Anda di halaman 1dari 13

PENYULIT PADA NEONATUS DAN BAYI DENGAN RESIKO TINGGI

ASFIKSIA NEONATORUM
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Asuhan
Neonatus Bayi dan Balita
Dosen Pengampu : Rosidah Solihah, SST., M.Tr. Keb

Disusun oleh :

Dewi Sri Rahayu (1902277004)


Dina Fazriani (1902277005)
Dini Hernawati (1902277006)

PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN


STIKes MUHAMMADIYAH CIAMIS
Jl. K.H. Ahmad Dahlan No. 20 Tlp. (0265) 773052 Fax. (0265) 771931
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan taufik dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Penyulit pada Neonatus
dan Bayi dengan Resiko Tinggi: Asfiksia Neonatorium, ini dengan baik meskipun
banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga kami berterima kasih kepada Ibu
Rosidah Solihah, S.ST., M.Tr. Keb. Selaku Dosen mata kuliah Asuhan Neonatus
Bayi dan Balita Stikes Muhammadiyah Ciamis.
Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Permasalahan Kesehatan Wanita dalam Dimensi
Sosial dan Upaya Mengatasinya. Kami juga menyadari bahwa di dalam makalah
ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat ini, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan, kata-kata yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan di masa depan.

Ciamis, 22 Maret 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 2


DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 4
A. Latar Belakang ............................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 5
C. Tujuan .......................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 6
A. Pengertian Asfiksia Neonatorum ................................................................. 6
B. Etiologi Asfiksia Neonatorum...................................................................... 6
C. Patofisiologi Asfiksia Neonatorum .............................................................. 7
D. Klasifikasi .................................................................................................... 8
E. Tanda dan Gejala.......................................................................................... 9
F. Gambaran Klinis .......................................................................................... 9
G. Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir................................................. 9
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 12
A. Simpulan .................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan dimana bayi tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir (Hutchinson,
1967).Keadaan ini disertai hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.
Hipoksia yang terdapat pada penderita asfiksia merupakan factor terpenting
yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan
ekstrauterin (Grabiel Duc, 1971). Penilaian statistik dan pengalaman klinis
atau patologi anatomis menunjukan bahwa keadaan ini merupakan penyebab
utama mortalitas dan mordibitas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Drage
dan Berendes (1966) yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah
sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan
angka kematian yang tinggi.
Bayi dengan asfiksia neonatorum dapat menderita beberapa dampak yaitu
kerusakan otak ringan menyebabkan sulit jam dan kemudian akan berhenti
tidur (hyperalert) atau tremor/gemetar, yangdapat menetap selama 24-28
jam dan kemudian akan berhenti secaraspontan. Kerusakan otak sedang dapat
mengakibatkan letargi, tonus otot menurun dan bayi sering mengalami kejang.
Masalah ini dapat berlangsung selama satu minggu dan biasanya juga akan
menghilang secara spontan. Kerusakan otak berat sering mengakibatkan
penurunan kesadaran atau bayi tidak sadar, disertai dengan opistotonus,
penurunan frekuensi napas atau apnea. Bayi ini seringmenderita kerusakan
otak menetap (MNH-JHPEGO,2003). Asfiksia berarti hipoksia yang progresif,
penimbunan C02 dan asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat
mengakibatkan kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat
mempengaruhi fungsi organ vital lainnya (Prawirohardjo, 2006).
Di Indonesia banyaknya bayi yang meninggal dikarenakan terserang
asfiksia neonatorum sebesar 33%, ini dikarenakan ketidak mampuan anak
untuk bernafas secara baik. Keadaan ini juga dipengaruhi oleh posisi anak atau
bayi yang tidak baik sehingga dapat menyebabkan terjadinya asfiksia
neonatorum (WHO, 2010).

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Asfiksia Neonatorum ?
2. Bagaimana tanda dan gejala Asfiksia Neonatorum ?
3. Bagaimana penanganan Asfiksia Neonatorum ?
C. Tujuan
Mahasiswa dapat menjelaskan dan memahami definisi Afiksia
Neonatorum, etiologi dan patofisiologi Asfiksia Neonatorum, tanda dan
gejala dari Asfiksia Neonatorum, beserta penatalaksanaan Asfiksia
Neonatorum.

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Asfiksia Neonatorum
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah dilahirkan (Mochtar,1998). Asfiksia
neonatorum adalah keadaan dimana bayi yang baru lahir tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini
biasanya disertai dengan keadaanhipoksia dan hiperkapnu serta sering
berakir dengan asidosis(Arief, dkk, 2009)
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur (Asuhan Persalinan Normal,2007). Asfiksia neonatorum
adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan keadaan hipoksia,
hiperkapnea dan berakhir dengan asidosis (Jumiarni, dkk, 1994).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas
spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatnya
CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba,
2001). Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi yang
mengalami gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir
sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan
zat asam arang dalam tubuhnya (Dewi, 2011).
B. Etiologi Asfiksia Neonatorum
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan
sirkulasi darah utero-plasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi
berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin
yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir (Asuhan persalinan
normal, 2007).
1. Asfiksia dalam kehamilan
Dapat disebabkan oleh penyakit infeksi akut atau kronis,keracunan
obat bius, uremia dan toksemia gravidarum, anemiaberat, cacat bawaan
atau trauma.
2. Asfiksia dalam persalinan

6
Dapat disebabkan oleh:
a. Kekurangan O2 misalnya pada :
1) Partus lama (CPD, servikskaku dan atonia/inersia uteri)
2) Ruptur uteri yang membakat, kontraksi uterus yang terusmenerus
mengganggu sirkulasi darah ke plasenta
3) Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta
4) Lilitan tali pusat
5) Prolapsus : tali pusat akan tertekan antara kepaladanpanggul
6) Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat padawaktunya
7) Perdarahan banyak misalnya plasenta previa dan solusioplasenta
8) Apabila plasenta sudah tua dapat terjadi postmaturnitas(serotinus),
disfungsi urin
b. Paralisis pusat pernapasan, akibat trauma dari luar sepertikarena
tindakan forceps, atau trauma dari dalam seperti akibatobat bius
(Mochtar, 1998)
C. Patofisiologi Asfiksia Neonatorum
Pernapasan spontan bayi baru lahir bergantung pada kondisi janin pada
masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri menimbulkan
asfiksia ringan yang bersifat (asfiksia transien), proses ini di anggap sangat
perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernapasan yang kemudian akan
berlanjut pada pernapasan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau
pengangkutan O2 selama kehamilan, persalinan akan terjadi asfiksia yang
lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak
teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini
dapat reversible atau tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia.
Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu disertai dengan
penurunan frekuensi jantung selanjutnya, bayi akan memperlihatkan usaha
bernapas yang kemudian diikuti oleh pernapasan teratur. Pada penderita
asfiksia berat, usaha bernapas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya berada
dalam periode apnu kedua. Pada tingkat ini ditemukan bradikardi dan
penurunan tekanan darah. Disampingnya ada perubahan klinis, akan terjadi
pula gangguan metabolism dan pemeriksaan keseimbangan asam basa pada

7
tubuh bayi. Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya
menimbulkan asidosis respiratonik, bila gangguan berlanjut dalam tubuh akan
terjadi metabolism anaerobic yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga
glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang.
D. Klasifikasi
1. Asfiksia Berat (Nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis,sehingga
memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan
gejala yang mencul pada asfiksia beratadalah sebagai berikut :
a. Frekuensi jantung kecil, yaitu < 60 kali per menit.
b. Tidak ada usaha napas
c. Tonus otot lemah bahkan hamper tidak ada
d. Bayi tidak dapat memberikanreaksi jika diberi rangsangan
e. Bayi tampak pucat sampai berwarna kelabu
f. Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah
persalinan.
2. Asfiksia Sedang (Nilai APGAR 4-6)
Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala adalah sebagaiberikut :
a. Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 kali per menit
b. Usaha napas lambat
c. Tonus otot biasanya dalam keadaan baik
d. Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan
e. Bayi tampak sianosis
f. Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selamaproses
persalinan
3. Asfiksia Ringan (nilai APGAR 7-10)
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala menurut (Dewi,2011) adalah
sebagai berikut:
a. Takipnea dengan napas lebih dari 60 kali per menit
b. Bayi tampak sianosis
c. Adanya retraksi sela iga
d. Bayi merintih (grunting)

8
e. Adanya pernapasan cuping hidung
f. Bayi kurang aktivitas
g. Dari pemeriksaan askultasi diperoleh hasil ronchi, rales
danwheezing positif
E. Tanda dan Gejala
Beberapa tanda dan gejala Asfiksia neonatorum yang diperlihatkan bayi
adalah sebagai berikut:
1. Kulit bayi tampak pucat atau kebiruan
2. Bibir kebiruan
3. Otot-otot di dada terlihat berkontraksi untuk membantu pernapasan
4. Denyut jantung terlalu cepat atau terlalu lambat
5. Bayi tampak lunglai
6. Bayi terdengar merintih
7. Respons yang buruk terhadap stimulasi
8. Apnea
F. Gambaran Klinis
Pemeriksaan yang dilakukan untuk dapat menegakkan diagnosis gawat
janin dapat ditetapkan dengan melakukan pemeriksaan sebagai berikut:
1. Denyut jantung janin
Denyut jantung janin normal antara 120 sampai 160 kali per menit.
Terjadinya gawat janin menimbulkan perubahan denyut jantung janin:
a. Meningkat 160 kali per menit-tingkat permulaan.
b. Mungkin jumlah sama dengan normal tapi tidak teratur.
c. Jumlah menurun di bawah 100 kali per menit apalagi di sertaiirama
yang tidak teratur.
2. Mekonium dalam air ketuban
Pengeluaran air ketuban pada letak kepala menunjukkan gawat janin,
karena terjadi rangsangan pada nervus X, sehingga peristalitik usus
meningkat dan sfingter ani membuka (Manuaba,2001)
G. Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir
Tindakan yang dilakukan untuk penanganan asfiksia ringan adalah
melakukan rangsangan untuk menimbulkan reflex pernapasan. Hal ini dapat

9
dikerjakan selama 30-60 detik setelah penilaian menurut APGAR 1 menit.
Bila dalam waktu tersebut pernapasan tidak timbul, pernapasan buatan harus
segera dimulai. Pernapasan aktif yang sederhana dapat dilakukan segera
pernapasan kodok. Cara ini dikerjakan dengan memasukkan pipa ke dalam
hidung dan O2 dialirkan dengan kecepatan 1-2 liter dalam 1 menit. Agar
saluran napas bebas, bayi diletakkan dengan kepala dalam dorsofleksi. Secara
teratur dilakukan dengan gerakan membuka dan menutup lubang hidung dan
mulut dengan disertai menggerakkan dagu keatas dan kebawah dalam
frekuensi 20 kali per menit. Tindakan ini dilakukan dengan memperhatikan
gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi mulai memperlihatkan
gerakan pernapasan, usahakan supaya gerakan tersebut diikuti. Pernapasan ini
dihentikan bila setelah 1-2 menit tidak juga dicapai hasil yang diharapkan, dan
segera lakukan pernapasan buatan dengan tekanan positif secara tidak
langsung. Pernapasan ini dapat dilakukan dahulu dengan pernapasan dari
mulut ke mulut. Sebelum tindakan dilakukan, kedalam mulut bayi dimasukkan
pharyngeal airway yang berfungsi mendorong pangkal lidah ke depan, agar
jalan napas berada dalam keadaan sebebas-bebasnya. Pada pernapasan dari
mulut ke mulut penolong diisi terlebih dahulu dengan O2 sebelum peniupan.
Peniupan akan dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20-30 kali permenit
dan diperhatikan gerakan pernapasan yang mungkin timbul. Tindakan
dinyatakan tidak berhasil bila setelah dilakukan beberapa saat, terjadi
penurunan frekuensi jantung atau pemburukan tonus otot(Wiknjosastro,
2006).
Tindakan yang dapat dilakukan pada bayi asfiksia neonatorum menurut
Dewi (2011), adalah sebagai berikut:
a. Segera membaringkan dengan kepala bayi sedikit ekstensi dan penolong
berdiri disisi kepala bayi dan bersihkan kepala dari air sisa ketuban.
b. Memiringkan kepala bayi.
c. Membersihkan mulut dengan kasa yang dibalut dengan jari telunjuk.
d. Menghisap cairan dari mulut ke hidung.
e. Melanjutkan menilai status pernapasan, apabila masih ada tanda asfiksia
caranya dengan menggosok punggung bayi (melakukan rangsangan taktil).

10
Bila bayi ada perubahan segera berikan napas buatan. Bayi baru lahir dalam
apnu primer dapat memulai pola pernapasan biasa, walaupun mungkin tidak
teratur dan mungkin tidak efektif, tanpa intervensi khusus. Bayi baru lahir
dalam apni sekunder tidak akan bernapas sendiri. Pernapasan buatan atau
tindakan ventilasi dengan tekanan positif (VTP) dan oksigen diperlukan untuk
membantu bayi memulai pernapasan pada bayi baru lahir dengan apnu
sekunder. Resusitasi yang efektif dapat merangsang pernapasan awal dan
mencegah asfiksia progresif. Resusitasi bertujuan memberikan ventilasi yang
adekuat, pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan
oksigen kepada otak, jantung dan alat vital lainnya (Manuaba, 2001).

11
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur (Asuhan Persalinan Normal,2007). Asfiksia neonatorum
adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan keadaan hipoksia,
hiperkapnea dan berakhir dengan asidosis (Jumiarni, dkk, 1994).
Beberapa tanda dan gejala Asfiksia neonatorum yang diperlihatkan bayi
adalah sebagai berikut:
1. Kulit bayi tampak pucat atau kebiruan
2. Bibir kebiruan
3. Otot-otot di dada terlihat berkontraksi untuk membantu pernapasan
4. Denyut jantung terlalu cepat atau terlalu lambat
5. Bayi tampak lunglai
6. Bayi terdengar merintih
7. Respons yang buruk terhadap stimulasi
8. Apnea
Tindakan yang dapat dilakukan pada bayi asfiksia neonatorum menurut
Dewi (2011), adalah sebagai berikut:
1. Segera membaringkan dengan kepala bayi sedikit ekstensi dan penolong
berdiri disisi kepala bayi dan bersihkan kepala dari air sisa ketuban.
2. Memiringkan kepala bayi.
3. Membersihkan mulut dengan kasa yang dibalut dengan jari telunjuk.
4. Menghisap cairan dari mulut ke hidung.
5. Melanjutkan menilai status pernapasan, apabila masih ada tanda asfiksia
caranya dengan menggosok punggung bayi (melakukan rangsangan taktil).

12
DAFTAR PUSTAKA
Tsunino, G. (2016). Asuhan Kebidanan Pada Asfiksia Ringan di Ruang Bersalin
Puskesmas Bakunase Kota Kupang (Laporan Tugas Akhir, STIKes Citra
Husada Mandiri Kupang) Diakses dari
https://core.ac.uk/reader/335034400
Aryanti, N. (2017). Asfiksia Neonatorum. Diakses pada 22 Maret 2021 dari
https://id.scribd.com/document/341289473/ASFIKSIA-NEONATORUM
Sehatq. (2019). Asfiksia Neonatorum, Penyebab dan Tanda Bayi Kekurangan
Oksigen Selepas Lahir. Diakses pada 22 Maret 2021 dari
https://www.sehatq.com/artikel/kekurangan-oksigen-bayi-baru-lahir

13

Anda mungkin juga menyukai