Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH TENTANG KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN ASFIKSIA NEONATRIUM

DISUSUN OLEH :

1. ASRAF HASBUL WAFI


2. ANNISA TURRIFAT
3. BAIQ HANDAYANI
4. DANDI AZMI
5. DIZA RIZKIANA FITRI
6. HUMAENI
7. ISYATIR RIZKA SAFITRI
8. M. ROQI SATRIAWAN

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Kami panjatkan puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
serta inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyeslesaikan tugas makalah ini.
Solawat beriring salam tak lupa pula kita haturkan kepada junjungan besar kita Nabi
Muhammad SAW. Yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang
terang benderang.

Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu sehingga memperlancar
proses pembuatan makalah ini. Untuk itu kami mengucapkan terimakasi sebesar-besarnya
kepada pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari segala hal tersebut. Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih
banyak kekurangan baik dari segi susuna kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karenanya kami dengan lapang dada menerima segala saran kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini

Akhir kata kami berharap semoga makalh ini dapat bermanfaat dan menginspirasi
untuki para pembaca.

Wassalamualaikum wr.wb

Mataram, 21 September 2022

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Asfiksia Neonatrum
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
BAB IV PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah (Hutchinson,1967).keadaan ini disertai dengan
hipoksia,hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.Hipoksia yang terdapat pada penderita
Asfiksia ini merupakan fackor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir
terhadap kehidupan ekstrauterin (Grabiel Duc,20111) .penilaian statistik dan pengalaman
klinis atau patologi anatomis menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama
mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir.Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (2006)
yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat pada
bayi saat lahir akan mmperlihatkan angka kematian yang tinggi Haupt (2001)
memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan perdarahan pada bayi sebagai akibat hipoksia
sangat tinggi.Asidosis,gangguan kardiovaskuler serta komplikasinya sebagai akibat langsung
dari hipoksia merupakan penyebab utama kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi
sindrom gangguan pernafasan pada hari-hari pertama setelah lahir(james,2009). Penyelidikan
patologi anatomis yang dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa(2011) Menunjukkan nekrosis
berat dan difus pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi Asfiksia ?
2. Apa etiologi Asfiksia ?
3. Apa manifestasi klinis Asfiksia ?
4. Apa patofisiologi asfiksia ?
5. Apa komplikasi Asfiksia ?
6. Bagaimana tentang penatalaksanaan Asfiksia ?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus Asfiksia ?
1.3 Tujuan

1. Mengetahui definisi Asfiksia


2. Mengetahui etiologi dan manifestasi klinis Asfiksia
3. Mengetahui komplikasi Asfiksia
4. Mengetahui tentang penatalaksanaan Asfiksia
5. Mengetahui tentang patofisiologi dari Asfiksia
6. Melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Asfiksia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Asfiksia Neonatorum
2.1.1 Pengertian
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam
uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam
kehamilan, persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 2007).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa bernafas
secara spontan dan adekuat (Wroatmodjo,2004).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan dengan
sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk
mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu dipertimbangkan dalam
menghadapi bayi dengan asfiksia.

2.1.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi


Ada beberapa faktor etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksia, antara lain sebagai
berikut:
1. Faktor Ibu
Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian analgetika atau
anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak karena
pendarahan, hipertensi karena eklamsia, penyakit jantung dan lain-lain.
2. Faktor Plasenta
Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa, plasenta
tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.
3. Faktor Janin dan Neonatus
Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi tali
pusat antara janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan kongenital dan lain-
lain.

4. Faktor Persalinan
Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain.

2.1.3 Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap
nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2
terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini
rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler
dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa
kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat
dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi
memasuki periode apneu primer.

Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung
terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas
(flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu
sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam
darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan
tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika
resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.
2.1.4 Patway
2.1.5 Gejala Klinik
Gejala klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi :
a. Pernafasan terganggu
b. Detik jantung berkurang
c. Reflek / respon bayi melemah
d. Tonus otot menurun
e. Warna kulit biru atau pucat

2.1.6 Diagnosis
Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau hipoksia
janin. Diagnosa anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukan
tanda-tanda gawat janin untuk menentukan bayi yang akan dilahirkan terjadi asfiksia,
maka ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatikan.
1. Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal ialah 120 sampai 160 denyutan per menit, selama his
frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula.
Peningkatan kecepatan denyutan jantung umumnya tidak banyak artinya, akan
tetapi apabila frekuensinya turun sampai dibawah 100/menit, dan lebih-lebih jika
tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya.
2. Mekonium Dalam Air Ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada
prosentase kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan terus timbul
kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada prosentase kepala dapat
merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan
dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH Pada Janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks dibuat
sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini
diperiksa pH-nya adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu
turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya. Dengan
penilaian pH darah janin dapat ditemukan derajat asfiksia yaitu :
Tabel 1.1. Penilaian pH Darah Janin

NO Hasil Apgar Score Derajat Asfiksia Nilai pH

1. 0–3 Berat < 7,2

2. 4–6 Sedang 7,1 – 7,2

3. 7 – 10 Ringan > 7,2


Sumber : Wiroatmodjo, 1994

4. Dengan Menilai Apgar Skor


Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksia yaitu dengan
penilaian Apgar Skor. Apgar mengambil batas waktu 1 menit karena dari hasil
penyelidikan sebagian besar bayi baru lahir mempunyai Apgar terendah pada
umur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk melakukan tindakan resusitasi
aktif. Sedangkan nilai Apgar lima menit untuk menentukan prognosa dan
berhubungan dengan kemungkinan terjadinya gangguan neurologik di kemudian
hari. Ada lima tanda (sign) yang dinilai oleh Apgar, yaitu :
Tabel 1.2 Apgar Skor

Tanda-tanda Vital Nilai = 0 Nilai = 1 Nilai = 2

Warna kulit tubuh


Appearance Seluruh tubuh bayi
normal, tetapi Warna kulit seluruh
berwarna kebiru-
(warna kulit) tangan dan kaki tubuh normal
biruan atau pucat
berwarna kebiruan

Pulse (denyut
Tidak ada <100 x/ menit >100 x/ menit
jantung)
Meringis, menarik,
Menyeringai/ batuk, atau bersin
Grimace (Respons Tidak ada saat
meringis
reflek) stimulasiMeringis,
menarik, batuk, atau
bersin saat stimulasi

Lengan dan kaki


dalam posisi fleksi
Lemah, tidak ada dengan sedikit
Activity Bergerak aktif dan
gerakan gerakan
(tonus otot) spontan

Menangis lemah,
Respiration terdengar seperti Menangis kuat,
Tidak bernapas merintih, pernapasan baik dan
(usaha bernafas) pernapasan lambat teratur
dan tidak teratur

Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena peninggian
frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan akan memburuk bila
frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun paru-paru telah berkembang. Dalam
hal ini pijatan jantung harus dilakukan. Usaha nafas adalah nomor dua. Bila apnea
berlangsung lama dan ventilasi yang dilakukan tidak berhasil maka bayi menderita
depresi hebat yang diikuti asidosis metabolik yang hebat. Sedang ketiga tanda lain
tergantung dari dua tanda penting tersebut.

Ada 3 derajat Asfiksia dari hasil Apgar Skor diatas yaitu :


1. Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.
Bayi dalam keadaan merintih, adanya retraksi sela iga, dengan nafas takipnea
(>60x/menit), bayi tampak sianosis, adanya pernafasan cupping hidung, bayi kurang
aktifitas, pada pemeriksaan auskultasi terdapat .ronchi, rales, dan wheezing.

2. Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.


Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung menurun menjadi (60 –
80x/menit), usaha nafas lambat, tonus otot baik, bayi masih bereaksi terhadap
rangsangan, bayi sianosis, tidak terjadi kekurangan O2 yang bermakna selama
proses persalinan.
3. Nilai Apgar 0-3, asfiksia berat
Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kecil ( <40x/menit),tidak ada
usaha nafas, tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada, bayi tidak dapat
memberikan reaksi jika diberikan rangsangan, bayi pucat, terjadi kekurangan O2
yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan..

2.1.7 Pelaksanaan Resusitasi


Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal secara cepat supaya
bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau tidak. Tindakan ini merupakan
langkah awal resusitas bayi baru lahir. Tujuannya supaya intervensi yang diberikan
bisa dilaksanakan secara tepat dan cepat (tidak terlambat).

1. Membuka Jalan Nafas


Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.
Metode :
a. Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
Letakkan bayi secara terlentang atau miring dengan leher agak ekstensi/
tengadah. Perhatikan leher bayi agar tidak mengalami ekstensi yang berlebihan
atau kurang. Ekstensi karena keduanya akan menyebabkan udara yang masuk
ke paru-paru terhalangi.
Letakkan selimut atau handuk yang digulung dibawah bahu sehingga
terangkat 2-3 cm diatas matras.
Apabila cairan/lendir terdapat bar dalam mulut, sebaiknya kepala bayi
dimiringkan supaya lendir berkumpul di mulut (tidak berkumpul di farings
bagian belakang) sehingga mudah disingkirkan.

b. Membersihkan Jalan Nafas


Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium, hisap cairan dari mulut
dan hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian hidung.
Apabila air ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari trakea,
sebaiknya menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET).
Urutan kedua metode membuka jalan nafas ini bisa dibalik, penghisapan
terlebih dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi yang benar, pembersihan
jalan nafas pada semua bayi yang sudah mengeluarkan mekoneum, segera
setelah lahir (sebelum baru dilahirkan) dilakukan dengan menggunakan keteter
penghisap no 10 F atau lebih. Cara pembersihannya dengan menghisap mulut,
farings dan hidung.

2. Mencegah Kehilangan Suhu Tubuh / Panas


Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas.
Metode :
Meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant warmer)
dengan temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi preterm 35°C.
Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk dan
selimut hangat, keuntungannya bayi bersih dari air ketuban, mencegah kehilangan
suhu tubuh melalui evaporosi serta dapat pula sebagai pemberian rangsangan
taktik yang dapat menimbulkan atau mempertahankan pernafasan.
Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau apabila
suhu ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan sehelai plastik tipis
yang tembus pandang.
3. Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)
Tujuan : untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.
Metode :
Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
Agar VTP efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan tekanan
ventilasi harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60 kali/menit.
Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut :
 Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40 cm H2O.
 Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O.
 Bayi dengan kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat turunnya
compliance membutuhkan 20-40 cm H2O.
 Tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila digunakan balon yang
mempunyai pengukur tekanan.
4. Observasi gerak dada bayi
Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa sungkup
terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas
dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik nafas panjang,
menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang berarti tekanan diberikan
terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan pneumotoraks.
5. Observasi gerak perut bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif.
Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara kedalam lambung.
6. Penilaian suara nafas bilateral
Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di
kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
7. Observasi pengembangan dada bayi
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi
meremas balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan oleh salah
satu sebab berikut yakni perlekatan sungkup kurang sempurna, arus udara
terhambat, atau tidak cukup tekanan.
8. Pemberian Obat-Obatan Penunjang
Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung bayi tetap 80 per menit
walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%) dan kompresi
dada untuk paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung nol.
Obat-obatan yang diperlukan pada bayi asfiksia :
a. Beri adrenalin (larutan 1 : 10.000) dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg berat badan,
apabila bayi mengalami bradikardia menetap diberikan sublingual atau
diberikan intravena, sementara NaHCO3 tetap diberikan, disertai pernafasan
buatan.
b. Natrium bicarbonat (NaHCO3) diberikan dengan dosis 2 ml/kg berat badan
(cairan 7,5%) dilarutkan dengan Dextrose 10% dalam perbandingan 1 : 1
disuntikkan perlahan-lahan kedalam Vena umbilikus dalam waktu 5 menit.
c. Infus NaCl 0,9% atau Ringer laktat 10 ml/kg berat badan.
9. Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor
a. Apgar skor menit I : 0-3
 Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermis
dengan segala akibatnya. Jangan diberi rangsangan taktil, jangan diberi
obat perangsang nafas lekukan resusitasi.
 Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator to
tube ventilasi. Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth
respiration kemudian dibawa ke ICU.
 Ventilasi Biokemial
 Dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi dengan
Natrium Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas tidak ada, berikan Natrium
Bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2-4 mcg/kg BB, maksimum 8
meg/kg BB / 24 jam.
 Ventilasi tetap dilakukan. Pada detik jantung kurang dari 100/menit
lakukan pijat jantung 120/menit, ventilasi diteruskan 40 x menit. Cara 3-
4x pijat jantung disusul 1x ventilasi.
b. Apgar skor menit I : 4-6
 Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas.
 Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum 15-
30 detik.
 Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik O2
yang dihangatkan).
 Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali permenit
lakukan bag dan mask ventilation dan pijat jantung.
c. Apgar skor menit I : 7-10
 Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung dahulu (karena
bayi adalah bernafas dengan hidung) sambil melihat adakah atresia
choane, kemudian mulut, jangan terlalu dalam hanya sampai fasofaring.
Kecuali pada bayi asfiksia dengan ketuban mengandung mekonium,
suction dilakukan dari mulut kemudian hidung karena untuk menghindari
aspirasi paru.
 Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan, termasuk
rambut kepala, karena kehilangan panas paling besar terutama daerah
kepala.
 Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4 jam.
d. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul akibat asfiksia adalah:
a. Sembab Otak
b. Pendarahan Otak
c. Anuria atau Oliguria
d. Hyperbilirubinemia
e. Obstruksi usus yang fungsional
f. Kejang sampai koma
g. Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumothorax
e. Prognosa
a. Asfiksia ringan / normal : Baik
b. Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat
prognosa baik.
Asfiksia berat dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama, atau
kelainan syaraf permanen. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat menyebabkan kejang
sampai koma dan kelainan neurologis yang permanent misalnya cerebal palsy,
mental retardation.
2.2 Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
Pengkajian bayi risiko tinggi : Asfiksia menurut Wong, 2008 meliputi :
1. Biodata : nama bayi, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, agama, anak keberapa
dan identitas orangtua. Yang lebih ditekankan pada umur bayi karena berkaitan
dengan diagnosa asfiksia neonatorum.
2. Keluhan utama : pada bayi dengan asfiksia yang sering tampak adalah sesak
napas.
3. Riwayat kehamilan dan persalinan : bagaimana proses persalinan apakah spontan,
4. Kebutuhan dasar : pola nutrisi pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake
oral karena organ tubuh terutama lambung belum sempurna, selain itu bertujuan
untuk mencegah terjadinya aspirasi pneumoni. Pola eliminasi : umumnya bayi
mengalami gangguan BAB karena organ tubuh terutama pencernaan belum
sempurna. Kerbersihan diri : perawat dan keluarga bayi harus menjaga
kebersihan terutama saat BAB dan BAK. Pola tidur : biasanya terganggu karena
bayi sesak napas.
5. Pemeriksaan fisik :
a. Pengkajian umum : ukur panjang dan lingkar kepala secara periodik, adanya
tanda distres :warna buruk, mulut terbuka, kepala teranggukangguk, meringis,
alis berkerut.
b. Pengkajian pernapasan : bentuk dada (barrel, cembung), kesimetrisan, adanya
insisi, selang dada, penggunaan otot aksesoris : pernapasan cuping hidung,
atau substernal, interkostal, atau retraksi subklavikular, frekuensi dan
keteraturan pernapasan, auskultasi dan gambarkan bunyi napas : stridor,
krekels, mengi, bunyi menurun basah, mengorok, keseimbangan bunyi napas.
6. Data penunjang Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam
menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita dapat memberikan
obat yang tepat pula. Pemeriksaan yang diperlukan adalah :
a. Darah rutin. Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari : Hb (normal
15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan asfiksia Hb cenderung turun karena
O2 dalam darah sedikit. Leukosit lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3 x
10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih rendah sehingga resiko tinggi.
Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct) Trombosit pada bayi preterm dengan post
asfiksia cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi.
b. Pemeriksaan analisa gas darah (AGD) Nilai analisa gas darah pada bayi post
asfiksia terdiri dari : pH (normal 7,36- 7,44). Kadar pH cenderung turun
terjadi asidosis metabolik. PCO2 (normal 35- 45 mmHg) kadar PCO2 pada
bayi post asfiksia cenderung naik sering terjadi hiperapnea. PO2 (normal 75-
100 mmHg), kadar PO2 pada bayi prematur, aterm, letak bayi dan posisi bayi
post asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia progresif. HCO3
(normal 24-28 mEq/L).
c. Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :Natrium (normal
134- 150 mEq/L) . Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L). Kalsium (normal 8,1-
10,4 mEq/L)
d. Photo thorax : Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respon klien
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik
berlangsung aktual maupun potensial (Tim pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim
pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
Diagnosa keperawatan yang muncul pada bayi baru lahir dengan asfiksia (Wong,
2008) adalah :
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru dan neuromuskular,
penurunan energi, dan keletihan
2. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan kontrol suhu yang imatur dan
penurunan lemak tubuh subkutan
3. Risiko tinggi infeksi berhungngan dengan pertahanan imunologi yang kurang.
4. Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi paru
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan merupkan segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
peningkatan, pencegahan dan pemulihan kesehatan klien individu, keluarga dan
komunitas. Standar intervensi ini mencakup intervensi keperawatan secara
komfrehensif yang meliputi intervensi pada berbagai level praktik (generalis dan
spesialis), berbagai kategori (fisiologi 19 dan psikososial), berbagai upaya kesehatan
( kuratif, preventif, promotif), berbagai jenis klien ( individu, keluarga, komunitas),
jenis intervensi mandiri dan kolaborasi, (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).

2.2.4 Diagnosa Keperawatan


1. Pola napas tidak efektif
2. Gangguan pertukaran gas
3. Termoregulasi Tidak Efektif
4. Resiko infeksi
Diagnosa Tujuan Intervensi
Pola napas tidak Pola napas Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas
efektif keperawatan selama 2x3 jam Observasi
diharapkan inspirasi dan atau ekspirasi a. Monitor pola napas
yang memberikan ventilasi adekuat b. Monitor bunyi napas
membaik dengan kriteria hasil : c. Monitor sputum
a. Disspnea menurun (5) Terapeutik
b. Penggunaan otot bantu napas a. Pertahankan
menurun (5) kepatenan jalan napas
c. Pemanjangan fase ekspirasi b. Posisikan semi-fowler
menurun (5) c. Berikan minum
d. Ortopnea menurun (5) hangat
e. Pernapasanpursed-lip menurun d. Lakukan fisioterafi
(5) dada
f. Pernapasan cuping hidung e. Lakukan penghisapan
menurun (5) lendir
g. Ventilasi semenit meningkat f. Lakukan
(5) hiperoksigenasi
h. Kapasitas vital meningkat (5) g. Keluarkan sumbatan
i. Diameter thorax benda padat dengan
anteriorposterior meningkat (5) forsep
j. Tekanan ekspirasi meningkat h. Berikan oksigen jika
(5) perlu
k. Tekanan inspirasi meningkat Edukasi
(5) a. Anjurkan asupan
l. Frekuensi napas membaik (5) cairan 2000 ml/hari
m. Kedalaman napas membaik (5) b. Ajarkan Teknik batuk
n. Ekskursi dada membaik (5) efektif
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
bronkodilator
Gangguan pertukaran Setelah dilakukan intervensi Pemantauan respirasi :
gas keperawatan selama 3x24 jam maka a. Monitor frekuensi,
Pertukaran gas meningkat, dengan irama, kedalaman dan
kriteria hasil : upaya napas
a. Dispnea menurun b. Monitor pola napas
b. PCO2 membaik ( seperti takipnea )
c. PO2 membaik c. Monitor nilai AGD
2.2.5 Implementasi
Implementasi Keperawatan Pelaksanaan atau implementasi keperawatan
merupakan komponen dari proses keperawatan dimana kegiatan ini yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang lebih baik
yang menggambarkan kriterian hasil yang diharapkan. (Gordon. 1994, dalam Potter
& Perry, 2011). Implementasi keperawatan lebih menekankan pada melakukan suatu
tindakan yang sudah direncanakan pada tahap intervensi.

2.2.6 Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan
yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai
atau perlu pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari
rencana dan pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi
kebutuhan pasien. Penilaian adalah tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai.
(Dinarti, M Yuli. 2017)
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada dasarnya penyebab asfiksia dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut yaitu
perdarahan, infeksi, kelahiran preterm/bayi berat lahir rendah, asfiksia, hipotermi,
perlukaan kelahiran dan lain-lain. Bahwa 50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal
yaitu dalam bulan pertama kehidupan, kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang
lahir sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur
hidup bahkan kematian.
Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu sehingga kualitas
sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan untuk menyehatkan generasi penerus
dapat terjamin. Kehamilan di usia muda/remaja (dibawah usia 20 tahun) akan
mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia
tersebut ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat reproduksi ibu belum
siap untuk hamil. Begitu juga kehamilan di usia tua (diatas 35 tahun) akan menimbulkan
kecemasan terhadap kehamilan dan persalinannya serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua
untuk hamil.

3.2 Saran
Semoga dengan adanya makalah ini kita semua dapat lebih memahami masalah asfiksia
pada bayi baru lahir, dan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua
DAFTAR PUSTAKA

Aminullah Asril. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina pustaka Sarwono
Prawirohardjo

Effendi Nasrul. 2012. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2011. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC

Talbot Laura A. 2007, Pengkajian Keperawatan, EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai