Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

‫بسم هللاا الرحمن الرحيم‬

Assalamualaikum, wr. wb.


Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini, tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam kami curahkan kepada Nabi kita yaitu Muhammad SAW.
yang membawa kita dari zaman kebodohan menuju zaman yang lebih baik, berlimpah ilmu
pengetahuan.
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Asuhan Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal,dan untuk menjadi referensi
bagi para pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya untuk lebih bisa
memahami komponen paradigma kebidanan dan semoga dapat dipahami dengan mudah
dan juga berguna, khususnya pada kami selaku mahasiswi yang masih dalam proses
edukasi dan tentunya kepada para pembaca.
Kami mohon maaf atas segala kesalahan kata-kata yang mungkin kurang
berkenan, dan untuk memperbaiki makalah ini, kami memohon kritik serta saran yang
membangun.
Wassalamualaikum wr.wb.

Karawang, 10 Februari 2019

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i


DAFTAR ISI ............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar belakang ................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1
C. Tujuan Pembahasan .......................................................................................................... 1
BAB 2 PEMBAHASAN ........................................................................................................... 2
A. Asfiksia ............................................................................................................................. 2
B. BBLR ................................................................................................................................ 7
C. Hipotermi ........................................................................................................................ 11
D. Hipoglikemi .................................................................................................................... 15
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 18
A. Kesimpulan ..................................................................................................................... 18
B. Saran ................................................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi dan
manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis (≤ usia 28 hari)
membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan psikologis dan kondisi
patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-waktu. Tindakan
pertolongan harus dilakukan secara sistematis dengan menempatkan prioritas pada
fungsi vital sesuai dengan urutan ABC, yaitu: A (Air Way) , B (Breathing) dan C
(Circulation).
Angka kematian perinatal, angka kematian anak (bayi), angka kematian maternal,
dan angka kematian balita merupakan parameter keadaan kesehatan, pelayanan
kebidanan dan kesehatan serta mencerminkan keadaan sosial ekonomi suatu Negara
(Sofian, 2012)
Di Indonesia dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa
bayi baru lahir yang berusia di bawah satu bulan. Penyebab kematian tersebut di
Indonesia adalah Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) 29%, asfiksia 27% , trauma
lahir, tetanus neonaturum, infeksi lain dan kelainan kongenital (DepKes RI,
2011). Selain itu, kondisi lain yang dapat mengancan jiwa bayi baru lahir adalah
hipotermi dan hipoglikemi.
Berdasarkan uraian di atas, pada makalah ini kelompok akan membahas tentang
keadaan gawatdarurat pada neonatus yaitu asfiksia, BBLR, hipotermi dan hipoglikemi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan asfiksia, BBLR, hipotermi, dan hipoglikemi?
2. Mengapa pada bayi terjadi asfiksia, BBLR, hipotermi, dan hipoglikemi?
3. Bagaimana cara mendiagnosa bayi asfiksia, BBLR, hipotermi dan hipoglikemi?
4. Bagaimana langkah manajemen yang dilakukan untuk penanganan bayi asfiksia,
BBLR, hipotermi dan hipoglikemi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang asfiksia, BBLR, hipotermi, dan hipoglikemi.
2. Untuk mengetahui penyebab asfiksia, BBLR, hipotermi, dan hipoglikemi.
3. Untuk mengetahui cara mendiagnosa bayi asfiksia, BBLR, hipotermi dan
hipoglikemi
4. Untuk mengetahui manajemen yang dilakukan untuk penanganan bayi asfiksia,
BBLR, hipotermi dan hipoglikemi.
D. Manfaat
Menambah ilmu dan pengetahuan tentang kegawatdaruratan neonatal khususnya
asfiksia, BBLR, hipotermi, dan hipoglikemi untuk menjadi bekal dalam melakukan
asuhan kebidanan.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ASFIKSIA
1. Pengertian
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter Anak
Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau
beberapa saat setelah lahir (Prambudi, 2013).
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis.
Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak atau
kematian. Asfiksia juga dapat mempengaruhi fungsi organ vital lainnya.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantun
g juga mulai menurun, sedangkan tonus neuromuscular berkurang secara
berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apnea yang dikenal sebagai apnea
primer. Perlu diketahui bahwa kondisi pernafasan megap-megap dan tonus otot
yang turun juga dapat terjadi akibat obat-obat yang diberikan kepada ibunya.
Biasanya pemberian perangsangan dan oksigen selama periode apnea primer
dapat merangsang terjadinya pernafasan spontan.
Apabila asfiksia berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan megap-
megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai
menurun dan bayi akan terlihat lemas ( flaccid ). Pernafasan makin lama makin
lemah sampai bayi memasuki periode apnea yang disebut apnea sekunder
(Saifuddin, 2009).
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin
akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan deng
an keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan
(Depkes RI, 2009).

2. Penyebab Asfiksia
Asfikisa pada BBL dapat disebabkan oleh faktor ibu, faktor bayi, dan faktor tali
pusat atau plasenta.
a. Faktor Ibu
Keadaan ibu yang dapat mengakibatkan aliran darah ibu melalui plasenta
berkurang, sehingga aliran oksigen ke janin berkurang akibatnya akan terjadi
gawat janin dan berlanjut sebagai asfiksia BBL antara lain:
1) Pre-eklampsia dan eklampsia
2) Perdarahan antepartum abnormal
3) Partus lama atau partus macet
4) Demam sebelum dan selama persalinan
5) Infeksi berat (malaria,sifilis, TBC, HIV)
6) Kehamilan lebih bulan (>42 minggu kehamilan)
b. Faktor plasenta dan tali pusat
Keadaan plasenta atau tali pusat dapat mengakibatkan asfiksia BBL akibat
penurunan aliran darah dan oksigen melalui tali pusat bayi

2
1) Infark plasenta
2) Hematoma plasenta
3) Lilitan tali pusat
4) Tali pusat pendek
5) Simpul tali pusat
6) Prolapsus tali pusat
c. Faktor bayi
Keadaan bayi yang dapat mengalami asfiksia walaupun kadang-kadang tanpa
didahului tanda gawat janin
1) Bayi kurang bulan atau prematur (<37 minggu kehamilan)
2) Air ketuban bercampur mekonium
3) Kelainan kongenital yang memberikan dampak pada pernafasan bayi

3. Patofisiologi
Selama kehidupan di dalam rahim, paru janin tidak berperan dalam
pertukaran gas oleh karena plasenta menyediakan oksigen dan mengangkat CO2
keluar dari tubuh janin. Pada keadaan ini paru janin tidak berisi udara, sedangkan
alveoli janin berisi cairan yang diproduksi didalam paru sehingga paru janin
tidak berfungsi untuk respirasi. Sirkulasi darah dalam paru saat ini sangat rendah
dibandingkan dengan setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh karena konstriksi dari
arteriol dalam paru janin.
Sebagian besar sirkulasi darah paru akan melewati Duktus Arteriosus (DA)
tidak banyak yang masuk kedalam arteriol paru. Segera setelah lahir bayi akan
menarik nafas yang pertama kali (menangis), pada saat ini paru janin mulai
berfungsi untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan
cairan yang ada didalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap.
Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah kedalam
paru akan meningkat secara memadai. Duktus Arteriosus (DA) akan mulai
menutup bersamaan dengan meningkatnya tekanan oksigen dalam aliran darah.
Darah dari jantung kanan (janin) yang sebelumnya melewati DA dan masuk
kedalam Aorta akan mulai memberi aliran darah yang cukup berarti kedalam
arteriole paru yang mulai mengembang DA akan tetap tertutup sehingga bentuk
sirkulasi ekstra uterin akan dipertahankan. Hipoksia janin atau bayi baru lahir
sebagai akibat dari vasokonstriksi dan penurunan perfusi pru yang berlanjut
dengan asfiksia, pada awalnya akan terjadi konstriksi Arteriol pada usus, ginjal,
otot dan kulit sehingga penyediaan Oksigen untuk organ vital seperti jantung dan
otak akan meningkat.
Apabila askfisia berlanjut maka terjadi gangguan pada fungsi miokard
dan cardiac output. Sehingga terjadi penurunan penyediaan oksigen pada organ
vital dan saat ini akan mulai terjadi suatu “Hypoxic Ischemic Enchephalopathy
(HIE) yang akan memberikan gangguan yang menetap pada bayi sampai dengan
kematian bayi baru lahir. HIE ini pada bayi baru lahir akan terjadi secara cepat
dalam waktu 1-2 jam, bila tidak diatasi secara cepat dan tepat (Aliyah Anna,
1997).

3
4. Tanda dan Gejala
Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan yang disebabkan oleh
beberapa keadaan diantaranya :
a. Hilang sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung.
b. Terjadinya asidosis metabolic akan mengakibatkan menurunnya sel
jaringantermasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung.
c. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap
tingginyaresistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah mengalami
gangguan.
Gejala Klinis:
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat
dalam periode yang singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan
berhenti, denyut jantung juga menurun, sedangkan tonus neuromuskular
berkurang secara barangsur-angsur dan memasuki periode apnue primer. Gejala
dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat,
pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.
Gejala lanjut pada asfiksia:
a. Tachikardi
b. Denyut jantung terus menurun.
c. Tekanan darah mulai menurun.
d. Bayi terlihat lemas (flaccid).
e. Menurunnya tekanan O2 anaerob (PaO2).
f. Meningginya tekanan CO2 darah (PaO2).
g. Menurunnya PH (akibat acidosis respiratorik dan metabolik).
h. Dipakainya sumber glikogen tubuh anak metabolisme anaerob.
i. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskular.
j. Pernafasan terganggu.
k. Reflek / respon bayi melemah.
l. Tonus otot menurun.
m. Warna kulit biru atau pucat.

5. Diagnosis
Anamnesis
a. Gangguan atau kesulitan waktu lahir (perdarahan antepartum, lilitan tali pusat,
sungsang, ekstrasi vakum, ekstaksi forcep, dll)
b. Lahir tidak bernafas/menangis
c. Air ketuban bercampur mekonium
Pemeriksaan Fisik
1) Bayi tidak bernafas atau apnoe
2) Denyut Jantung <100 kali/menit
3) Kulit sianosis, pucat
4) Tonus otot menurun
5) Untuk didiagnosis asfiksia tidak perlu menunggu nilai APGAR

4
6. Manajemen
a. Resusitasi
1) Begitu bayi lahir tidak menagis, maka lakukan langkah awal yang terdiri
dari:
a) Hangatkan bayi dibawah pemancar panas atau lampu
b) Posisikan kepala bayi sedikit ekstensi
c) Hisap lendir dari mulut kemudian hidung
d) Keringkang bayi sambil metangsang taktil dengan menggosok
punggung atau menyentil ujung jari kaki dan mengganti kain yang
basah dengan dengan yang kering
e) Reposisi kepala bayi
f) Nilai bayi: usaha napas, warna kulit dan denjut jantung
2) Bila bayi tidak bernapas lakukan ventilasi tekanan positif (VTP) dengan
memakai balon dan sungkup selama 30 detik dengan kecepatan 40-60 kali
per menit
3) Nilai bayi: usaha napas, warna kulit dan denjut jantung
4) Bila belum bernafas dan denyut jantung <100X/menit lanjutkan VTP dan
siapkan rujukan.
5) Bila belum bernafas dan denyut jantung <60x/menit lanjutkan VTP
dengan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik
6) Nilai bayi: usaha napas, warna kulit dan denjut jantung
a) Bila denyut jantung <60x/menit beri epinefrin dan lanjutkan VTP dan
kompresi dada
b) Bila Denyut jantung >60x/menit kompresi dada dihentikan, VTP
dilakukan
7) Pemasangan pipa ET bisa dilakukan pada setiap tahap resusitasi
b. Terapi Mediakmentosa
Epinefrin
Indikasi
1) Denyut jantung bayi <60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan
ventilasi adekuat dan kompresi dada belum ada respons
2) Asistolik.
Dosis 0,1-0,3 ml/kgBB dalam larutan 1:10.000
Cara: IV atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu

Cairan Pengganti Volume Darah


Indikasi
1) Bayi baru lahir yag dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak
ada respon dengan resusitai.
2) Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis
ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil atau lemah dan pada
resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.
Jenis Cairan:
1) Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, RL)

5
2) Transfusi darah golongan O- jika diduga kehilangan darah banyak dan
bila fasilitas tersedia
Dosis: Dosis awal 10mL/kgBB IV pelan selama 5-10 menit dapat diulang
samapi menunjukan respon klinis

Natrium Bikarbonat
Indikasi
1) Asidosis metabolik secara klinis (napas cepat dan dalam, sianosis)
Prasyarat: Bayi telah dilakukan ventilasi dengan efektif
Dosis: 1-2mEq/kgBB atau 2-4ml/kgBB (4,2%) atau 1-2ml/kgBB (7,4%)
Cara: Diencerkan dengan aquabides atau dextros 5% sama banyak diberikan
secara IV dengan kecepatan minimal 2 menit.
Efek Samping: Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari
bikarbonat merusak fungsi miokardium dan otak.

c. Tindakan setelah resusitasi


Setelah melakukan resusitasi, maka harus dilakukan tindakan:
1) Pemantauan pasca resusitasi
2) Dekontaminasi, mencuci dan mensterilkan alat
3) Membuat catatan tindakan resusitasi
4) Konseling pada keluarga

d. Pemantauan pasca resusitasi


1) Sering sekali setelah dilakukan resusitasi dan berhasil, bayi dianggap
sudah baik dan tidak perlu dipantau (dimonitor), padahal bayi masih
mempunyai potensi atau resiko terjadinya hal yang fatal, misalnya karena
kedinginan, hipoglikemia dan kejang. Untuk itu, pasca resusitasi tetap
dilakukan pengawasan seperti berikut:
a) Bayi harus dipantau secara khusus:
Bukan dirawat secara rawat gabung, pantau tanda vital
(nafas,jantung,kesadaran dan produksi urine), jaga bayi agar
senantiasa hangat, bila tersedianya fasilitas periksa kadar gula darah
dan berikan unjeksi vitamin k1, perhatian khusus di berikan pada
waktu malam hari.
b) Berikan imunisasi hepatitis B pada saat bayi masih dirawat dan polio
pada saat pulang.
e. Kapan harus merujuk:
1) Rujukan yang paling ideal adalah rujukan antepartum untuk ibu resiko
tinggi atau kompilkasi.
2) Bila puskesmas tidak mempunyai fasilitas lengkap, maka lakukan rujukan
bila bayi tidak memberikan respon terhadap tindakan resusitasi selama 2-
3 menit.

6
3) Bila puskesmas mempunyai fasilitas lengkap dan kemampuan melakukan
pemasangan ET dan pemberian obat-obatan serta bayi tidak memberikan
respon terhadap tindakan resusitasi, maka segela lakukan rujukan.
4) Bila oleh karena satu dan lain hal bayi tidak dapat dirujuk, maka
dilakukan tindakan yang paling optimal di puskesmas dan berikan
dukungan emosional kepada ibu dan keluarga.
5) Bila sampai dengan 10 menit bayi tidak dapat dirujuk, jelaskan kepada
orang tua tentang prognosisi bayi yang kurang baik dan ketimbangkan
manfaat rujukan untuk bayi ini.
f. Kapan menghentikan resusitasi
Resusitasi dinilai tidak berhasil jika:
Bayi tidak bernafas spontan dan tidak terdengar denyut jantung setelah
dilakukan resusitasi secara efektif selama 10 menit.

B. BBLR
1. Pengertian
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir.

2. Penyebab
Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah kelahiran prematur. Faktor ibu
yang lain adalah umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta seperti penyakit
vaskuler, kehamilan kembar/ganda, serta faktor janin juga merupakan penyebab
terjadinya BBLR.
a. Faktor ibu
1) Penyakit
Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain
2) Komplikasi pada kehamilan.
Komplikasi yang tejadi pada kehamilan ibu seperti perdarahan
antepartum, pre-eklamsia berat, eklamsia, dan kelahiran preterm.
3) Usia Ibu dan paritas
Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan
oleh ibu-ibu dengan usia
4) Faktor kebiasaan ibu
Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu pecandu
alkohol dan ibu pengguna narkotika.
b. Faktor Janin
Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan
kromosom.
c. Faktor Lingkungan
Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi,
radiasi, sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun.

7
3. Tanda dan Gejala
a. Sebelum bayi lahir
1) Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus
prematurus, dan lahir mati.
2) Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan.
3) Pergerakan janin pertama terjadi lebih lambat, gerakan janin lebih
lambat walaupun kehamilannya sudah agak lanjut
4) Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut
seharusnya. Sering dijumpai kehamilan dengan oligradramnion
gravidarum atau perdarahan anterpartum.
b. Setelah bayi lahir
1) Bayi dengan retadasi pertumbuhan intra uterin
2) Bayi prematur yang lahir sebelum kehamilan 37 minggu
3) Bayi small for date sama dengan bayi retardasi pertumbuhan intrauterine.
4) Bayi prematur kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya.
c. Selain itu ada gambaran klinis BBLR secara umum adalah :
1) Berat kurang dari 2500 gram.
2) Panjang kurang dari 45 cm.
3) Lingkar dada kurang dari 30 cm.
4) Lingkar kepala kurang dari 33 cm.
5) Umur kehamilan kurang dari 37 minggu.
6) Kepala lebih besar.
7) Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang.
8) Otot hipotonik lemah.
9) Pernapasan tak teratur dapat terjadi apnea.
10) Eksremitas : paha abduksi, sendi lutut / kaki fleksi-lurus.
11) Kepala tidak mampu tegak.
12) Pernapasan 40 – 50 kali / menit.
13) Nadi 100 – 140 kali / menit.

4. Komplikasi
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah antara lain :
a. Hipotermia
b. Hipoglikemia
c. Gangguan cairan dan elektrolit
d. Hiperbilirubinemia
e. Sindroma gawat nafas
f. Paten duktus arteriosus
g. Infeksi
h. Perdarahan intraventrikuler

8
i. Apnea of Prematurity
j. Anemia
Masalah jangka panjang yang mungkin timbul pada bayi-bayi dengan berat lahir
rendah (BBLR) antara lain :
a. Gangguan perkembangan
b. Gangguan pertumbuhan
c. Gangguan penglihatan (Retinopati)
d. Gangguan pendengaran
e. Penyakit paru kronis
f. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit
g. Kenaikan frekuensi kelainan bawaan

5. Diagnosis
Menegakkan diagnosis BBLR terdiri dari:
a. Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamesis untuk
menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
terjadinya BBLR.
1) Umur ibu
2) Riwayat hari pertama haid terakir
3) Riwayat persalinan sebelumnya
4) Paritas, jarak kelahiran sebelumnya
5) Kenaikan berat badan selama hamil
6) Aktivitas ibu yang berlebihan
7) Trauma pada ibu
8) Penyakit yang diderita selama hamil
9) Obat-obatan yang diminum selama hamil

b. Pemeriksaan fisik
1) Berat lahir kurang 2500 gram
2) Untuk BBLR kurang bulan:
Tanda prematuritas:
a) Tulang rawan telinga belum terbentuk
b) Masih terdapat lanugo
c) Reflek masih lemah
d) Alat kelamin luar: pada perempuan labium mayus belum menutup
labium minus, pada laki-laki belum terjadi penurunan testis dan kulit
testis rata (rugae testis belum terbentuk)
3) Untuk BBLR kecil untuk masa kehamilan:
Tanda janin tumbuh lambat:
a) Tidak dijumpai tanda prematuritas.
b) Kulit keriput
c) Kuku lebih panjang

9
6. Manajemen
a. Setiap menemukan BBLR, lakukan manajemen sebagai berikut:
1) Stabilisasi suhu, jaga bayi tetap hangat (KMC)
2) Jaga jalan nafas tetap bersih dan terbuka
3) Nilai segera kondisi bayi tentang tanda vital: pernafasan,denyut
jantung,warna kulit dan aktifitas
4) Bila bayi mengalami gangguan nafas, dikelola gangguan nafas
5) Bila bayi kejang, hentikan kejang dengan anti konvulsan
6) Bila bayi dehidrasi, pasang jalur intravena, berikan cairan rehidrasi IV
7) Kelola sesuai dengan kondisi spesifik atau komplikasinya
b. Bayi sehat
1) Beri ASI peras melalui pipa lambung
2) Beri minum 8 kali dalam 24 jam (contoh; setiap 3 jam). Apabila bayi telah
mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar,
beri tambahan ASI setiap kali minum
3) Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok. Apabila bayi
telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/ sendok, coba
untuk menyusui langsung.
c. Bayi Sakit
1) Beri cairan intravena hanya selama 24 jam pertama.
2) Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hari ke-2 dan kurangi jumlah
cairan intravena secara perlahan.
3) Beri minum 8 kali dalam 24 jam (setiap 3 jam). Apabila bayi telah
mendapatkan minum 160 ml/kgBB per hari tetapi masih tampak lapar,
beri tambahan ASI setiap kali minum
4) Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/ sendok.
5) Apabila bayi telah mendapatkan minum baik menggunakan cangkir/
sendok, coba untuk menyusui langsung.

C. HIPOTERMI
1. Pengertian Hipotermia
Hipotermia adalah kondisi di mana tubuh kita mengalami penurunanan
suhu inti (suhu organ dalam). Hipotermia bisa menyebabkan terjadinya
pembengkakan di seluru tubuh (Edema Generalisata), menghilangnya reflex
tubuh (areflexia), koma, hingga menghilangnya reaksi pupil mata. Disebut
hipotermia berat bila suhu tubuh < 32oC. Untuk mengukur suhu tubuh pada
hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading termometer)
sampai 25oC. Di samping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal
penyakit yang berakhir dengan kematian

10
Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan di bawah normal. Suhu
normal pada bayi neonatus adalah adalah 36,5-37,5 derajat Celsius (suhu ketiak).
Hipotermi merupakan salah satu penyebab tersering dari kematian bayi baru lahir,
terutama dengan berat badan kurang dari 2,5 Kg Gejala awal hipotermi apabila
suhu kurang dari 36 derajat Celsius atau kedua kaki dan tangan teraba dingin.
terutama dengan berat badan

Beberapa pengertian hipotermia dari berbagai sumber :


a. Menurut Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo (2001), bayi
hipotermia adalah bayi dengan suhu badan dibawah normal. Adapun suhu
normal pada neonatus adalah 36,5o-37,5o Gejala awal pada hipotermi apabila
suhu <36oC atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi
terasa dingin maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 320-
36o C). Disebut hipotermia berat bila suhu <32o C diperlukan termometer
ukuran rendah yang dapat mengukur sampai 25o C.
b. Menurut Indarso F (2001), disamping sebagai suatu gejala, hipotermia
merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian.
c. Menurut Sandra M.T (1997), hipotermi yaitu suatu kondisi dimana suhu tubuh
inti turun sampai dibawah 35o C.

2. Etiologi Hipotermi
Penyebab terjadinya hipotermi pada bayi yaitu :
a. Jaringan lemak subkutan tipis
b. Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar.
c. Cadangan glikogen dan brown fat sedikit.
d. Bayi baru lahir tidak ada respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan.
e. Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang berisiko tinggi
mengalami hipotermia.
f. Bayi dipisahkan dari ibunya segera mungkin setelah lahir.
g. Berat lahir bayi yang kurang dan kehamilan prematur.
h. Tempat melahirkan yang dingin.
i. Bayi asfiksia, hipoksia, resusitasi yang lama, sepsis, sindrom dengan
pernapasan, hipoglikemia perdarahan intra kranial.

3. Patofisiologi Hipotermi
Sewaktu kulit bayi menjadi dingin, saraf afferen menyampaikan pada
sentral pengatur panas di hipothalamus. Saraf yang dari hipothalamus sewaktu
mencapaib rown fat memacu pelepasan noradrenalin lokal sehingga trigliserida
dioksidasi menjadi gliserol dan asam lemak. Blood gliserol level meningkat,
tetapi asam lemak secara lokal dikonsumsi untuk menghasilkan panas.
Daerah brown fat menjadi panas, kemudian didistribusikan ke beberapa bagian
tubuh melalui aliran darah.

11
Ini menunjukkan bahwa bayi akan memerlukan oksigen tambahan dan
glukosa untuk metabolisme yang digunakan untuk menjaga tubuh tetap hangat.
Methabolicther mogenesis yang efektif memerlukan integritas dari sistem syaraf
sentral, kecukupan dari brown fat, dan tersedianya glukosa serta oksigen.
Perubahan fisiologis akibat hipotermia yang terjadi pada sistem syaraf pusat
antara lain depresi linier dari metabolisme otak, amnesia, apatis, disartria,
pertimbangan yang terganggu adaptasi yang salah, EEG yang abnormal, depressi
kesadaran yang progresif, dilatasi pupil, dan halusinasi. Dalam keadaan berat
dapat terjadi kehilangan autoregulasi otak, aliran darah otak menurun, koma,
refleks okuli yang hilang, dan penurunan yang progressif dari aktivitas EEG.

4. Tanda dan Gejala


a. Berikut beberapa gejala bayi terkena hipotermia, yaitu :
1) Suhu tubuh bayi turun dari normalnya.
2) Bayi tidak mau minum atau menetek.
3) Bayi tampak lesu atau mengantuk saja.
4) Tubuh bayi teraba dingin.
5) Dalam keadaan berat denyut jantung bayi menurun dan kulit tubuh
mengeras (sklerema).
6) Kulit bayi berwarna merah muda dan terlihat sehat.
7) Lebih diam dari biasanya.
8) Hilang kesadaran.
9) Pernapasannya cepat.
10) Denyut nadinya melemah.
11) Gangguan penglihatan.
12) Pupil mata melebar (dilatasi) dan tidak bereaksi.
b. Berikut adalah tanda terjadinya hipotermia
1) Tanda-tanda hipotermia sedang:
a) Aktifitas berkurang.
b) Tangisan lemah.
c) Kulit berwarna tidak rata (cutis malviorata).
d) Kemampuan menghisap lemah.
e) Kaki teraba dingin.
f) Jika hipotermia berlanjut akan timbul cidera dingin.
c. Tanda-tanda hipotermia berat :
a) Aktifitas berkurang, letargis.
b) Bibir dan kuku kebiruan.
c) Pernafasan lambat.
d) Bunyi jantung lambat.
e) Selanjutnya mungkin timbul hipoglikemia dan asidosis metabolik.
f) Risiko untuk kematian bayi.

5. Diagnosis
a. Anamnesis

12
1) Riwayat asfiksia waktu lahir
2) Riwayat bayi yang segera dimandikan sesaat sesudah lahir
3) Riwayat bayi yang tidak dikeringkan sesudah lahir, dan tidak dijaga
kehangatannya
4) Riwayat terpapar dengan lingkungan yang dingin
5) Riwayat melakukan tindakan tanpa tambahan kehangatan pada bayi

b. Pemeriksaan fisik

Anamnesis Pemeriksaan Fisik Klasifikasi


1. Bayi terpapar suhu 1. Suhu tubuh 32°C-
lingkungan yang 36,4°C
rendah 2. Gangguan nafas
2. Waktu timbulnya 3. Denyut jantung
kurang dari 2 hari kurang dari 100 Hipotermia sedang
kali/menit
4. Malas minum
5. Latargi

1. Bayi terpapar suhu 1. Suhu tubuh <32°C


lingkungan yang 2. Tanda lain hipotermia
rendah sedang
2. Waktu timbulnya 3. Kulit teraba keras Hipotermia berat
kurang dari 2 hari 4. Nafas pelan dan
dalam

1. Tidak terpapar 1. Suhu tubuh


dengan dingin atau berfluktuasi antara
panas yang 36°C - 39°C
berlebihan meskipun berada di Suhu tubuh tidak stabil
suhu lingkungan yang (lihat dugaan sepsi)
stabil
2. Fluktuasi terjadi
sesudah periode suhu
stabil

6. Manajemen
a. Hipotermia berat
1) Segera hangatkan bayi di bawah pemancar panas yang telah dinyalakan
sebelumnya, bila mungkin. Gunakan inkubator atau ruangan hangat, bila
perlu.
2) Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beripakaian yang hangat,
pakai topi dan selimut dengan selimut hangat.
3) Hindari paparan panas yang berlebihan dan usahakan agar posisi bayi
sering diubah.

13
4) Bila bayi dengan gangguan nafas (frekuensi nafas 60 atau kurang 40
kali/menit, tarikan dingding dada, merintih saat ekspirasi)
5) Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan
selang infus tetap terpasang dibawah pemancar panas, untuk
menghangatkan cairan
6) Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah kurang 45 mg/dL
(2,6 mmol/L) tangani hipoglikemia.
7) Nilai tanda bahaya setiap jam dan nilai juga kemampuan minum setiap 4
jam sampai suhu tubuh kembali dalam batas normal
8) Ambil sempel darah dan beri antibiotika sesuai dengan yang disebutkan
dalam penanganan kemungkinan besar sefsis
9) Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap :
a) Bila bayi tidak dapat menyusu, beri asi perah dengan menggunakn
salah satu alternatif cara pemberian minum
b) Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung
dan beri asi perah begitu suhu bayi mencapai 35°C
10) Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak
0,5°C/jam, berarti upaya menghangatkan berhasil,kemudian lanjutkan
dengan meriksa suhu bayi setiap 2 jam
11) Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk menghangatkan dan suhu
ruangan setiap jam
12) Setelah suhu bayi normal :
a) Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi
b) Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya setiap 3jam
13) Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika, bila suhu
bayi tetap dalam batas normal dan bayiminum dengan baik dan tidak
ada masalah lain yang memerlukan perwatan di rumah sakit, bayi dapat
dipulangkan dan nasehati ibu bagaimana cara menjaga agar bayi hangat
selama di rumah.
b. Hipotermia sedang
1) Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat,
memakai topi dan selimuti dengan seliut hangat
2) Bila ada ibu/pengganti ibu,anjurkan menghangatkan bayi dengan
melakukan kontak kulit dengan kulit (perawatan bayi lekat)
3) Bila ibu tidak ada:
a) Hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar panas.
Gunakan inkubator dan ruangan hangat, bila perlu
b) Periksa suhu alat penghangat dan suhu ruangan
c) Berikan asi perah dengan menggunakana salah satu alternatif
d) Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah
4) Mintalah ibu untuk mengamati tanda bahaya seperti gangguan nafas,kejang
dan apabila tanda tersebut terjadi segera mencari pertolongan
5) Bila suhu tubuh tidak naik atau naik terlalu pelan, kurang 0,5°C/jam
6) Setelah suhu tubuh normal:

14
a) Lakukan perawatan lanjutan
b) Pantau bayi selama 12jam berikutnya, periksa suhu setiap 3 jam. Bila
suhu tetap dalam batas normal dan bayi minum dapat dengan baik serta
tidak ada masalah lain yang perlu perawatan, bayi dapat dipulangkan.
Nasehati ibu cara menghangatkan bayi di rumah.

D. HIPOGLIKEMIA
1. Pengertian
Hipoglikemia adalah suatu penurunan abnormal kadar gula darah atau
kondisi ketidaknormalan kadar glukosa yang rendah. Keadaan ini dapat
didefinisikan sebagai kadar glukosa di bawah 40 mg/dL setelah kelahiran berlaku
untuk seluruh bayi baru lahir atau pembacaan stipreagen oxidasi glukosa di bawah
45 mg/dL yang dikonfirmasi dengan uji glukosa darah. Kondisi Hipoglikemi ini
lebih berbahaya dari hiperglikemia (kadar glukosa di atas normal). Saat terjadi
hipoglikemi, oksigen yang sampai ke otak bisa sangat kurang.
Hipoglikemia adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat
menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksia otak. Bila tidak dikelola
dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada susunan saraf pusat bahkan
sampai kematian.Dalam keadaan normal, tubuh mempertahankan kadar gula
darah antara 70-110 mg/dL. Kadar gula darah yang terlalu rendah menyebabkan
berbagai sistem organ tubuh mengalami kelainan fungsi.Otak merupakan organ
yang sangat peka terhadap kadar gula darah yang rendah karena glukosa
merupakan sumber energi otak yang utama. Otak memberikan respon terhadap
kadar gula darahyang rendah dan melalui sistem saraf, merangsang kelenjar
adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin).

2. Langkah Promotif/Preventif
a. Penanganan/pengendaliankadar glukosa ibu Diabetes Mellitus
b. Penanganan keadaan yang dapat mengakibatkan BBLR.
c. Penanganan keadaan yang dapat meningkatkan penggunaan glukosa bayi
(misalnya pada asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan).
d. Pemenuhan kebutuhan nutrisi rumatan dengan minum ASI dini.
e. Memeriksa segera kadar glukosa darah sewaktu untuk bayi yang besar/BB
>4000 gram (makrosomia) dan bayi yang lahir dari ibu Diabetes Melitus atau
dicurigai DM.

3. Penyebab
Hipoglikemia biasa terjadi jika seorang bayi pada saat dilahirkan memiliki
cadangan glukosa yang rendah (yang disimpan dalam bentuk
glikogen).Penyebab lainnya adalah Prematuritas, Post-maturitas, dan Kelainan

15
fungsi plasenta (ari-ari) selama berada didalam kandungan.Hipoglikemia juga
bisa terjadi pada bayi yang memiliki kadar insulin yang tinggi. Bayi yang ibunya
menderita diabetes seringkali memiliki kadar insulin yang tinggi karena ibunya
memiliki kadar gula darah yang tinggi, sejumlah besar darah gula ini melewati
plasenta dan sampai ke janin selama masa kehamilan. Akibatnya, janin
menghasilkan sejumlah besar insulin.
Peningkatan kadar insulin juga ditemukan pada bayi yang menderita
penyakit hemolitik berat. Kadar Insulin yang tinggi menyebabkan kadar gula
darah menurun dengan cepat pada jam-jam pertama kehidupan bayi setelah
dilahirkan, dimana aliran gula dari plasenta secara tiba-tiba terhenti.
Hipoglikemia dapat disebabkan oleh berbagai kelainan mekanisme kontrol pada
metabolisme glukosa, antara lain : inborn erors of metabolism, perubahan
keseimbangan endokrin dan pengaruh obat-obatan maupun toksin.

4. Patofisiologi
Hipoglikemi sering terjadi pada berat lahir rendah (BBLR), karena
cadangan glukosa rendah. Pada ibu diabetes mellitus (DM) terjadi transfer
glukosa yang berlebihan pada janin sehingga respons insulin juga meningkat
pada janin. Saat lahir dimana jalur plasenta terputus maka transfer glukosa
berhenti sedangkan respon insulin masih tinggi (transient hiperinsulinism)
sehingga terjadi hipoglikemi.
Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat
menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola
dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada susunan syaraf pusat bahkan
sampai kematian. Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu
dengan diabetes mellitus. Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk
ketahanan hidup selama proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir.
Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada karena
meningkatkan penggunaan cadangan glukosa, misalnya pada asfiksia, hipotermi,
gangguan pernafasan.

5. Diagnosis
a. Anamnesis
1) Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan
pernapasan.
2) Riwayat bayi prematur
3) Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK)

16
4) Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK)
5) Riwayat bayi dengan ibu Diabetes Melitus
6) Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan
b. Pemeriksaan Klinis
Hipoglikemi sering asimtomatis, pada keadaan ini terapi sudah harus
dilakukan agar prognosis menjadi lebih baik.
Tanda dan gejala yang sering terlihat adalah:
1) Tremor(“jitteriness”)
2) Bayi lemah, apatis, letargik, keringat dingin
3) Sianosis
4) Kejang
5) Apneu atau nafas lambat, tidak teratur
6) Tangis melengking atau lemah merintih
7) Hipotoni
8) Masalah minum
9) Nistagmus gerakan involunter pada mata
10) Kesulitan makan
11) Keringat banyak
12) Mual muntah

6. Manajemen
a. Berikan Glukosa 10% 2 mL/kg secara IV bolus pelan dalam lima menit.
b. Jika jalur IV tidak dapat dipasang dengan cepat, berikan larutan Glukosa
melalui pipa lambung dengan dosis yang sama.
c. Infus Glukosa 10% sesuai kebutuhan rumatan, kemudian lakukan rujukan.
Kebutuhan rumatan sebaiknya sejalan dengan kecepatan glucose infusion
rate (GIR) 4-6 mg/kgBB/menit.
d. Anjurkan ibu menyusui. Bila bayi tidak dapat menyusui, berikan ASI perah
dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.

17
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Kegawatdaruratan pada bayi baru lahir dan neonatus diantaranya adalah asfiksia
bayi baru lahir yaitu kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat bayi lahir
atau beberapa saat setelah lahir, bayi berat lahir rendah yaitu bayi dengan berat lahir
kurang dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi, hipotermi pada neonatus
yaitu bayi dengan suhu badan di bawah normal, dan hipoglikemia neonatus yaitu
neonatus dengan kadar gula darah dibawah normal.
B. Saran
Seorang bidan harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan dalam penanganan
atau manajemen kegawatdaruratan pada bayi baru lahir dan neonatus yang
mengalami asfiksia, BBLR, hipotermi, dan hipoglikemi.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ai Yeyeh Rukiyah. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Trans Info
Media.

JNPK-KR. 2008. Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Jakarta:
JNPK-KR

Tjokronegoro, Arjatmo. 1987. Kegawatan Perinatal. Jakarta: Gaya Baru.

19

Anda mungkin juga menyukai