Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN ASFIKSIA NEONATUS

Dosen Pengampu:

Ns. Wahyu Dwi Fatimah, S.Kep, M.Kep

Disusun Oleh Kelompok 2 :

Agit Bala Putra

Dinar Arya Mutu


Indra

Pondang Amriyadi

Muhammad Amin Fauzi

Yeremia

Welka Melka

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU LAMPUNG
2022/2023

4
5

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan

berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah

ini dengan judul “Asuhan Keperawatan Asfiksia”.

Penulisan makalah ini adalah salah satu tugas mata kuliah Keperawatan

Anak Program Studi S1- Keperawatan. Pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada kelompok yang telah meluangkan

waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan makalah


ini sehingga tugas ini dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.

Penyusun menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis

mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam

penulisan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat, akhir

kata penulis mengucapkan terima kasih.

Mesuji, Februari 2023

Penyusun
6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. .LATAR BELAKANG

Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang

gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah

(Hutchinson,1967). Keadaan ini disertai dengan

hipoksia,hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.Hipoksia yang

terdapat pada penderita Asfiksia ini merupakan fackor terpenting

yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap


kehidupan ekstrauterin (Grabiel Duc,20111) . Penilaian statistik dan

pengalaman klinis atau patologi anatomis menunjukkan bahwa

keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas

bayi baru lahir.Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (2006)

yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai

manifestasi hipoksia berat pada bayi saat lahir akan mmperlihatkan

angka kematian yang tinggi

Haupt(2001) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan

perdarahan pada bayi sebagai akibat hipoksia sangat

tinggi.Asidosis,gangguan kardiovaskuler serta komplikasinya

sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyebab utama

kegagalan ini akan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan

pernafasan pada hari-hari pertama setelah lahir(james,2009).

Penyelidikan patologi anatomis yang dilakukan oleh Larrhoce dan

Amakawa(2011) Menunjukkan nekrosis berat dan difus pada

jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia.


7

1.2. TUJUAN

Tujuan Umum:

Setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat memahami apa

yang dimaksud dengan Asfiksia dan hal-hal yang menyangkut

asuhan keperawatannya.

Tujuan Khusus:

Setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat :

1. Mengetahui definisi Asfiksia

2. Mengetahui etiologi dan manifestasi klinis Asfiksia


3. Mengetahui komplikasi Asfiksia

4. Mengetahui tentang penatalaksanaan Asfiksia

5. Mengetahui tentang patofisiologi dari Asfiksia

6. Melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan Asfiksia


8

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Asfiksia

2.1.1 Pengertian

Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat

segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini

disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini

berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan,

persalinan atau segera lahir (Prawiro Hardjo, Sarwono, 2007).


Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak bisa

bernafas secara spontan dan adekuat (Wroatmodjo,2004).

Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak

dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan

dilaksanakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan

mengatasi gejala lanjut yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan

hasil yang memuaskan, beberapa faktor perlu dipertimbangkan

dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.

2.1.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi

Ada beberapa faktor etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksia,

antara lain sebagai berikut:

1. Faktor Ibu

Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala

akibatnya. Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat

pemberian analgetika atau anesthesi dalam gangguan kontraksi


9

uterus, hipotensi mendadak karena pendarahan, hipertensi

karena eklamsia, penyakit jantung dan lain-lain.

2. Faktor Plasenta

Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta

previa, plasenta tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel

pada tempatnya.

3. Faktor Janin dan Neonatus

Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher,

kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR,
kelainan kongenital dan lain-lain.

4. Faktor Persalinan

Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain.

2.1.3 Patofisiologi

Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah

rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung

janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka

nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini

rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih

cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan

pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat

banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat

dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.

Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut

jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang


10

secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu

primer.

Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam,

denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai

menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin

lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder.

Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar

O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak

bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya


pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi

dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

2.1.4 Patofisiologi Asfiksia

Pembuluh darah arteriol yang ada di paru-paru bayi masih dalam

keadaan kontriksi dan hampir seluruh darah dari jantung kanan

tidak dapat melalui paruparu sehingga darah dialirkan melalui

duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta namun suplai oksigen

melalui plasenta ini terputus ketika bayi memasuki kehidupan

ekstrauteri (Masruroh, 2016). Hilangnya suplai oksigen melalui

plasenta pada masa ekstrauteri menyebabkan fungsi paru

neonatus diaktifkan dan terjadi perubahan pada alveolus yang

awalnya berisi cairan kemudian digantikan oleh oksigen (Behrman

et al., 2000).

Proses penggantian cairan tersebut terjadi akibat adanya kompresi

dada (toraks) bayi pada saat persalinan kala II dimana saat


pengeluaran kepala, menyebabkan badan khususnya dada (toraks)
11

berada dijalan lahir sehingga terjadi kompresi dan cairan yang

terdapat dalam paru dikeluarkan (Manuaba, Manuaba, & Manuaba,

2007). Setelah toraks lahir terjadi mekanisme balik yang

menyebabkan terjadinya inspirasi pasif paru karena bebasnya

toraks dari jalan lahir, sehingga menimbulkan perluasan permukaan

paru yang cukup untuk membuka alveoli (Manuaba et al., 2007).

Besarnya tekanan cairan pada dinding alveoli membuat

pernapasan yang terjadi segera setelah alveoli terbuka relatif

lemah, namun karena inspirasi pertama neonatus normal sangat

kuat sehingga mampu menimbulkan tekanan yang lebih besar ke


dalam intrapleura sehingga semua cairan alveoli dapat dikeluarkan

(Hall & Guyton, 2014). Selain itu, pernapasan pertama bayi timbul

karena ada rangsangan-rangsangan seperti penurunan PO2 dan

pH, serta peningkatan PCO2 akibat adanya gangguan pada

sirkulasi plasenta, redistribusi curah jantung sesudah talipusat

diklem, penurunan suhu tubuh dan berbagai rangsangan taktil

(Behrman et al., 2000).

Namun apabila terjadi gangguan pada proses transisi ini, dimana

bayi tidak berhasil melakukan pernapasan pertamanya maka

arteriol akan tetap dalam vasokontriksi dan alveoli akan tetap terisi

cairan. Keadaan dimana bayi baru lahir mengalami kegagalan

bernapas secara spontan dan teratur segera setelah dilahirkan

disebut dengan asfiksia neonatorum (Fida & Maya, 2012). Menurut

Price & Wilson (2006) gagal napas terjadi apabila paru tidak dapat

memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi

darah arteri dan pembuangan karbon dioksida (Price & Wilson,


2006). Proses pertukaran gas terganggu apabila terjadi masalah
12

pada difusi gas pada alveoli. Difusi gas merupakan pertukaran

antara oksigen dengan kapiler paru dan CO2 kapiler dengan alveoli

(Hidayat, 2008). Proses difusi gas pada alveoli dipengaruhi oleh

luas permukaan paru, tebal membran respirasi/permeabelitas

membran, perbedaan tekanan dan konsentrasi oksigen dan afinitas

gas (Hidayat, 2008).

2.1.5 Gejala Klinik

Gejala klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi :

a. Pernafasan terganggu
b. Detik jantung berkurang

c. Reflek / respon bayi melemah

d. Tonus otot menurun

e. Warna kulit biru atau pucat

2.1.6 Diagnosis

Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia

atau hipoksia janin. Diagnosa anoksia / hipoksia dapat dibuat

dalam persalinan dengan ditemukan tanda-tanda gawat janin untuk

menentukan bayi yang akan dilahirkan terjadi asfiksia, maka ada

beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatikan.

1. Denyut Jantung Janin

Frekuensi normal ialah 120 sampai 160 denyutan per menit,

selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi

kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyutan jantung

umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensinya


13

turun sampai dibawah 100/menit, dan lebih-lebih jika tidak teratur,

hal itu merupakan tanda bahaya.

2. Mekonium Dalam Air Ketuban

Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi

pada prosentase kepala mungkin menunjukkan gangguan

oksigenasi dan terus timbul kewaspadaan. Adanya mekonium

dalam air ketuban pada prosentase kepala dapat merupakan

indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan

dengan mudah.

3. Pemeriksaan pH Pada Janin

Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks

dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh

darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya adanya asidosis

menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai dibawah

7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya. Dengan penilaian pH

darah janin dapat ditemukan derajat asfiksia yaitu :

4. Dengan Menilai Apgar Skor

Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksia yaitu

dengan penilaian Apgar Skor. Apgar mengambil batas waktu 1

menit karena dari hasil penyelidikan sebagian besar bayi baru lahir

mempunyai Apgar terendah pada umur tersebut dan perlu

dipertimbangkan untuk melakukan tindakan resusitasi aktif.

Sedangkan nilai Apgar lima menit untuk menentukan prognosa dan

berhubungan dengan kemungkinan terjadinya gangguan neurologik


14

di kemudian hari. Ada lima tanda (sign) yang dinilai oleh Apgar,

yaitu :

Tabel 1.2 Apgar Skor

Tanda-tanda
Nilai = 0 Nilai = 1 Nilai = 2
Vital

1. Appearance Seluruh tubuh Warna kulit tubuh Warna kulit

(warna kulit) bayi berwarna normal, tetapi seluruh tubuh

kebiru-biruan tangan dan kaki normal

atau pucat berwarna kebiruan

2. Pulse (denyut Tidak ada <100 x/ menit >100 x/ menit

jantung)

3. Grimace Tidak ada Menyeringai/ Meringis,

(Respons meringis menarik, batuk,

reflek) atau bersin saat

stimulasiMeringis

, menarik, batuk,

atau bersin saat

stimulasi

4. Activity Lemah, tidak ada Lengan dan kaki Bergerak aktif

(tonus otot) gerakan dalam posisi fleksi dan spontan

dengan sedikit

gerakan

5. Respiration Tidak bernapas Menangis lemah, Menangis kuat,

(usaha terdengar seperti pernapasan baik

bernafas) merintih, dan teratur

pernapasan
15

lambat dan tidak

teratur

Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena

peninggian frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan

akan memburuk bila frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun

paru-paru telah berkembang. Dalam hal ini pijatan jantung harus

dilakukan. Usaha nafas adalah nomor dua. Bila apnea berlangsung lama

dan ventilasi yang dilakukan tidak berhasil maka bayi menderita depresi

hebat yang diikuti asidosis metabolik yang hebat. Sedang ketiga tanda lain

tergantung dari dua tanda penting tersebut.

Ada 3 derajat Asfiksia dari hasil Apgar Skor diatas yaitu :

1. Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.

Bayi dalam keadaan merintih, adanya retraksi sela iga, dengan

nafas takipnea ( >60x/menit), bayi tampak sianosis, adanya

pernafasan cupping hidung, bayi kurang aktifitas, pada

pemeriksaan auskultasi terdapat .ronchi, rales, dan wheezing.


2. Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.

Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung menurun

menjadi (60 – 80x/menit), usaha nafas lambat, tonus otot baik, bayi

masih bereaksi terhadap rangsangan, bayi sianosis, tidak terjadi

kekurangan O2 yang bermakna selama proses persalinan.

3. Nilai Apgar 0-3, asfiksia berat

Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kecil (

<40x/menit),tidak ada usaha nafas, tonus otot lemah bahkan

hampir tidak ada, bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan
16

rangsangan, bayi pucat, terjadi kekurangan O2 yang berlanjut

sebelum atau sesudah persalinan..

2.1.7 Pelaksanaan Resusitasi

Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal

secara cepat supaya bisa dibedakan antara bayi yang perlu

diresusitasi atau tidak. Tindakan ini merupakan langkah awal

resusitas bayi baru lahir. Tujuannya supaya intervensi yang

diberikan bisa dilaksanakan secara tepat dan cepat (tidak

terlambat).

1. Membuka Jalan Nafas

Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.

Metode :

a. Meletakkan bayi pada posisi yang benar.

Letakkan bayi secara terlentang atau miring dengan leher

agak ekstensi/ tengadah. Perhatikan leher bayi agar tidak

mengalami ekstensi yang berlebihan atau kurang. Ekstensi

karena keduanya akan menyebabkan udara yang masuk ke

paru-paru terhalangi.

Letakkan selimut atau handuk yang digulung dibawah bahu

sehingga terangkat 2-3 cm diatas matras.

Apabila cairan/lendir terdapat bar dalam mulut, sebaiknya

kepala bayi dimiringkan supaya lendir berkumpul di mulut

(tidak berkumpul di farings bagian belakang) sehingga mudah

disingkirkan.

b. Membersihkan Jalan Nafas


17

Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium, hisap cairan

dari mulut dan hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu

kemudian hidung. Apabila air ketuban tercampur mekonium,

hanya hisap cairan dari trakea, sebaiknya menggunakan

alat pipa endotrakel (pipa ET). Urutan kedua metode

membuka jalan nafas ini bisa dibalik, penghisapan terlebih

dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi yang benar,

pembersihan jalan nafas pada semua bayi yang sudah

mengeluarkan mekoneum, segera setelah lahir (sebelum

baru dilahirkan) dilakukan dengan menggunakan keteter


penghisap no 10 F atau lebih. Cara pembersihannya dengan

menghisap mulut, farings dan hidung.

2. Mencegah Kehilangan Suhu Tubuh / Panas

Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan

panas, dengan metode :

Meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant

warmer) dengan temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi

preterm 35°C. Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan

menggunakan handuk dan selimut hangat, keuntungannya bayi

bersih dari air ketuban, mencegah kehilangan suhu tubuh melalui

evaporosi serta dapat pula sebagai pemberian rangsangan taktik

yang dapat menimbulkan atau mempertahankan pernafasan. Untuk

bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau apabila

suhu ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi dengan

sehelai plastik tipis yang tembus pandang.


18

3. Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)

Tujuan : untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.

Dengan metode :

Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.

Agar VTP efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan

tekanan ventilasi harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60

kali/menit.

Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut :

 Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40 cm H2O.

 Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O.


 Bayi dengan kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat

turunnya compliance membutuhkan 20-40 cm H2O.

 Tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila digunakan balon

yang mempunyai pengukur tekanan.

4. Observasi gerak dada bayi

Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa

sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi

seperti menarik nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum,

bayi seperti menarik nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu

mengembang, yang berarti tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini

dapat menyebabkan pneumotoraks.

5. Observasi gerak perut bayi

Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang

efektif. Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara kedalam

lambung.
19

6. Penilaian suara nafas bilateral

Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya

suara nafas di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi

mendapat ventilasi yang benar.

7. Observasi pengembangan dada bayi

Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan

mengurangi meremas balon. Apabila dada kurang berkembang,

mungkin disebabkan oleh salah satu sebab berikut yakni perlekatan

sungkup kurang sempurna, arus udara terhambat, atau tidak cukup


tekanan.

8. Pemberian Obat-Obatan Penunjang

Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung bayi tetap 80 per

menit walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen

100%) dan kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik atau

frekuensi jantung nol.

Obat-obatan yang diperlukan pada bayi asfiksia :

a. Beri adrenalin (larutan 1 : 10.000) dengan dosis 0,1-0,3

ml/kg berat badan, apabila bayi mengalami bradikardia

menetap diberikan sublingual atau diberikan intravena,

sementara NaHCO3 tetap diberikan, disertai pernafasan

buatan.

b. Natrium bicarbonat (NaHCO3) diberikan dengan dosis 2

ml/kg berat badan (cairan 7,5%) dilarutkan dengan Dextrose

10% dalam perbandingan 1 : 1 disuntikkan perlahan-lahan


kedalam Vena umbilikus dalam waktu 5 menit.
20

c. Infus NaCl 0,9% atau Ringer laktat 10 ml/kg berat badan.

9. Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor

a. Apgar skor menit I : 0-3

 Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan

hipotermis dengan segala akibatnya. Jangan diberi

rangsangan taktil, jangan diberi obat perangsang nafas

lekukan resusitasi.

 Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau

pulmanator to tube ventilasi. Bila intubasi tidak dapat,


lakukan mouth to mouth respiration kemudian dibawa ke

ICU.

 Ventilasi Biokemial

 Dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu

dikoreksi dengan Natrium Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas

tidak ada, berikan Natrium Bicarbonat pada asfiksia berat

dengan dosis 2-4 mcg/kg BB, maksimum 8 meg/kg BB / 24

jam. Ventilasi tetap dilakukan. Pada detik jantung kurang dari

100/menit lakukan pijat jantung 120/menit, ventilasi

diteruskan 40 x menit. Cara 3-4x pijat jantung disusul 1x

ventilasi.

b. Apgar skor menit I : 4-6

 Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti

diatas.

 Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki,

maksimum 15-30 detik.


21

 Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih

baik O2 yang dihangatkan).

 Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali

permenit lakukan bag dan mask ventilation dan pijat jantung.

c. Apgar skor menit I : 7-10

 Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung

dahulu (karena bayi adalah bernafas dengan hidung) sambil

melihat adakah atresia choane, kemudian mulut, jangan

terlalu dalam hanya sampai fasofaring. Kecuali pada bayi


asfiksia dengan ketuban mengandung mekonium, suction

dilakukan dari mulut kemudian hidung karena untuk

menghindari aspirasi paru.

 Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan,

termasuk rambut kepala, karena kehilangan panas paling

besar terutama daerah kepala.

 Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4

jam.

2.1.8 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin muncul akibat asfiksia adalah:

a. Sembab Otak

b. Pendarahan Otak

c. Anuria atau Oliguria

d. Hyperbilirubinemia

e. Obstruksi usus yang fungsional

f. Kejang sampai koma


g. Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumothorax
22

2.1.9 Prognosa

a. Asfiksia ringan / normal : Baik

b. Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila

cepat prognosa baik.

c. Asfiksia berat dapat menimbulkan kematian pada hari-hari

pertama, atau kelainan syaraf permanen. Asfiksia dengan pH

6,9 dapat menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan

neurologis yang permanent misalnya cerebal palsy, mental

retardation.
23

BAB III

Konsep Asuhan Keperawatan Asfiksia Neonatorum

Asuhan keperawatan adalah tindakan yang berurutan dilakukan sistematis

untuk menentukan masalah pasien, membuat perencanaan untuk

mengatasinya, melaksanakan rencana itu/menugaskan orang lain untuk

melakukan dan mengevaluasi keberhasilan secara efektif terhadap

masalah yang diatasinya (Efendi. Nasrul, 1995 ; 3).

3.1 Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang

bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien

agar dapat mengidentifikasi, mengenali masalah, kebutuhan

kesehatan dan keperawatan pasien baik fisik, mental, sosial dan

lingkungan. Dalam tahap pengkajian ini dibagi menjadi tiga meliputi

pengumpulan data, pengelompokan data dan perumusan masalah.

Ada beberapa pengkajian yang harus dilakukan yaitu :

1. Sirkulasi

a. Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/mnt.

b. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45

mmHg (diastolik).

c. Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas

maksimal tepat di kiri dari mediastinum pada ruang

intercosta III/ IV.

d. Murmur biasa terjadi di selama beberapa jam pertama

kehidupan.

e. Tali pusat putih dan bergelatin, mengandung 2 arteri dan 1


vena.
24

2. Eliminasi

a. Dapat berkemih saat lahir.

3. Makanan/ cairan

a. Berat badan : 2500-4000 gram

b. Panjang badan : 44 - 45 cm

c. Turgor kulit elastis (bervariasi sesuai gestasi)

4. Neurosensori

a. Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.

b. Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap

selama 30 menit pertama setelah kelahiran (periode pertama


reaktivitas). Penampilan asimetris (molding, edema,

hematoma).

c. Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi

menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemi atau efek

narkotik yang memanjang)

5. Pernafasan

a. Skor APGAR : 1 menit s/d 5 menit dengan skor optimal

harus antara 7-10.

b. Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.

c. Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum pada

awalnya silindrik thorak : kartilago xifoid menonjol, umum

terjadi.

6. Keamanan

a. Suhu rentang dari 36,5º C sampai 37,5º C. Ada verniks

(jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi).

b. Kulit : lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/ kaki dapat


terlihat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin
25

belang-belang menunjukkan memar minor (misal : kelahiran

dengan forseps), atau perubahan warna herlequin, petekie

pada kepala/ wajah (dapat menunjukkan peningkatan

tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal),

bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata, antara

alis mata, atau pada nukhal) atau bercak mongolia (terutama

punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit

kepala mungkin ada (penempatan elektroda internal)

3.2 Analisa Data


1. Data Subyektif

Data subyektif adalah persepsi dan sensasi klien tentang

masalah kesehatan.

Data subyektif terdiri dari

a. Biodata atau identitas pasien : Bayi meliputi nama tempat

tanggal lahir jenis kelamin

b. Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama,

suku atau kebangsaan, pendidikan, penghasilan

pekerjaan, dan alamat.

2. Riwayat kesehatan

1. Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari

riwayat antenatal pada kasus asfiksia berat yaitu :

a. Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi,

gizi buruk, merokok ketergantungan obat-obatan atau

dengan penyakit seperti diabetes mellitus,

kardiovaskuler dan paru.


26

b. Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya

kelahiran multipel, inkompetensia serviks, hidramnion,

kelainan kongenital, riwayat persalinan preterm.

c. Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau

periksa tetapi tidak teratur dan periksa kehamilan

tidak pada petugas kesehatan.

d. Gerakan janin selama kehamilan aktif atau semakin

menurun.

e. Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia

kehamilan (kehamilan postdate atau preterm).


2. Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan

yang sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir.

Yang perlu dikaji :

a. Kala I :

ketuban keruh, berbau, mekoneal, perdarahan

antepartum baik solusio plasenta maupun plasenta

previa.

b. Kala II :

persalinan lama, partus kasep, fetal distress, ibu

kelelahan, persalinan dengan tindakan (vacum

ekstraksi, forcep ektraksi). Adanya trauma lahir yang

dapat mengganggu sistem pernafasan. Persalinan

dengan tindakan bedah caesar, karena pemakaian

obat penenang (narkose) yang dapat menekan sistem

pusat pernafasan.
27

3. Riwayat post natal

Yang perlu dikaji antara lain :

a. Apgar skor bayi baru lahir 1 menit pertama dan 5

menit kedua AS (0-3) asfiksia berat, AS (4-6)

asfiksia sedang, AS (7-10) asfiksia ringan.

b. Berat badan lahir : kurang atau lebih dari normal

(2500-4000 gram). Preterm/BBLR < 2500 gram,

untu aterm  2500 gram lingkar kepala kurang

atau lebih dari normal (34-36 cm).

c. Adanya kelainan kongenital : Anencephal,


hirocephalus anetrecial aesofagal.

3. Pola nutrisi

Yang perlu dikaji pada bayi dengan post asfiksia berat

gangguan absorbsi gastrointentinal, muntah aspirasi,

kelemahan menghisap sehingga perlu diberikan cairan parentral

atau personde sesuai dengan kondisi bayi untuk mencukupi

kebutuhan elektrolit, cairan, kalori dan juga untuk mengkoreksi

dehidrasi, asidosis metabolik, hipoglikemi disamping untuk

pemberian obat intravena.

4. Pola eliminasi

Yang perlu dikaji pada neonatus meliputi frekwensi, jumlah,

konsistensi.

5. Latar belakang sosial budaya

Kebudayaan yang berpengaruh terhadap kejadian asfiksia,


kebiasaan ibu merokok, ketergantungan obat-obatan tertentu
28

terutama jenis psikotropika. Kebiasaan ibu mengkonsumsi

minuman beralkohol, kebiasaan ibu melakukan diet ketat atau

pantang makanan tertentu.

6. Hubungan psikologis

Sebaiknya segera setelah bayi baru lahir dilakukan rawat

gabung dengan ibu jika kondisi bayi memungkinkan. Hal ini

berguna sekali dimana bayi akan mendapatkan kasih sayang

dan perhatian serta dapat mempererat hubungan psikologis

antara ibu dan bayi. Lain halnya dengan asfiksia karena


memerlukan perawatan yang intensif

7. Data Obyektif

Data obyektif adalah data yang diperoleh melalui suatu

pengukuran dan pemeriksaan dengan menggunakan standart

yang diakui atau berlaku (Effendi Nasrul, 1995)

a. Keadaan umum

Pada neonatus post asfiksia berat, keadaannya lemah dan

hanya merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan

gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran neonatus

dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan. Adanya

BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak

ada pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi

neonatus yang baik.

b. Tanda-tanda Vital

Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila

penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi


preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh < 36
29

C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh < 37 C.

Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5C – 37,5C, nadi

normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal antara

40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat

pernafasan belum teratur.

.
8. Data Penunjang

Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya

dalam menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga

kita dapat memberikan obat yang tepat pula.


Pemeriksaan yang diperlukan adalah :

1) Darah

a. Nilai darah lengkap pada bayi asfiksia terdiri dari :

 Hb (normal 15-19 gr%) biasanya pada bayi dengan

asfiksia Hb cenderung turun karena O2 dalam darah

sedikit.

 Leukositnya lebih dari 10,3 x 10 gr/ct (normal 4,3-10,3

x 10 gr/ct) karena bayi preterm imunitas masih

rendah sehingga resiko tinggi.

 Trombosit (normal 350 x 10 gr/ct)

 Distrosfiks pada bayi preterm dengan post asfiksi

cenderung turun karena sering terjadi hipoglikemi.

b. Nilai analisa gas darah pada bayi post asfiksi terdiri dari :

 pH (normal 7,36-7,44). Kadar pH cenderung turun

terjadi asidosis metabolik.


30

 PCO2 (normal 35-45 mmHg) kadar PCO2 pada bayi

post asfiksia cenderung naik sering terjadi

hiperapnea.

 PO2 (normal 75-100 mmHg), kadar PO2 pada bayi

post asfiksia cenderung turun karena terjadi hipoksia

progresif.

 HCO3 (normal 24-28 mEq/L)

2) Urine

Nilai serum elektrolit pada bayi post asfiksia terdiri dari :


 Natrium (normal 134-150 mEq/L)

 Kalium (normal 3,6-5,8 mEq/L)

 Kalsium (normal 8,1-10,4 mEq/L)

3) Photo thorax

Pulmonal tidak tampak gambaran, jantung ukuran normal.

3.2.1 Analisa data dan Perumusan Masalah

Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan

menghubungkan data tersebut dalam konsep, teori dan

prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam

menentukan masalah kesehatan dan keperawatan

pasien (Effendi Nasrul,1995 : 23).

Tabel 1.3 Analisa Data dan Perumusan Masalah

Sign / Symptoms Kemungkinan Penyebab Masalah

1. Pernafasan tidak - Riwayat partus lama Gangguan


31

teratur, pernafasan - Pendarahan peng- pemenuhan

cuping hidung, obatan. kebutuhan O2

cyanosis, ada lendir - Obstruksi pulmonary

pada hidung dan mulut, - Prematuritas

tarikan inter-costal,

abnormalitas gas darah

arteri.

2. Akral dingin, cyanosis - lapisan lemak dalam hipotermia

pada ekstremmitas, kulit tipis

keadaan umum lemah,

suhu tubuh dibawah

normal

3. Keadaan umum lemah, - Reflek menghisap gangguan

reflek menghisap lemah, lemah pemenuhan

masih terdapat retensi kebutuhan nutrisi.

pada sonde

4. Suhu tubuh diatas - Sistem Imunitas yang Resiko infeksi

normal, tali pusat layu, belum sempurna

ada tanda-tanda infeksi, - Ketuban mekonial

abnormal kadar leukosit, - Tindakan yang tidak

kulit kuning, riwayat aseptik

persalinan dengan

ketuban mekonial

3.3 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang

respon individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah-


32

masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau

potensial. Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada

pasien asfiksia antara lain:

1. Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 sehubungan

dengan post asfiksia berat.

2. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi sehubungan

dengan reflek menghisap lemah.

3. hipotermia

4. Resiko infeksi
33
Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi

No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

1 Gangguan Tujuan: 1. Letakkan bayi terlentang 1. Memberi rasa nyaman dan

pemenuhan Kebutuhan O2 bayi dengan alas yang data, mengantisipasi flexi leher

kebutuhan O2 terpenuhi kepala lurus, dan leher yang dapat mengurangi

sehubungan dengan Kriteria: sedikit tengadah/ekstensi kelancaran jalan nafas.

post asfiksia berat - Pernafasan normal 40- dengan meletakkan

60 kali permenit. bantal atau selimut diatas

- Pernafasan teratur. bahu bayi sehingga bahu

- Tidak cyanosis. terangkat 2-3 cm

- Wajah dan seluruh

tubuh

Berwarna kemerahan 2. Bersihkan jalan nafas, 2. Jalan nafas harus tetap

(pink variable). mulut, hidung bila perlu. dipertahankan bebas dari

- Gas darah normal lendir untuk menjamin

PH = 7,35 – 7,45 pertukaran gas yang

PCO2 = 35 mm Hg sempurna.
34
PO2 = 50 – 90 mmHg

3. Observasi gejala kardinal 3. Deteksi dini adanya kelainan.

dan tanda-tanda cyanosis

tiap 4 jam

4. Kolaborasi dengan tim 4. Menjamin oksigenasi

medis dalam pemberian jaringan yang adekuat

O2 dan pemeriksaan terutama untuk jantung dan

kadar gas darah arteri. otak. Dan peningkatan pada

kadar PCO2 menunjukkan

hypoventilasi

Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi

No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

2. Resiko terjadinya Tujuan 1. Letakkan bayi 1. Mengurangi kehilangan

hipotermi Tidak terjadi hipotermia terlentang diatas panas pada suhu lingkungan

sehubungan dengan Kriteria pemancar panas sehingga meletakkan bayi

adanya roses Suhu tubuh 36,5 – 37,5°C (infant warmer) menjadi hangat
35
persalinan yang lama Akral hangat

dengan ditandai akral

dingin suhu tubuh Warna seluruh tubuh 2. Singkirkan kain yang 2. Mencegah kehilangan tubuh

dibawah 36° C kemerahan sudah dipakai untuk melalui konduksi.

mengeringkan tubuh,

letakkan bayi diatas

handuk / kain yang

kering dan hangat.

3. Observasi suhu bayi 3. Perubahan suhu tubuh

tiap 6 jam. bayi dapat menentukan

tingkat hipotermia

4. Kolaborasi dengan 4. Mencegah terjadinya

team medis untuk hipoglikemia

pemberian Infus

Glukosa 5% bila ASI

kurang
36
Tabel 1.4. Perencanaan / Intervensi

No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

3. Gangguan Tujuan 1. Lakukan observasi 1. Deteksi adanya kelainan

pemenuhan Kebutuhan nutrisi terpenuhi BAB dan BAK jumlah pada eliminasi bayi dan

kebutuhan nutrisi Kriteria dan frekuensi serta segera mendapat tindakan /

sehubungan dengan - Bayi dapat minum konsistensi. perawatan yang tepat.

reflek menghisap pespeen / personde

lemah. dengan baik.

- Berat badan tidak turun 2. Monitor turgor dan 2. Menentukan derajat

lebih dari 10%. mukosa mulut. dehidrasi dari turgor dan

- Retensi tidak ada. mukosa mulut.

4. Beri ASI sesuai 4. Kebutuhan nutrisi terpenuhi

kebutuhan. secara adekuat.

5. Lakukan kontrol berat 5. Penambahan dan penurunan

badan setiap hari. berat badan dapat di monito

4. Resiko terjadinya Tujuan: 1. Lakukan teknik aseptik 1. Pada bayi baru lahir daya

infeksi Selama perawatan tidak dan antiseptik dalam tahan tubuhnya kurang /
37
terjadi komplikasi (infeksi) memberikan asuhan rendah.

Kriteria keperawatan

- Tidak ada tanda-tanda 2. Cuci tangan sebelum 2. Mencegah penyebaran

infeksi. dan sesudah infeksi nosokomial.

- Tidak ada gangguan melakukan tindakan.

fungsi tubuh.

Tabel 1.4 Perencanaan / Intervensi

No. Diagnosa Perawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional

3. Pakai baju khusus/ 3. Mencegah masuknya bakteri

short waktu masuk dari baju petugas ke bayi

ruang isolasi (kamar

bayi)

4. Lakukan perawatan 4. Mencegah terjadinya infeksi

tali pusat dengan triple dan memper-cepat

dye 2 kali sehari. pengeringan tali pusat

karena mengan-dung anti


38
biotik, anti jamur,

desinfektan.

5. Jaga kebersihan 5. Mengurangi media untuk

(badan, pakaian) dan pertumbuhan kuman.

lingkungan bayi.

6. Observasi tanda-tanda 6. Deteksi dini adanya kelainan

infeksi dan gejala

kardinal
5. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan asuhan keperawatan

yang merupakan realisasi rencana tindakan yang telah ditentukan

dalam tahap perencanaan dengan maksud agar kebutuhan pasien

terpenuhi secara optimal

6. Tahap Evaluasi

Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses keperawatan

yaitu proses penilaian pencapaian tujuan dalam rencana perawatan,

tercapai atau tidak serta untuk pengkajian ulang rencana

keperawatan. Evaluasi dilakukan secara terus menerus dengan

melibatkan pasien, perawat dan petugas kesehatan yang lain. Dalam

menentukan tercapainya suatu tujuan asuhan keperawatan pada

bayi dengan post Asfiksia sedang, disesuaikan dengan kriteria

evaluasi yang telah ditentukan. Tujuan asuhan keperawatan

dikatakan berhasil bila diagnosa keperawatan didapatkan hasil yang

sesuai dengan kriteria evaluasi.

39
40

BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan

Pada dasarnya penyebab asfiksia dapat disebabkan oleh hal-hal

sebagai berikut yaitu perdarahan, infeksi, kelahiran preterm/bayi

berat lahir rendah, asfiksia, hipotermi, perlukaan kelahiran dan lain-

lain. Bahwa 50% kematian bayi terjadi dalam periode neonatal yaitu

dalam bulan pertama kehidupan, kurang baiknya penanganan bayi

baru lahir yang lahir sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan

yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup bahkan kematian.

Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu

sehingga kualitas sumber daya manusia makin meningkat dan

kesiapan untuk menyehatkan generasi penerus dapat terjamin.

Kehamilan di usia muda/remaja (dibawah usia 20 tahun) akan

mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal

ini dikarenakan pada usia tersebut ibu mungkin belum siap untuk
mempunyai anak dan alat-alat reproduksi ibu belum siap untuk

hamil. Begitu juga kehamilan di usia tua (diatas 35 tahun) akan

menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan persalinannya

serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.

2. Saran

Semoga dengan adanya makalah ini kita semua dapat lebih

memahami masalah asfiksia pada bayi baru lahir, dan semoga

dapat bermanfaat bagi kita semua


41

DAFTAR PUSTAKA

Aminullah Asril. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina pustaka

Sarwono Prawirohardjo

Effendi Nasrul. 2012. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2011. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan &

Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC


Talbot Laura A. 2007, Pengkajian Keperawatan, EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai