Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

ASFIKSIA NEONATORUM

Mata Kuliah : Askeb Kegawatdaruratan Maternal Neonatal

Dosen Pengampu : Evrina Solvina, M.Keb

Disusun Oleh : kelompok 5


1. Nazilla Amaroh PO71241230539
2. Susi Susanti PO71241230292
3. Kholijah PO71241230534
4. Ana Sutrayanti PO71241230292
5. Puspa Jelita PO71241230542

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI


PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
ALIH JENJANG KELAS SAROLANGUN
TAHUN 2023\2024
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr.Wb

Puji Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini. Makalah ini kami buat
dengan waktu yang ditentukan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dengan adanya makalah
ini pembaca dapat mengetahui dengan baik dan benar mengenai ASFIKSIA NEONATORUM.
Dalam penyusunan makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan oleh karena itu segala
kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini dan
untuk pelajaran bagi kita semua dalam membuat tugas-tugas yang lain dimasa yang akan
datang.
Wassalammualaikum,Wr,Wb.
Sarolangun, Agustus 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………..I
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….II
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………….1
A. Latar Belakang……………………………………………………………….....1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………1
C. Tujuan…………………………………………………………………………..2
BAB II TINJAUAN TEORI……………………………………………………………3
A. Pengertian Asfiksia……………………………………………………………….3
B. Penyebab Terjadinya Asfiksia bayi baru lahir……………………………………4
C. Gejala klinis………………………………………………………………………6
D. Pencegaha dan Penanganan Asfiksia………………………………………….....8
E. Diagnosis…………………………………………………………………………9
F. Penilaian Asfiksia pada bayi baru lahir………………………………………….10
G. Dampak asfiksia pada BBL……………………………………………………...11
H. Resusitasi penanganan asfiksia bayi baru lahir………………………………….12
BAB III TINJAUAN KASUS………………………………………………………….19
BAB IV PEMBAHASAN………………………………………………………………23

BAB III PENUTUP………………………………………………………………...…..25


A. Kesimpulan………………………………………………………………………25
B. Saran……………………………………………………………………………..25

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..26

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas

secara spontan dan teratur segera setelah (Hutchinson,1967).keadaan ini disertai dengan

hipoksia,hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.Hipoksia yang terdapat pada

penderita Asfiksia ini merupakan fackor terpenting yang dapat menghambat adaptasi

bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Grabiel Duc,1971) .penilaian statistik

dan pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan bahwa keadaan ini

merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir.Hal ini

dibuktikan oleh Drage dan Berendes (1966) yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang

rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan mmperlihatkan

angka kematian yang tinggi

Haupt(1971)memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada bayi

sebagai akibat hipoksia sangat tinggi.Asidosis,gangguan kardiovaskuler serta

komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama

kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernafasan pada hari-

hari pertama setelah lahir(james,1959).Penyelidikan patologi anatomis yang dilakukan

oleh Larrhoce dan Amakawa(1971)Menunjukkan nekrosis berat dan difus pada jaringan

otak bayi yang meninggal karena hipoksia.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari asfiksia neonatorum ?

2. Penyebab Terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir ?

3. Tanda dan gejala klinis asfiksia ?

4. Pencegahan dan penangan asfiksia ?

1
2

5. Penilaian Asfiksia serta dampak asfiksia pada bayi baru lahir ?

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat memahami apa yang dimaksud

dengan Asfiksia dan hal-hal yang menyangkut asuhan keperawatannya.

2. Tujuan Khusus

a. Apa pengertian dari asfiksia neonatorum ?

b. Penyebab Terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir ?

c. Tanda dan gejala klinis asfiksia ?

d. Pencegahan dan penangan asfiksia ?

e. Penilaian Asfiksia serta dampak asfiksia pada bayi baru lahir ?


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Asfiksia

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir setelah persalinan tidak dapat

bernafas secara spontan dan teratur. Akibat kurangnya daya angkut oksigen untuk paru-

paru sehinggan neonatus tersebut tidak bekerja secara optimal yang akibatnya aliran

darah tidak dapat disalurkan ke otak yang kemudian menimbulkan kerusakan otak

karena otak tidak dapat melakukan metabolisme sel dan jaringan. Sehingga tidak terjadi

pembentukan sel dan jaringan dalam tubuh neonatus karena tidak ada bahan (oksigen)

untuk melakukan metabolism. Bayi dengan riawayat gawat janin sebelum lahir

misalnya, umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat

hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil seperti kurang tercukupinya nutrisi

ibu hamil, kelainan tali pusat yang merupakan alat untuk bernafas bayi selama dalam

kandungan atau bisa karena lilitan tali pusat pada bayi sehingga bayi tidak dapat

bernafas atau masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah

persalinan misalnya nutrisi bayi yang tidak tercukupi.

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas, sehingga

dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 dalam paru karena pengembangan

paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian disusul

dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan

oksigen dari ibu ke janin yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut

setelah dilahirkan misalkan kematian bayi karena tubuh bayi akan mengeluarka zat

arang dari tubuh bayi akibat banyaknya CO2 dalam tubuh bayi. Bila janin kekurangan

O2 dan CO2 bertambah timbulah rangsangan terhadap nesofagus sehingga jantung janin

menjadi lambat. Bola kekurangan O2 ini terus berlangsung,maka nesofagus tidak dapat

3
4

dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nefo simfatikus. Detak jantung janin

menjadi lebih cepat akhirnya irregular dan menghilang.

B. Penyebab Terjadinya Asfiksia Bayi Baru Lahir

1. Faktor Ibu

a. Preeklamsia dan eklamsia mengakibatkan gangguan aliran darah pada tubuh seperti

contohnya ibu mengalami anemia berat sehingga aliran darah pada uterus berkurang

akan menyebabkan berkurangnya pengaliran darah yang membawa oksigen ke

plasenta dan janin.

b. Perdarahan abnormal (plasenta prervia atau solutio plasenta). Hal ini menyebabkan

gangguan pertukaran gas antara oksigen dan zat asam arang sehingga turunnya

tekanan secara mendadak. Karena bayi kelebihan zat arang maka bayi akan kesulitan

dalam bernafas.

c. Partus lama atau partus macet. Partus lama dan partus karena tindakan dapat

berpengaruh terhadap gangguan paru-paru karena gangguan aliran darah uterus dapat

mengurangi aliran darah pada uterus yang darah menyebabkan berkurangnya aliran

oksigen ke plasenta dan janin.

d. Demam selama persalinan. Demam ini bisa diakibatkan karena infeksi yang terjadi

selama proses persalinan. Infeksi yang yang terjadi tidak yang terjadi tidak hanya

bersifat lokal tetapi juga sistemik. Artinya kuman masuk peredaran darah ibu dan

mengganggu metabolisme tubuh ibu secara umum.. Sehingga terjadi gangguan aliran

darah yang menyebabkan terganggunya pasokan oksigen dari ibu ke janin.

e. Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV). Akibat infeksi berat, penghancuran atau

pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari pembuatan sel darah merah tersebut

sehingga apabila ibu mengalami perdarahan saat persalinan maka akan terjadi anemia
5

pada ibu yang menyebabkan ibu kekurangan sel darah merah yang membawa oksigen

untuk janin yang menyebabkan asfiksia.

f. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Karena pada usia Usia ibu

yang seperti ini akan beresiko mengakibatkan gawat janin , ini terjadi karena rahim

ibu tidak siap diisi janin. Gawat janin ini seperti asfiksia pada bayi.

g. Gravida empat atau lebih. Untuk kehamilan keempat atau lebih ini merupakan

kehamilan yang rawan. Sehingga besar kemungkinan terjadi sesuatu yang buruk pada

janin. Yang juga menyebabkan gawat janin karena gangguan sirkulasi darah

uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke janin berkurang yang kemudian terjadi

gawat janin sehingga janin mengalami asfiksia.

2. Faktor Bayi

a. Bayi Prematur (Sebelum 37 minggu kehamilan).

b. Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ektraksi Persalinan

sulit vakum, porsef).

c. Kelainan kongenital. Cacat bawaan dalam kandungan akan mengakibatkan asfiksia

bayi karena dengan adanya cacat bawaan ini akan menimbulkan gangguan

pertumbuhan janin seperti organ janin sehingga organ paru janin akan berfungsi

abnormal.

d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan). Bila janin kekurangan

oksigen dan kadar karbondioksida bertambah timbulah rangsangan terhadap nervus

vagus sehingga denyut jantung janin menjadi lambat. Jika ini terus berlanjut maka

maka timbullah rangsangan dari nervus simpatikus sehingga denyut jantung janin

menjadi lebih cepat akhirnya janin akan mengadakan pernafasan intrauterin sehingga

banyak mekonium dalam air ketuban pada paru yang mengakibatkan denyut jantung
6

janin menurun dan bayi tidak menunjukkan upaya pernafasan pernafasan secara

spontan.

3. Faktor Tali Pusat

a. Lilitan tali pusat. Menyebabkan gangguan aliran darah pada tali pusat. Yang kita

ketahui bahwa darah dalam tubuh membawa oksigen untuk diedarkan ke seluruh

tubuh.

b. Tali pusat pendek., tali pusat pendek akan menyebabkan terganggunya

terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat

pertukaran gas antara ibu dan janin.

c. Simpul tali pusat. Karena tekanan tali pusat yang kuat menyebabkan pernafasan

pada janin terhambat.

C. Gejala klinis

Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam

periode yang yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti,

denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular berkurang

secara barangsur-angsur dan memasuki memasuki periode apnue primer. Gejala dan

tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat, pernafasan

cuping hidung, sianosis, nadi cepat. Gejala lanjut pada asfiksia :

1. Pernafasan megap-magap dalam

2. Denyut jantung terus menurun

3. Tekanan darah mulai menurun

4. Bayi terlihat lemas (flaccid)

5. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular

6. Pernafasan terganggu Pernafasan terganggu

7. Detak jantung berkurang


7

8. Reflek / respon bayi melemah

9. Tonus otot menurun Tonus otot menurun

10. Warna kulit biru atau pucat Warna kulit biru atau pucat

Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :

1. Edema otak & Perdarahan otak

Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut

sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun,

keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya

edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.

2. Anuria atau oliguria.

Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan

ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disebut dengan

perubahan sirkulasi.Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke

organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya

hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan

pengeluaran urine sedikit dan terjadilah dan asfiksia pada neonatus..

3. Kejang

Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran

pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan

kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut

karena perfusi jaringan tak efektif.

4. Koma Koma

Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan

koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak. Koma
8

terjadi karena karena gangguan pengaliran darah menuju otak sehingga otak tidak

mendapatkan asupan oksigen untuk melakukan metabolisme.

D. Pencegahan dan penanganan asfiksia neonatorum

Pencegahan yang komprehensif dimulai dari masa kehamilan, persalinan dan

beberapa saat setelah persalinan. Pencegahan berupa :

1. Melakukan pemeriksaan antenatal rutin minimal 4 kali kunjungan untuk

mendeteksi

Secara dini kelainan pada ibu hamil dan janin dan ibu mendapat rujukan ke rumah

sakit secara segera.

2. Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap pada

kehamilan yang diduga berisiko bayinya lahir dengan asfiksia neonatorum untuk

penangan segera dan agar tidak terjadi kematian ibu dan bayi.

3. Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan pada usia kehamilan

kurang kurang dari 37 minggu.

4. Melakukan pemantauan yang baik terhadap kesejahteraan janin dan deteksi dini

terhadap tanda-tanda asfiksia fetal selama persalinan dengan kardiotokografi untuk

mengontrol pernafasan bayi.

5. Meningkatkan ketrampilan tenaga obstetri dalam penanganan asfiksia neonatorum

di

masing-masing tingkat pelayanan kesehatan.

6. Meningkatkan kerjasama tenaga obstetri dalam pemantauan dan penanganan

persalinan.

7. Melakukan Perawatan Neonatal Esensial untuk meminimalisir resiko saat

persalinan berlangsung yang terdiri dari :

a. Persalinan yang bersih dan aman


9

b. Stabilisasi suhu

c. Inisiasi pernapasan spontan

d. Inisiasi menyusu dini

e. Pencegahan infeksi serta pemberian munisasi

E. Diagnosis

Asfiksia yang terjadi pada bayi merupakan kelanjutan dari anoksia/hipoksia janin.

Diagnosis anoksia / hipoksia hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan

ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat perhatian karena

faktor –– faktor ini dapat dilihat , yang berperan sebagai indikator asfiksia pada bayi

yaitu :

1. Denyut jantung janin

Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan

tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his, dan

lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.

2. Mekonium dalam air ketuban

Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada

presentasi kepala menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai. Adanya

mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk

mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

3. Pemeriksaan pH darah janin

Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat

sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini

diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun

sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin mungkin

disertai asfiksia.
10

F. Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir

Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai bayi,

menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan tindakan

resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui rangkaian

tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan. Penilaian untuk

melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda penting, yaitu :

1. Penafasan.

2. Denyut jantung

3. Warna kulit Warna kulit

Karena ketiga tanda ini yang dapat diamati ketika bayi mengalami asfiksia. Nilai

apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau membuat keputusan

tidak dipakai mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian pernafasan menunjukkan

bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat, harus segera ditentukan dasar

pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi dengan tekanan positif (VTP).

Tabel Skor Apgar

Tanda 0 1 2 Jumlah
nilai
Lebih dari
Frekuensi jantung Tidak ada Kurang dari 100/menit
100/menit

Usaha Bernafas Tidak ada Lambat, tidak teratur Menangis kuat

Eksremitas fleksi
Tonus otot Lumpuh Gerakan aktif
sedikit

Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Menangis

Warna Biru/Pucat Tubuh Kemerahan, Tubuh dan


11

ekstremitas
ekstremitas biru
kemerahan

Dalam praktek, menentukan tingkat asfiksia bayi dengan tepat membutuhkan

pengalaman dan observasi klinis yang cukup. Pada tahun lima puluhan digunakan

kriteria ‘breathing time’ dan ‘crying time’ untuk menilai keadaan bayi. Kriteria ini

kemudian ditinggalkan, karena tidak dapat memberikan informasi yang tepat pada

keadaan tertentu sehingga sekarang menggunakan skor apgar.

Skor apgar biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada saat

bayi telah diberi lingkungan yang baik serta telah melakukan pengisapan lendir

dengan sempurna. Skor apgar 1 menit ini menunjukkan beratnya asfiksia yang

diderita dan baik sekali sebagai pedoman untuk menentukan secara resusitasi. Apgar

perlu pula dinilai setelah 5 menit bayi lahir, karena hal ini mempunyai korolasi yang

erat dengan morbiditas dan mortalitas neonatal (Drage, 1966).

G. Dampak Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir

1. Otak : Ensepalo hipoksis iskemik (EHI) / kerusakan otak karena kekurangan kadar

oksigen dan penimbunan karbondioksida sehingga otak tidak dapat melakukan

metabolisme untuk sel dan jaringan pada tubuh bayi.

2. Ginjal : Gagal ginjal akut karena tidak terjadi metabolisme dalam tubuh sehingga

fungsi ginjal menjadi abnormal. Perinatal hipoksemia menyebabkan penurunan aliran

darah ke ginjal akibat vasokonstriksi renal dan penurunan laju filtrasi glomerulus.

Selain itu juga terjadi aktivitasi sistem renin angiotensin-aldosteron dan sistem

adenosin intrarenal yang menstimulasi pelepasan katekolamin dan vasopresin. Semua

faktor ini akan mengganggu hemodinamik glomeruler.

3. Jantung : Gagal jantung akibat gangguan aliran darah sehingga jantung tidak dapat

memompa darah ke seluruh tubuh . Disfungsi miokard dan penurunan kontraktilitas,


12

syok kardiogenik, gagal jantung. Bayi dengan hipotensi dan c kontraktilitas, syok

kardiogenik, gagal jantung. Bayi dengan hipotensi dan curah jantung yang rendah

akan mengalami gangguan autoregulasi otak sehingga risiko kerusakan otak karena

hipoksi-iskemi meningkat.

4. Saluran cerna : EKN = Entero kolitis Nekrotikans/ NEC= Nekrotizing entero. hal ini

disebabkan proliferasi bakteri ke dalam mukosa usus yang mengalami asfiksia dan

iskemia asfiksia dan iskemia

5. paru : faktor penyebab keluarnya mekonium adalah stress intrauterin seperti hipoksia,

asfiksia, dan asidosis. Asfiksia meyebabkan peningkatan peristaltic, dan asidosis.

Asfiksia meyebabkan peningkatan peristaltic gastrointestinal dan relaksasi tonus otot

spinkter ani, sehingga terjadi pengeluaran pengeluaran mekonium. Apabila fetus

mengalami gasping intrauterine, maka terjadilah aspirasi mekonium.

H. Resusitasi Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir

Resusitasi merupakan upaya untuk mengembalikan bayi baru lahir dengan asfiksia

berat menjadi keadaan yang lebih baik dapat bernafas atau menangis spontan dan denyut

jantung menjadi teratur, resusitasi yang efektif dapat dihasilkan bila ada tenaga yang

terampil, tim yang bekerja baik dan pemahaman fisiologis dasar asfiksia. Tindakan

resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC

resusitasi, yaitu :

1. Memastikan saluran terbuka

a. Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.

b. Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.

c. Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran

pernafasan terbuka.

2. Memulai pernafasan
13

a. Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan

b. Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ET dan balon atau

mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).

3. Mempertahankan sirkulasi

a. Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah agar bayi tetap bernafas

b. Kompresi dada

c. Pengobatan Pengobatan

4. Persiapan resusitasi

Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan efektif,

kedua faktor utama yang perlu dilakukan adalah :

a. Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi dapat

terjadi tanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau

asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan intrapartum.

b. Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan

minumum antara lain :

1) Alat pemanas siap pakai

2) Oksigen

3) Alat pengisap

4) Alat sungkup dan balon resusitasi

5) Alat intubasi

6) Obat-obatan

7) helai kain / handuk

8) Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang,

handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur

posisi kepala bayi.


14

9) Jam atau pencatat waktu.

5. Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif

a. Tenaga kesehatan yang siap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus

rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.

b. Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang harus

dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien.

c. Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama sebagai

suatu tim yang terkoordinasi.

d. Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan berikutnya

ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien

e. Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia dan siap

pakai.

6. Langkah–langkah resusitasi

Setiap melakukan tindakan atau langkah harus didahului dengan persetujuan

tindakan medic sebagai langkah klinik awal. Langkah klinik awal ini meliputi :

a. Siapa ayah atau wali pasien, sebutkan bahwa ada petugas yang diberi wewenang

untuk menjelaskan tindakan pada bayi.

b. Jelaskan tentang diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi asfiksia neonatal

c. Jelaskan bahwa tindakan klinik juga mengandung resiko.

d. Pastikan ayah pasien memahami berbagai aspek penjelasan diatas.

e. Buat persetujuan tindakan medic, simpan dalam catatan medic.

7. Tahap 1 : Langkah Awal

Langkah awal diselesaikan dalam 30 detik. Bagi kebanyakan bayi baru lahir, 5

langkah awal dibawah ini cukup untuk merangsang bayi bernafas spontan dan teratur.

Langkah tersebut meliputi :


15

a. Jaga bayi tetap hangat agar bayi tidak hipotermia

1) Letakkan bayi diatas kain diatas perut ibu

2) Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut terbuka, potong tali pusat.

3) Pindahkan bayi diatas kain tempat resusitasi

b. Atur posisi bayi untuk memudahkan tindakan yang dilakukan

1) Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat penolong.

2) Ganjal bahu agar kepala bayi sedikit ekstensi

c. Isap lendir untuk menghindari penyumbatan pernapasan akibat air ketuban

Gunakan alat penghisap DeLee dengan cara :

1) Isap lender mulai dari mulut dulu, kemudian dari hidung

2) Lakukan penghisapan saat alat penghisap ditarik keluar, tidak pada waktu

memasukkan.

3) Jangan lakukan penghisapan terlalu dalam ( jangan lebih dari 5 cm kedalam

mulut, dan Jangan lebih dari 3 cm kedalam hidung). Hal itu dapat

menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat dan bayi tiba tiba barhenti

bernafas

4) Keringkan dan rangsang bayi.

5) Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya.dengan

sedikit tekanan. Rangsang ini dapat membantu bayi mulai bernafas.

6) Lakukan rangsang taktil dengan cara menepuk atau menyentil telapak kaki

atau menggosok punggung, perut,dada,tungkai bayi dan telapak tangan untuk

megetahui respon bayi.

7) Atur kembali posisi kepala bayi dan selimuti bayi.

8) Ganti kain yang telah basah dengan kain kering dibawahnya.


16

9) Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi muka,dan dada

agar bisa memantau pernafasan bayi..

10) Atur kembali posisi bayi sehingga kepala sedikit ekstensi. 66.. Lakukan

penilaian bayi.

11) Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, tidak bernafas atau megap-

megap.

12) Bila bayi bernafas normal lakukan asuhan pasca resusitasi.

13) Bila bayi megap-megap atau tidak bernafas lakukan ventilasi bayi

8. Tahap II : Ventilasi

Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah

volume udara kedalam paru-paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli paru

agar bayi bisa bernafas spontan dan teratur. Langkah-langkahnya :

a. Pasang sunkup untuk mengontrol pernapasan

b. Pasang dan pegang sunkup agar menutupi mulut, hidung dan dagu bayi

c. Ventilasi 2 kali untuk menghasilkan pengembangan dada

d. Lakukan tiupan atau pemompaan dengan tekanan 30 cm air.

Tiupan awal tabung dan sunkup atau pemompaan awal balon sunkup sangat

penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai bernafas dan menguji

apakah jalan nafas bayi terbuka.

e. Lihat apakah dada bayi mengembang.

Saat melakukan pemompaan perhatikan apakah dada bayi mengembang. Bila

tidak mengembang, periksa posisi sunkup pastikan tidak ada udara yang bocor,

periksa posisi kepala pastikan posisi sudah sedikit ekstensi, periksa cairan atau

lender dimulut bila masih terdapat lender lakukan penghisapan. Lakukan

pemompaan 2 kali, jika dada mengembang lakukan tahap berikutnya


17

f. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik untuk tetap berikan waktu rongga dada untuk

mengembalikan ke posisi semula diantara tiap tekanan yang diberikan

agar jantung mendapat kesempatan untuk terisi darah kembali.

1) Lakukan tiupan dengan tabung dan sunkup sebanyak 20 kali dalam 30 detik

dengan tekanan 20cm air

2) Pastikan dada mengembang saat dilakukan pemompaan, setelah 30 detik

lakukan penilaian ulang nafas.

a) Jika bayi mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan

asuhan pasca resusitasi.

b) Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas lakukan ventilasi.

g. Ventilasi, setiap Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang

nafas.

1) Lakukan tiupan dengan tabung dan sunkup sebanyak 20 kali dalam 30 detik

dengan tekanan 20cm air.

2) Pastikan dada mengembang saat dilakukan pemompaan, setelah 30 detik

lakukan penilaian ulang nafas.

a) Jika bayi mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap dan lakukan

asuhan pasca resusitasi.

b) Jika bayi megap-megao atau tidak bernafas lakukan ventilasi.

h. Ventilasi, setiap 30 detik hentikan lagi dan lakukan penilaian ulang nafas.

1) Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik.

2) Hentikan ventilasi setiap 30 detik.

3) Lakukan penilaian bayi apakah bernafas, tidak bernafas atau megap-megap.

a) Jika bayi sudah mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi bertahap dan

lakukan asuhan pasca resusitasi.


18

b) Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas, teruskan ventilasi 20 kali

dalam 30 detik kemudian lakukan penilaian ulang nafas setiap 30 detik.

i. Siapkan rujukan jika bayi belum bernafas selama 2 menit resusitasi.

j. Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan.

k. Teruskan resusitasi sambil menyiapkan untuk rujukan.

l. Lakukan ventilasi sambil memeriksa denyut jantung bayi.

Ventilasi adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah

udara ke dalam paru dengan tekanan positif yang memadai untuk membuka

alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur.

m. Bila dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar lanjutkan ventilasi selama 10

menit.

n. Hentikan resusitasi bila denyut jantung tetap tidak terdengar, jelaskan kepada ibu

dan berilah dukungan kepadanya serta lakukan pencatatan.

o. Bayi yang mengalami asitol 10 menit kemungkinan besar kerusakan otak yang

permanen.
BAB III

TINJAUAN KASUS

Berdasarkan uraian yang telah disampaikan ditinjauan teori salah satu faktor tingginya

morbiditas dan mortalitas adalah preeklampsia. Di Indonesia angka kejadian preeklampsia

masih sangat tinggi. Selain itu, angka kejadian asfiksia pada bayi bayu lahir juga tinggi.

Penyebab umum yang terjadi dalam banyak literatur pada bayi baru lahir dengan asfiksia

yaitu preeklampsia ibu hamil. Sehingga peneliti bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan

preeklampsia ibu hamil dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir.

Jenis penelitian yang digunakan adalah korelasional menggunakan pendekatan

retrospektif. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah ibu melahirkan dengan riwayat

preeklampsia yang diambil melalui teknik total sampling yang berada di Rumah Sakit Kalisat

selama tahun 2019 sebanyak 75 orang. Variabel independen pada penelitian ini yaitu

preeklampsia ibu hamil dan variabel dependen pada penelitian ini yaitu kejadian asfiksia pada

bayi baru lahir. Instrumen pengumpulan data yang digunakan peneliti berupa lembar

observasi yang disesuaikan dengan kebutuhan penelitian dan data yang dibutuhkan telah

tertera pada dokumen rekam medis. Lembar observasi pada penelitian ini mencakup 2 bagian

yaitu bagian A berisi data umum perihal karakteristik responden yang meliputi: usia, suku,

paritas, jenis persalinan, jenis kehamilan, usia persalinan, riwayat antenatal care, dan riwayat

hipertensi sebelum hamil. Pengisian data umum dilakukan dengan menentukan salah satu

pilihan yang telah disediakan dengan pilihan ganda. Bagian B berisi data khusus mengenai

variabel independen (preeklampsia) dan variabel dependen (asfiksia). Pengisian data khusus

disesuaikan dengan interpretasi yang meliputi variabel independen (preeklampsia ringan dan

preeklampsia berat) dan variabel dependen (asfiksia ringan, asfiksia sedang dan asfiksia

berat) yang telah ada pada data rekam medis yang kemudian diberi kode oleh peneliti.

19
20

Analisis data pada penelitian ini yaitu analisis univariat yang berupa data umum

responden dan analisis bivariat berupa data khusus responden. Jenis uji bivariat menggunakan

uji spearman dengan nilai α =0,05. Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dari Komisi

Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Jember dengan nomor 0565/KEPK/FIKES/V/2021.

Hasil Gambaran karakteristik responden dapat dilihat pada tabel

Tabel 1. Karakteristik responden (n = 75)

Karakteristik Kategori F %
responden
Usia 20-35 44 58,7
tahun
Suku Madura 71 94,7

Paritas Multi 51 68,0


para
Jenis Normal 68 90,7
persalinan
Jenis Tunggal 75 100
kehamilan
Usia Aterm 74 98,7
persalinan
Riwayat Tidak 71 94,7
antenatal care
Riwayat Tidak 74 98,7
hipertensi
sebelum
hamil
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Preeklampsia (n = 75)

Preeklampsia F %
Preeklampsia 26 34,7
ringan
Preeklampsia 49 65,3
berat
Total 75 100
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Asfiksia pada bayi baru lahir (n = 75)
Variabel Kategori F %
Asfiksia Asfiksia 32 42,7
ringan
Asfiksia 36 48,0
sedang
Asfiksia 7 9,3
berat
Total 75 100
21

Tabel 4. Hubungan Preeklampsia Ibu Hamil Dengan Kejadian Asfiksia pada Bayi

Baru Lahir (n = 75)

Variabel Variabel P Nilai


independen dependen value r
Preeklampsia Asfiksia 0,000 0,399

Berdasarkan tabel 1 menerangkan bahwa ibu melahirkan dengan riwayat

preeklampsia, jumlah paling banyak pada usia produktif yaitu pada rentang usia 20 – 35

tahun sejumlah 44 responden (58,7%). Mayoritas ibu melahirkan dengan riwayat

preeklampsia bersuku madura dengan jumlah 71 responden (94,7%). Sebagian besar ibu

melahirkan dengan riwayat preeklampsia memiliki jumlah persalinan 2 – 5 kali yaitu

sebanyak 51 responden (68,0%). Mayoritas ibu melahirkan dengan riwayat preeklampsia

melahirkan secara normal dengan 68 responden (90,7%). Seluruh ibu melahirkan dengan

riwayat preeklampsia mengalami kehamilan tunggal yaitu sebanyak 75 responden (100%).

Mayoritas ibu melahirkan dengan riwayat preeklampsia mengalami persalinan pada usia

cukup bulan yaitu pada 3740 minggu yaitu sebanyak 74 responden (98,7%). Mayoritas ibu

melahirkan dengan riwayat preeklampsia tidak memiliki riwayat antenatal care sehingga

tidak bisa mendeteksi secara dini adanya komplikasi kehamilan yaitu sebanyak 71 responden

(94,7%). Mayoritas ibu melahirkan dengan riwayat preeklampsia tidak mengalami hipertensi

sebelum masa kehamilan yaitu sebanyak 74 responden (98,7%).

Pada tabel 2 menjelaskan bahwa sebagian besar responden mengalami

preeklampsia berat yaitu sebanyak 49 responden (65,3%). Tabel 3 menunjukkan bahwa ibu

dengan preeklampsia melahirkan bayi asfiksia sedang dengan jumlah terbanyak yaitu 36

responden (48,0%).

Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa p value < (α = 0,05), dengan nilai

tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara preeklampsia ibu

hamil dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir. Nilai r yaitu 0,399 yang berarti
22

hubungan preeklampsia ibu hamil dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir mempunyai

kekuatan korelasi lemah dengan arah korelasi positif yang berarti semakin berat

preeklampsia, maka semakin besar risiko asfiksia.


23
BAB IV

PEMBAHASAN

Preeklampsia merupakan keadaan kompleks terkait pembuluh darah ibu, janin dan

plasenta yang mengalami perubahan patologis, mencakup arteriolopati desidua, jaringan mati,

perubahan iskemik dan abruption, maka dapat dikatakan jika hasil perinatal dipengaruhi oleh

gangguan ini, terutama yang berkaitan dengan penyakit serius. Penyebab lain untuk

preeklampsia sebagian besar terkait dengan luka plasenta. Indikasi dasar vaskular, dan

terdapat tekanan oksidatif dan obstruksi endotel, akan mempengaruhi aliran uteroplasenta dan

dapat mengakibatkan keterbatasan perkembangan pada janin dengan hipoksia dan asidosis

yang memicu Intrauterine Fetal Death (IUFD). Pada bayi menyebabkan terjadinya asfiksia

dan beberapa komplikasi lain yang berisiko pada kematian (Yuniarti et al., 2017).

Asfiksia neonatorum merupakan kejadian krisis pada bayi baru lahir karena kesulitan

menghirup O2 dan mengeluarkan CO2 secara spontan dan reguler, sehingga kadar O2

berkurang dan CO2 bertambah yang dapat mempengaruhi kehidupan selanjutnya. (Indah &

Apriliana, 2016). Perubahan fisiologis yang terjadi pada neonatus berupa hilangnya hubungan

plasenta yang berarti kehilangan bantuan metabolisme, terutama suplai oksigen dan

pelepasan karbon dioksida (Muliawati et al., 2016).

Preeklampsia ibu hamil menyebabkan asfiksia neonatorum karena peningkatan

pemindahan sel tropoblas menjadi meningkat yang mengakibatkan transfer darah melalui

pembuluh arteri gagal hingga terjadi iskemia plasenta. Aliran darah yang mengecil yang

terjadi pada ibu hamil dengan preeklampsia menyebabkan terjadinya gangguan perfusi

uteroplasenter. Akibatnya vasospasme dan kerusakan arteri spiral selama kehamilan dan

terjadi gangguan pertukaran O2 dan CO2 ketika bayi dilahirkan sehingga terjadi asfiksia pada

bayi baru lahir.

24
25

Penelitian yang dilakukan oleh (Mansyarif, 2019) mengatakan bahwa pada ibu hamil

yang menderita preeklampsia memiliki risiko 2,06 kali melahirkan bayi asfiksia dari pada ibu

yang tidak menderita preeklampsia. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan (Camelia,

2016) yang menyebutkan bahwa hipertensi dalam kehamilan berpengaruh terhadap

pertumbuhan janin dan mengakibatkan gangguan pernafasan karena pembuluh darah perifer

terhambat sehingga sirkulasi uteroplasenta tidak lancar. Penelitian yang dilakukan oleh

(Setyawati, 2018) juga mengungkapkan hal serupa bahwa 90,8% ibu preeklampsia

melahirkan bayi dengan asfiksia.

Dari jurnal penelitian di atas dapat disimpulkan Terdapat hubungan yang signifikan

antara preeklampsia ibu hamil dengan kejadian asfiksia pada bayi baru lahir dengan kekuatan

korelasi yang lemah dan arah korelasi positif yang berarti semakin berat preeklampsia, maka

semakin besar risiko asfiksia.


BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara

spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir, umumnya akan

mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan

gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau masalah yang mempengaruhi

kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan. Penanganannya adalah dengan

tindakan resusitasi. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang

dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :

1. Memastikan saluran terbuka.

2. Memulai pernafasan

3. Mempertahankan sirkulasi

Langkah-langkah resusitasi, meliputi 2 tahap. Tahap pertama adalah langkah

awal, dan tahap kedua adalah ventilasi.

B. Saran

Bidan diharapkan dapat lebih proaktif dalam bekerja sama dengan instansi

kesehatan, sehingga apabila terdapat pasien yang perlu segera dirujuk dapat dilakukan

rujukan secara cepat dan tepat dengan harapan pasien dapat segera ditangani.

26
DAFTAR PUSTAKA

Florencia, M., Indriyani, D., Adriani, S. W., & Asmuji, A. (2022). Risiko Kejadian Asfiksia

pada Bayi Baru Lahir pada Ibu Hamil dengan Preeklampsia. The Indonesian Journal

of Health Science, 14(1), 103-109.

Ghai, OP, Paul VK & Bagga, A.2010. Essential Pediatrics. Seventh edition.Pp96-140.

Handayani, S., & Hipson, M. (2023). FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

KEJADIAN ASFIKSIA PADA BAYI BARU LAHIR. Babul Ilmi Jurnal Ilmiah Multi

Science Kesehatan, 15(1).

Henderson C & Jones K.2005. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Edisi Ketiga. EGC : Jakarta

Manuaba, I.B.G.dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

Manuaba.(2010).Ilmu Kebidanan penyakit kandungan dan KB. Jakarta: EGC.

Saifudin, AB.2001. Buku Acuan Nasional Pelayanan Maternal Kesehatan dan Neonatal.

Yayasan Bina Pustaka:Jakarta.

Setyawati, A., Widiasih, R., & Ermiati, E. (2018). Aspek-aspek Yang Berhubungan Dengan

Preeklampsia Di Indonesia. Jurnal Perawat Indonesia, 2(1), 32.

Suriadi, Yuliani Rita.2001. Asuhan keperawatan pada Anak.CV Sagung Seto:Jakarta.

27

Anda mungkin juga menyukai