikaitkan dengan adanya proses cedera pada jaringan tuba yang dapat
meninggalkan defek anatomis maupun fisiologis pada saluran tuba
falopii.(1)

3. Abnormalitas Zigot
Apabila zigot tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar,
zigot akan tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian
terhenti dan tumbuh di saluran tuba.(8)

6
4. Pemakaian Intrauterine Device (IUD) Dan Pil KB Progestin-Only
Riwayat kontrasepsi membantu dalam penilaian kemungkinan
kehamilan ektopik. Pada kasus-kasus kegagalan kontrasepsi pada wanita
yang menggunakan kontrasepsi oral atau dengan alat kontrasepsi dalam
rahim (AKDR), rasio kehamilan ektopik dibandingkan dengan kehamilan
intrauterin adalah lebih besar daripada wanita-wanita yang tidak
menggunakan metode kontrasepsi. Kejadian kehamilan ektopik pada
akseptor AKDR dilaporkan 12 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
pemakai kondom. Diperkirakan terjadi 2 kehamilan ektopik per 1000
akseptor AKDR setiap tahun.
Akseptor pil yang berisi hanya progestagen dilaporkan mempunyai
insiden yang tinggi terhadap kehamilan ektopik apabila terjadi kehamilan
selagi menjadi akseptor yaitu 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
insidennya yang biasa. Pada pemakai pil mini 4-6% dari kehamilannya
dilaporkan adalah ektopik, akan tetapi dilaporkan tidak terjadi perubahan
insiden pada akseptor pil kombinasi.
Jika terjadi kehamilan pada akseptor intrauterine device (IUD) dan pil
KB progesteron (mini pill), risiko terjadinya kehamilan ektopik akan
meningkat karena dua kontrasepsi tersebut mengakibatkan gerakan silia
tuba melambat.(8)

5. Riwayat Terapi Infertilitas


Kehamilan yang merupakan hasil konsepsi yang dibantu seperti pada
IVF (in vitro fertilisation) dan ICSI (intracytoplasmic sperm injection)
dapat meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik.(1)

6. Merokok
Merokok diduga dapat mengganggu motilitas silia tuba yang pada
akhirnya meningkatkan risiko terjadinya kehamilan ektopik. Ada pula
penelitian yang menyatakan bahwa merokok pada waktu terjadi konsepsi
meningkatkan meningkatkan insiden kehamilan ektopik yang diperkirakan

7
sebagai akibat perubahan jumlah dan afinitas reseptor andrenergik dalam
tuba.(1,7)

7. Paparan Terhadap DES (Diethylstilbestrol) Selama Kehamilan


Pada kurun waktu 1938 s.d 1971 pemberian DES kepada ibu hamil
dilakukan untuk mencegah komplikasi kehamilan seperti abortus dan
persalinan prematur. Namun, saat ini pemberiannya kepada ibu hamil
sudah dihentikan.(5)

8. Riwayat Infeksi Menular Seksual


Pasien dengan riwayat infeksi klamidia dan gonorrea memiliki risiko
kehamilan ektopik empat kali lipat lebih tinggi dibandingkan populasi
normal. Adanya infeksi berulang juga meningkatkan risiko karena
meningkatkan kerusakan gerakan silia, obstruksi tuba, dan adhesi pelvis.
Infeksi klamidia meningkatkan produksi protein yang disebut prokineticin
receptor 2 (PROKR2) yang memiliki efek kemotaktik sehingga
meningkatkan kemungkinan implantasi pada wilayah yang
terinfeksi.(1,7,8)

D. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko kehamilan ektopik (ectopic pregnancy) dapat dikategorikan
menjadi faktor risiko tinggi, sedang, dan rendah. Walaupun etiologi
kehamilan ektopik adalah multifaktorial, namun 50% pasien dengan
kehamilan ektopik memiliki risiko yang dapat diidentifikasi.
Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya adalah faktor risiko yang
termasuk risiko tinggi, dengan 25% wanita dengan riwayat kehamilan ektopik
sebelumnya berisiko mengalami kejadian ulangan. Selain itu, adanya
gangguan anatomi tuba, seperti pada infeksi, anomali kongenital,
endometriosis, dan operasi, juga termasuk ke dalam faktor risiko tinggi.
Penggunaan intrauterine device (IUD) meningkatkan risiko terjadinya
kehamilan ektopik, dimana penggunaan IUD progesterone memiliki risiko

8
kehamilan ektopik lebih tinggi dibandingkan IUD copper.
Adanya riwayat infeksi klamidia atau gonore merupakan faktor risiko
sedang terjadinya kehamilan ektopik. Selain itu, jumlah pasangan seksual
lebih dari satu, merokok, dan kadar estrogen serum yang tinggi, juga
merupakan faktor risiko sedang pada kehamilan ektopik.
Faktor risiko rendah pada kehamilan ektopik adalah pada assisted
reproductive technology (ART), usia kehamilan kurang dari 18 tahun, usia
kehamilan lebih dari 35 tahun, dan kebiasaan vaginal douching.(9)

E. KLASIFIKASI
Menurut lokasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa
golongan(8) :
a. Tuba fallopi. 95% kehamilan ektopik terjadi pada tuba fallopi. Pada kasus
kehamilan tuba, 65% terjadi kehamilan ektopik pada tuba uterina kanan,
dan 35% kasus pada tuba uterina kiri.(10) Lokasi-lokasi tuba yang bisa
terjadi kehamilan ektopik:
1. Pars interstisialis
Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars
interstisialis tuba. Keadaan ini jarang terjadi dan hanya satu persen
dari semua kehamilan tuba. Ruptur pada keadaan ini terjadi pada
kehamilan lebih tua, dapat mencapi akhir bulan keempat. Perdarahan
yang terjadi sangat banyak dan bila tidak segera dioperasi akan
menyebabkan kematian.
Tindakan operasi yang dilakukan adalah laparatomi untuk
membersihkan isi kavum abdomen dari darah dan sisa jaringan
konsepsi serta menutup sumber perdarahan dengan melakukan irisan
baji (wedge resection) pada kornu uteri dimana tuba pars interstisialis
berada.(11)
2. Isthmus
3. Ampulla
4. Infudibulum

9
5. Fimbria
b. Uterus
1. Kanalis servikalis
Kehamilan servikal termasuk yang sangat jarang terjadi. Bila ovum
berimplantasi dalam kavum servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa
nyeri pada kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung terus, serviks
membesar dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian. Kehamilan
servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara
operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran konsepsi pervaginam yang
menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan
perdarahan diperlukan histerektomi totalis.(8)
Paalman dan Mc Ellin (1959) membuat kriteria klinik:
a. Ostium uteri intertum tertutup
b. Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
c. Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoserviks
d. Peradarahan uterus setelah fase amenore tanpa disertai rasa nyeri
e. Serviks lunak, membesar, dapat lebih besar dari fundus uteri,
sehingga terbentuk hour-glass uterus.
2. Divertikulum
3. Kornua
4. Tanduk rudimeter
c. Ovarium
Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan
tersebut ditegakkan atas dasar 4 kriteria dari Spiegelberg yaitu :
a) Tuba pada sis kehamilan harus normal
b) Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
c) Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovary
proprium.
d) Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kantong
janin.

10
Diagnosa yang pasti diperoleh bila kantong janin kecil dikelilingi oleh
jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada
kehamilan ovarial biasanya terjadi rupture pada kehamilan muda dengan
akibat perdarahan dalam perut. Hasil konsepsi dapat pula mengalami
kematian sebelumnya sehingga tidak terjadi rupture, ditemukan benjolan
dengan berbagai ukuran yang terdiri atas ovarium yang mengandung
darah, villi korialis dan mungkin juga mudigah(5,8)
d. Intraligamenter
e. Abdominal
1. Primer
2. Sekunder
Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus.

Gambar 1 Lokasi Kehamilan Ektopik

Menurut jenisnya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa tipe:


1. Kehamilan ektopik ganda
Sangat jarang kehamilan ektopik ini berlangsung bersamaan dengan
kehamilan intrauterine. Keadaan ini disebut kehamilan ektopik ganda
(combined ectopic pregnancy). Frekuensinya berkisar 1 di antara 1.500 s/d

11
40.000 persalinan. Di Indonesia sudah dilaporkan beberapa kasus.
Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi
kehamilan ektopik yang terganggu. Pada laparatomi ditemukan uterus
yang membesar sesuai dengan tuanya kehamilan dan 2 korpora lutea.

2. Kehamilan ektopik kronik


Umumnya terjadi setelah ruptur tuba atau abortus tuba dan selanjutnya janin
dapat tumbuh terus karena mendapat cukup zat-zat makanan dan oksigen dari
plasenta yang dapat meluaskan insersinya pada jaringan sekitarnya. Bila janin
cukup besar dapat terus hidup sebagai kehamilan abdominal. Kehamilan ini
merupakan komplikasi obstetrik yang mempunyai morbiditas dan mortalitas
janin yang tinggi dan sangat membahayakan ibu sehingga tidak bijaksana bila
kita menemukan kehamilan abdominal masih berupaya untuk
mempertahankan sampai genap bulan. Dianjurkan bila diagnosis kehamilan
abdominal sudah tegak harus dilakukan laparotomi untuk penghentian
kehamilan tersebut.

F. PATOFISIOLOGI
Pada proses awal kehamilan, apabila embrio tidak bisa mencapai
endometrium untuk proses nidasi, maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan
kemudia akan mengalami beberapa proses seperti pada kehamilan pada umumnya.
Karena tuba bukan merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan embrio atau
mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami perubahan dalam bentuk berikut
ini.
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorpsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dengan mudah terjadi resorpsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa dan haidnya terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah
oleh villi koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan

12
mudigah dari dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya
pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya. Bila
pelepasan menyeluruh, mudigah dan selaputnya dikeluarkan dalam lumen
tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale.
Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-
iruan (hematosalping) dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut
melalui ostium tuba berkumpul di kavum douglas dan akan membentuk
hematokel retrouterina.(8)

Gambar 2 Abortus Tuba


3. Ruptur dinding tuba
Ruptur dinding tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus
dan biasanya pada kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis
terjadi pada kehamilan lebih lanjut. Faktor utma yang menyebabkan ruptur
adalah penembusan vili koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke
peritoneum. Ruptur dapat terjadi spontan atau karena trauma ringan. Darah
dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale. Bila
ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder terjadi. Dalam hal ini, dinding tuba
telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena tekanan darah dalam tuba.

13
Kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum dan terbentuk hematoma
intraligamenter antara 2 lapisa ligamentum tersebut. Ika janin hidup terus
dapat terjadi kehamilan intraligamenter.
Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi
bila robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan
dari tuba. Nasib janin bergantung pada tuanya kehamilan dan kerusakan yang
diderita. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorpsi seluruhnya dan bila
besar dapat diubah menjadi litopedion.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh
kantomg amnion dan dengan plassenta masih untuh kemungkinan tumbuh
terus dalam rongga peru, sehingga terjadi kehamilan ektopik lanjut atau
kehamilan abdominal sekunder.(8)

Gambar 3 Komplikasi Kehamilan Ektopik, Ruptur tuba

14
G. MANIFESTASI KLINIS
Kehamilan ektopik belum terganggu sulit diketahui, karena biasanya
penderita tidak menyampaikan keluhan yang khas. Pada umumnya penderita
menunjukkan gejala-gejala seperti pada kehamilan muda yakni mual, pembesaran
disertai rasa agak sakit pada payudara yang didahului keterlambatan haid. Di
samping gangguan haid, keluhan yang paling sering ialah nyeri di perut bawah
yang tidak khas, walaupun kehamilan ektopik belum mengalami ruptur. Kadang-
kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan.
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu sangat berbeda-beda, dari
perdarahan banyak yang tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala
yang tidak jelas, sehingga sukar membuat diagnosisnya. Gejala dan tanda
bergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu, abortus atau ruptur tuba,
tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang terjadi, dan keadaan umum penderita
sebelum hamil.
Nyeri abdomen merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik. Nyeri
dapat unilateral atau bilateral, pada abdomen bagian bawah, seluruh abdomen,
atau hanya di bagian atas abdomen. Umumnya diperkirakan, bahwa nyeri perut
yang sangat menyiksa pada suatu ruptur kehamilan ektopik, disebabkan oleh
darah yang keluar ke dalam kavum peritoneum. Tetapi karena ternyata terdapat
nyeri hebat, meskipun perdarahannya sedikit, dan nyeri yang tidak berat pada
perdarahan yang banyak, jelas bahwa darah bukan satu-satunya sebab timbul
nyeri. Darah yang banyak dalam kavum peritoneal dapat menyebabkan iritasi
peritoneum dan menimbulkan rasa nyeri yang bervariasi.
Amenorea atau gangguan haid merupakan tanda yang penting pada kehamilan
ektopik. Lamanya amenorea tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat
bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea karena kematian janin
terjadi sebelum haid berikutnya.
Bercak darah (spotting) atau perdarahan vaginal merupakan juga tanda yang
penting pada kehamilan ektopik terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin,
dan berasal dari uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan biasanya sedikit,
berwarna coklat tua, dan dapat intermiten atau terus menerus.

15
Pada pemeriksaan dalam ditemukan bahwa usaha menggerakkan serviks uteri
menimbulkan rasa nyeri dan kavum Doglas teraba menonjol, berkisar dari
diameter 5 sampai 15 cm, dengan konsistensi lunak dan elastik.(1)

H. DIAGNOSIS
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, serta penunjang

Anamnesis
1. Trias klasik KET
- Amenorea  haid terlambat mulai beberapa hari sampai beberapa bulan
atau hanya haid yang tidak teratur.
- Nyeri perut
- Perdarahan pervaginam
2. Tanda-tanda hamil muda
- Mual-muntah
- Rasa tegang pada payudara(1,11)

Pemeriksaan umum
Penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut
dapat ditemukan tanda-tanda syok.(1)

Pemeriksaan ginekologi
Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks
menyebabkan rasa nyeri. Bila uterus dapat diraba maka akan terasa sedikit
membesar dan kadang-kadang teraba tumor di samping uterus dengan batas
yang sukar ditentukan. Cavum douglasi yang menonjol dan nyeri raba
menunjukkan adanya hematocele retrouterina. Suhu kadang-kadang bisa naik
sehingga menyukarkan perbedaan dengan infeksi pelvik.(1)

Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan Hb dan jumlah sel darah merah

16
Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan tuba yang
terganggu, karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut, tapi
turunnya Hb disebabkan karena darah diencerkan oleh air dan jaringan untuk
mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari. Jadi
mungkin pada pemeriksaan Hb yang pertama, kadar Hb belum seberapa
turunnya, maka kesimpulan adanya perdarahan didasarkan atas penurunan
kadar Hb pada pemeriksaan kadar Hb yang berturut-turut. Pada kasus jenis
tidak mendadak, biasanya ditemukan anemia tetapi harus diingat bahwa
penurunan Hb baru terlihat setelah 24 jam.12–14

b. Perhitungan leukosit
Perdarahan juga menimbulkan naiknya leukosit, sedangkan pada
perdarahan sedikit demi sedikit, leukosit normal atau sedikit meningkat. Ini
berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama
bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Untuk membedakan
kehamilan ektopik dan infeksi pelvik dapat diperhatikan jumlah leukosit, jika
> 20.000 biasanya menunjukkan adanya infeksi pelvic.(8)

c. Tes kehamilan
Jaringan tropoblas pada kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam
kadar yang lebih rendah daripada kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu
dibutuhkan tes yang mempunyai tingkat sensitivitas yang lebih tinggi. Akan
tetapi tes negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik
terganggu karena kematian hasil konsepsi dan degenerasi tropoblas
menyebabkan produksi hCG menurun dan menyebabkan hasil tes negatif.
Tes kehamilan melalui urin merupakan slide test inhibisi aglutinasi lateks
yang paling sering dikerjakan, karena memiliki kepekaan terhadap korionik
gonadotropin yang berkisar dari 500 hingga 800 mIU per mL. Kemudahan
penggunaannya dan kecepatannya diimbangi dengan persentase kemungkinan
hasil positif yang besarnya hanya sekitar 50 hingga 60 persen pada wanita
dengan kehamilan ektopik.(8)

17
Kadar dkk melihat bahwa pada wanita dengan kehamilan yang normal,
waktu panggandaan rata-rata untuk kadar beta-hCG serum kurang lebih 48
jam dan nilai normal yang paling rendah adalah 66 %. Doubling time untuk
serum beta-hCG pada kehamilan intrauterine adalah 48 jam hingga mencapai
10.000-20.000 mIU/mL.5,11 Berdasarkan penelitian tentang doubling time,
serum level beta-hCG akan meningkat paling kurang 66 % dalam 48 jam
pada 85 % kehamilan normal. Doubling time hanya bisa digunakan pada awal
kehamilan hingga kurang dari 41 hari kehamilan.
Apabila test positif, dapat membantu diagnosis khusunya terhadap tumor-
tumor adneksa, yang tidak ada hubungannya dengan kehamilan. Tes
kehamilan yang negatif tidak banyak artinya, umunya tes ini menjadi negatif
beberapa hari setelah meninggalnya mudigah.(13–15)

d. Kombinasi USG dengan pengukuran serum ß-hCG


Bila pada USG transvaginal ditemukan uterus yang kosong, dan kadar ß-
hCG serum 1500 mIU/ml atau lebih, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat
dipastikan dengan tingkat akurasi hampir 100 %. Kadar dkk (1981)
mengemukakan empat kemungkinan klinik berdasarkan nilai kuantitatif ß-
hCG:
 Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kantong kehamilan
terlihat di dalam uterus lewat pemeriksaan USG abdomen, maka
diagnosis kehamilan normal pada dasarnya bisa dipastikan.
 Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kavum uteri tampak
kosong, maka kemungkinan adanya kehamilan ektopik sangat besar.
Keadaan ini jarang dijumpai dalam praktek klinik sebenarnya.
 Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan cincin kehamilan
intrauteri jelas terlihat, maka abortus spontan mungkin tengah terjadi
atau segera akan terjadi. Kehamilan ektopik masih menjadi suatu
kemungkinan karena derajat ultrasonik yang ada. Diagnosis keliru
mengenai kantong kehamilan dalam uterus dapat saja dibuat kalau ada
bekuan darah atau silinder desidua.

18
 Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan terlihat uterus yang
kosong, tidak ada diagnosis pasti yang dapat ditegakkan. Kegagalan
untuk melihat kantong kehamilan di dalam uterus sering terjadi pada
pemeriksaan USG abdomen yang dikerjakan sebelum usia kehamilan 5
minggu. Sayangnya usia kehamilan yang tepat acapkali tidak diketahui
pada wanita dengan suspek kehamilan ektopik. Pada kasus-kasus ini,
wanita tersebut dapat mengalami abortus atau bisa mempertahankan
kehamilannya dan kemudian terbentuk kantong kehamilan, atau dapat
pula memperlihatkan bukti yang menunjukkan adanya kehamilan
ektopik.
e. Kadar hormone progesteron
Pada umumnya kadar serum progesterone pada pasien dengan kehamilan
ektopik lebih rendah dibandingkan kehamilan normal. Pada suatu penelitian
yang melibatkan lebih dari 5000 pasien dengan kehamilan trimester I ,
diketahui bahwa 70% dari penderita dengan kehamilan normal mempunyai
kadar progesterone lebih dari 25 ng/mL, dimana hanya 1,5% dari penderita
kehamilan ektopik yang mempunyai kadar progesterone serum lebih dari 25
ng/mL.
Kadar progesterone serum dapat dipergunakan untuk skrining tes baik
pada kehamilan ektopik maupun pada kehamilan normal terutama apabila
tidak tersedia pemeriksaan hCG dan USG. Kadar progesterone serum yang
kurang dari 5 ng/mL mempunyai sensivitas yang tinggi adanya kehamilan
yang abnormal, tetapi tidak sampai 100%. Resiko terjadinya kehamilan
normal dengan kadar progesterone serum kurang dari 5 ng/mL kira-kira
1:1500. Karena itu pengukuran progesterone serum saja tidak bisa
dipergunakan untuk menegakkan diagnosa

Dilatasi dan kerokan


Manfaat kuretase uterus adalah untuk menentukan ada atau tidaknya vili
yang menandakan adanya kehamilan intrauterin yang non viabel. Pada
sebagian besar kasus, kuretase sangat menolong jika serum progesteron

19
kurang dari 5 ng/mL dan titer HCG yang tidak meningkat dan kurang dari
1000 IU/L. Kuretase dan pemeriksaan hasilnya dapat digunakan untuk
mencegah laparoskopi yang tidak perlu pada pasien yang mengalami
keguguran. Dengan melarutkan hasil kuretase pada larutan salin, biasanya
menunjukkan adanya vili, tetapi tidak selalu. Hasil kuretase dalam larutan
salin dapat mengalami kesalahan sebesar 6,6 % dari pasien yang mengalami
kehamilan ektopik dan kesalahan sebesar 11,3 % pada pasien dengan
kehamilan intrauterine. Karena ketidakakuratan ini, pemeriksaan patologi dan
pemantauan titer HCG sangat diperlukan untuk konfirmasi.
Biasanya kerokan dilakukan, apabila sesudah amonorea terjadi
perdarahan yang cukup lama tanpa ditemukan kelainan nyata di samping
uterus, sehingga dipikirkan abortus inkompletus, perdarahan disfungsional
dan lain-lain.(8)

Laparoskopi
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan yang sangat penting untuk
diagnosis kehamilan ektopik pada umumnya dan kehamilan ektopik yang
tidak terganggu.(14)

Ultrasonografi
Keunggulan, bahwa tidak invasif atau tidak perlu memasukkan alat
dalam rongga perut. Dapat dinilai kavum uteri, kosong atau berisi, tebal
endometrium, adanya massa di kanan atau kiri uterus dan apakah kavum
Douglas berisi cairan.(16)

20
Gambar 4 USG Kehamilan Ektopik

USG yang digunakan meliputi USG transabdominal dan USG transvaginal.


Diagnosis dari kehamilan ektopik dapat dibuat 1 minggu lebih cepat dengan
USG transvaginal dibandingkan dengan USG transabdominal. USG
transvaginal dapat membedakan kehamilan dalam uterus atau di luar antara
lain sebagai berikut :
1. Kehamilan intrauterine (IUP) : sebuah gestational sac dengan sebuah
sonolusent center (diameter >5mm) dikelillingi oleh cincin yang tebal,
konsentris dan echogenic, terletak didalam endometrium dan
mengandung fetal pole, yolk sac, atau keduanya.
2. Kemungkinan IUP abnormal : gestational sac dengan diameter lebih
besar dari 10 mm tanpa fetal pole atau dengan fetal pole tanpa aktivitas
kardiak.
3. Kehamilan ektopik : sebuah struktur seperti cincin tebal, echogenik
terletak diluar uterus, dengan gestational sac yang mengandung fetal
pole, yolk sac atau keduanya.(17)

Kuldosintesis
Kuldosintesis adalah prosedur klinik diagnostik untuk mengidentifikasi
adanya perdarahan intra peritoneal, khusunya pada kehamilan ektopik
terganggu. Kuldosintesis diindikasikan pada kasus kehamilan ektopik dan
abses pelvik.(16)

21
Teknik :
1. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
2. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
3. Speculum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam
serviks dengan traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak.
4. Jarum spinal no.18 ditusukkan ke dalam kavum Douglas dan dengan
semprit 10 ml dilakukan pengisapan.
5. Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada
kain kasa dan diperhatikan apakah darah merah yang dikeluarkan
merupakan :
a. Darah segar berwarna merah dan akan membeku; darah berasal dari
arteri atau vena yang tertusuk
b. Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku,darah
menunjukkan adanya hematokel retrouterina.

Gambar 5 Teknik Culdocentesis

Kuldosintesis mungkin tidak memberikan hasil yang memuaskan pada


wanita dengan riwayat salpingitis dan peritonitis pelvik, mengingat kavum

22
Douglas kemungkinan sudah mengalami obliterasi. Jadi, kegagalan untuk
mendapatkan darah dari kavum Douglas tidak meniadakan kemungkinan
diagnosis hemoperitonium dan tentu saja bukan merupakan bukti yang
menentang adanya kehamilan ektopik dengan atau tanpa ruptur.

I. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu ialah infeksi pelvis, abortus
iminens, kista folikel, korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran
tangkai, serta apendisitis. Penyakit-penyakit ini dapat memberikan gambaran
klinis yang hampir sama dengan KET. Perbedaan dari masing-masing penyakit
tersebut adalah sebagai berikut:(3,8,9,12–15,18)
1. Infeksi pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan
jarang setelah amenore. Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan tahanan
yang dapat diraba pada pemeriksaan vagina, yang pada umumnya bilateral.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan perbedaan suhu rektal dan aksila melebihi
0,50C, sedangkan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis
yang lebih tinggi daripada KET serta tes kehamilan negatif.

2. Abortus iminens atau insipiens


Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih
banyak dan lebih merah sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul berlokasi
di daerah median. Sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak dapat diraba
tahanan di samping atau di belakang uterus serta gerakan servik uteri tidak
menimbulkan nyeri.

3. Ruptur korpus luteum


Terjadi pada pertengahan siklus haid dan biasanya tanpa disertai
perdarahan pervaginam, serta tes kehamilan (-).

23
4. Torsi kista ovarium dan apendisitis
Umumnya tidak ada gejala dan tanda kehamilan muda, amenore dan
perdarahan pervaginam. Torsi kista ovarii biasanya lebih besar dan lebih bulat
daripada kehamilan ektopik. Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan
nyeri pada gerakan serviks kurang nyata, serta lokasi nyeri perutnya di titik
McBurney.

J. TATALAKSANA
1. Pembedahan
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer pada kehamilan
ektopik terutama pada KET dimana terjadi abortus atau ruptur pada tuba.
Penatalaksanaan pembedahan sendiri dapat dibagi atas dua yaitu
pembedahan konservatif dan radikal. Pembedahan konservatif terutama
ditujukan pada kehamilan ektopik yang mengalami ruptur pada tubanya.
Pendekatan dengan pembedahan konservatif ini mungkin dilakukan
apabila diagnosis kehamilan ektopik cepat ditegakkan sehingga belum
terjadi ruptur pada tuba.(9,14,15)
a. Salpingotomi linier
Tindakan ini merupakan suatu prosedur pembedahan yang ideal
dilakukan pada kehamilan tuba yang belum mengalami ruptur. Karena
lebih dari 75% kehamilan ektopik terjadi pada 2/3 bagian luar dari
tuba. Prosedur ini dimulai dengan menampakkan, mengangkat, dan
menstabilisasi tuba. Kemudian dilakukan insisi linier kemudian dibuat
diatas segmen tuba yang meregang. Produk kehamilan dikeluarkan
dengan hati-hati dari dalam lumen. Setiap sisa trofoblas yang ada
harus dibersihkan dengan melakukan irigasi pada lumen dengan
menggunakan cairan ringer laktat yang hangat untuk mencegah
kerusakan lebih jauh pada mukosa.(14)
Hemostasis yang komplit pada mukosa tuba harus dilakukan,
karena kegagalan pada tindakan ini akan menyebabkan perdarahan
postoperasi yang akan membawa pada terjadinya adhesi

24
intralumen.(14)
Batas mukosa kemudian ditutup dengan jahitan terputus. Perlu
juga diperhatikan bahwa jangan ada sisa material benang yang
tertinggal pada permukaan mukosa, karena sedikit saja dapat
menimbulkan reaksi peradangan sekunder yang diikuti dengan
terjadinya perlengketan.(14)
b. Reseksi segmental
Reseksi segmental dan reanastomosis end to end telah diajukan
sebagai satu alternatif dari salpingotomi. Prosedur ini dilakukan
dengan mengangkat bagian implantasi, jadi prosedur ini tidak dapat
melibatkan kehamilan tuba yang terjadi berikutnya. Tujuan lainnya
adalah dengan merestorasi arsitektur normal tuba. Prosedur ini baik
dilakukan dengan mengunaka loupe magnification atau mikroskop.
Penting sekali jangan sampai terjadi trauma pada pembuluh darah
tuba. Hanya pasien dengan perdarahan yang sedikit dipertimbangkan
untuk menjalani prosedur ini. Mesosalping yang berdekatan harus
diinsisi dan dipisahkan dengan hati-hati untuk menghindari
terbentuknya hematom pada ligamentum latum. Jahitan seromuskuler
dilakukan dengan menggunakan mikroskop/loupe.
c. Salpingektomi
Salpingektomi total diperlukan apabila satu kehamilan tuba
mengalami ruptur, karena perdarahan intraabdominal akan terjadi dan
harus segera diatasi. Hemoperitonium yang luas akan menempatkan
pasien pada keadaan krisis kardiopulmunonal yang serius.
d. Salpingoooforektomi
Tidak jarang ovarium termasuk dalam gumpalan darah dan sukar
dipisahkan sehingga terpaksa dilakukan salpingooforektomi
e. Evakuasi fimbria
Pada kehamilan tuba yang implantasinya di bagian distal
diusahakan untuk mengosongkan hasil konsepsi dengan cara
”mengurut” atau “mengisap” implantasi ektopik tersebut dari dalam

25
lumen tuba. Tindakan ini tidak dianjurkan karena akan disertai dengan
angka kehamilan ektopik rekuren yang besarnya dua kali lipat bila
dibandingkan dengan salpingotomi. Pada tindakan ini juga terdapat
angka pembedahan reeksplorasi yang tinggi untuk mengatasi
perdarahan rekuren akibat jaringan trofoblastik persisten.

2. Medikamentosa
Penatalaksanaan secara medisinalis dapat dilakukan secara tepat
dengan adanya tes kehamilan yang intrauterin dan ultrasonografi
transvaginal yang memungkinkan untuk membuat diagnosis kehamilan
ektopik secara dini. Penatalaksanaan medisinalis memiliki keuntumngan
yaitu kurang intrauterin, menghilangkan risiko pembedahan dan anestesi,
mempertahankan fungsi fertilitas dan mengurangi biaya serta
memperpendek waktu penyembuhan.
Terapi medisinalis yang utama pada kehamilan ektopik adalah
methotrexate (MTX). Methotrexate merupakan analog asam folat yang
akan mempengaruhi sintesis DNA dan multiplikasi sel dengan cara
menginhibisi kerja enzim Dihydrofolate reduktase. MTX ini akan
menghentikan proliferasi trofoblas.
Pemberian MTX dapat secara oral, sistemik) atau injeksi lokal dengan
panduan USG atau laparoskopi.
Efek samping:
i. Dosis yang tinggi  enteritis hemoragik dan perforasi usus,
supresi sumsum tulang, nefrotoksik, disfungsi hepar permanen,
alopesia, dermatitis, pneumonitis, dan hipersensitivitas.
ii. Dosis rendah  dermatitis, gastritis, pleuritis, disfungsi hepar,
supresi sumsum tulang sementara.
Pemberian MTX biasanya disertai pemberian folinic acid (leucovorin
calcium atau citroforum factor) yaitu zat yang mirip asam folat namun
tidak tergantung pada enzim dihydrofolat reduktase. Pemberian folinic

26
acid ini akan menyelamatkan sel-sel normal dan mengurangi efek MTX
pada sel-sel tersebut.

Dosis MTX :
Sebelum pemberian terapi, penderita diperikasa dulu kadar hCG, fungsi
hepar, kreatinin, golongan darah.
1. Dosis tunggal : MTX 50 mg/m2 IM. Hitung kadar beta-hCG pada hari
ke 4 dan 7
 Bila penurunan > 15 %, diulang tiap minggu hingga tidak terdeteksi;
evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan USG transvaginal
setiap minggu
 Bila penurunan < 15 %, atau sebaliknya meningkat dibandingkan
kadar hari ke-4 atau menetap selama interval setiap minggunya,
2
maka diberikan MTX 50 mg/m kedua
 Jika aktivitas jantung masih ada pada hari 7, ulangi pemberian MTX
dan hitung sebagai hari pertama.
 Pembedahan bila kadar beta-hCG tidak turun atau aktivitas jantung
persisten setelah 3 dosis MTX.
2. Dosis variable :
 MTX 1 mg/kgBB IM, hari 1, 3, 5, 7
 Leukovorin 0,1 mg/KgBB IM, hari 2, 4, 6, 8
Injeksi yang kontinyu diberikan hingga kadar beta-hCG berkurang
15 % dalam 48 jam, atau 4 dosis MTX diberikan, kemudian
perminggu hingga beta-hCG tidak terdeteksi.

Kriteria untuk terapi Methotrexate adalah sebagai berikut:


• Massa belum ruptur <3,5-4,0 cm (peningkatan ukuran dapat
meningkatkan risiko pecah atau memerlukan lebih dari satu dosis
metotreksat).

27
• Tidak ada gerakan jantung janin (aktivitas jantung menunjukkan
kehamilan lanjut dan meningkatkan risiko rupture atau kegagalan
metotreksat dosis tunggal)
• Tidak ada bukti ruptur atau hemoperitoneum.
• hemodinamik stabil
• Diagnosis kehamilan ektopik telah pasti dan tidak memerlukan
diagnosis laparoskopi.
• Pasien menginginkan kesuburan di masa depan (jika fertilitas masa
depan tidak diinginkan, pertimbangkan laparoskopi dengan ligasi tuba
dari tuba kontra-lateral)
• Anestesi umum menimbulkan risiko yang signifikan• Pasien dapat
diandalkan dan bersedia untuk kembali control
• Pasien tidak memiliki kontra-indikasi untuk Methotrexate
• + / - Serum β-hCG kurang dari 6.000 - 15.000 mIU / mL(19)

Gambar 6 Diagnosis dan Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik

28
K. PROGNOSIS
Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Pada umumnya, kelainan
yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita
menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat mengalami
kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Selain itu, kemungkinan untuk
hamil akan menurun. Hanya 60% wanita yang pernah mengalami kehamilan
ektopik terganggu dapat hamil lagi, walaupun angka kemandulannya akan
jadi lebih tinggi. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar
antara 0 – 14,6%. Untuk wanita dengan anak yang sudah cukup, sebaiknya
pada operasi dilakukan salpingektomi bilateralis.
Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk mengandung
dan melahirkan anak sebesar 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah 2 kali
mengalami kehamilan ektopik, risiko kehamilan ektopik berikutnya
meningkat menjadi 10 kali lipat, dan harus dipertimbangkan dalam
memberikan IVF.(13–15)

29
BAB III
LAPORAN KASUS

Data Pasien
Nama : Ny. MM
Umur : 23 th
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Nefonaek
Telepon :-
Nomor Registrasi : 048816
Terdaftar sejak : 22 Oktober 2018

Data Utama Bahan Diskusi


1. Anamnesis (Alloanamnesis)
Pasien wanita usia produktif datang ke IGD RSUD SK Lerik, dibawa
keluarga, dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 9 jam SMRS.
Nyeri menjalar hingga ke pinggang dan paha sebelah kanan. Nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan terus menerus. Pasien juga
mengeluhkan mual, muntah, dan nyeri ulu hati sejak 12 jam SMRS, serta
demam sejak 1 hari SMRS. Pasien tidak mengetahui sedang hamil atau
tidak, tidak pernah keguguran sebelumnya, tidak menggunakan KB. Anak
hidup 0, anak pertama meninggal karena lahir prematur. Keluhan nyeri
BAK tidak ada. Keluhan perdarahan pervaginam tidak ada.

2. Riwayat Pengobatan
Pasien baru pertama kali berobat untuk keluhan ini

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit
Pasien tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya dan pasien menyangkal
memiliki penyakit-penyakit lain

30
4. Riwayat menstruasi
• menarche usia 13 tahun
• lama haid 4-5 hari dengan 3 kali ganti pembalut, siklus 30 hari
• HPHT : 3 - 9 - 2018
• TP : 10 – 7 – 2019
• UK : 6 minggu 5 hari

5. Riwayat Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal serupa serta tidak memiliki
penyakit-penyakit lain

6. Riwayat perkawinan
Perkawinan pertama, umur menikah 21 tahun, dan lama menikah 2 tahun

7. Riwayat obstetrik
i. 2016. Prematur. Spontan. Dokter. Laki-laki. BB 1900 gr.
meninggal
ii. Hamil ini

8. Kontrasepsi
Pasien tidak menggunakan kontrasepsi apapun\

9. Pemeriksaan Fisik IGD (22/10/18)

Tanda vital
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Nadi : 90 kali/menit, reguler, isi cukup, ekual pada
keempat ekstremitas
Frekuensi napas : 22 kali/menit, reguler, abdominotorakal
Suhu : 36,2oC (aksila)

31
Sat O2 : 99% (room air)

Status generalis
Kepala : Normosefal, deformitas (-)
Mata : Konjungtiva anemis (-)/(-), sklera ikterik (-)/(-), isokor
3mm/3mm, Reflex cahaya +/+
Telinga : Normotia, sekret (-)/(-), nyeri tarik pinna (-)/(-)
Hidung : Deformitas (-), napas cuping hidung (-), sekret (-)
Mulut : Bibir lembab, mukosa basah
Leher : Pembesaran KGB (-), faring hiperemis, T2/T2
Thorax : Pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis, retraksi
(-)
Jantung : Bunyi jantung SI dan SII reguler, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru : Bunyi napas vesikuler (+)/(+), ronkhi (-)/(-), wheezing
(-)/(-)
Abdomen : Datar, muscle guarding (+), bising usus (+) normal, hepar
dan lien tidak teraba, nyeri tekan epigastrium (+), nyeri
tekan iliaka dextra (+), timpani di seluruh lapang abdomen
Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-)

Antropometri
Berat badan : 53 kg, tinggi badan : 145 cm

Status obstetri
Inspeksi : datar
Palpasi : tinggi fundus uteri (TFU) tidak teraba

Status Ginekologi
Inspeksi : perut tampak datar, tidak ada ballotement
Palpasi : fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (+)
Pemeriksaan dalam : vulvovagina normal, tidak ada pembukaan, nyeri

32
goyang portio (+), nyeri tekan forniks posterior (+), nyeri tekan uterus dan
adnexa (+)
Inspekulo : tidak dilakukan

USG
Tampak massa inhomogen di luar uterus. Tampak cairan bebas di luar
uterus. Kantung ketuban (+). Uterus dalam batas normal.

Gambar 7 USG Abdomen

10. Lab Darah : WBC : 12.100/uL


Hb : 10,4 g/dL
Hct : 30,4%
Platelet : 327.000/uL
CT/BT : 7 menit / 2 menit
GDS : 104 mg/dL
HBsAg non reaktif
11. Diagnosis : G2P1A0 gravida 6-7 minggu + susp. KET
12. Tatalaksana IGD :
 IVFD RL 30 tpm
 Cek lab: DL, CT/BT, GDS, HBsAg, VCT, PST

33
 Persiapan operasi laparotomy CITO
 Siap darah PRC 2 bag

Laporan Operasi

DPJP: dr. Erma Rantela’bi, Sp.OG


Diagnosis Pre operasi G2P1A0 gravid 6-7 minggu + susp. KET
Diagnosis Post operasi Ruptur tuba di fimbria + kehamilan abdominal
Tanggal Jam operasi dimulai Jam operasi selesai
22/10/2018 12.30 14.00
Tindakan /macam operasi Salpingooforektomi dekstra
Laporan operasi
 Dilakukan tindakan aseptic dan antiseptic di lapangan operasi
 Dilakukan incisi pfannenstiel, buka peritoneum, tampak darah dan bekuan
darah
sekitar 500 cc
 Tampak massa konsepsi di kavum douglasi dengan ruptur tuba di fimbria.
Ovarium kesan tidak normal, tampak ada perdarahan di ovarium.
 Dilakukan salpingooforektomi dekstra, evakuasi massa konsepsi di kavum
douglasi
 Kontrol perdarahan  negatif, rongga abdomen dicuci dengan NaCl 500 cc
 Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis
 Perdarahan selama operasi ± 400 cc

Terapi post-Operasi
Injeksi Asam Tranexamat 3x500 mg IV
Awasi KU, TTV
Injeksi Ketorolac 3x30 mg IV
IVFD RL 28 tpm
Sucralfat 3x2 cth
Injeksi Cefotaxim 2x1 gram IV
Cek Hb post op
Injeksi Gentamisin 2x80 mg IV

Lab Darah Post OP (22/10/2018 jam 20.15 WITA)


WBC : 17.800/uL
Hb : 9,53 g/dL
Hct : 27,6%
Platelet : 284.000/uL

Lab Darah (23/10/2018 jam 9.15 WITA)


WBC : 25.800/uL
Hb : 9,81 g/dL
Hct : 28,3%
Platelet : 309.000/uL

34
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesa
Teori Kasus
Definisi Terjadi implantasi pada omentum yang
Kehamilan ektopik terganggu : berasal dari fimbriae tuba uterina
Suatu keadaan dimana implantasi hasil dekstra
konsepsi terjadi diluar cavum
endometrium Faktor resiko :
Trisemester pertama Riwayat kehamilan lemah (anak
Faktor Resiko : pertama lahir premature)
- kerusakan dan disfungsi tuba,
riwayat operasi, riwayat
sterilisasi, riwayat infeksi,
riwayat penggunaan hormon
progesterone dan AKDR.
- Riwayat kehamilan ektopik
sebelumnya
- Umur tua
- perokok

Teori Kasus
Keluhan : Keluhan :
 Amenorea  Amenorea
 Nyeri perut bawah bersifat tajam,  Nyeri perut bawah kanan, menjalar
hampir diseluruh regio. ke pinggang dan paha
 Perdarahan pervaginam  Mual-muntah, nyeri ulu hati
 Darah berwarna coklat/kehitaman
 Keluhan gastrointestinal

35
 Nyeri saat menarik nafas dan sesak
 Pusing

4.2 Pemeriksaan Fisik


Teori Kasus
Pemeriksaan fisik Pemeriksaan fisik :
 Anemis  Anemis (+), Hb : 10,4
 Nyeri tekan abdomen  Nyeri tekan abdomen sebelah kanan
 Uterus membesar  Tinggi fundus sulit dievaluasi
 VT : nyeri goyang porsio (+),  VT : vulvovagina normal, tidak ada
forniks posterior menonjol dan pembukaan, nyeri goyang portio
nyeri pada penekanan. (+), forniks posterior agak
menonjol, nyeri tekan forniks
posterior (+)

Pada pasien ini gejala klinis yang dapat ditemukan dari pemeriksaan fisik yang
dilakukan dan sesuai dengan diagnosis terjadinya kehamilan ektopik terganggu.

4.3 Pemeriksaan Penunjang


Teori Kasus
Pemeriksaan penunjang : Pemeriksaan penunjang :
 Darah Lengkap  Darah lengkap  Hb: 10.4, HCT
 Test kehamilan :30,4 %, leukosit : 12.100,
 HCG- trombosit : 327.000
 USG  Test kehamilan : (+)
 Dilatasi /kerokan
 Kuldosintesis
 Laparoskopi
Hasil pemeriksaan penunjang yang mendukung diagnosis kehamilan ektopik
pasien ini adalah adanya penurunan Hb dan tes kehamilan positif

36
4.4 Penatalaksanaan
Teori Fakta
Penatalaksaan : Penatalaksaan :
1) Pembedahan
Laparotomi Dilakukan pembedahan yaitu
2) Medikamentosa laparotomi dengan pengeluaran massa
 Methotrexate konsepsi pada omentum dan
membiarkan massa konsepsi pada colon
serta salpingooforektomi dekstra

Medikamentosa tidak dilakukan.

Berdasarkan indikasi yang diperoleh pada pasien, ditentukan terapi KET yang
sesuai yaitu pembedahan.

37
BAB V
PENUTUP

Kehamilan ektopik adalah setiap kehamilan yang terjadi di luar kavum


uteri. Kehamilan ektopik merupakan keadaan emergensi yang menjadi penyebab
kematian maternal selama kehamilan trimester pertama. Tempat tersering
mengalami implantasi ekstrauterin adalah pada tuba Falopii (95%).
Pasien Ny.N, 30 tahun datang dengan kuhan perdarahan pervaginam, nyeri
perut bawah sebelah kanan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang di
tegakkan diagnosis Kehamilan Ektopik Terganggu, diputuskan untuk dilakukan
Laparotomi, dan ditemukan kehamilan abdominal. Massa konsepsi terselubung
dalam omentum dan sebagian pada colon. Diputuskan untuk membuang massa
kehamilan pada omentum dan membiarkan sisa konsepsi pada colon dan
dilakukan salpingooforektomi dekstra serta tubektomi sinistra. Pasien dipulangkan
dengan kondisi baik dan disarankan kontrol ke poliklinik kandungan. Secara
umum, alur penegakkan diagnosis dan penatalaksaan sudah tepat.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Bangun R. Karakteristik Ibu Penderita KET di RSUP H. Adam Malik


Medan tahun 2003-2008. Universitas Sumatera Utara; 2009.
2. Puspa T, Risilwa M. KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU : SEBUAH
TINJAUAN KASUS. 2017;(2):26–32.
3. Tenore L. Ectopic Pregnancy. Am Fam Physician. 2000;61(4):1080–8.
4. Barnhart KT, Franasiak JM. Clinical Management Guidelines for
Obstetrician-Gynecologist. American College for Obstetricians and
Gynecologist [Internet]. 2018;3(193). Available from:
https://www.acog.org/Clinical-Guidance-and-Publications/Practice-
Bulletins/Committee-on-Practice-Bulletins-Gynecology/Tubal-Ectopic-
Pregnancy?IsMobileSet=false
5. Rachimhadi T, Wiknjosastro GH. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu
Kebidanan. 2014. 474-487 p.
6. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe JS, Hoffman
BL, et al. William Obstetrics. 24th ed. Texas: Mc Graw Hill Education;
2014. 780-828 p.
7. Seeber B., Barnhart KT. Suspected Ectopic Pregnancy in Clinical Expert
Series in Obstetric and Gynecology Magazine. ACOG. 2006;107(2).
8. Prawirohardjo S. Kehamilan Ektopik dalam Ilmu Kebidanan. Jakarta Pusat:
Yayasan Bina Pustaka; 2005.
9. Della-Guistina D, Denny M. Ectopic Pregnancy. Emerg Med Clin North
Am. 2003;21(3).
10. Turhan N., Inegol I, Seckin N. A Three-year Audit of the Management of
Ectopic Pregnancy. J Turkish Ger Gynecol Assoc. 2004;5.
11. Schwartz S. Ginekologi dalam Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah. Jakarta:
ECG; 2000.
12. Speroff L, Glass R, Kase N. Ectopic Pregnancy In Clinical Gynecologic
Endocrinology and Infertility. 6th ed. Philadelphia: Lippincot William &
Wilkins; 1999. 1149-1164 p.

39
13. Lipscomb G. Obstetric and Gynecology Principles for Practice. Duff P,
Ling F, editors. Mc Graw Hill Education; 2001. 1134-1147 p.
14. FG C, NF G, KJ L, LC G, JC H, KD W. Ectopic Pregnancy. In: William
Obstetrics. 21st ed. Mc Graw Hill Education; 2001. p. 883–910.
15. Berek J. Ectopic Gestasion. In: Novak’s Gynecology. 13th ed. Philadelphia:
Lippincot Williams & Wilkins; 2002. p. 510–34.
16. Prawirohardjo S. Kuldosentesis. In: cuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka; 2006.
17. Braun R. Surgical Management of Ectopic Pregnancy [Internet]. [cited
2010 Apr 1]. Available from:
http://www.emedicine.com/med/topic3316.htm.
18. Sepilian V, Ellen W. Ectopic Pregnancy [Internet]. Available from:
www.emedicine.com/health/topic3212.html
19. Saint-Louis H. Management of Ectopic Pregnancies. 2005.

40

Anda mungkin juga menyukai