Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KETUPAN

PECAH DINI
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok Keperawatan Maternitas
Dosen pembimbing : Barkah Wulandari, S.Kep., Ns., MKep.

Nama Kelompok : Atik Fatimah (2820173148)


Chairunisa Sekar P (2820173151)
Wisnu Kurniawan (2820173186)

Kelas : 2D

STIKES NOTOKUSUMO
YOGYAKARTA
2019
BAB II
KONSEP DASAR

A. Definsi
Persalinan preterm atau partus premature merupakan persalinan yang
dilakukan saat usia janin kurang dari 37 minggu dan dengan berat janin
kurang dari 2500 gram. Bayi premature memiliki berat sesuai dengan massa
perkembangan namun perkembangan intrauterine yang belum sempurna anak
menimbulkan komplikasi pada post natal. Sedangkan KPD atau sering disebut
dengan Ketuban Pecah Dini merupakan keadaan dimana selaput ketuban
pecah dan belum ada tanda-tanda persalinan. Ketuban Pecah Dini disebabkan
oleh beberapa factor yaitu kelainan letak janin, kehamilan ganda, kelainan
bawaan dari selaput ketuban, dan kelainan panggul (Herniawati, 2017).
Ketuban Pecah Dini (KPD) adalah pecahnya selaput ketuban secara
spontan sebelun terjadinya tanda-tanda persalinan (Prawiroharjo, 2008 dalam
Puspitasari, 2019). Dalam keadaan normal, selaput ketuban harusnya pecah
saat proses melahirkan, hal ini disebabkan karena ketuban berfungsi untuk
melindungi janin dari infeksi (Puspitasari, 2019).Jadi dapat disimpulkan
bahwa Ketuban Pecah Dini (KPD) menyebabkan persalinan prematuritas,
selain hal tersebut Ketuban Pecah Dini (KPD) juga sebagai sumber infeksi
puerperalis (nifas), peritonitis, septicemia, partus kering atau sering disebut
dry labor (Manuaba, 2010). Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan kehamilan
yang berresiko tinggi, karena jika dalam pengelolaannya mengalami
kesalahan seperti pertolongan persalinan tidak bersih dan menyebabkan
infeksi yang dapat mengakibatkan ibu dan bayi sakit hingga berujung
kematian. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini (KPD) tergantung pada usia
kehamilan, jika usia kehamilan belum tau pasti maka harus dilakukan USG
untuk memastikan umur janin yang ada di dalam kandungan. Jika kandungan
berumur kurang bulan, maka akan diberikan kortekosteroid untuk
mematangkan paru-paru (Sujiyatini, 2009)

B. Penyebab Ketuban Pecah Dini


Menurut Willy (2019), penyebab ketuban pecah dini belum diketahui.
Namun, ada beberapa kondisi yang berisiko menimbulkan ketuban pecah dini,
yaitu:
1. Adanya infeksi di jalan lahir seperti pada rahim, mulut rahim atau
vagina
2. Polihidramon atau kantung ketuban meregang secara berlebihan,
karena air ketuban terlalu banyak
3. Mengalami perdarahan melalui vagina pada trimester kedua dan ketiga
kehamilan.
4. Ibu hamil dengan berat badan yang kurang, atau mengalami
kekurangan gizi.
5. Jarak antar kehamilan kurang dari enam bulan.
6. Memiliki pola hidup yang tidak sehat seperti merokok, minum alkohol
atau menggunakan NAPZA pada saat hamil.
7. Pernah menjalani operasi atau biopsi pada mulut rahim.
8. Pernah melahirkan bayi prematur.
9. Memiliki riwayat mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan
sebelumnya.
Sedangkan menurut Ratnawati (2018), faktor predisposisi dari ketuban
pecah dini ialah :
1. Infeksi genitalia
Infeksi genitalia merupakan infeksi yang terjadi pada area genitalia
atau saluran reproduksi. Infeksi genitalia yang terjadi pada ibu hamil
dapat mempengaruhi janin, sehingga mengakibatkan gangguan yang
serius pada kehamilan dan janin.
2. Serviks inkompeten
Yaitu suatu kondisi dimana servik atau mulut rahim mengalami
pembukaan dan penipisan sebelum waktunya, sehingga tidak dapat
menahan janin. Oleh sebab itu janin akan dilahirkan secara prematur atau
dapat mengalami keguguran.
3. Gemeli
Istilah gemeli disebut kehamilan kembar atau seorang ibu yang
mengandung lebih dari satu janin dalam rahimnya.
4. Hidramnion
Yaitu suatu keadaan dimana jumlah air ketuban jauh lebih banyak
dari normal, lebih dari 2 liter.
5. Kehamilan preterm
Kehamilan pretem disebut juga kehamilan prematur adalah
kelahiran yang terjadi sebelum minggu ke-37 atau lebh awal dari
perkiraan lahir janin.
6. Disproporsi sefalopelvik
Disproporsi sefalopelvik disebut juga cephalopelvik disproportion
(CPD) adalah keadaan dimana ketidaksesuaian antara kepala janin dan
panggul ibu yang sempit, sehingga janin sulit keluar melalui vagina.

C. Manifestasi klinis
Menurut Ratnawati (2018), tanda dan gejala pada kehamilan yang
mengalami KPD adalah :
1. Inspekulo
Yaitu terlihat air ketuban yang mengalir atau selaput ketuban tidak ada
dan air ketuban telah mengering. keluarnya cairan ketuban merembas
melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau
amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembas atau menetes,
dengan ciri warna pucat, keruh, jernih, atau kuning dan bergarus darah.
Namun, cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus
diproduksi sampai kelahiran.
2. Pada saat diperiksa, selaput ketuban tidak ada atau mengering
3. jika berdiri atau duduk, kepala janin yang sudah terletak dibawah
biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara.
4. Demam, bercakvagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin
bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.

D. Patofisiologi
Faktor yang mempengaruhi pecahnya selaput ketuban menurut Taylor
adalah adanya hubungan antara hipermotilitas rahim yang sudah terjadi
sebelum ketuban pecah. Kelainan ketuban yaitu antara lain adalah selaput
ketuban yang tipis, factor predisposisi seperti multipara, malposisi,
disproporsi, serviks inkompetensi dan ketuban pecah dini artifisial yang
menyebabkan kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi dalam selaput
ketuban sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban
(Sepduwiana, 2011).
Sedangkan menurut Maryunani (2016), mekanisme ketuban pecah dini
secara umum dapat disebabkan olehadanya kontraksi uterus dan peregangan
yang frekuensinya berulang - ulang. Pada daerah tertentu yang telah
mengalami selaput ketuban pecah akan terjadi perubahan biokimia, dan hal
terseebut menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh (bukan disebabkan oleh
kerapuhan selaput ketuban). Sehingga terjadi perubahan antara struktur,
jumlah sel dan katabolisme kolagen yang membuat aktivitas kolagen menjadi
berubah dan membuat selaput ketuban pecah.
PATHWAY

Terdapat kelainan Kontraksi uterus dan peregangan


ketuban yang berulang - ulang

Terjadi perubahan biokimia dalam


Kurangnya jaringan ikat tubuh ibu
dan vaskularisasi dalam
selaput ketuban

Perubahan struktur,jumlah sel dan


katabolisme kolagen

Selaput ketuban Pengetahuan ibu kurang


pecah

Defisit ilmu
Air ketuban pecah dan pengetahuan
mengalir

Resiko infeksi Nyeri akut Cemas


E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang digunakan untuk mendeteksi KPD
adalah :
1. Uji Nitrazin
Dengan cara melakukan tes lakmus atau nitrazin tes yang berubah dari
merah menjadi biru.
2. USG
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri. Pada kasus dimana anamnesis menunjukkan kecenderungan
kuat ke arah KPD, tetapi pemeriksaan fisik sulit atau tidak khas dalam
mengkonfirmasi diagnosis, USG dapat digunakan untuk membantu
penegakan diagnosis. USG dapat menunjukkan adanya oligohidramnion
yang muncul tiba-tiba pada pasien dengan riwayat antenatal care yang
normal. USG juga dapat digunakan untuk menentukan posisi bayi, lokasi
plasenta, dan memperkirakan berat dan usia janin.
3. Pemeriksaan leukosit darah.
Hal ini dilakukan apabila sudah terjadi infeksi, dan hasil akan menunjukkan
> 15.000/µL.
4. Pemeriksaan Mikroskopis (Fern Test)
Saat cairan yang diduga cairan amnion diperiksa melalui mikroskop, akan
tampak pola seperti tanaman pakis yang sebenarnya adalah hasil dari
kristalisasi garam cairan amnion. Darah dan mekonium akan mempersulit
visualisasi dari fern.
5. Alfa Mikroglobulin-1
Alfa mikroglobulin-1 plasenta terdeteksi 1.000 kali lebih tinggi pada cairan
amnion dibandingkan discar servikovagina. Pemeriksaan ini dilaporkan
lebih superior dibandingkan uji nitrazine dan fern test dalam mendiagnosis
KPD. Sayangnya, pemeriksaan ini belum tersedia luas di Indonesia.
6. Injeksi Indigo Carmine ke Intraamnion
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang memiliki gejala KPD namun
hasil pemeriksaan nitrazin dan mikroskopis tidak menunjukkan hasil cairan
yang keluar adalah cairan ketuban. Uji ini dilakukan dengan menyuntikkan
2-3 cc cairan indigo carmine steril ke kantong amnion. Setelah 30 menit-1
jam, dilakukan observasi perubahan warna tampon yang dipasang di vagina.
Adanya warna kebiruan di tampon mengindikasikan adanya KPD.
7. Fibronektin
Fibronektin adalah zat dengan berat molekul yang cukup besar dan
terkandung dalam jumlah yang banyak di cairan ketuban. Deteksi dari zat
ini dilakukan dengan uji ELISA dengan mengambil cairan yang ada di
endoserviks maupun vagina. Fibronektin >50 ng/ml mengindikasikan cairan
ketuban.
8. Alfa Fetoprotein (AFP)
Pada cairan ketuban, zat AFP terkandung dalam jumlah yang cukup besar
dan zat ini tidak ditemukan di cairan vagina sehingga dapat digunakan
sebagai pembeda kedua cairan tersebut. Kandungan AFP >30 mcg/L
menandakan cairan ketuban. Uji ini memiliki sensitivitas 90-94% dan
spesifisitas sebesar 95-100%.
9. Non-Stress Tset (NST)
Non-Stress Tset (NST) melibatkan monitor janin untuk mengukur denyut
jantung bayi saat bergerak.Ini disebut "nonstress" karena tidak ada tekanan
yang ditempatkan pada janin untuk tes.Tes ini dilakukan setiap minggu pada
kehamilan berisiko tinggi (Adrian, 2019).

F. Komplikasi
Menurut Sukarni (2014) dan Maryunani (2016), kompikasi yang
dihasilkan dari ketuban pecah dini adalah :
a. Infeksi partus paterm
Hal ini terjadi jika penatalaksanaan pada saat persalinan dalam
pengelolaannya mengalami kesalahan seperti pertolongan persalinan tidak
bersih dan menyebabkan infeksi yang dapat mengakibatkan ibu dan bayi
sakit hingga berujung kematian (Puspitasari, 2019).
b. Prolaps tali pusat
Prolaps tali pusat dapat timbul karena gangguan mekanisme tali pusat
berupa lilitan yang abnormal karena pergerakan janin di dalam perut, tali
pusat yang tersimpul (true knot), koil abnormal (hypocoiling dan
hypercoiling) dan inserasi tali pusat abnormal (Putra, 2016).
c. Distosia
Distosia merupakan persalinan yang abnormal yang ditandai dengan
tidak adanya kemajuan dalam persalinan atau dapat disebut kegagalan
dalam persalinan, hal ini dapat disebabkan karena berbagai hal dapat
karena disproporsi panggul, posisi janin, jalan lahir, distosia bahu, dll
(Paat, 2015).
d. Terjadi infeksi maternal atau neonatal
Hal ini dapat terjadi karena infeksi korioamnionitis sampai sepsis
yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal yang menyebabkan
infeksi pada ibu (Legawati, 2018).
e. Persalinan prematur
Persalinan premature terjadi karena jika ketuban sudah pecah maka
janin di dalam kandungan tidak ada perlindungan, jadi janin harus segera di
keluarkan (Legawati, 2018).
f. Hipoksia karena lilitan tali pusat
Hal ini terjadi karena perubahan fungsional dan biokimia pada
janin yang dapat disebabkan karena lilitan tali pusat. Jadi, bayi yang baru
saja lahir tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah di
lahirkan (Katiandagho, 2015).
g. Deformitas janin
Deformitas janin merupakan terlambatnya pertumbuhan janin
akibat belum matangnya seluruh organ tubuh bayi saat lahir (Rahayu,
2017).

h. Meningkatnya insiden seksio sesarea atau gagalnya persalinan normal

Dapat disebabkan karena disproporsi panggul, badan, letak janin,


jalan lahir, tumor, besarnya kepala janin, posisi kepala janin, dll
(Puspitasari, 2019).
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. Penatalaksanaan KTD yaitu :


a. Segera rujuk ke rumah sakit apabila terjadi ketuban pecah dini pada
kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa adanya komplikasi
b. Posisi panggul ibu lebih tinggi dari badannya, bila mungkin dengan posisi
bersujud. Posisi ini dilakukan apabila janin masih hidup dan terdapat prolaps
tali pusat.
c. Kepala janin didorong ke atas dengan dua jari agar tali pusat tidak menekan
kepala janin.
d. Tali pusat yang terdapat di vulva dibungkus dengan kain hangat dilapisi
plastik.
e. Berikan antibiotik jika terjadi demam selama 6 jam. Antibiotik berupa
penisilin prokain (IM) dan ampisilin 1g (oral) atau eritromisin 1g (oral)
f. Apabila terjadi infeksi, segera akhiri kehamilan dengan persalinan.
g. Mengedukasi ibu dengan beristirahat dalam posisi berbaring miring,
kemudian berikan antibiotik. Hal ini dilakukan apabila ibu menolak untuk
melakukan rujukan.
h. Berikan tindakan konservatif berupa tirah baring dan berikan sedatif,
antibiotik, dan tokolisis pada kehamilan kurang dari 32 minggu. Dan pada
usia kandungan 33-35 minggu, dilakukan terapi konservatif selama 24 jam
kemudian induksi persalinan.
i. Pada usia kehamilan yang sudah lebih dari 36 minggu
1. Jika terdapat his, pimpin meneran dan akselerasi bila ada inersia uteri
2. Jika tidak ada his lakukan tindakan induksi dengan persalinan setelah
ketuban pecah kurang dari 6 jam dengan skor pelvik kurang dari 5 atau
skor pelvik lebih dari 5. Seksio sesaria dilakukan jika ketuban pecah
dini lebih dari 5 jam dengan skor pelvik kurang dari 5 (Maryunani,
2016).

B. Diagnosa Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


keperawatan hasil
1 Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Kaji tanda- 1. Untuk
ditandai dengan: tindakan keperawatan tanda infeksi. mengetahui
a. Pasien selama 3x24 jam 2. Pantau KU tanda-tanda
mengata diharapkan pasien tidak pasien. infeksi yang
kan menunjukkan tanda- 3. Bina muncul.
kurang tanda infeksi dengan hubungan 2. Untuk melihat
pengetah kriteria hasil: saling perkembangan
uan 1. Tanda tanda percaya. kesehatan
untuk infeksi tidak 4. Berikan pasien.
menghin ada. lingkungan 3. Untuk
dari 2. Tidak ada lagi yang memudahkan
pajangan cairan ketuban nyaman. perawat
patogen. yang keluar dari 5. Kolabrasi melakukan
pervaginaan. dengan tindakan.
3. DJJ normal. dokter 4. Agar istirahat
4. Leukosit pemberian pasien
kembali normal. terapi obat terpenuhi.
5. Suhu tubuh antiseptic. 5. Untuk proses
normal. penyembuhan
pasien.
2. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan 1. Kaji TTV 1. Untuk
agens cidera tindakan keperawatan 2. Kaji skala mengetahui
kimiawi. selama 3x24 jam nyeri. KU pasien.
diharapkan pasien tidak 3. Ajarkan 2. Untuk
menunjukkan tanda- pasien teknik mengetahui
tanda infeksi dengan relaksasi. skala nyeri
kriteria hasil: 4. Atur posisi yang dirasakan
1. TTV dalam pasien. pasien dan
batas normal. 5. Berikan menentukan
2. Pasien tampak lingkungan tindakan yang
tenang dan yang nyaman akan
releks. dan batasi dilakukan.
3. Pasien pengunjung. 3. Untuk
mengatakan mengurangi
nyeri perut rasa nyeri
berkurang. pasien.
4. Untuk
memberikan
rasa nyaman.
5. Untuk
mengurangi
tingkat stress
dan pasien
dapat
beristirahat.
3 Defisiensi Setelah dilakukan 1. Kaji 1. Untuk
pengetahuan b.d tindakan keperawatan pengetahuan mengetahui
kurang sumber selama 3x24 jam pasien tentang
pengetahuan. diharapkan pasien tidak tentang tanda pemahaman
menunjukkan tanda- gejala pasien untuk
tanda infeksi dengan normal tindakan
kriteria hasil: selama selanjutnya.
1. Pasien tidak kehamilan. 2. Mencegah
bingung lagi. 2. Ajarkan apa terjadinya hal-
2. Pengetahuan yang harus hal yang tidak
pasien dan dilakukan diinginkan
keluarga ketika tanda yang bisa
bertambah. KPD muncul membahayakan
kembali. ibu dan janin.
3. Libatkan 3. Untuk
kelarga membantu
untuk merencanakan
memantau tindakan
kondisi berikutnya.
pasien.
4 Ansietas Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 1. Mengetahui
Ditandai dengan: tindakan keperawatan kecemasan tingkat
a. Pasien selama 3x24 jam pasien. kecemasan
tampak diharapkan pasien tidak 2. Dorong pasien .
gelisah. menunjukkan tanda- pasien untuk 2. Untuk
b. Pasien tanda infeksi dengan istirahat mempercepat
tampak kriteria hasil: total. proses
gugup. 1. Pasien tidak 3. Berikan penyembuhan.
c. Tampak cemas lagi. suasana yang 3. Untuk
adanya 2. Pasien sudah tenang dan memberikan
peningka mengetahui nyaman dan rasa nyaman
tan tentang beri dan
keringat. penyakitnya. dukungan menurunkan
emosional. kecemasan.
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Siti dan Aini Oktarina. 2012. Perbedaan Kejadian Ketuban Pecah Dini
antara Primipara dan Multipara. Jurnal Midpro. Edisi 1, hal: 1-7

DINAS KESEHATAN Prov. Kep. Bangka Belitung. 2017. PROFIL KESEHATAN


PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BEELITUNG. Bangka Belitung.
Katiandagho, Novisye dan Kuamiyati. 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum. Jurnal Ilmiah Bidan. Vol.3, No.2,
Hal.28-38.
Legawati dan Riyanti. 2018. Determinan Kejadian Ketuban Pecah Dini (KPD) di
Ruang Cempaka RSUD Dr. Doris Sylvanus Palangkaraya. Jurnal Surya Medika.
Vol.3 No. 2
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.
Paat, Judita, Eddy Suparman, dan Hermie Tendean. 2015. Persalinan Distosia pada
Remaja di Bagian Obstetri-Ginekologi BLU RSUP Prof.DR.R.D. Kandou
Manado. Jurnal e-Clinic. Vol.3, No.2, Hal.612-616.
Puspitasari, Renny Novi. 2019. Korelasi Karakteristik dengan Penyebab Ketuban
Pecah Dini pada Ibu Bersalin di RSU Denisa Gresik. Indonesian Journal for
Health Sciences. Vol.3, No.1, Hal.24-32.
Putra, Edo Sun De dan M. Besari Adi Pramono. 2016. Pengaruh Indeks Koil Tali
Pusat Terhadap Indeks Ponderal Bayi Baru Lahir Kehamilan Aterm. Jurnal
Kedokteran Diponegoro. Vol.5, No.4, Hal: 709-719.
Retnawati, Ana. 2018. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta. Pustaka Baru
Press.
Sepduwiana, Heny. 2011. Fakror Terjadinya Ketuban Pecah Dini pada Ibu Bersalin
di Rumah Sakit Umum Daerah Rokan Hulu. Jurnal Maternity and Neonatal. Vol.
1 No. 3.

Sukarni, Icesmi dan Sudarti. 2014. Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan
Neonatus Resiko Tinggi. Yogyakarta. Nuha Medika.
Sujiyatini. (2009). Asuhan Kebidanan Pathologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Rahayu, Budi dan Ayu Novita Sari. 2017. Study Descriptif Penyebab Kejadian
Ketuban Pecah Dini (KPD) pada Ibu Bersalin. Vol.5, No.2, Hal:138-138

https://www.alomedika.com/penyakit/obstetrik-dan-ginekologi/ketuban-
pecah-dini/diagnosis

Anda mungkin juga menyukai