Anda di halaman 1dari 41

ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS DENGAN

DISPROPORSI KEPALA PANGGUL (DKP)

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Maternitas

Dosen: Barkah Wulandari, S.Kep., Ns., M.Kep

HALAMAN JUDUL

Disusun oleh:

Adi Galih Pambudi (2820173140)

Aulia Nur Rochma (2820173149)

Awaluddin Yusa Anshori (2820173150)

Kelas 3D

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NOTOKUSUMO

YOGYAKARTA

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Berkat rahmat dan karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Maternitas Dengan Disproporsi Kepala Panggula (DKP)”.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan, rasa terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu penyelesain makalah ini. Kami juga mengucapkan
terimakasih kepada:

1. Ibu Barkah Wulandari, S. Kep., Ns., M. Kep selaku Dosen Pembimbing Mata Ajar
Keperawatan Maternitas.
2. Semua pihak yang tidak sempat kami sebutkan satu per satu yang turut membantu
kelancaran dalam penyusunan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan di dalamnya. Oleh


karena itu kami mengharapkan masukan berupa saran dan kritik yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi para pembaca dan bagi dunia pendidikan pada umumnya.

Yogyakarta, 11 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
BAB I ........................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Tujuan .......................................................................................................................... 2
BAB II ...................................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 4
A. Definisi ......................................................................................................................... 4
B. Etiologi ......................................................................................................................... 4
C. Tanda dan Gejala ...................................................................................................... 14
D. Klasifikasi .................................................................................................................. 17
E. Patofisiologi ............................................................................................................... 18
F. Pathway...................................................................................................................... 20
G. Pemeriksaan Disporporsi Kepala Panggul ......................................................... 20
H. Penatalaksanaan ................................................................................................... 22
BAB III................................................................................................................................... 26
KONSEP KEPERAWATAN ............................................................................................... 26
A. Pengkajian ................................................................................................................. 26
B. Diagnosa Keperawatan ............................................................................................. 27
BAB IV ................................................................................................................................... 36
PENUTUP.............................................................................................................................. 36
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 36
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 37

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Persalinan adalah proses dimana janin, plasenta dan selaput ketuban
keluar dari uterus ibu, maka dapat disimpulkan bahwa persalinan adalah proses
pengeluaran hasil konsepsi melalui jalan lahir yang diikuti dengan pengeluaran
plasenta dan selaput ketuban secara utuh (Subekti, 2018).
Menurut WHO (World Health Organization) bahwa Negara
berkembang merupakan penyumbang utama Angka Kematian Ibu (AKI) di
dunia, yaitu sebesar 99%. Setiap tahun diseluruh dunia 358.000 ibu (99%)
berasal dari Negara berkembang (Subekti, 2018).
Menurut hasil survey demografi dan kesehatan Indonesia 2012
menyebutkan bahwa Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia melonjak dari
228 per 100.000 kelahiran hidup (2007) menjadi 359 per 100.000 kelahiran
hidup (2012) (Subekti, 2018)
Angka Kematian Ibu (AKI) di Provinsi DIY dalam empat tahun terakhir
menunjukan penurunan yang cukup baik. Berdasarkan data Angka Kematian
Ibu (AKI) tahun 2008 berada pada angka 104/100.000 kelahiran hidup. Sesuai
pelaporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/kota di wilayah Provinsi DIY,
Jumlah kasus kematian ibu 2011 mencapai 56 kasus, meningkat dibandigkan
2010. Pada tahun 2012 jumlah kematian ibu menurun menjadi 40 kasus dan
apabila dihitung berdasarkan Angka Kematian Ibu (AKI) di DIY dilaporkan
sebesar 87,3 per 100.000 kelahiran hidup (Subekti, 2018).
Hasil data Rikesdas tahun 2013 persalinan dengan sectio caesarea di
Indonesia 9,8 %, dengan proporsi tertinggi di DKI Jakarta 19,9 %, dan terendah
di Sulawesi Tenggara 3,3 %. Sedangkan faktor ibu saat melahirkan dengan

1
sectio caesarea adalah karena ketuban pecah dini 407 (13,14%),karena
preeklamsi 170 (5,49%) orang,karena pendarahan 170 (5,14%), karena jalan
lahir tertutup 136 (4,40%)orang, karena rahim robek 70 (2,3 %), dan karena
hamil diluar rahim 9 (0,29%) (2). Berdasarkan studi pendahuluan yang telah
dilakukan oleh peneliti dengan melihat buku register di ruang bersalin RSUD
Panembahan Senopati Bantul tahun 2015 kasus sectio caesarea sebesar 687
kasus dari 1143 total persalinan normal. Faktor penyebab persalinan sectio
caesarea di RSUD panembahan senopati bantul tahun 2014 dari faktor ibu
meliputi DKP berjumlah 140 (22,9 %) orang, riwayat SC berjumlah 102 (16,7
%), gagal induksi berjumlah 84 (13,7 %), ketuban pecah dini berjumlah 39
(6,4%), dan faktor janin meliputi kelainan letak janin berjumlah 78 (12,7%),
gameli berjumlahPenyebab Persalinan Sectio Caesarea di RSUD Panembahan
Senopati Bantul tahun 2015 (Zanah,dkk, 2015).
Dari data yang sudah didapatkan, penulis bermaksud membuat makalah
mengenai Disproporsi Kepala Panggul (DKP) yang terdiri dari definisi,
etiologi, manifestasi, klasifikasi, patofsiologi, pemeriksaan, dan proses
keperawatan.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui lebih mendalam mengenai Disporporsi Kepala Panggul,
Malpresentasi dan Maldisposisi serta cara penanganannya
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian disporporsi kepala panggul,
malpresentasi dan maldisposisi.
b. Untuk mengetahui penyebab disporporsi kepala panggul.
c. Untuk mengetahui tanda dan gejala disporporsi kepala panggul.
d. Untuk mengetahui klasifikasi disporporsi kepala panggul.
e. Untuk mengetahui proses terjadinya disporporsi kepala panggul.

2
f. Untuk mengetahui pathway dari disporporsi kepala panggul.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari disporporsi kepala panggul.
h. Untuk mengetahui pengkajian yang dilakuukan pada disporporsi kepala
panggul.
i. Untuk mengetahui diagnosa yang muncul dari disporporsi kepala
panggul.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Disproporsi kepala panggul atau DKP adalah keadaan yang
menggambarkan ketidaksesuaian antara kepala janin dan panggul ibu sehingga
janin tidak dapat keluar melalui vagina. Disproporsi disebabkan oleh panggul
sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya (Padila, 2015).
Disproporsi kepala panggul yaitu suatu keadaan yang timbul karena
tidak adanya keseimbangan antara panggul ibu dengan kepala janin disebabkan
oleh panggul sempit, janin yang besar sehingga tidak dapat melewati panggul
ataupun kombinasi keduanya (Cunningham, et al.,2014).
Menrurut Varney (2009), Disporporsi kepala panggul adalah antara
ukuran janin dan ukuran pelvis yakni ukuran pelvis tertentu tidak cukup besar
untuk mengakomondasikan keluarnya janin tertentu melalui pelvis sampai
terjadi kelahiran per vagina. Pelvis yang adekuat untuk jalan lahir bayi 2,27 kg
mungkin cukup besar untuk bayi 3,2 kg mungkin tidak cukup besar dengan bayi
3,6 kg.
Kesimpulan penulis mengenai disporposi kepala panggul (DKP) yaitu
suatu keadaan dimana terjadi ketidaksesuaian antara panggul ibu dengan kepala
janin atau suatau keadaan dimana posisi kepala janin lebih besar dari panggul
itu (panggul sempit) sehingga hal itu dapat mempengaruhi pada porses
kelahiran janin per vagina.

B. Etiologi
Adapun etilogi dari disporsisi kepala panggul menurut Padila (2015) yaitu :
1. Janin yang besar

4
Janin yang besar yaitu janin yang beratnya lebih dari 4000 gram. Menurut
kepustakaan anak lainnya menyebutkan, anak yang besar dapat
menimbulkan kesulitan persalinan jika beratnya lebih dari 4500 gram.
Penyebab janin besar yang dapat diketahui antara lain :
a. Diabetes Mellitus
Ibu yang mengalami diabetes gestasional saat hamil biasanya
mempunyai janin dengan ukuran yang lebih besar. Bayi dalam
kandungan menyimpan kelebihan gula yang diterimanya dari aliran
darah ibu sebagai lemak, sehingga bayi dalam kandungan bisa tumbuh
lebih besar. Bayi dengan ukuran sangat besar dapat meningkatkan
risiko mengalami cedera saat lahir (terutama pada bahu) .
b. Herediter
Penyakit herediter adalah penyakit atau gangguan yang secara genetik
diturunkan dari orang tua kepada keturunannya. Penyakit-penyakit
tersebut disebabkan oleh mutasi atau cacat dalam gen atau struktur
kromosom yang dapat turun-temurun.

Gambar 1.1 :Gambar Herediter

Kesukaran yang ditimbulkan dalam persalinan karena besarnya kepala


atau besarnya kepala atau besarnya bahu. Karena regangan dinding
rahim oleh anak yang sangat besar, dapat timbul inersia uteri dan
kemungkinan perdarahan postpartum akibat atonia uteri juga lebih
besar.

5
2. Panggul sempit
a. Berdasarkan pintu masuk panggul yaitu :
1) Kesempitan pada pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit bila diameter anteroposterior
terpendeknya kurang dari 10 cm, atau diameter taransversa kurang
dari 12 cm. oleh karena pada pangul sempit kemungkinan besar
bahwa kepala tertahan oleh pintu atas panggul, menyebabkan
serviks uteri kurang mengaami tekanan kepala sehingga dapat
menyebabkan inersia uteri dan lambatnya pembukaan serviks.

Gambar 1.2 : Kesempitan pintu atas panggul

2) Kesempitan panggul tengah


Apabila ukurannya distansia interpinarum kurang dari 9,5 cm
diwaspadai akan kemungkinan kesukaran dalam persalinan,
ditambah agi bila ukuran diameter sagitalis juga pendek.

Gambar 1.3 : Kesempitan panggul tengah

3) Kesempitan pintu bawah panggul

6
Pintu bawah pangul terdiri atas segitiga depan dan segitiga belakang
yang mempunyai dasar yang sama, yakni distansia tuberum. Bila
distansia tuberum dengan diameter sagitalis posterior kurang dari 15
cm, maka dapat timbul kemacetan pada kelahiran ukuran normal.

Gambar 1.4 : Kesempitan pintu bawah panggul

b. Berdasarkan perubahan bentuk karena kelainan perubahan intrauterine:


1) Panggul Naegele
Panggul naegele hanya mempunyai sebuah sayap pada sacrum,
sehingga panggul tumbuh sebagai panggul miring.

Gambar 1.5 :Panggul Naegele

2) Panggul Robert
Sayap sacrum tidak ada sehingga panggul sempit dalam ukuran
melintang.

7
Gambar 1.6 : Panggul Robert

3) Split pelvis
Penyatuan tulang-tulang panggul pada simfisis tidak terjadi
sehingga panggul terbuka kedepan.

Gambar 1.7 : Split pelvis

c. Perubahan bentuk karena penyakit kaki yaitu :


1) Koksitis
Merupakan penyakit TB yang menyerang tulang coxae, sehingga
cairan coxae mengalami peradangan.

Gambar 1.8 : Koksitis

2) Kifosis
Merupakan penyakit kelainan pada tulang belakang yang
menyebabkan tubuh penderita melengkung ke depan melebihi batas
normal atau bungkuk.

8
Gambar 1.9 : Kifosis

3) Skoliosis
Kondisi melengkungnya tulang belakang ke samping secara tidak
normal.

Gambar 1.10 : Koliosis

4) Spondilolistesis
Kondisi dimana salah satu tulang pada tulang belakang bergeser dari
posisi normal dan condong kedepan menutupi tulang dibawahnya.

Gambar 1.11 : Spondilolistesis

9
3. Malpresentasi atau Malposisi
Adapun pengertian dari Malpresentasi menurut Aspiani (2017) yaitu :
a. Malpresentasi
Malpresentasi adalah semua presentasi lain dari janin selain presentasi
vertex.Macam-macam malpresentasi yaitu :
1) Presentasi puncak kepala
Pada persalinan normal, kepala janin pada waktu melewati pintu
jalan lahir berada dalam keadaan fleksi dengan presentasi belakang
kepala. Dengan adanya malpresentasi kepala seperti presentasi
puncak kepala, presentasi dahi dan presentasi muka maka dapat
menimbulkan kemacetan dalam persalinan. Hal ini dimungkinkan
karena kepala tidak dapat masuk PAP karena diameter kepala pada
malpresentasi lebih besar disbanding ukuran panggul khususnya
panjang diameter anteroposterior panggul.

Gambar 1.12 : Presentasi puncak kepala

2) Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah keadaan dimana kedudukan kepala berada
diantara fleksi maksimal dan defleksi maksimal. Pemeriksaan dahi
jarang dapat diketahui dalam kehamilan. Namun dapat dicurigai
keadaan tersebut bila dengan pmeriksaan luar ditemukan tonjoloan

10
kepala teraba sepihak dengan punggung janin. Pada presentasi dahi
yang bersifat sementara, anak dapat lahir spontan sebagai prsentasi
belakang kepala atau muka. Jika presentasi dahi menetap, janin
tidak mungkin lahir pervagina sehingga persalinan diakhiri dengan
seksio sesare, kecuali bila janin sangat kecil (TBBJ : ≤ 1800 gram)

Gambar 1.13 : Presentasi dahi

3) Presentasi Muka
Disebabkan oleh terjadinya ekstensi yang penuh dari kepala janin.
Presentasi muka dapat terjadi karena : panggul sempit, bayi besar,
multiparitas, dan lilitan tali pusat dileher. Prsentasi muka dapat
dicurigai dalam pemeriksaan luar ditemukan : Tonjolan kepala
sepihak dengan punggung. Sedangkan dalam persalinan yaitu
dengan pemeriksaan dalam, pada pembukaan yang cukup besar,
akan teraba pinggir orbita, hidung, tulang pipi, mulut, dan dagu.

Gambar 1.14 : Presentasi muka

11
4) Presentasi Ganda
Prentasi ganda (Majemuk) terjadi jika prolaps tangan bersama
dengan bagian terendah janin, lengan yang mengalami prolaps dan
kepala janin terdapat di rongga panggul secara bergantian.

Gambar 1.15 : Presentasi ganda

5) Presentasi Bokong
Sebelum inpartu; tentukan apakah persalinan dapat pervaginam.
Setiap persalinan sungsang sebaiknya ditolong pada fasilitas
kesehatan yg dapat melakukan operasi

Gambar 1.16 :Presentasi bokong

6) Letak Lintang
Pada letak lintang, sumbupanjang anak tegak lurus atau hampir
tegak lurus pada sumbu panjang ibu. Pada letak lintang, bahu

12
menjadi bagaian terendah, yang disebut presentasi bahu atau
prsentasi akromion. Jika punggung terdapat didepan disebut
dorsanterior jika dibelakang di sebut dorsoposterior.
Penyebab letak lintang : kesempitan panggul, kelainan bentuk
rahim, dan kehamilan ganda.

Gambar 1.17 : Letak Lintang

b. Malposisi
Malposisi menurut Aspiani (2017) merupakan posisi abnormal dari
vertex kepala janin (dengan ubun-ubun kecil sebagai penanda) terhadap
panggul ibu. Macam-macam malposisi yaitu :
1) Posisi Oksipitalis Transversalis Persisten
Presentasi belakang kepala dengan ubun-ubun kecil menetap di
samping. Biasanya posisi oksipitalis transversalis hanya bersifat
sementara bila tidak ada kelainan panggul, his dan janin, maka akan
terjadi putar paksi dalam, sehingga ubun-ubun kecil ke depan dan
memungkinkan kelahiran pervaginam. Persalinan akan berjalan
lambat terutama pada akhi kala I dan selama kala II. Pembukaan
serviks mungkin tidak lengkap karena kepala tidak begitu baik
dalam rongga panggul dan tidak menekan ostium uteri internum
secara merata.

13
Gambar 1.18 : Posisi Oksipitalis Transversalis Persisten

2) Posisi Oksipitalis Posterior Persisten


Presentasi belakang kepala dengan ubun-ubun kecil menetap di
segmen belakang.Biasanya presentasi oksipitalis posterior hanya
bersifat sementara bila tidak ada kelainan panggul, his dan janin,
dan hanya 8% yang menetap. Seperti pada posisi oksipitalis
transversalis persalinan akan berjalan lambat terutama pada akhir
kala I dan selama kala II. Pembukaan serviks mungkin tidak
lengkap karena kepala tidak begitu baik dalam rongga panggul dan
tidak menekan ostium internum secara merata.

Gambar 1.19 : Posisi Oksipitalis Posterior Persisten

C. Tanda dan Gejala


Adapun tanda dan gejala disporsisi Kepala Panggul (DKP) menurut Hani
(2011) yaitu:

14
1. Persalinan lebih lama dari yang normal.
Persalinan normal kurang lebih 10-20 jam dan akan lebih cepat jika sudah
pernah melahirkan sebelumnya.
2. Janin belum masuk PAP pada usia kehamilan 39 minggu (primipara).
Normalnya janin masuk PAP pada usia kehamilan 36 minggu.

Gambar 1.20 : Janin Masuk PAP

3. Ukuran distasia spinarum kurang dari 24-26 cm


Normal : 24-26 cm jarak antara kedua spina ilaka anterior, superior, sinistra
dan dekstra.

Gambar 1.21 : Spina Iliaka Anterior Superior

4. Ukuran distasia kristarum kurang dari 28-30 cm

15
Normal : 28-30 cm jarak yang terpanjang antara dua tempat yang simetris
pada krista iliaka sinistra dan dekstra. Umumnya ukuran ini tidak terlalu
dddddiprhatikan, namun bila ukuran ini lebih kecil 2-3 cm dari angka
normal, maka dapat dicurigai panggul itu patologik.

Gambar 1.22 : Spina Iliaka dekstra sinistra

5. Ukuran konjungata eksterna diameter kurang dari 18-20 cm


Normal : Jarak antara pinggir atas simpisis dan ujung processus spinosus
tulang lumbal berukuran 18-20 cm

Gambar 1.23 : Konjugata Eksterna

6. Ukuran linggar panggul kurang 80-90 cm


Normal : dari pinggir atas simpisis ke pertengahan antara spina iliaka
anterior superior dan trochanter mayor sepihak dan kembali melalui tempat
yang sama dipihak lainya dengan ukuran 80-90 cm.

16
7. Pintu atas panggul kurang diameter anteroposterior terpendeknya kurang
dari 10 cm, atau diameter taransversa kurang dari 12 cm.
Normalnya diameter anterior posterior kurang dari 10 c, diameter
transversalnya kurang dari 12 cm.
8. Pintu tengah panggul ukurannya distansia interpinarum kurang dari 9,5cm.
Normalnya kurang lebih 10,5 cm.
9. Pintu bawah panggul bila distansia tuberum dengan diameter sagitalis
posterior kurang dari 10,5 cm
Normalnya yaitu kurang lebih 10,5 cm jarak antara tuber iskii kanan dan
kiri.

D. Klasifikasi
Disproporsi kepala panggul, menurut Rizkiyati (2017) sebagai berikut :
1. Panggul ginekoid, dengan pintu atas pangul yang bundar atau dengan
diameter transversa yang lebih panjang sedikit daripada diameter
anteroposterior dan dengan panggul tengah serta pintu bawah panggul yang
cukup luas. Panggul jenis ini paling baik untuk wanita, ditemukan pada 45%
wanita.

Gambar 1.24 : Panggul ginekoid

2. Panggul anthropoid, dengan diameter anteroposterior yang lebih panjang


daripada diameter transversa, dan denagn arkus pubis menyempit sedikit.
Ditemukan pada 355 wanita.

17
Gambar 1.25 : Panggul anthropoid

3. Panggul android, dengan pintu atas panggul yang berbentuk segitiga


berhubungan dengan penyempitan kedepan, dengan spina ischiadica
menonjol ke dalam dan dengan arkus pubis menyempit. Umumnya pria yang
memiliki panggul jenis ini, dan hanya ditemukan 15% pada wanita.

Gambar 1.26 : Panggul android

4. Panggul platipelloid, dengan diameter anteroposterior yang jelas lebih


pendek daripada diameter transversa pada pintu atas pangul dan dengan
arkus pubis yang luas. Ditemukan pada 5% wanita.

Gambar 1.26 : Panggul platipelloid

E. Patofisiologi
Patofisiologi Diporporsi kepala panggul menurut Nurarif & Hardi, 2012) yaitu:

18
Tulang-tulang panggul terdiri dari os koksa, os sakrum, dan os koksigis.
Os koksa dapat dibagi menjadi os ilium, os iskium, dan os pubis. Tulang-tulang
ini satu dengan lainnya berhubungan. Di depan terdapat hubungan antara kedua
os pubis kanan dan kiri, disebut simfisis. Dibelakang terdapat artikulasio sakro-
iliaka yang menghubungkan os sakrum dengan os ilium. Dibawah terdapat
artikulasio sakro-koksigea yang menghubungkan os sakrum (tulang panggul)
dan os koksigis (tulang tungging). Pada wanita, di luar kehamilan artikulasio
ini hanya memungkinkan pergeseran sedikit, tetapi pada kehamilan dan waktu
persalinan dapat bergeser lebih jauh dan lebih longgar,misalnya ujung koksigis
dapat bergerak kebelakang sampai sejauh lebih kurang 2,5 cm.
Hal ini dapat dilakukan bila ujung os koksigis menonjol ke depan pada
saat partus, dan pada pengeluaran kepala janin dengan cunam ujung os koksigis
itu dapat ditekan ke belakang. Secara fungsional, panggul terdiri Pada ruang
yang dibentuk oleh pelvis mayor terdapat organ –organ abdominal selain itu
pelvis mayor merupakan tempat perlekatan otot – otot dan ligamen ke dinding
tubuh. Sedangkan pada ruang yang dibentuk oleh pelvis minor terdapat bagian
dari kolon, rektum, kandung kemih, dan pada wanita terdapat uterus dan
ovarium.
Selain faktor panggul ibu, terdapat faktor lain yang mempengaruhi
terjadinya disporsisi kepala panggul yaitu faktor janin yang besar yaitu berat
janin lebih dari 4000 gram. Penyebab janin besar diantaranya adanya penyakit
yang dialami ibu saat hamil seperti DM dan adanya herediter atau gangguan
yang secara genetik diturunkan dari orangtua. Adanya faktor malpresentasi
seperti prsentasi puncak kepala, presentasi dahi, presentasi muka, presentasi
ganda, presentasi lintang dan presentasi bokong. Oksipitalis transversalis
persiten dan oksipitalis posterior persisten merupakan faktor penyebab dari
disporposi kepala panggul. Dengan adanya faktor yang menyebabkan
terjadinya disporposi kepala panggul dapat dilakukan penatalaksanaan yaitu

19
dengan persalinan percobaan dan apabila cara ini gagal dapat menggunakan
cara lainya yaitu sectio caesrea.

F. Pathway

G. Pemeriksaan Disporporsi Kepala Panggul

20
Pemeriksaan disporporsi kepala panggul menurut Rizkiyati(2017) yaitu :
1. Pemeriksaan panggul
a. Panggul luar
Pemeriksaan panggul luar adalah pemeriksaan pada wanita hamil
dengan mengukur panggul bagian luar.

Gambar 1.27 : Pemeriksaan Panggul luar

b. Panggul dalam
Pemeriksaan panggul dalam dilakukan pada usia 36 minggu.
Caranya dokter atau bidan akan memasukan 2 jari (seperti VT) ke
jalan lahir hingga menyentuh bagian tulang belakang. Kemudia
bidan akan menghitung jarak dari tulang kemaluan hingga tulang
belakang untuk mengetahui pintu atas panggul dan pinti tengah
panggul.
2. Pelvimetri rontgen
Pelvimetri adalah teknik untuk dapat memperlihatkan bentuk dan ukuran
pelvic dari ibu dan membandingkan ukuran kepala janin dengan tulang
pelvic dari ibu. Prosedur ini dilakukan untuk menentukan apakah diameter
pelvic memadai untuk melahirkan secara normal atau perlu dibantu untuk
melakukan pembedahan dalam proses melahirkan.

21
Gambar 1.28 : Pemeriksaan Pelvimetri

3. Magnetik Resonance Imaging (MRI).


Prosedur ini dilakukan untuk mendeteksi ada atau tidaknya kelainan pada
janin.
4. Vaginal toucher
Tindakan ini dilkaukan untukmenentukan keadaan yang menjadi tolak ukur
dari rencana pimpinan persalinan.

H. Penatalaksanaan
Disporporsi kepala panggul dapat dilakukan penatalaksanaan menurut Pahlevi
(2017) yaitu dengan cara :
1. Medik
a. Persalinan percobaan
Persalinan percobaan adalah percobaan untuk melakukan persalinan
pervagina pada wanita-wanita dengan panggul relatif sempit. Partus
percobaan hanya dilkaukan pada letak belakang kepala janin. Partus
percobaan dimulai pada permulaan persalina dan berakhir setelah kita
mendapat keyakinan bahwa persalinan tidak dapat berlangsung
pervagina. Partus percobaan dikatakan berhasil jika anak lahir

22
pervagina atau cara spontan atau dibantu dengan ekstrasi (Forsep atau
vakum) dan anak serta ibu dalam keadaan baik. Partus percobaan
dihentikan jika :
1) Kurang atau hampir tidak adanya kemajuan pada pembukaan (jalan
lahir).
2) Keadaan ibu dan anak memburuk.
3) Adanya lingkaran retarksi yang patologis.
4) Setelah pembukaan lengkap dan ketubanan pecah dan his cukup
baik tetapi kepala janin tetap tidak mau melewati pintu atas panggul.
5) Vakum gagal.
Dalam keadaan-keadaan tersebut, dilaukan seksio seksio seasare
dilakukan pada saat pembukaan sudah lengkap dan atas indikasi
sebab-sebab yang menetap (partus percobaan gagal)
b. Seksio sesarea elektif
Seksio sesarea elektif dapat dilakukan jika kelahiran pervagina
mungkin dianggap gagal dan akan menyebabkan resiko pada ibu
ataupun janin. Seksio tersebut dapat dilakukan jika ada faktor-faktor
lain seperti kesempitan panggul berat dengan kehamilan aterm, atau
disproporsi sephalopelvik yang nyata. Seksio juga dapat dilakukan pada
kesempitan panggul ringan apabila ada komplikasi seperti primigravida
tua dan kelainan letak janin yang tak dapat diperbaiki, kehamilan pada
wanita yang mengalami infertilisasi yang lama serta penyakit jantung.
Seksio sesarea sekunder (sesudah persalinan selama beberapa waktu)
dilakukan karena peralinan perobaan dianggap gagal atau ada indikasi
untuk menyelesaikan persalinan secepat mungkin, sedang syarat untuk
persalinan pervagina belum terprnuhi. Berdasarkan perhitungan
konjungata vera pada pintu atas panggul dapat diambil tindakan partus
percobaan jika Conjungata Vera (CV) 8-10 cm, SC primer jika
panjangVC (Conjungata Vera) 6-8 cm dan dapat dilakukan SC absolut

23
jika panjang VC(Conjungata Vera) kurang dari 6 cm. VC (Conjungata
Vera) yaitu jarak daripinggir atas simfisis ke promontorium yang
ihitung dengan mengurangi konjungata diaggonalis 1,5 cm.
c. Simfisiotomi
Simfisistomi adalah tindakan untuk memisahkan panggul kiri
dan kanan pada simfisis agar rongga panggul menjadi lebih luas.
Tindakan ini tidak banyak dilakukan lagi karena terdesak oleh sectio
caesarea. Satu-satunya indikasi adalah apabila pada panggul sempit
dengan janin masih hidup terdapat infeksi intrapartum berat sehingga
seksio caesarea terlalu berbahaya.
d. Kraniotomi
Kraniotomi adalah suatu tindakan yang memperkecil ukuran
kepala janin dengan cara melubangi tengkorak janin dan mengeluarkan
isi tengkorak, sehingga janin dapat dengan mudah lahir pervagina. Pada
persalinan yang dibiarkan berlarut-larut, dengan janin yang sudah
meninggal sebaiknya persalinan dilakukan dengan cara kraniotomi.
Kraniotomi, terdiri atas perforasi kepala janin, yang biasanya diikuti
oleh kranioklasi.
e. Kleidotomi
Kleidotomi dilakukan jika ada indikasi distosia bahu atau
tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat dilahirkan setelah kepala janin
dilahirkan karena bahu terlalu lebar. Selain itu distosia bahu juga dapat
diartikan sebagai ketidakmampuan melahirkan bahu dengan mekanisme
atau cara biasa. Setelah janin meninggal, tidak ada keberatan untuk
melakukan kleidotomi (memotong klavikula) pada satu atau kedua
klavikula. Dibawah perlindungan spekulum dan tangan kiri penolong
dalam vagina, klavikula dan jika perlu klavikula belakang digunting,
dan selanjutnya kelahiran anak dengan berkurangnya lebar bahu tidak
mengalami kesulitan. Apabila tindakan dilakukan dengan hati-hati,

24
tidak akan timbul luka pada jalan lahir. Pada janin yang telah mati dapat
dilakukan kraniotomi atau kleidotomi. Apabila panggul sangat sempit
sehingga janin tetap tidak dapat dilahirkan, maka dilakukan seksio
sesarea.

25
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian yang dapat dilakukan pada kasus Disporposi Kepala Panggul
menurut (Sulistyawati, 2011) adalah :
1. Pengkajian data utama klien
a. Identitas klien
b. Sttus kehamilan
c. Riwayat kehamilan
d. Riwayat kesehatan
2. Pengkajian fungsional
a. Tinjauan ulang catatan prenatal dan intraoperatif serta indikasi section
caesarea.
b. Sirkulasi : pucat, riwayat hipertensi, perdarahan (600 ±800 mL)
c. Integritas ego : gembira, marah, takut, dan penagalaman kelahiran.
d. Eliminasi : urin, bising usus.
e. Makanan atau cairan : abdomen lunak, tidak ada distensi, nafsu makan,
berat badan, mual, dan muntah.
f. Neurosensori : kerusakan gerakan, tingkat ansietas.
g. Nyeri : trauma bedah, nyeri penyerta, ditensi vu, dan mulut kering.
h. Pernafasan : bunyi nafas.
i. Keamanan : eritema, dan bengkak.
j. Seksualitas : kontraksi fundus, letak dan lochea.
k. Aktivitas : kelelahan, kelemahan, dan malas.
3. Pengkajian lanjutan
a. Observasi tanda-tanda vital
b. Pengkajian head to toe

26
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA, 2018 :
1. Percobaan persalinan
a. Anaietas berhubungan dengan stersor
b. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
d. Resiko cedera berhubungan dengan mekanisme pertahanan primer
2. Sectio caesaria
a. Anaietas berhubungan dengan stersor
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik
c. Kerusakan integritas kulit berhungan dengan prosedur pembedahan
d. Risiko Infeksi dengan faktor resiko

27
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pengajaran : Perioperatif (5610)
dengan stressor selama 1 x 24 jam ansietas teratasi 1. Mengkaji harapan klien 1. Harapan klien untuk segera sembuh
dengan kriteria hasil yang dicapai : terhadap pembedahannya. dapat mengurangi kecemasan yang
Tingkat Kecemasan (1211) dirasakan oleh klien.
2. Menjelaskan kepada klien
1. Gelisah 2. Klien berhak mengetahui tindakan
mengenai prosedur operasi
2. Wajah tegang yang akan dilakukan
yang akan dilakukan.
3. Teknik relaksasi dan distaksi serta
3. Mengajarkan klien mengenai latihan efektif disampaikan kepada
teknik mobilisasi, relaksasi klien pada saat pre operasi.
nafas dalam dan batuk efektif. 4. Kerjasama yang baik antar tenaga
kesehatan mampu membuat klien
4. Kolaborasi dengan tenaga
merasa lebih nyaman.
kesehatan lain dalam
persiapan tindakan
pembedahan.

Defisiensi pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pengajaran:Prosedur/Perawata


berhubungan dengan selama 1 x 30 menit defisiensi n (5618)
1. Klien berhak mengetahui mengenai
kurang sumber informasi pengetahuan teratasi dengan kriteria hasil
tindakan yang akan dilakukan untuk
yang dicapai :

28
Motivasi (1209) 1. Menjelaskan prosedur dapat mengurangi dampak
1. Motivasi penanganan. hospitalisasi pada klien.
2. Mengembangkan rencana
2. Mengkaji pengalaman klien 2. Keluarga merupakan kunci penting
tindakan
sebelumnya dan tingkat dalam penanganan perawatan pada
pengetahuan klien. klien.

3. Kolaborasi dengan keluarga 3. Pengalaman klien dapat menunjukkan


mengenai prosedur perawatan seberapa tingkat pengetahuan klien
pada klien. terhadap penyakitnya

Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Monitor tanda-tanda vital (6680)
dengan agen cedera fisik selama 3x24 jam diharapkan nyeri akut 1. Monitor tanda-tanda vital. 1. Mengetahui perkembangan umum
(persalinan percobaan) dapat berkurang atau hilang : pasien.
Kontrol nyeri : (1605) Pengaturan (Posisi 0840)
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu 2. Atur posisi klien senyaman 2. Mengurangi rasa nyeri dan memberi
penyebab nyeri, mampu mungkin rasa nyaman.
menggunakan teknik nonfarmakologi
Terapi Relaksasi (6040)

29
untu mengurangi nyeri, mecari 3. Ajarkan teknik relaksasi nafas 3. Agar nyeri bisa berkurang.
bantuan) dalam
2. Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) Pemberian Obat (2210)
Kepuasan Klien : Manajemen nyeri 4. Kelola dengan dokter pemberian
(3016) obat analgetik. 4. Mengurangi rasa nyeri
3. Melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen
nyeri.
Status kenyamanan : (2008)
4. Menyatakan rasa nyaman setalah
nyeri berkurang

Resiko cedera Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen lingkungan (6480) 1. Untuk memberikan keamanan pasien.
berhubungan dengan selama 3x24 jam diharapkan resiko 1. Indetifikasi kebutuhan
mekanisme pertahanan cidera tidak terjadi dengan kriteria hasil : keamanan pasien, sesuai
primer Kontrol resiko (1902) dengan kondisi fisik dan fungsi
1. Klien terbebas dari cedera. kognitif pasien dan riwayat
2. Klien mampu menjelaskan penyakit terdahulu.
cara/metode/ untuk mencegah 2. Memasanag siderail tempat 2. Siderail dapat meminimalkan
injury/cedera. tidur. terjadinya cedera

30
3. Klien mampu menjelaskan faktor 3. Menganjurkan keluarga untuk 3. Untuk membantu aktivitas pasien dan
risiko dari lingkungan /perilaku menemani pasien. meminimalisir terjadinya cedera
personal. 4. Mengontrol lingkungan dari 4. Memberikan kenyamanan dan
4. Mampu mengenali perubahan kebisingan. ketenangan untuk pasien
status kesehatan.
Nursing Care Plan dari Percobaan Persalinan

Nursing Care Plan dari SC

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Pengajaran : Perioperatif (5610)
stressor keperawatan selama 1 x 24 jam 1. Mengkaji harapan klien 1. Harapan klien untuk segera
ansietas teratasi dengan kriteria terhadap pembedahannya. sembuh dapat mengurangi
hasil yang dicapai : kecemasan yang dirasakan oleh
2. Menjelaskan kepada klien
Tingkat Kecemasan (1211) klien.
mengenai prosedur operasi
1. Gelisah
yang akan dilakukan. 2. Klien berhak mengetahui tindakan
2. Wajah tegang
yang akan dilakukan
3. Mengajarkan klien mengenai
teknik mobilisasi, relaksasi
nafas dalam dan batuk efektif.

31
4. Kolaborasi dengan tenaga 3. Teknik relaksasi dan distaksi serta
kesehatan lain dalam persiapan latihan efektif disampaikan
tindakan pembedahan. kepada klien pada saat pre operasi.

4. Kerjasama yang baik antar tenaga


kesehatan mampu membuat klien
merasa lebih nyaman.

Nyeri akut berhubungan dengan agen Setelah dilakukan tindakan Monitor tanda-tanda vital 1. Mengetahui perkembangan umum
cedera fisik (SC) keperawatan selama 3x24 jam (6680) pasien.
diharapkan nyeri akut dapat 1. Monitor tanda-tanda vital.
berkurang atau hilang : 2. Mengurangi rasa nyeri dan
Kontrol nyeri : (1605) Pengaturan (Posisi 0840) memberi rasa nyaman.
1. Mampu mengontrol nyeri 2. Atur posisi klien senyaman
(tahu penyebab nyeri, mampu mungkin
menggunakan teknik
nonfarmakologi untu Terapi Relaksasi (6040) 3. Agar nyeri bisa berkurang.
mengurangi nyeri, mecari 3. Ajarkan teknik relaksasi nafas
bantuan) dalam
2. Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas, frekuensi dan Pemberian Obat (2210) 4. Mengurangi rasa nyeri
tanda nyeri)

32
Kepuasan Klien : Manajemen 4. Kelola dengan dokter
nyeri (3016) pemberian obat analgetik.
3. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan manajemen
nyeri.
Status kenyamanan : (2008)
4. Menyatakan rasa nyaman
setalah nyeri berkurang

Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka (3360) 1. Agar tidak terjadi luka dikubitus.
berhubungan dengan prosedur keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor karakteristik luka,
pembedahan. diharapkankerusakan integritas termasuk drainase, warna, 2. Mengetahui kondisi luka
kulit menurun dengan kriteria hasil ukuran, dan bau. 3. Mencegah terjadinya risiko
: 2. Lakukan perawatan luka infeksi pada daerah yang luka
Penyembuhan luka : (1103) 3. Ganti balutan dengan teknik
1. Integritas kulit yang baik dapat steril 4. Agar luka tidak menempel pada
dipertahankan (sensasi, 4. Anjurkan pasien dan anggota pakaian dan memperparah kondisi
elastistas, temperatur, hidrasi, keluarga pada prosedur luka
dan pigmentasi) perawatan luka

33
2. Tidak ada luka atau lesi pada
kult.
3. Perfusi jaringan kulit baik.
4. Menunjukan pemahaman
dalam proses perbaikan kulit
dan mencegah terjadinya
cedera berulang.
5. Mampu melindungi kulit dan
mepertahankan kelembaban
kulit dan perawatan alami.

Risiko Infeksi dengan faktor resiko Setelah dilakukan tindakan Kontrol Infeksi (4540)
prosedur invansif dan pembedahan keperawatan selama 3x24 jam 1. Observasi tanda dangejala 1. Rencana untuk mengetahui ada
diharapkan resiko infeksi tidak infeksi atau tidaknya proses infeksi.
terjadi dengan kriteria hasil: 2. Monitor tanda-tanda vital 2. Peningkatan suhu tubuh adalah
Kontrol infeksi : Proses infeksi : salah satu indikator adanya
1924 Perawatan Luka (3360) infeksi.
1. Klien bebas dari tanda dan 3. Pastikan teknik perawatan 3. Menghindarkan klien dari resiko
gejala resiko infeksi. luka dengan tepat. infeksi.
2. Mengenali faktir resiko infeksi Mencegah penyebaran bakteri.
terkait dengan infeksi.

34
3. Mampu mencuci tangan 4. Anjurkan pasien mengenai
teknik mencuci tangan dengan
tepat.
Pemberian obat (2300)
5. Kelola dengan dokter
pemberian antibiotic

35
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
Disproporsi kepala panggul merupakan keadaan yang menggambarkan
ketidak seimbangan antara kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak
bisa keluar melalui vagina. Disproporsi kepala panggul disebabkan oleh
panggul sempit, janin yang besar dan juga adanya malposisi atau malpresentasi
yang yang mempengaruhi terjadinya disporporsi kepala panggul atau (DKP).
Yang perlu di perhatikan bila mengalami disproporsi kepala panggul
adalah tetap tenang. Ada beberapa penatalaksanaan dapat dilakukan yaitu
dengan cara yang paling sering dilakukan, yang pertama dilakukannya
persalinan percobaan dan apabila hal itu gagal untuk dilakukan dapat
melakukan cara yang kedua yaitu dengan cara seksio sesarea.

36
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani Reni Yuli. 2017. Asuhan Keperawatan Maternitas Aplikasi NANDA NIC dan
NOC. Jakarta Timur. CV Trans Info Media.

Cunningham, et al. 2014. Obstetri Williams. Jakarta: EGC.

Hani, dkk.2011.Asuhan Kebidanan pada Kehamilan Fisiologis. Jakarta: Salemba


Medika.

Nurarif dan Hardi.2012.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA (Nort


American Nursing Diagnosis Asosiation) NIC NOC.Yogyakarta: Media
Hardi.

Padila. 2015. Asuhan Keperawatan Maternitas II. Yogyakarta. Nuha medika.

Pahlevi Iqbal Reza. 2017. Multigravida Dengan Riwayat Seksio Saesarea Atas Indikasi
Disproporsi Kepala Panggul Dengan Penyerta Tumor Paru, Kekurangan
Energi Kronik, dan Anemia berat. Lampung. Medula Volume 7 Nomor 4.

Rizkiyati, R. 2017. Chepalopelvic Disproportion. Alamat :


http://repository.ump.ac.id/3979/3/Rizka%20Rizkiyati%20BAB%20II.pdf.
Diakses pada hari rabu 24 September 2019 pukul : 13:32

Simbolon, S. 2008. “Porporsi Partus Di Indonesia”. Diakses pada hari rabu 25


september 2019 pukul 13.45 WIB. Alamat:
http://repository.usu.ac.idbitstream123456789234747.

Simanjuntak Merida. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Ny. N Post Partum Dengan
Tindakan Seksio Saesarea Atas Indikasi Chephalopelvic Disproportion (CPD)
Di Ruang Delima RSUD Pasar Rebo Jakarta Timur. Jakarta Timur. Buletin
Kesehatan, Vol. 1 No 1.

37
Subekti, Sholihah Wahyu. 2018. Indikasi Persalinan Seksio Sesarea. Surabaya. Jurnal
Biometrika Dan Kependudukan, Vol. 7, No. 1 Juli 2018 11-19.

Sulistyawati. 2011. Asuhan kebidanan pada masa kehamilan. Jakarta Salemba


Medika.
Varney, Helen. 2009. Buku ajar asuhan kebidanan. Jakarta : EGC.
Zanah, Miftakhul, Eko Mindarsih, Sri Wulandari. 2015. Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Persalinan Sectio Caesarea Di Rsud Panembahan
Senopati Bantul Tahun 2015. Yogyakarta. Fakultas Kesehatan Universitas
Respati Yogyakarta.

38

Anda mungkin juga menyukai