Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

ASUHAN KEGAWATDARURATAN NEONATUS


Dosen Pengampuh: Harmawati Rustam, s.st., M.Keb

Disusun oleh:

KELOMPOK 4
1. IIN SITULUNG NIM 042019002
2. IRA WANDA M. LOBO NIM 042019003
3. NUR AISA RAMDANI NIM 042019006
4. RAHMADILA NIM 042019007
5. YUNITHA AULIYANI NIM 042019014

PROGRAM STUDI DIPLOMA III/S1 KEBIDANAN

INSTITUT KESEHATAN DAN BISNIS

KURNIA JAYA PERSADA

PALOPO

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT, karena atas kehendak-
Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik dan lancar. Dengan ini
penyusun bermaksud memperluas pengetahuan mata kuliah “Asuhan
Kegawatdaruratan Maternal Neonatal ” dengan makalah yang berjudul “ Asuhan
Kegawatdaruratan Neonatus”. Dalam proses penyusunan materi ini, penyusun
berupaya untuk mengumpulkan bahan-bahan referensi dan diskusi ilmiah serta
berbagai tulisan dari media masa seperti internet. Selesainya makalah ini tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak.

Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam makalah ini.


Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun akan penyusun terima
dengan baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.

Palopo, 24 Februari 2022

Peyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................ii

BAB I......................................................................................................1
A. Latar belakang....................................................................................................2
B. Rumusan masalah...............................................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................................2

BAB II....................................................................................................3
A. Asuhan kegawatdaruratan neonatal dengan asfiksia..........................................3
B. Asuhan kegawatdaruratan neonatal dengan BBLR (prematur)..........................7
C. Asuhan kegawatdauratan neonatal dengan kejang.............................................10
D. Asuhan kegawatdauratan neonatal dengan Hipotermia.....................................15

BAB III...................................................................................................19
A. Kesimpulan.........................................................................................................19
B. Saran...................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kegawatdaruratan neonatal adalah situasi yang membutuhkan evaluasi dan
manajemen yang tepat pada bayi baru lahir yang sakit kritis (< usia 28 hari), serta
membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali perubahan psikologis dan
kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul sewaktu-waktu
(Sharieff, Brousseau, 2006).
Sebanyak 7000 Bayi baru lahir di dunia meninggal setiap harinya
(Indonesia: 185/hari, dg AKN 15/1000 Kel Hidup). Tiga-perempat kematian
neonatal terjadi pd minggu pertama, dan 40% meninggal dlm 24 jam pertama.
Kematian neonatal berkaitan erat dg kualitas pelayanan persalinan, dan
penanganan BBL yg kurang optimal segera setelah lahir dan bbrp hari
pertamasetelah lahir. Penyebab utama kematian (thn 2016) adalah:
prematur,komplikasi terkait persalinan (asfixia atau kesulitan bernafas saat lahir),
infeksi dan cacat lahir (birth defect). (Sumber: Key facts. Newborns:
reducingmortality. 28 September 2018.
Masa neonatal merupakan masa kritis untuk bayi karena bayi dalam masa
transisi dari kehidupan intra uteri ke ekstra uteri. Awalnya semua kebutuhan bayi
dalam kandungan sudah terpenuhi dari ibunya melalui placenta. Namun saat bayi
dilahirkan dan berada diluar Rahim terpapar dengan udara bebas, secara otomatis
semua fungsi organ bayi harus mampu bekerja sendiri baik jantung, pernafasan,
ginjal dan lain-lain harus menyesuaikan untuk memenuhi kebutuhan. Saat itu bayi
harus beradaptasi dengan lingkungannya. Kondisi demikian, memungkinkan
ancaman baik dari individu dan lingkungan yang dapat memunculkan
permasalahan terkait dengan kehidupan bayi sehingga menjadi permasalahan
kegawatdaruratan neonatal. Permasalahan kegawatdaruratan neonatal bisa

1
berdampak meningkatnya Angka Kematian Bayi (AKB) yang sangat
membutuhkan ketrampilan menyelamatkan nasib anak bangsa. Upaya yang dapat
dilakukan dengan cara meningkatkan pengetahuan agar dapat memberikan
layanan tepat dan tepat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana asuhan kegawatdaruratan neonatal dengan asfiksia?
2. Bagaimana asuhan kegawatdaruratan neonatal dengan BBLR (prematur)?
3. Bagaimana asuhan kegawatdauratan neonatal dengan kejang?
4. Bagaimana asuhan kegawatdauratan neonatal dengan Hipotermia?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui asuhan kegawatdaruratan neonatal dengan asfiksia
2. Untuk mengetahui asuhan kegawatdaruratan neonatal dengan BBLR (prematur)
3. Untuk mengetahui asuhan kegawatdauratan neonatal dengan kejang
4. Untuk mengetahui asuhan kegawatdauratan neonatal dengan hipotermia
D. Manfaat Penulisan

Dengan adanya makalah ini membuat mahasiswi dapat memahami tentang


pentingnya mengetahui prinsip penanganan kegawatdaruratan pada proses
pelayanan kesehatan terutama mengenai nenotaus karena banyaknya komplikasi
yang terjadi pada ibu hamil dimasa kehamilann. Maka dari itu, dengan adanya
makalah ini dapat menambah wawasan tenaga kesehatan untuk dapat
mengaplikasikannya dalam pelayanannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Asuhan Kegawatdaruratan Neonatal dengan Asfiksia


1. Asfiksia Neonatal
a. Definisi

Asfiksia merupakan kegagalan bernapas secara spontan dan teratur


pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan
PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia Pa CO2 meningkat
dan asidosis.

b. Patofisiologi
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta.
Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional
dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.
c. Gejala Klinik
Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang
dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon
terhadap refleks rangsangan.

Asfiksia yang terdeteksi sesudah lahir, prosesnya berjalan dalam


beberapa tahapan :

1. Janin bernapas megap-megap (gasping), diikuti :


2. Masa henti napas (fase henti napas primer).
3. Jika asfiksia berlanjut terus, timbul pernapasan megap-megap yang kedua
selama 4–5 menit (fase gasping kedua) diikuti masa hentinapas kedua
(henti napas sekunder.
d. Penilaian Keadaan Bayi

3
Menit ke-1 dan ke-5 sesudah lahir dinilai dengan skor Apgar
(apparance, pulse, grimace, activity, respiration). Nilai menit 1 untuk
menentukan seberapa jauh diperlukan tindakan resusitasi. Nilai ini berkaitan
dengan keadaan asidosis dan kelangsungan hidup. Nilai pada menit kelima
untuk menilai prognosis neurologis.
Setelah melakukan penilaian keadaan bayi, hal penting selanjutnya
yang perlu Anda lakukan adalah melihat penilaian asfiksia dengan Penilaian
APGAR Skor seperti yang digambarkan pada
Bagan 1.2 di bawah ini.

Klinis Penilaian
0 1 2
 Detak jantung Tidak ada < 100 x/menit >100 x/menit
 Pernafasan Tidak ada Tak teratur Tangis kuat
 Refleks saat jalan Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
nafas dibersihkan
 Tonus otot Lunglai fleksi ekstrimitas Fleksi kuat
(lemah) gerak aktif
 Warna kulit Biru pucat Tubuh merah Merah seluruh
ekstrimitas biru tubuh

Keterangan Nilai Apgar:


Nilai 0-3 : Asfiksia berat
Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Normal

e. Penatalaksanaan Neonatus Dengan Asfiksia


Ante /intrapartum Bila ada kegawat janin utamanya sebelum aterm,
yang terpikir penyakit membran hyalin (kematangan paru) pada bayi.

4
1) Penataksanaan
a. Pertahankan kehamilan (kolaburasi medis) dengan pemberian tokolitik
dan antibiotik untuk mencegah infeksi.
b) Kehamilan < 35 minggu, kehamilan tidak dapat dipertahankan untuk
percepat kematangan paru dengan kortikosteroid dosis tunggal
c) Beberapa jam sebelum persalinan menginformasikan /Berkolaburasi ke
UPF Anak.
2) Persiapan sebelum lahir
Menyiapkan alat-2 resusitasi (dari perawatan perinatologi)
a) Meja resusitasi, lampu penghangat
b) Pengisap lendir disposable dan suction pump bayi
c) Ambulans incubator
d) 0 2 dengan flowmeter.
3) Resusitasi Tentukan skor apgar 1 dan 5 menit (masing-masing untuk
menentukan diagnosa/ada tidaknya asfiksia dan berikutnya untuk
menentukan prognosa bayi). Lakukan resusitasi tahap 1-5 sesuai kondisi
bayi.
4) Pasca resusitasi
a) Lakukan pemeriksaan fisik secara sistimatis dan lengkap
b) Tentukan masa gestasi berdasarkan skor Dubowitz/modifikasi
c) Lakukan perawatan tali pusat dengan antibiotika/antiseptik dengan kasa
steril.
d) Tetes mata/zalf mata untuk cegah Go
e) Vit K 1 mg im/ 1-2 mg/peroral
f) Beri identitas ibu dan bayi yang sama
g) Perawatan BBLR sesuai dengan masa gestasi
 Perawatan 1/rawat gabung rooming in
 Perawatan 2/perawatan khusus untuk observasi

5
 Perawatan 3/perawatan intensive neonatus/neonatal intensive care
unit.
5) Penataksanaan Pascaresusitasi yang Berhasil
a) Hindari kehilangan panas
 Lakukan kontak kulit di dada ibu (metode Kanguru), dan selimuti
bayi
 Letakkan dibawah radiant heater, jika tersedia.
b) Periksa bayi dan hitung napas dalam semenit Jika bayi sianosis (biru)
atau sukar bernafas (frekuensi < 30 atau > 60 X/menit, tarikan dinding
dada ke dalam atau merintih)
 Isap mulut dan hidung untuk memastikan jalan nafas bersih
 Beri oksigen 0,5 l/menit lewat kateter hidung atau nasal prong.
 Rujuk ke kamar bayi atau ketempat pelayanan yang dituju.

INGAT : pemberian oksigen secara sembarangan pada bayi prematur


dapat menimbulkan kebutaan

c) Ukur suhu aksiler :


 Jika suhu 36o C atau lebih, teruskan metode kanguru dan mulai
pemberian ASI.
 Jika suhu < 36oC, lakukan penanganan hipothermia.
d) Mendorong ibu mulai menyusui : bayi yang mendapat resusitasi
cenderung hipoglikemia.
 Jika kekuatan mengisap baik, proses penyembuhan optimal
 Jika mengisap kurang baik, rujuk ke kamar bayi atau ketempat
pelayanan yang dituju.
e) Lakukan pemantauan yang sering dalam 24 jam pertama. Jika sukar
bernafas kambuh, rujuk ke kamar bayi atau ke tempat pelayanan yang
dituju.

6
B. Neonatus dengan Bayi Berat Badan Lahir Rendah (Prematur)
1. Definisi
Adalah bayi baru lahir (BBL) dengan berat badan lahir < 2500 gram.
(DepKes. RI, 2001: 122). BBLR adalah bayi baru lahir dengan berat badan
kurang dari 500 gram, tanpa memandang usia kehamilan.
Klasifikasi BBLR dapat digolongkan menjadi:
a. Prematuritas murni
Adalah bayi lahir pada kehamilan kurang dari 37 minggu dengan BB yang
sesuai.
b. Small For Date (SFP) atau kecil untuk masa kehamilan
Adalah bayi yang BB rendah kurang dari seharusnya umum kehamilan.
c. Reterdasi Pertumbuhan Janin Uterus
Adalah bayi yang lahir dengan BB rendah dan tidak sesuai dengan tuanya
kehamilan.
d. Lihgt For Date sama dengan Small For Date
e. Dismaturias
Adalah suatu sindrom klinik dimana terjadi ketidakseimbangan antara
pertumbuhan janin dengan lanjutan kehamilan.
f. Large for date
Adalah bayi yang dilahirkan lebih besar dari seharusnya tua kehamilan
misal pada DM.

2. Etiologi
a. Faktor genetik/kromosom
b. Infeksi
c. Bahan toksit
d. Radiasi
e. Disfungsi plasenta

7
f. Faktor nutrisi
g. Faktor lain seperti merokok, peminum alcohol.

3. Komplikasi
a. Sindrom aspirasi mekonium
b. Asfiksia neonatorum
c. Sindrom disstres respirasi
d. Penyakit membran hialin
e. Dismatur pretern terutama bila masa gestasinya kurang dari 35 minggu
f. Hiperbilirubinemia, patent ductus arteriousus, perdarahan ventrikel otak.
g. Hipotermia, hipoglekemia, anemi, gangguan pembekuan darah.
h. Infeksi, retrolental fibroplasia, NEC (necrotizing enterocolitis)
i. Bronchopilmonary dysplasia, malformasi kongenital.

4. Penatalaksanaan Untuk Neonatus Dengan BBLR


a. Berat Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLRSR) atau sangat kecil Bayi
sangat kecil (< 1500 gr atau < 32 minggu) sering terjadi masalah yang berat
yaitu :
1) Sukar bernafas
2) Kesukaran pemberian minum
3) Icterus yang berat
4) Infeksi
5) Rentan hypothermi bila tidak dalam incubator
Asuhan yang diberikan :
1) Pastikan kehangatan bayi dengan bungkus dengan kain lunak, kering,
selimut dan pakai topi.
2) Jika pada riwayat ibu terdapat kemungkinan infeksi bakteri beri dosis
pertama antibiotika gentamisin 4 mg/kg BB IM (atau kanamisin) ditambah
ampisilin 100mg/kg BB IM.

8
3) Bila bayi sianosis (biru) atau sukar bernafas (frekuensi 60 X/menit, tarikan
dinding dada ke dalam atau merintih, beri oksigen 0,5 l /menit lewat kateter
hidung atau nasal prong.
4) Segera rujuk ketempat pelayanan kesehatan khusus yang sesuai untuk bayi
baru lahir sakit atau kecil.
b. Bayi Prematur Sedang (BBLR) Bayi premature sedang (33 – 38 minggu)
atau BBLR (1500 – 2500 gram) dapat mempunyai masalah segerasetelah
lahir. Asuhan yang diberikan adalah :
1) Jika bayi tidak ada kesukaran bernafas dan tetap hangat dengan metode
Kanguru:
 Rawat bayi tetap bersama ibunya
 Dorong ibu mulai menyusui dalam 1 jam pertama
2) Jika bayi sianosis sianosis (biru) atau sukar bernafas ( frekuensim60 X/
menit, tarikan dinding dada ke dalam atau merintih) beri oksigen 0,5 l
/menit lewat kateter hidung atau nasal prong.
3) Jika suhu aksiler turun dibawah 35oC,hangatkan bayi segera.
c. Bayi Prematur dan/atau Ketuban Pecah Lama dan Asimptomatis Asuhan
yang diberikan :
1) Jika ibu mempunyai tanda klinis infeksi bakteri atau jika ketuban pecah
lebih dari 18 jam meskipun tanpa klinis infeksi :
 Rawat bayi tetap bersama ibu dan dorong ibu tetap menyusui.
 Lakukan kuktur darah dan berikan obat dosis pertama antibiotika
gentamisin 4 mg/kg BB IM (atau kanamisin ) ditambah ampisilin
100mg/kg BB IM.
2) Jangan berikan antibiotika padakondisi lain. Amati bayi terhadap tanda
infeksi selama 3 hari :
 Rawat bayi tetap bersama ibu dan dorong ibu tetap menyusui

9
 Jika dalam 3 hari terjadi tanda infeksi, rujuk ke tempat layanan bayi
sakit atau bayi kecil.

5. Pencegahan
Kasus BBLR sangat membutuhakan pencegahan/preventif penting. :
a. Pemeriksaan kehamilan berkala minim 4 X dimulai sejak umur kehamilan
muda. Ibu hamil diduga berisiko melahirkan BBLR harus cepat dirujuk.
b. Penyuluhan kesehatan tentang tumbuh kembang janin dalam rahim, tanda
bahaya kehamilan dan perawatan diri selama kehamilan.
c. Hendaknya ibu merencanakan persalinannya pada kurun umur reproduksi
sehat (20- 34 tahun).
d. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam
meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga untuk
meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan status
gizi ibu selama hamil.

C. Kejang
1. Definisi kejang
Kejang merupakan keadaan darurat atau tanda bahaya yang sering terjadi
pada neonatus karena kejang dapat mengakibatkan hipoksia otak yang cukup
berbahaya bagi kelangsungan hidup bayi atau dapat mengakibatkan sekuele di
kemudian hari. Selain itu kejang dapat merupakan tanda atau gejala dari satu
masalah atau lebih dan memiliki efek jangka panjang berupa penurunan
ambang kejang, gangguan belajar dan gangguan daya ingat. Aktivitas kejang
yang terjadi pada waktu diferensiasi neuron, mielinisasi, dan proliferasi glia
pada neonatus dianggap sebagai penyebab kerusakan otak. kejang berulang
akan menyebabkan berkurangnya oksigenasi, ventilasi, dan nutrisi di otak.

10
Kejang pada neonatus secara klinis dapat diartikan sebagai perubahan
paroksimal dari fungsi neurologik seperti perubahan perilaku, sensorik,
motorik, dan fungsi autonom sistem saraf yang terjadi pada bayi berumur
sampai dengan 28 hari.
2. Etiologi
Berdasarkan literatur, didapatkan beberapa etiologi dari kejang neonatus
yaitu:
a. Asfiksia
Asfiksia perinatal menyebabkan terjadinya ensefalopati hipoksik-
iskemik dan merupakan masalah neurologis yang penting pada masa
neonatal, dan menimbulkan gejala sisa neurologis di kemudian hari.
Asfiksia intrauterin adalah penyebab terbanyak ensefalopati hipoksik-
iskemik. Hal ini karena terjadi hipoksemia, kurangnya kadar oksigen ke
jaringan otak. Kedua keadaan tersebut 10 dapat terjadi secara bersama-
sama, yang satu dapat lebih dominan tetapi faktor iskemia merupaka faktor
yang paling penting dibandingkan hipoksemia.
b. Trauma dan Perdarahan Intrakranial

Trauma dan perdarahan intrakranial biasanya terjadi pada bayi yang


besar yang dilahirkan oleh ibu dengan kehamilan primipara. Hal ini terjadi
pada partus lama, persalinan yang sulit disebabkan oleh kelainan kedudukan
janin dalam rahim atau kelahiran presipitatus sebelum serviks uteri
membuka cukup lebar. Pada bayi berat lahir rendah dengan berat badan
dengan berat badan <1500 gram biasanya perdarahan terjadi didahului oleh
keadaan asfiksia. Perdarahan intrakranial dapat terjadi di ruang
subarachnoid, subdural, dan intraventrikular atau parenkim otak.

c. Infeksi
Pada bayi baru lahir infeksi dapat terjadi di dalam rahim, selama
persalinan, atau segera sesudah lahir. Infeksi dalam rahim terjadi karena

11
infeksi primer dari ibu seperti toxoplasmosis, rubella, sitomegalovirus, dan
herpes. Selama persalinan atau segera sesudah lahir, bayi dapat terinfeksi
oleh virus herpes simpleks, virus Coxsackie, E. Colli, dan Streptococcus B
yang dapat menyebabkan ensefalitis dan meningitis.
d. Gangguan Metabolik
Gangguan metabolik yang menyebabkan kejang pada bayi baru lahir
adalah gangguan metabolisme glukosa, kalsium, magnenisum, elektrolit,
dan asam amino. Gangguan metabolik ini terdapat pada 73% bayi baru lahir
dengan kerusakan otak. Berkurangnya level glukosa dari nilai normal
merupakan keadaan tersering penyebab gangguan metabolik pada bayi baru
lahir. Berbagai keadaan gangguan metabolik yang berhubungan dengan
kejang pada neonatus adalah:
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia pada bayi baru lahir adalah bila dalam tiga hari
pertama sesudah lahir, kadar gula darah kurang dari 20mg% pada bayi
kurang bulan atau kurang dari 30mg% pada bayi cukup bulan pada
pemeriksaan kadar gula darah 2 kali berturut-turut, dan kurang dari 40mg
% pada bayi berumur lebih dari 3 hari. Hipoglikemia sering terjadi pada
bayi kecil masa kehamilan, bayi dari ibu penderita diabetes, atau bayi
dengan penyakit berat seperti asfiksia dan sepsis.
2) Hipokalsemia
Hipokalsemia jarang menjadi penyebab tunggal kejang pada
neonatus. biasanya hipokalsemia disertai dengan gangguan lain, misalnya
hipoglikemia, hipomagnersemia, atau hipofosfatemia. Diagnosis
hipokalsemia adalah bila kadar kalsium dalam darah kurang dari 7 mg%.
Hipokalsemia terjadi pada masa dini dijumpai pada bayi berat lahir
rendah, ensefalopati hipoksik-iskemik, bayi dari ibu dengan diabetes
melitus, bayi yang lahir akibat komplikasi berat terutama karena asfiksia.
e. Gangguan Elektrolit

12
Gangguan keseimbangan elektrolit terutama natrium menyebabkan
hiponatremia ataupun hipernatremia yang kedua-duanya merupakan
penyebab kejang. Hiponatremia dapat terjadi bila ada gangguan sekresi dari
anti diuretik hormon (ADH) yang tidak sempurna. Hal ini sering terjadi
bersamaan dengan meningitis, meningoensefalitis, sepsis, dan perdarahan
intrakranial. Hiponatremia dapat terjadi pada diare akibat pengeluaran
natrium berlebuham, kesalahan pemberian cairan pada bayi, dan akibat
pengeluaran keringat berlebihan. Hipernatremia terjadi bila pemberian
natrium bikarbonat berlebihan pada koreksi asidosis dengan dehidrasi.
3. Klasifikasi Kejang
Banyak klasifikasi mengenai kejang pada neonatus, tapi sebagian besar
literatur menggunakan klasifikasi Volpe sebagai acuan. Volpe
mengklasifikasikan kejang sesuai dengan gejala klinisnya, yaitu:
a. Subtle
Merupakan tipe kejang tersering yang terjadi pada bayi kurang bulan.
Bentuk kejang ini hampir tidak terlihat, biasanya berupa pergerakan muka,
mulut, atau lidah berupa menyeringai, terkejat-kejat, mengisap, menguyang,
menelan, atau menguap. Manifestasi kejang subtle pada mata adalah
pergerakan bola mata berkedip-kedip, deviasi bola mata horisontal, dan
pergerakan bola mata yang cepat (nystagmus jerk).
b. Klonik
Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1-3 detik, terlokalisasi
dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran, dan biasanya tidak diikuti
oleh fase tonik. Bentuk kejang ini sebagai manifestasi akibat trauma fokal
pada kontusio cerebri pada bayi besar atau bayi cukup bulan, atau pada
kelainan ensefalopati metabolik.
Kejang klonik multifokal adalah bentuk kejang yang sering ddapat
pada bayi baru lahir, terutama pada bayi cukup bulan dengan berat badan
lebih dari 2500gram. Bentuk kejang merupakan gerakan klonik dari salah

13
satu atau lebih anggota gerak yang berpindah-pindah atau terpisah secara
teratur. Kadang-kadang karena kejang yang satu dan yang lain sering
berkesinambungan, seolah-olah memberi kesan sebagai kejang umum.
Biasanya bentuk kejang ini terdapat pada gangguan metabolik.
c. Tonik
Kejang tonik biasa didapatkan pada bayi berat lahir rendah dengan
masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi-bayi dengan komplikasi
perinatal berat seperti perdarahan intraventrikuler. Bentuk klinis kejang ini
yaitu pergerakan tungkai yang menyerupai sikap deserberasi atau ekstensi
tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang
tonik yang menyerupai deserebrasi harus dibedakan dengan sikap
opisititonus yang disebabkan oleh rangsang meningeal karena infeksi
selaput otak atau kernikterus
d. Mioklonik
Manifestasi klinisk kejang mioklonik yang terlihat adalah gerakan
ekstensi dan fleksi dari lengan atau keempat anggota gerak yang berulang
dan terjadi dengan cepat. Gerakan tersebut seperti gerak refleks Moro.
Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan
hebat, seperti pada bayi baru lahir yang dilahirkan dari ibu kecanduan obat.
Gambaran EEG kejang mioklonik pada bayi baru lahir tidak spesifik.
4. Resiko Kejang
Resiko kejang sederhana menjadi kejang kompleks:
a. Risiko kejang sederhana tidak banyak 2-3% menjadi epilepsi tapi tidak
mempengaruhi intelegensi.
b. Terbanyak pada kejang yang kompleks anak dapat mengalami kelainan
saraf yang nyata, dokter akan mempertimbangkan pemberian pengobatan
dengan anti kejang jangka panjang selama 1-3 tahun.
5. Penatalaksanaan
Beberapa neonatologis berpendapat bahwa :

14
a. Kejang mulai diterapi jika telah mengalami kejang > 3 kali dalam satu jam,
atau kejang tunggal yang berlangsung > 3 menit
b. Pengawasan jalan napas agar tetap terbuka
c. pemberian oksigen
d. pasang jalur infus IV beri cairan dosis rumatan
e. koreksi hipoglikemia
f. Injeksi fenobarbital 20 mg/kg IV diberikan pelan selama 5 menit.

D. HYPOTERMIA
1. Definisi
Hipotermia yaitu dimana suhu tubuh berada dibawah rentang normal
tubuh. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) Hipotermia adalah suatu keadaan
dimana suhu tubuh berada dibawah 35o C, bayi hipotermia adalah bayi dengan
duhu badan dibawah normal. Suhu normal pada neonates berkisar antara
360C–37,5 0C pada suhu ketiak. Adapun suhu normal bayi adalah 36, 50 –37,
5 0 C (suhu ketiak). (Maryanti, Sujianti, & Budiarti, 2011)
2. Penyebab Hipotermi Pada Bayi BBLR
Menurut (Dewi, 2014) Empat penyebab kemungkinan yang dapat
mengakibatkan bayi baru lahir kehilangan panas tubuhnya.
a. Konduksi
Panas dihantarkan dari tubuh bayi ke benda sekitarnya yang kontak
langsung dengan tubuh bayi (pemindahan panas dari tubuh bayi ke objek
lain melalui kontak langsung). Sebagai contoh, konduksi biasa terjadi ketika
menimbang bayi tanpa alas timbangan, memegang bayi saat tangan dingin,
dan menggunakan stetoskop dingin untuk pemeriksaan BBL.
b. Konveksi
Panas hilang dari tubuh bayi ke udara sekitarnya yang sedang bergerak
(jumlah panas yang hilang bergantung pada kecepatan dan suhu udara).

15
Sebagai contoh, konveksi dapat terjadi ketika membiarkan atau
menempatkan 11 BBL dekat dengan jendela, atau memberikan BBL di
ruangan yang terpasang kipas angin.
c. Radiasi
Panas dipancarkan dari BBL keluar tubuhnya ke lingkungan yang
lebih dingin (pemindahan panas antara 2 objek yang mempunyai suhu
berbeda) sebagai contoh, memberikan BBL dalam ruangan AC tanpa
diberikan pemanas (radiant warmer), membiarkan BBL dalam kedaan
telanjang, atau menidurkan BBL berdekatan dengan ruangan yang dingin
(dekat tembok).
d. Evaporasi
Panas hilang melalui proses penguapan yang bergantung pada
kecepatan dan kelembapan udara (perpindahan panas dengan cara
mengubah cairan menjadi uap). Evaporasi ini dipengaruhi oleh jumlah panas
yang dipakai, tingkat kelembapan udara, dan aliran udara melewati. Apabila
BBL dibiarkan dalam suhu kamar 250C, maka bayi akan kehilangan panas
melalui konveksi, radiasi, dan evaporasi yang besarnya 200kg/BB,
sedangkan yang dibentuk hanya sepersepuluhnya saja.
Agar dapat mencegah terjadinya kehilangan panas pada bayi, maka
lakukakn hal berikut.
1) Keringkan bayi secara seksama
2) Selimuti bayi dengan selimut atau kain yang kering dan hangat
3) Tutup bagian kepala bayi
4) Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya
5) Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir
6) Tempatkan bayi dilingkungan yang hangat.
3. Gejala Dan Tanda Hypotermia
a. Kulit teraba dingin
b. Menggigil

16
c. Suhu tubuh di bawah nilai normal Minor (tidak tersedia)
d. Akrosianosis
e. Bradikardi
f. Dasar kuku sianotik
g. Hipoglikemia
h. Hipoksia
i. Pengisian kapiler > 3 detik
j. Konsumsi oksigen meningkat
k. Ventilasi menurun
l. Pileoereksi
m.Takikardia
n. Vasokonstriksi perifer
o. Kutis memorata (pada neonatus)
4. Patofisiologi BBLR dengan Hipotermia
Bayi dengan BBLR cenderung memiliki suhu yang abnormal disebabkan
oleh reproduksi panas yang buruk dan peningkatan kehilangan panas.
Kegagalan untuk mengahasilkan panas yang adekuat disebabkan tidak adanya
jaringan adipose cokelat (yang mempunyai aktivitas metabolik yang tinggi),
pernafasan yang lemah dengan pembakaran oksigen yang buruk, dan masukan
makanan yang rendah. Kehilangan panas yang meningkat karena adanya
permukaaan tubuh yang relative besar dan tidak adanya lemak subkutan, tidak
adanya pengaturan panas bayi sebagai disebabkan oleh panas 13 immature dari
pusat pengaturan panas dan sebagian akibat kegagalan untuk memberikan
repson terhadap stimulus dari luar. Keadaan ini sebagian disebabkan oleh
mekanisme keringat yang cacat, demikian juga tidak adanya lemak subkutan.
(Maryunani, 2013)
5. Penatalaksanaan
a. Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat, memakai
topi dan selimut dengan selimut hangat.

17
b. Lakukan metode kangguru bila ada ibu atau pengganti ibu, kalua tidak
gunakan inkubator dan ruangan hangat, periksa suhu dan hindari paparan
panas yang berlebihan.
c. Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering.
d. Mintalah ibu mengamati tanda bahaya dan segera mencari pertolongan bila
terjadi hal tersebut.
e. Periksa kadar glukosa, nilai tanda bahaya dan tanda-tanda sepsis. Lakukan
perawatan lanjutan dan pantau bayi selama 12 jam periksa suhu setiap 3
jam.

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Asfiksia merupakan kegagalan bernapas secara spontan dan teratur pada saat
lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan keadaan pao2 di
dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia pa co2 meningkat dan asidosis.
 Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta.
 Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100
x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap
refleks rangsangan.
 BBLR (prematur) adalah bayi baru lahir (bbl) dengan berat badan lahir < 2500
gram.
 Etiologi BBLR yaitu, faktor genetik/kromosom.
 Kejang pada neonatus secara klinis dapat diartikan sebagai perubahan
paroksimal dari fungsi neurologik seperti perubahan perilaku, sensorik, motorik,
dan fungsi autonom sistem saraf yang terjadi pada bayi berumur sampai dengan
28 hari.
 Berdasarkan literatur, didapatkan beberapa etiologi dari kejang neonatus yaitu:
asfiksia, trauma dan perdarahan intrakranial, infeksi, gangguan metabolik,
gangguan elektrolit.
 Klasifikasi mengenai kejang pada neonatus, , yaitu: subtle, klonik, tonik,
mioklonik.
 Hipotermia yaitu dimana suhu tubuh berada dibawah rentang normal tubuh.
 Penyebab hipotermi pada bayi bblr, konduksi, konveksi, radiasi, evaporasi.

B. Saran

19
Demikian yang dapat penyusun paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok pembahasan dalam makalah ini. Tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, dikarenakan terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Oleh karena itu,
segala kritik dan saran yang bersifat membangun akan penyusun terima dengan
baik demi sempurnanya makalah ini dan penulisan makalah di kesempatan
berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi kita semua.

20
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, S. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Deepublish.

Dwi Maryanti, S. T. (2011). Buku Ajar Neonatus, Bayi, dan Balita. Jakarta: Trans
Info Medika.

Maryunani, A. (2013). Asuhan Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal. Jakarta:


Trans Info Medika.

Suprapti, D. I. (2016). Asuhan Kegawatdarurtan Maternal Neonatal. Jakarta: Pusdik


SDM Kesehatan.

http://repository.poltekkesdenpasar.ac.id/4599/3/BAB%20II%20Tinjauan
%20Pustaka.pdf

http://eprints.undip.ac.id/44481/3/
Atika_Nurmalitasari_22010110130162_Bab2KTI.pdf

Anda mungkin juga menyukai