Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ASFIKSIA PADA NEONATUS


UNTUK MEMENUHI SALAH SATU SYARAT KENAIKAN PANGKAT

Oleh
HJ. HERNI MISRIANI, S.Tr.Keb.,SKM.,SE.,MM
NIP. 19751001 199703 2 002
PANGKAT/GOL. : PEMBINA, IV/a
JABATAN BIDAN : BIDAN AHLI MADYA

UPTD PUSKESMAS CIMANGGU


KABUPATEN SUKABUMI

i
Kata Pengantar
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat
karuniaNyalah, makalah yang berjudul “Asfiksia Pada Bayi Bari Lahir Dan
Penanganannya” ini bisa diselesaikan. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah
satu syarat kenaikan pangkat. Tujuan dari penulisan makalah ini ialah untuk
menambah pengetahuan tentang asfiksia pada bayi baru lahir dan penanganannya
agar dapat menurunkan angka mortalitas dan morbiditas pada neonatus, sehingga
dengan mengetahui penanganannya yang benar, seorang  tenaga kesehatan dapat
segera mengambil tindakan sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan
neonatus yang optimal.

Akhirnya, harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.


Penulis telah berusaha sebisa mungkin untuk menyelesaikan makalah ini, namun
penulis menyadari makalah ini belumlah sempurna.Oleh karena itu, penulis
mengharapakan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna menyempurnakan
makalah ini.

Penyusun

DAFTAR ISI

ii
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.............................................................................................1

1.2 Tujuan Penulisan.........................................................................................2

1.3 Manfaat Penulisan.......................................................................................2

BAB II BAHASAN

2.1 Pengertian....................................................................................................3

2.2 Penyebab Terjadinya Asfiksia Bayi Baru Lahir..........................................4

2.2.1 Penyebab terjadinya Asfiksia...................................................................4

2.3 Gejala klinis.................................................................................................6

2.4  Pencegahan dan penanganan asfiksia neonatorum.....................................8

2.5 Diagnosis....................................................................................................9

2.7  Dampak Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir...................................................11

2.8 Resusitasi Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir.............................12

BAB III PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan................................................................................................20

3.2  Saran.........................................................................................................20

DAFTAR RUJUKAN......................................................................................21

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera


bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia
janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul
dalam kehamilan persalinan atau segera setelah bayi lahir. Akibat kurangnya daya
angkut oksigen untuk paru – paru sehingga jantung neonatus tersebut tidak
bekerja secara optimal yang akibatnya aliran darah tidak dapat disalurkan ke otak
yang kemudian menimbulkan kerusakan otak karena otak tidak dapat melakukan
metabolisme sel dan jaringan. Sehingga tidak terjadi pembentukan sel dan
jaringan dalam tubuh neonatus karena tidak ada bahan (oksigen ) untuk
melakukan metabolisme.

Menurut WHO, setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi
lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di
Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa
neonatal (usia di bawah 1 bulan). Dikatakan usia dibawah 1 bulan karena dalam
usia tersebut bayi dan organ –organ bayi masih dalam masa pengadaptasian
dengan lingkungan barunya yang tidak lagi dalam kandungan ibu. Setiap 6 menit
terdapat 1 neonatus yang meninggal. Penyebab kematian neonatal di Indonesia
adalah berat bayi lahir rendah 29%, asfiksia 27%, trauma lahir, tetanus
neonatorum, infeksi lain, dan kealainan congenital.

Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi
penyebab utama kematian bayi baru lahir dan penanganan segera , meliputi
pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal atau dasar, dan
pelayanan asuhan neonatal oleh tenaga professional. Untuk menurunkan angka
kematian bayi baru lahir karena asfiksia, persalinan harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan manajemen asfiksia pada

1
bayi baru lahir, kemampuan dan keterampilan ini harus digunakan setiap kali
menolong persalinan.

Oleh karena itu, keterampilan dan kemampuan penanganan resusitasi pada


neonatal sangat penting dimiliki oleh setiap tenaga professional yang terlibat
dalam penanganan bayi baru lahir. Karena resusitasi ini adalah penanganan yang
pertama kali dilakukan saat bayi baru lahir tersebut mengalami asfiksia.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan Umum

Mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi dengan asfiksia secara


komprehensif

Tujuan Khusus

Setelah menyusun asuhan kebidanan ini diharapkan dapat :

1. Mengidentifikasi penyebab asfiksia pada bayi,

2. Mengidentifikasi masalah potensial bayi dengan asfiksia,

3. Mengidentifikasi kebutuhan segera pada bayi dengan asfiksia,

1.3 Manfaat Penulisan

Diharapkan dengan penulisan makalah ini dapat mengidentifikasi tentang


Asfiksia Neonatorum pada bayi baru lahir serta penanganannya.

2
BAB II
BAHASAN

2.1 Pengertian

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir setelah persalinan tidak
dapat bernapas secara spontan dan teratur. Akibat kurangnya daya angkut oksigen
untuk paru – paru sehingga jantung neonatus tersebut tidak bekerja secara
optimal yang akibatnya aliran darah tidak dapat disalurkan ke otak yang kemudian
menimbulkan kerusakan otak karena otak tidak dapat melakukan metabolisme sel
dan jaringan. Sehingga tidak terjadi pembentukan sel dan jaringan dalam tubuh
neonatus karena tidak ada bahan (oksigen ) untuk melakukan metabolisme. Bayi
dengan riwayat gawat janin sebelum lahir misalnya , umumnya akan mengalami
asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat hubungannya dengan gangguan
kesehatan ibu hamil seperti kurang tercukupinya nutrisi ibu hamil, kelainan tali
pusat yang merupakat alat untuk bernapas bayi selama dalam kandungan atau bisa
karena lilitan tali pusat pada bayi sehingga bayi tidak dapat bernafas, atau masalah
yang mempengarui kesejahteraan bayi selama atau sesudah persalinan misalnya
nutrisi bayi yang tidak tercukupi .

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas,


sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 dalam paru karena
pengembangan paru bayi baru lahir terjadi pada menit-menit pertama kelahiran
dan kemudian disusul dengan pernafasan teratur. Bila terdapat gangguan
pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke janinyang menimbulkan
akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut setelah dilahirkan misalnya kematian
bayi karena tubuh bayi akan mengeluarkan zat arang dari tubuh bayi akibat
banyaknya CO2 dalam tubuh bayi. Bila janin kekurangan O 2 dan kadar CO2
bertambah timbulah rangsangan terhadap nesofagus sehingga jantung janin
menjadi lambat. Bola kekurangan O2 ini terus berlangsung, maka nesofagus tidak

3
dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nefo simfatikus. Detak
jantung janin menjadi lebih cepat akhirnya irregular dan menghilang.

2.2 Penyebab Terjadinya Asfiksia Bayi Baru Lahir

2.2.1 Penyebab terjadinya Asfiksia

1.  Faktor Ibu

a. Preeklamsia dan eklamsia. Preeklamsia dan eklamsia mengakibatkan


gangguan aliran darah pada tubuh seperti contohnya ibu mengalami
anemia berat sehingga aliran darah pada uterus berkurang akan
menyebabkan berkurangnya pengaliran darah yang membawa
oksigen ke plasenta dan janin.

b. Perdarahan abnormal (plasenta prervia atau solutio plasenta). Hal ini


menyebabkan gangguan pertukaran gas antara oksigen dan zat asam
arang sehingga turunnya tekanan secara mendadak. Karena bayi
kelebihan zat asam arang maka bayi akan kesulitan dalm bernafas

c.  Partus lama atau partus macet. Partus lama dan partus karena
tindakan dapat berpengaruh terhadap gangguan paru-paru karena
gangguan aliran darah uterus dapat mengurangi aliran darah pada
uterus yang menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta
dan janin

d.  Demam selama persalinan. Demam ini bisa diakibatkan karena


infeksi yang terjadi selama proses persalinan. Infeksi yang yang
terjadi tidak hanya bersifat lokal tetapi juga sistemik. Artinya kuman
masuk peredaran darah ibu dan mengganggu metabolisme tubuh ibu
secara umum. Sehingga terjadi gangguan aliran darah yang
menyebabkan terganggunya pasokan oksigen dari ibu ke janin.

e.  Infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV). Akibat infeksi berat,


penghancuran atau pemecahan sel darah merah yang lebih cepat dari

4
pembuatan sel darah merah tersebut sehingga apabila ibu
mengalami perdarahan saat persalinan maka pada akan terjadi
anemia pada ibu yang menyebabkan ibu kekurangan sel darah merah
yang membawa oksigen untuk janin yang menyebabkan asfiksia.

f.   Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Karena pad
usia ibu yang seperti ini akan beresiko mengakibatkan gawat janin ,
ini terjadi karena rahim ibu tidak siap diisi janin. Gawat janin ini
seperti asfiksia pada bayi.

g.   Gravida empat atau lebih. Untuk kehamilan keempat atau lebih ini
merupakan kehamilan yang rawan. Sehingga besar kemungkinan
terjadi sesuatu yang buruk pada janin. Yang juga menyebabkan
gawat janin karena gangguan sirkulasi darah uteroplasenter
sehingga pasokan oksigen ke janin berkurang yang kemudian terjadi
gawat janin sehingga janin mengalami asfiksia.

2. Faktor Bayi

a. Bayi Prematur (Sebelum 37 minggu kehamilan).

b.  Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ektraksi


vakum, porsef)

c.  Kelainan kongenital. Cacat bawaan dalam kandungan akan


mengakibatkan asfiksia bayi karena dengan adanya cacat bawaan ini
akan menimbulkan gangguan pertumbuhan janin seperti organ janin
sehingga organ paru janin akan berfungsi abnormal.

d.  Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan). Bila janin


kekurangan oksigen dan kadar karbondioksida bertambah timbulah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga denyut jantung janin
menjadi lambat. Jika ini terus berlanjut maka timbullah rangsangan
dari nervus simpatikus sehingga denyut jantung janin menjadi
lebih cepat akhirnya janin akan mengadakan pernafasan

5
intrauterin sehingga banyak mekonium dalm air ketuban pada
paru yang mengakibatkan denyut jantung janin menurun dan
bayi tidak menunjukkan upaya pernafasan secara spontan.

3. Faktor Tali Pusat

a.  Lilitan tali pusat. Menyebabkan gangguan aliran darah pada tali


pusat. Yang kita ketahui bahwa darah dalam tubuh membawa
oksigen untuk diedarkan ke seluruh tubuh

b.  Tali pusat pendek. Tali pusat pendekakan menyebabkan


terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan
menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin

c.  Simpul tali pusat. Karena tekanan tali pusat yang kuat menyebabkan
pernafasan pada janin terhambat

2.3 Gejala klinis

Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat


dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan
berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular
berkurang secara barangsur-angsur dan memasuki periode apnue primer. Gejala
dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat,
pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.

Gejala lanjut pada asfiksia :

1.   Pernafasan megap-magap dalam


2.   Denyut jantung terus menurun
3.   Tekanan darah mulai menurun
4.   Bayi terlihat lemas (flaccid)
5.   Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular
6.  Pernafasan terganggu
7.  Detak jantung berkurang
8.  Reflek / respon bayi melemah

6
9.  Tonus otot menurun
10. Warna kulit biru atau pucat

Kemungkinan komplikasi yang muncul


Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
a.  Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah
berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke
otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan
iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat
menimbulkan perdarahan otak.
b.  Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita
asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat
terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini
curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium
dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada
pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran
urine sedikit dan terjadilah asfiksia pada neonatus..
c.   Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan
persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat
menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak
efektif.
d.  Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan
menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan
perdarahan pada otak. Koma terjadi karena gangguan pengaliran darah
menuju otak sehingga otak tidak mendapatkan asupan oksigen untuk
melakukan metabolisme.

7
2.4  Pencegahan dan penanganan asfiksia neonatorum

Pencegahan yang komprehensif dimulai dari masa kehamilan, persalinan


dan beberapa saat setelah persalinan. Pencegahan berupa :

a)    Melakukan pemeriksaan antenatal rutin minimal 4 kali kunjungan untuk


mendeteksi secaradini kelainan pada ibu hamil dan janin dan ibu mendapat
rujukan ke rumah sakit secara segera.

b)    Melakukan rujukan ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap


pada kehamilan yang diduga berisiko bayinya lahir dengan asfiksia
neonatorum untuk penangan segera agra tidak terjadi kematian ibu dan
bayi.

c)    Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan pada usia


kehamilan kurang dari 37 minggu.

d)    Melakukan pemantauan yang baik terhadap kesejahteraan janin dan


deteksi dini terhadap tanda-tanda asfiksia fetal selama persalinan dengan
kardiotokografi untuk mengontrol pernafasan bayi.

e)   Meningkatkan ketrampilan tenaga obstetri dalam penanganan asfiksia


neonatorum di masing-masing tingkat pelayanan kesehatan.

f)     Meningkatkan kerjasama tenaga obstetri dalam pemantauan dan


penanganan persalinan.

g)    Melakukan Perawatan Neonatal Esensial untuk meminimalisir resiko saat


persalinan berlangsung yang terdiri dari :

  Persalinan yang bersih dan aman

  Stabilisasi suhu

  Inisiasi pernapasan spontan

  Inisiasi menyusu dini

  Pencegahan infeksi serta pemberian imunisasi

8
2.5 Diagnosis

Asfiksia yang terjadi pada bayi merupakan kelanjutan dari anoksia /


hipoksia janin. Diagnosis anoksia / hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan
dengan ditemukannya tanda-tanda gawat janin. Tiga hal yang perlu mendapat
perhatian karena faktor – faktor ini dapat dilihat , yang berperan sebagai indikator
asfiksia pada bayi yaitu :
1.  Denyut jantung janin
Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya,
akan tetapi apabila frekuensi turun sampai ke bawah 100 kali per menit di luar his,
dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.

2. Mekonium dalam air ketuban


Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada
presentasi kepala menunjukkan gangguan oksigenisasi dan harus diwaspadai.
Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan
indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.

3.    Pemeriksaan pH darah janin


Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat serviks dibuat
sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini
diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu
turun sampai di bawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya gawat janin
mungkin disertai asfiksia.

2. 6 Penilaian Asfiksia pada Bayi Baru Lahir

Aspek yang sangat penting dari resusitasi bayi baru lahir adalah menilai
bayi, menentukan tindakan yang akan dilakukan dan akhirnya melaksanakan
tindakan resusitasi. Upaya resusitasi yang efesien clan efektif berlangsung melalui
rangkaian tindakan yaitu menilai pengambilan keputusan dan tindakan lanjutan.

9
Penilaian untuk melakukan resusitasi semata-mata ditentukan oleh tiga tanda
penting, yaitu :

1.    Penafasan
2.    Denyut jantung
3.    Warna kulit
Karena ketiga tanda ini yang dapat diamati ketika bayi mengalami
asfiksia. Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi
atau membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian
pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat,
harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi
dengan tekanan positif (VTP).

Tabel Skor Apgar

Jumlah
Tanda 0 1 2
Nilai

Frekuensi jantung Tidak ada Kurang dari Lebih dari


100/menit 100/menit

Usaha bernafas Tidak ada Lambat, tidak Menangis kuat


teratur

Tonus otot Lumpuh Ekstreimat fleksi Gerakan aktif


sedikit

Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Menangis

10
Warna Biru/pucat Tubuh kemerahan, Tubuh dan
ekstremitas biru ekstremitas
kemerahan

Dalam praktek, menentukan tingkat asfiksia bayi dengan tepat


membutuhkan pengalaman dan observasi klinis yang cukup. Pada tahun lima
puluhan digunakan kriteria ‘breathing time’ dan ‘crying time’ untuk menilai
keadaan bayi. Kriteria ini kemudian ditinggalkan, karena tidak dapat memberikan
informasi yang tepat pada keadaan tertentu sehingga sekarang menggunakan skor
apgar.

Skor apgar biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada
saat bayi telah diberi lingkungan yang baik serta telah melakukan pengisapan
lendir dengan sempurna. Skor apgar 1 menit ini menunjukkan beratnya sfiksia
yang diderita dan baik sekali sebagai pedoman untuk menentukan secara
resusitasi. Apgar perlu pula dinilai setelah 5 menit bayi lahir, karena hal ini
mempunyai korolasi yang erat dengan morbiditas dan mortalitas neonatal (Drage,
1966).

2.7  Dampak Asfiksia Pada Bayi Baru Lahir

1. Otak : Ensepalo hipoksis iskemik (EHI) / kerusakan otak karena

kekurangan kadar oksigen dan penimbunan karbondioksida sehingga otak

tidak dapat mekukan metabolisme untuk sel dan jaringan pada tubuh bayi.

2. Ginjal : Gagal ginjal akut karena tidak terjadi metabolisme dalam tubuh
sehingga fungsi ginjal menjadi abnormal. Perinatal hipoksemia
menyebabkan penurunan aliran darah ke ginjal akibat vasokonstriksi renal
dan penurunan laju filtrasi glomerulus. Selain itu juga terjadi aktivitasi
sistem renin angiotensin-aldosteron dan sistem adenosin intrarenal yang

11
menstimulasi pelepasan katekolamin dan vasopresin. Semua faktor ini
akan mengganggu hemodinamik glomeruler.

3. Jantung : Gagal jantung akibat gangguan aliran darah sehingga jantung


tidak dapat memompa darah ke seluruh tubuh . Disfungsi miokard dan
penurunan kontraktilitas, syok kardiogenik, gagal jantung. Bayi dengan
hipotensi dan curah jantung yang rendah akan mengalami gangguan
autoregulasi otak sehingga risiko kerusakan otak karena hipoksi-iskemi
meningkat.

4. Saluran cerna : EKN = Entero kolitis Nekrotikans/ NEC= Nekrotizing


entero. hal ini disebabkan proliferasi bakteri ke dalam mukosa usus yang
mengalami asfiksia dan iskemia

5. paru : faktor penyebab keluarnya mekonium adalah stress intrauterin


seperti hipoksia, asfiksia, dan asidosis. Asfiksia meyebabkan peningkatan
peristaltic gastrointestinal dan relaksasi tonus otot spinkter ani, sehingga
terjadi pengeluaran mekonium. Apabila fetus mengalami gasping
intrauterine, maka terjadilah aspirasi mekonium.

2.8 Resusitasi Penanganan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir

Resusitasi merupakan upaya untuk mengembalikan bayi baru lahir dengan

asfiksia berat menjadi keadaan yang  lebih baik dapat bernafas atau menangis

spontan dan denyut jantung menjadi teratur, resusitasi yang efektif dapat

dihasilkan bila ada tenaga yang terampil, tim yang bekerja baik dan pemahaman

fisiologis dasar asfiksia. Resusitasi Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti

tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :

1.    Memastikan saluran terbuka

a.    Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.

12
  b. Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.

c.    Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan
saluran pernafasan terbuka.

2.    Memulai pernafasan

a.    Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan

b.    Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ET dan
balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).

3.    Mempertahankan sirkulasi


a.    Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah agar bayi tetap bernafas
b.    Kompresi dada
c.    Pengobatan

Persiapan resusitasi
Agar tindakan untuk resusitasi dapat dilaksanakan dengan cepat dan
efektif, kedua

faktor utama yang perlu dilakukan adalah :

1.    Mengantisipasi kebutuhan akan resusitasi lahirannya bayi dengan depresi


dapat terjatanpa diduga, tetapi tidak jarang kelahiran bayi dengan depresi atau
asfiksia dapat diantisipasi dengan meninjau riwayat antepartum dan
intrapartum.

2.    Mempersiapkan alat dan tenaga kesehatan yang siap dan terampil. Persiapan
minumum antara lain :
a.    Alat pemanas siap pakai
b.    Oksigen
c.    Alat pengisap
d.    Alat sungkup dan balon resusitasi
e.    Alat intubasi
f.    Obat-obatan

13
g. helai kain / handuk
h.   Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos,
selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan
untuk mengatur posisi kepala bayi
i.    Jam atau pencatat waktu.

Prinsip-prinsip resusitasi yang efektif

1.    Tenaga kesehatan yang slap pakai dan terlatih dalam resusitasi neonatal harus
rnerupakan tim yang hadir pada setiap persalinan.

2.    Tenaga kesehatan di kamar bersalin tidak hanya harus mengetahui apa yang
harus dilakukan, tetapi juga harus melakukannya dengan efektif dan efesien

3.    Tenaga kesehatan yang terlibat dalam resusitasi bayi harus bekerjasama
sebagai suatu tim yang terkoordinasi.

4.    Prosedur resusitasi harus dilaksanakan dengan segera dan tiap tahapan
berikutnya ditentukan khusus atas dasar kebutuhan dan reaksi dari pasien.

5.    Segera seorang bayi memerlukan alat-alat dan resusitasi harus tersedia clan
siap pakai.

Langkah – langkah resusitasi

Setiap melakukan tindakan atau langkah  harus didahului dengan


persetujuan tindakan medic sebagai langkah klinik awal. Langkah klinik awal ini
meliputi :

1. Siapa ayah atau wali pasien, sebutkan bahwa ada petugas yang diberi
wewenang untuk menjelaskan tindakan pada bayi.
2. Jelaskan tentang diagnosis, penatalaksanaan dan komplikasi asfiksia
neonatal.
3. Jelaskan bahwa tindakan klinik juga mengandung resiko.
4. Pastikan ayah pasien memahami berbagai aspek penjelasan diatas.

14
5. Buat persetujuan tindakan medic, simpan dalam catatan medic.

1. TAHAP I : LANGKAH AWAL

Langkah awal diselesaikan dalam 30 detik. Bagi kebanyakan bayi baru


lahir, 5 langkah awal dibawah ini cukup untuk merangsang bayi bernafas spontan
dan teratur. Langkah tersebut meliputi :

1. Jaga bayi tetap hangat agar bayi tidak hipotermia

1. Letakkan bayi diatas kain diatas perut ibu


2. Selimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut terbuka, potong
tali pusat.
3. Pindahkan bayi diatas kain tempat resusitasi.

2. Atur posisi bayi untuk memudahkan tindakan yang dilakukan

1. Baringkan bayi terlentang dengan kepala didekat penolong.


2. Ganjal bahu agar kepala bayi sedikit ekstensi

3. Isap lendir untuk menghindari penyumbatan pernapasan akibat air ketuban

Gunakan alat penghisap DeLee dengan cara :

1. Isap lender mulai dari mulut dulu, kemudian dari hidung.


2. Lakukan penghisapan saat alat penghisap ditarik keluar, tidak pada
waktu memasukkan.
3. Jangan lakukan penghisapan terlalu dalam ( jangan lebih dari 5 cm
kedalam mulut, dan jangan lebih dari 3 cm kedalam hidung). Hal
itu dapat menyebabkan denyut jantung bayi menjadi lambat dan
bayi tiba-tiba barhenti bernafas.

15
4. Keringkan dan rangsang bayi.

1. Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh


lainnya.dengan sedikit tekanan. Rangsang ini dapat membantu bayi
mulai bernafas.
2. Lakukan rangsang taktil dengan cara  menepuk atau menyentil
telapak kaki atau menggosok punggung, perut,dada,tungkaibayi
dan telapak tangan untuk megetahui respon bayi.

5. Atur kembali posisi kepala bayi dan selimuti bayi.

1. Ganti kain yang telah basah dengan kain kering dibawahnya.

Selimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan menutupi


muka,dan dada agar bisa memantau pernafasan bayi.

2. Atur kembali posisi bayi sehingga kepala sedikit ekstensi.

6. Lakukan penilaian bayi

1. Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, tidak bernafas


atau megap-megap.

2. Bila bayi bernafas normal lakukan asuhan pasca resusitasi.

3. Bila bayi megap-megap atau tidak bernafas lakukan ventilasi bayi

16
  II. TAHAP II : VENTILASI

Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah


volume udara kedalam paru-paru dengan tekanan positif untuk membuka alveoli
paru agar bayi bisa bernafas spontan dan teratur. Langkah-langkahnya :

1. Pasang sunkup untuk mengontrol pernapasan


1. Pasang dan pegang sunkup agar menutupi mulut, hidung dan dagu
bayi.
2. Ventilasi 2 kali untuk menghasilkan pengembangan dada
1. Lakukan tiupan atau pemompaan dengan tekanan 30 cm air.

Tiupan awal tabung dan sunkup atau pemompaan awal


balon sunkup sangat penting untuk membuka alveoli paru agar
bayi bisa mulai bernafas dan menguji apakah jalan nafas bayi
terbuka.

2. Lihat apakah dada bayi mengembang.

Saat melakukan pemompaan perhatikan apakah dada bayi


mengembang. Bila tidak mengembang, periksa posisi sunkup
pastikan tidak ada udara yang bocor, periksa posisi kepala pastikan
posisi sudah sedikit ekstensi, periksa cairan atau lender dimulut bila
masih terdapat lender lakukan penghisapan. Lakukan pemompaan 2
kali, jika dada mengembang lakukan tahap beriku

3. Ventilasi 20 kali dalam 30 detik untuk tetap berikan waktu rongga


dada untuk mengembalikan ke posisi semula diantara tiap tekanan
yang diberikan agar jantung mendapat kesempatan untuk terisi darah
kembali.

1. Lakukan tiupan dengan tabung dan sunkup


sebanyak 20 kali dalam 30 detik dengan tekanan 20cm air

17
2. Pastikan dada mengembang saat dilakukan
pemompaan, setelah 30 detik lakukan penilaian ulang nafas.
1. Jaka bayi mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi
bertahap dan lakukan asuhan pasca resusitasi.
2. Jika bayi megap-megao atau tidak bernafas lakukan
ventilasi.

4. Ventilasi, setiap 30 detik hentikan dan lakukan penilaian ulang


nafas.

1. Lakukan tiupan dengan tabung dan sunkup sebanyak 20


kali dalam 30 detik dengan tekanan 20cm air

2. Pastikan dada mengembang saat dilakukan pemompaan,


setelah 30 detik lakukan penilaian ulang nafas.

1.  Jaka bayi mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi


bertahap dan lakukan asuhan pasca resusitasi.

2.  Jika bayi megap-megao atau tidak bernafas lakukan


ventilasi.

5. Ventilasi, setiap 30 detik hentikan lagi dan lakukan penilaian ulang


nafas .

1. Lanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik.

2. Hentikan ventilasi setiap 30 detik.

3. Lakukan penilaian bayi apakah bernafas, tidak bernafas atau


megap-megap.

1.  Jika bayi sudah mulai bernafas spontan, hentikan ventilasi


bertahap dan lakukan asuhan pasca resusitasi.

18
2.  Jika bayi megap-megap atau tidak bernafas, teruskan
ventilasi 20 kali dalam 30 detik kemudian lakukan
penilaian ulang nafas setiap 30 detik.

6. Siapkan rujukan jika bayi belum bernafas selama 2 menit resusitasi.

1. Mintalah keluarga untuk mempersiapkan rujukan.


2. Teruskan resusitasi sambil menyiapkan untuk rujukan.

7. Lakukan ventilasi sambil memeriksa denyut jantung bayi. Ventilasi


adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah
udara ke dalam paru dengan tekanan positip yang memadai untuk
membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur.

1. Bila dipastikan denyut jantung bayi tidak terdengar


lanjitkan ventilasi selama 10 menit.

2. Hentikan resusitasi bila denyut jantung tetap tidak


terdengar, jelaskan kepada ibu dan berilah dukungan
kepadanya serta lakukan pencatatan.

3. Bayi yang mengalami asitol 10 menit kemungkinan besar


mengalami kerusakan otak yang permanen.

19
BAB III
PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan

Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas
secara spontan dan teratur. Bayi dengan riwayat gawat janin sebelum lahir,
umumnya akan mengalami asfiksia pada saat dilahirkan. Masalah ini erat
hubungannya dengan gangguan kesehatan ibu hamil, kelainan tali pusat, atau
masalah yang mempengaruhi kesejahteraan bayi selama atau sesudah
persalinan.Penanganannya adalah dengan tindakan resusitasi. Tindakan resusitasi
bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi,
yaitu :

1.      Memastikan saluran terbuka.

2.       Memulai pernafasan

3.       Mempertahankan sirkulasi

Langkah-langkah resusitasi, meliputi 2 tahap. Tahap pertama adalah


langkah awal, dan tahap kedua adalah ventilasi.

3.2  Saran

Bidan diharapkan dapat lebih proaktif dalam bekerja sama dengan instansi
kesehatan, sehingga apabila terdapat pasien yang perlu segera dirujuk dapat
dilakukan rujukan secara cepat dan tepat dengan harapan pasien dapat segera
ditangani.

20
DAFTAR RUJUKAN

_____.2013.Makalah asfiksia. Asfiksia


(http://marsupilami13.blogspot.com/2013/09/makalah-asfiksia-dan-soap.htm
diakses 07 April 2014

Irma. 2012. Makalah askeb neonatus asfiksia neonatorum. Asfiksia


(http://irmawatisyakir.blogspot.com/2012/11/makalah-askeb-neonatus-
asfiksia.html. diakses 07 April 2014

Tia. 2010. Makalah asfiksia neonatorum.


Asfiksia(http://cewexsweetiya.blogspot.com/2010/11/makalah-asfiksia-
neonatorum.html. diakses 07 April 2014

21

Anda mungkin juga menyukai