Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN GANGGUAN SISTEM


PERNAFASAN PADA KASUS ASFIKSIA

DISUSUN OLEH :
LIA MARIANA
022SYE21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN JENJANG D.3
TAHUN 2023
LEMBAR PENGESAHAN
KASUS ASPIKSIA

DISUSUN OLEH :
LIA MARIANA
022SYE21

Laporan Pendahuluan telah dikonsultasikan dan disetujui.

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Klinik

Haryani, SST., Ners., M.Kes Mulyaningsih, S.Kep.,Ners


2023 2023
A. Konsep Medis
1. Pengertian
Asfiksia Neonatorum merupakan suatu keadaan dimana bayi baru
lahir yang mengalami gangguan tidak dapat bernafas secara spontan dan
teratur setelah lahir. Keadaan ini biasanya disertai dengan keadaan
hipoksia dan hiperkapnu serta sering berakhir dengan asidosis (Nurarif,
2016).
Asfiksia Neonatorum adalah kegagalan dalam memulai dan
melanjutkan pernafasan secara spontan dan teratur pada saat bayi baru
lahir atau beberapa saat sesudah lahir. Bayi mungkin lahir dalam keadaan
asfiksia yaitu asfiksia primer atau asfiksia sekunder mungkin dapat
bernafas tetapi kemudian mengalami asfiksia beberapa saat setelah lahir
(Sudarti dan Fauziah, 2017).
Asfiksia Neonatorum adalah suatu kondisi yang terjadi ketika bayi
baru lahir tidak mendapatkan cukup oksigen selama proses kelahiran.
Asfiksia juga didefinisikan sebagai kegagalan untuk memulai respirasi
biasanya dalam satu menit kelahiran. Asfiksia dapat menyebabkan
hipoksia (penurunan suplai oksigen ke otak dan jaringan) dan kerusakan
otak atau mungkin kematian jika tidak di lakukan tindakan dengan benar
(Mendri, 2018).
2. Tanda dan Gejala Asfiksia Yaitu :
a. Tidak bernapas atau napas megap-megap atau pernapasan lambat
(kurang dari 30 kali permenit). Menurut Sondakh (2017), Apnea
dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1) Apneu primer : pernapasan cepat, denyut nadi menurun, dan tonus
neuromuskular menurun.
2) Apneu sekunder : apabila asfiksia berlanjut, bayi menunjukkan
pernapasan megap-megap yang dalam, denyut jantung terus
menurun, terlihat lemah (pasif), dan pernapasan makin lama makin
lemah.
b. Pernafasan tidak teratur, dengkuran atau retraksi (perlekukan dada).
c. Tangisan lemah atau merintih
d. Warna kulit
1) Puncat dan ada tanda-tanda syok (untuk tanda asfiksia berat)
2) Sianosis (untuk tanda asfiksia ringan)
e. Tonus otot lemas atau ekstermitas terkulai
f. Denyut jantung tidak ada atau lambat
1) Bradikardia (kurang dari 100 kali/menit) untuk gejala asfiksia
berat
2) Takhikardia (lebih dari 140 kali/menit) untuk gejala asfiksia
ringan
3. Etiologi Asfiksia
Proses pengembangan paru-paru pada anak baru lahir terjadi pada
menit-menit pertama kelahiran, yang kemudian disusul dengan pernafasan
teratur. Proses ini bisa terganggu apabila terdapat gangguan pertukaran
gas atau pengangkutan oksigen dari ibu ke anak, sehingga menyebabkan
asfiksia janin atau neonatus. Gangguan tersebut dapat timbul pada masa
kehamilan, persalinan, atau segera setelah anak dilahirkan.
Hampir sebagian besar asfiksia pada anak baru lahir merupakan
kelanjutan asfiksia janin. Itulah sebabnya, sangat penting untuk
melakukan deteksi dan penilaian terhadap janin selama masa kehamilan,
serta persalinan yang memegang peranan sangat penting bagi
keselamatan anak. Harus diingat bahwa gangguan yang muncul pada
akhir kehamilan atau persalinan hampir selalu disertai anoksia/hipoksia
janin yang berakhir dengan asfiksia neonatus. Jika ini yang terjadi, maka
anak mesti mendapatkan perawatan yang intensif, adekuat dan maksimal
saat dilahirkan.
Secara umum, ada beberapa penyebab kegagalan pernafasan pada
anak. Diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Faktor Ibu.
Apabila seorang ibu hamil mengalami hipoksia, maka janin
yang dikandungnya juga menderita hipoksia dengan segala akibatnya.
Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian
obat analgetika atau anastesia dalam.
Gangguan aliran darah uterus dapat mengurangi aliran darah
pada uterus, sehingga menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke
plasenta dan janin. Hal ini sering dijumpai pada gangguan kontraksi
uterus, misalnya hipertoni, hipotoni, atau tetani uterus akibat penyakit
atau obat, hipotensi mendadak pada ibu karena pendarahan, hipertensi
pada penyakit eklamsi, dan lain sebagainya.
b. Faktor Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan
kondisi plasenta. Asfiksia janin bisa terjadi jika terdapat gangguan
mendadak pada plasenta, seperti solusio plasenta, pendarahan
plasenta, dan lain sebagainya.
c. Faktor Fetus
Gangguan aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus juga
disebabkan oleh kompresi umbilikus, sehingga menghambat
pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan ini dapat ditemukan
pada keadaan tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin
dan jalan lahir.
d. Faktor Neonatus.
Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya depresi pusat
pernafasan pada anak baru lahir, diantaranya adalah pemakaian obat
anastesi atau analgetika yang berlebihan pada ibu, yang secara
langsung bisa menimbulkan depresi pusat pernafasan janin, trauma
yang terjadi pada persalinan, misalnya pendarahan intra-cranial,
kelainan kongenital pada anak, seperti hernia diafragmatika, atresia,
atau stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru-paru.
4. Patofisiologi Asfiksia
Pernapasan spontan bayi baru lahir tergantung kepada kondisi pada
masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu
menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia
transien). Proses ini diaggap sengat perlu untuk merangsang kemoreseptor
pusat pernapasan agar terjadi “primary gasping” yang kemudian akan
berlanjut dengan pernapasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai
pengaruh buruk kerena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen
selama kehamilan/persalinan, akan terjadi asfiksia lebih berat. Keadaan
dimana akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan
menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat
reversible atau tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia.
Asfiksia yang dimulai dengan satu periode apnea (primary apneo) disertai
dengan penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan
memperlihatkan usaha napas (gasping) yang kemudian diikuti oleh
pernapasan teratur.
Kondisi patofisiologis yang menyebabkan asfiksia meliputi
kurangnya oksigenasi sel, retensi karbon dioksida berlebihan, dan asidosis
metabolik. Kombinasi ketiga peristiwa tersebut menyebabkan kerusakan
sel dan lingkungan biokimia yang tidak cocok dengan kehidupan. Tujuan
resisutasi adalah intervensi tepat waktu yang membalikkan efek-efek
biokimia asfiksia, sehingga mencegah kerusakan otak dan organ yang
irreversibel (tidak bisa kembali), yang akibatnya akan ditanggung
sepanjang hidup.
Frekuensi jantung dan tekanan darah akan meningkat dan bayi
melakukan upaya megap-megap (gasping). Bayi kemudian masuk ke
periode apnea primer akan mulai melakukan usaha napas lagi. Stimulasi
dapat terdiri atas stimulasi taktil (mengeringkan bayi) dan stimulasi termal
(oleh suhu persalinan yang lebih dingin).
Bayi dengan asfiksia ringan akan mengalami apnea primer yaitu
bayi baru lahir dapat memulai pola pernapasan biasa (walaupun tidak
teratur dan mungkin tidak efektif). Bayi yang mengalami proses asfiksia
lebih jauh berbeda dalam tahap apnea sekunder. Apnea sekunder dapat
dengan cepat menyebabkan kematian jika bayi tidak benar-benar
didukung oleh pernapasan buatan, dan bila perlu, dilakukan kompresi
jantung. Warna bayi berubah dari biru ke putih karena bayi baru lahir
menutup sirkulasi perifer sebagai upaya memaksimalkan aliran darah ke
organ-organ seperti jantung, ginjal dan adrenal .
Selama apnea, penurunan oksigen yang tersedia menyebabkan
pembuluh darah di paru-paru mengalami konstriksi. Keadaan konstriksi
ini menyebabkan paru-paru resisten terhadap ekspansi, sehingga
mempersulit kerja resusitasi janin yang persisten. Foramen ovale terus
membuat pirau darah ke aorta, melewati paru-paru yang konstriksi. Bayi
baru lahir dalam keadaan asfiksia tetap memiliki banyak gambaran
sirkulasi janin .
Selama hipoksia, perubahan biokimia yang serius menyebabkan
penimbunan sampah metabolik akibat metabolisme anaerob. Akibat
ketidakadekuatan ventilasi, maka bayi baru lahir cepat menimbun
karbondioksida. Hiperkabia ini mengakibatkan asidosis respiratorik yang
lebih jauh akan menekan upaya napas .
Kurangnya oksigen menyebabkan metabolisme pada bayi baru
lahir berubah menjadi metabolisme anaerob, terutama karena kurangnya
glukosa yang dibutuhkan untuk sumber energi pada saat kedaruratan. Hal
ini menyebabkan akumulasi asam laktat dan asidosis metabolik. Asidosis
metabolik hanya akan hilang setelah periode waktu yang signifikan dan
merupakan masalah sisa bahkan setelah frekuensi pernapasan dan
frekuensi jantung adekuat
Efek hipoksia terhadap otak sangat terlihat. Pada hipoksia awal,
aliran darah ke otak meningkat, sebagai bagian mekanisme kompensasi.
Kondisi tersebut hanya dapat memberikan penyesuaian sebagian. Jika
hipoksia berlanjut, maka tidak akan terjadi penyesuaian akibat hipoksia
pada sel-sel otak. Beberapa efek hipoksia yang paling berat muncul akibat
tidak adanya zat penyedia energi, seperti ATP, berhentinya kerja pompa
ion-ion transeluler, akumulasi air, natrium,
Pathway
5. Klasifikasi Asfiksia
Asfiksia dapat diklasifikasikan menurut penilaian skor APGAR.
APGAR adalah penilaian yang dilakukan pada bayi baru lahir. Adapun
yang dinilai pada penilaian APGAR adalah warna kulit (appearance),
denyut jantung (pulse), refleks bayi (grimace), tonus otot (actifity), dan
usaha bernafas (respiratory effort). Asfiksia pada bayi baru lahir dibagi
menjadi:
1. Asfiksia ringan nilai APGAR 7-10.
Bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2. Asfiksia sedang nilai APGAR 4-6.
Biasanya didapatkan frekuensi jantung >100x/menit, tonus otot kurang
baik atau baik, biru, refleksi masih ada.
3. Asfiksia berat nilai APGAR 0-3.
Didapatkan frekuensi jantung <100x/menit, tonus otot buruk,biru dan
kadang-kadang pucat, refleks tidak ada. Pada asfiksia dengan henti
jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir
lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum. Pemeriksaan fisik
sama pada asfiksia berat.
Untuk lebih jelasnya mengenai penilaian secara apgar terdapat pada
tabel dibawah ini (Abdullah Royyan, 2012).
Tabel 2.1 Penilaian APGAR
Tanda 0 1 2 Nilai
Frekuens Tidak ada <100x/menit >100x/menit
i jantung
Usaha Tidak ada Lambat,tidak Menangis kuat
bernafas teratur
Tonus Lumpuh Ekstermitas fleksi Gerakan aktif
otot sedikit
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Menangis
Warna Biru pucat Tubuh kemerahan, Tubuh
extermitas biru kemerahan
Nilai APGAR ini biasanya dimulai satu menit setelah bayi lahir
lengkap dan bayi telah diberi lingkungan yang baik serta pengisapan lendir
telah dilakukan dengan sempurna. Nilai APGAR semenit pertama ini baik
sekali sebagai pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Mulai apgar
berikutnya dimulai lima menit setelah bayi lahir dan ini berkorelasi erat
dengan kematian dan kesakitan neonatus. Dalam menghadapi bayi dalam
asfiksia berat, dianjurkan untuk menilai secara tepat, yaitu : (1)
menghitung frekuensi jantung dengan cara meraba hipisternum atau arteri
tali pusat dan menetukan apakah jumlah lebih atau kurang dari
100x/menit, (2) menilai tonus otot baik/buruk, (3) melihat warna kulit.
6. Pemeriksaan Diagnostic Asfiksia
Menurut (Nurarif, A.H., & Kusuma, 2015) pemeriksaan diagnostic
yang dilakukan pada pasien asfiksia berupa pemeriksaan:
1) Analisa Gas Darah (AGD)
2) Elektrolit Darah
3) Gula Darah
4) Baby gram (RO dada)
5) USG (kepala)
7. Penatalaksanaan Asfiksia
Tindakan yang dapat dilakukan pada bayi asfiksia neonatorum adalah
sebagai berikut :
1. Bersihkan jalan nafas dengan penghisap lendir dan kasa steril.
2. Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan antiseptik.
3. Segera keringkan tubuh bayi dengan handuk/kain kering yang bersih
dan hangat.
4. Nilai status pernafasan, lakukan hal-hal berikut bila ditemukan tanda-
tanda asfiksia.
a. Segera baringkan dengan kepala bayi sedikit ekstensi dan penolong
berdiri disisi kepala bayi dari sisa air ketuban.
b. Miringkan kepala bayi
c. Bersihkan mulut dengan kasa yang dibalut pada jari telunjuk.
d. Isap cairan dari mulut dan hidung.
5. Lanjutkan menilai status pernafasan.
Nilai status pernafasan apabila masih ada tanda asfiksia, caranya
dengan menggosok punggung bayi (melakukan rangsangan taktil). Bila
tidak ada perubahan segera berikan nafas buatan.
Adapun penatalaksaan menurut klasifikasi Asfiksia adalah sebagai
berikut:
a) Asfikia berat.
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan dengan cara
membersihkan jalan napas sambil pompa melalui amubag,
kemudian memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O 2
dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi
endotrakhea lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asfiksia
berat hampir selalu disertai asidosis. Koreksi atau berikan natrium
bikarbonat 7,5 % sebanyak 6 cc, dektrasa 40 % sebanyak 4 cc,
kedua obat ini disuntikan kedalam intravena perlahan-lahan
melalui vena umbilikus.
b) Asfiksia sedang.
Bersihkan jalan napas, kemudian stimulasi agar timbul refleks
pernapasan dengan menepuk telapak kaki, bila dalam waktu 30-60
detik tidak ada timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus
segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasal
dengan aliran 1-2 liter/menit, bayi diletakkan dalam posisi
dorsofleksi kepala, kemudian dilakukan gerakan membuka dan
menutup napas dan mulut disertai gerakan dinding dagu keatas
dan kebawah dengan frekuensi 20 x/menit sambil diperhatikan
gerakan dinding dada dan abdomen, bila bayi memperlihatkan
gerakan napas spontan usahakan mengikuti gerakan tersebut,
ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit,
sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak
langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau ventilasi ke kantong
master. Pada ventilasi dari mulut kemulut, sebelumnya mulut
penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan
frekuensi 20-30 x/menit dan perhatikan gerakkan napas spontan
yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika
terjadi penurunan frekuensi jantung atau tonus otot memburuk,
pemberian intubasi endotrakhea harus segera dilakukan,
bikarbonat natrium dan dekstrosa dapat segera diberikan.
c) Asfiksia ringan.
Jaga agar bayi tidak kedinginan, lakukan segera intubasi
dan lakukan mouth ke tube atau pulmonator to tube ventilasi. Bila
intubasi tidak bisa, lakukan mouth to mouth respiration kemudian
dibawa ke ICU; Ventilasi Biokemial.
8. Konsep Tumbuh Kembang Asfiksia
Teori perkembangan menurut Erikson ada 8 tahapan yang saling berurutan
sepanjang hidup. Berikut merupakan delapan tahap perkembangan
psikososial menurut Erikson, yaitu:
a. Trust versus Mistrust (0-1 tahun),
b. Autonomy vs Shame Doubt (18 bulan -3 tahun),
c. Initiative vs Guilt (3-6 tahun),
d. Industry vs Inferyority (6-12 tahun).
e. Identity vs Role Cunfusion (12-18 tahun
f. Intimac vs Isolation (18-35 tahun),
g. Generativity vs Stagnation (35-64 tahun),
h. Integrity vs Despair (65 tahun keatas).
Pada tahap Trust versus Mistrust (0-1 tahun) dimana tahap ini
dimulai dari usia 0 sampai dengan 18 bulan. Dalam tahap ini bayi
berusaha keras untuk mendapatkan pengasuhan dan kehangatan,
memenuhikebutuhan 14 anaknya, sang jika ibu berhasil anak akan
mengembangkan kemampuan untuk dapat mempercayai dan dapat
mengembangkan asa (hope). Menurut sigmand Freud ada 5 tahapan
tumbuh kembang psikoseksual yaitu sebagai berikut:
1. Fase oral Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui
mulut, sehingga refleks menghisap adalah sangat penting. Konflik
utama pada tahap ini adalah proses penyapihan, anak harus menjadi
kurang bergantung pada parah pengasuh. Freud percaya individu akan
memiliki masalah dengan ketergantungan, fiksasi oral dapat
mengakibatkan masalah dengan minum, makan atau menggigitkuku.
2. Fase anal Pada tahap anal, Freud percaya bahwa focus utama dari
libido adalah pada pengendalian kandung kemih dan buang air besar.
Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet-anak harus
belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya. Mengembangkan
kontrol ini menyebabkan rasa prestasi dan kemandirian pada anak.
3. Fase phalic Pada tahap ini, focus utama dari libido adalah pada alat
kelamin. Freud juga percaya bahwa anak laki-laki mulai melihat ayah
mereka sebagaisaingan, karena ibu harus berbagi kasi saying
dengannya.
4. Fase laten Tahap ini sangat penting dalam pengembangan
keterampilan social dan komunikasi serta kepercayaan diri. Freud
mengambarkan fase laten sebagai salah satu yang relative stabil.
5. Fase genital pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu
mengembangkan minat seksual yan kuat pada lawan jenis. Jika tahap
lainnya telah selesai dengan sukses, individu sekarang harus
seimbang, hangat dan peduli. Tujuan dari tahap ini adalah untuk
menetapkan keseimbangan antara berbagai bidang kehidupan.

9. Konsep Hospitalisasi Asfiksia


Komponen ini merupakan bentuk pelayanan keperawatan yang
diberikan kepada anak dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan
secara optimal dengan melibatkan keluarga. Upaya tersebut dapat tercapai
dengan keterlibatan langsung pada keluarga mengingat keluarga
merupakan sistem terbuka yang anggotanya dapat dirawat secara efektif
dan keluarga sangat berperan dalam menentukan keberhasilan asuhan
keperawatan, di samping keluarga mempunyai peran sangat penting
dalam perlindungan anak dan mempunyai peran memenuhi
kebutuhan anak. Peran lainnya adalah mempertahankan
kelangsungan hidup bagi anak dan keluarga, menjaga keselamatan anak
dan mensejahterakan anak untuk mencapai 35 masa depan anak yang
lebih baik, melalui interaksi tersebut dalam terwujud kesejahteraan anak.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian Keperawatan menurut Budiono (2015) adalah tahap awal
dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis
dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Adapun pengkajian yang
akan dikaji dalam asuhan keperawatan pada asfikisa neonatorum sebagai
berikut :
a. Biodata Biodata terdiri dari nama, umur/tanggal lahir, jenis kelamin,
agama, anak ke berapa, jumlah saudara, dan tanggal masuk, no,MR,
identitas keluarga, yang lebih ditekankan pada hayi karena berkaitan
degan diagnosa Asfiksia Neonatorum.
2. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS)
Ketuhan utama Biasanya bayi setelah partus akan menunjukkan
tidak bisa bernafas secara spontan dan teratur segera setelah
dilahirkan. Keadaan bayi ditandai dengan tidak bias bernafas atau
bernafas megap-megap sianosis, hipoksia, hiperkapnea, asidosis
metabolic, tangisan lemah dan terjadi penurunan kesehatan pada
bayi.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD)
a) Prenatal Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut,
infeksi kronik, keracunan karena obat-obat bius, uremia,
toksemia gravidarum, anemia berat, bayi mempunyai resiko tinggi
terhadap cacat bawaan dan tejadi trauma pada waktu kehamilan.
b) Intranatal Biasanya asfiksia neonatus dikarenakan kekurangan O2
sebab partus lama, rupture uteri yang memberat, tekanan terlalu
kuat dari kepala anak pada placenta, prolaps fenikuli tali pusat,
pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya,
perdarahan bayak, piacenta provia. sulitio plasenta, persentase
janin abanormal, lilitan tali pusat, dan kesulitan lahir
c) Posnatal Biasanya ditandai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea.
asidosis metabolic, perubahan fungsi jantung. kegagalan system
multi organ.
3) Riwayat kesehatan keluarga (RKG)
Menurut Mendri (2017), kaji riwayat kehamilan dan persalinan,
dalam keluarga tidak ada keluarga atau saudara bayi yang mengalami
riwayat asfiksia neonatorum sebelumnya dan juga biasanya faktor ibu
meliputi Penyakit kronis, genetik, penyakit selama kehamilan.
persalinan pathologis, infeksi berat. kehamilan lebih bulan.
4) Kebutuhan dasar
a. Pola Nutrisi Pada neonatus dengan asfiksia membatasi intake oral,
karena organ tubuh terutama lambung belum sempurna.
b. Pola Eliminasi Umumnya klien mengalami gangguan BAB karena
organ tubuh terutama pencernaan belum sempurna.
c. Kebersihan diri Perawat dan keluarga pasien harus menjaga
kebersihan pasien, terutama saat BAB dan BAK, saat BAB dan
BAK harus diganti popoknya
d. tidur Biasanya istirahat tidur kurang karena sesak napas.
5) Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Umumnya bayi dengan asfiksia dalam keadaan lemah,
sesak nafas, tonus otot lemas atau ekstermitas terkulai, dan
pernapasan tidak teratur
2) Tanda-tanda vital Umumnya (nadi, pernafasan, suhu) tidak
normal. TTV normal pada neonatus :
-Nadi : 100-165 x/menit
a. Takikardia adalah nadi lebih dari normal (nadi cepat).
b. Bradikardia adalah nadi kurang dari normal (nadi lambat)
- Pernafasan : 30-55 x/menit
c. Bradipnea: Nafas teratur namun lambat secara tidak normal
(pernafasan kurang dari 30x/menit).
d. Takipnea: Nafas teratur namun cepat secara tidak normal
(pernafasan lebih dari 55x/menit).
e. Hipernea: Nafas sulit, dalam, lebih dari 20x/menit. Secara
normal terjadi setelah olahraga.
f. Apnea: Nafas berhenti untuk beberapa detik.
g. Hiperventilasi: Frekeunsi dan kedalaman nafas meningkat.
h. Hipoventilasi: Frekuensi nafas abnormal dalam kecepatan dan
kedalaman
i. Pernafasan Cheyne stokes: Frekuensi dan kedalaman nafas
yang tidak teratur ditandai dengan periode apnea dan
hiperventilasi yang berubah ubah
j. Pernafasan Kussmaul: pernafasan dalam secara tidak normal
dalam frekuensi nafas yang meningkat.
k. Pernafasan Biot: Nafas dangkal secara tidak normal diikuti oleh
periode apnea (henti nafas) yang tidak teratur
1. Suhu : 36 °C -37,5°C a. Hipotermia yaitu suhu tubuh
kurang dari normal b. Hipertermia yaitu suhu tubuh lebih
dari normal
2. Saturasi oksigen : 95% - 100% Pada asfiksia nadi menurun
< 100 x/menit, suhu tubuh menurun 35,3 o c, dan
pernapasan meningkat > 60x/menit
3. Kulit Pucat/sianosis dan ada tanda-tanda syok
4. kepala Bentuk kepala bukit, fontanela mayor dan minor
masih cekung, sutura belum menutup dan kelihatan masih
bergerak.
5. Mata Pupil terjadi miosis saat diberikan cahaya.
6. Hidung Terdapat mukosa dan pergerakan cuping hidung,
dan terdapat deformitas akibat tekanan jalan lahir.
7. Telinga Simetris kanan dan kiri, tulang rawan padat dengan
bentuk yang baik, berespon terhadap suara dan bunyi lain.
8. Mulut Bibir simetris, sianosis, dan terdapat lender
9. Dada Dibagian dada biasanya ditemukan pernapasan yang
ireguler, frekuensi pernapasan yang cepat dan retraksi
dinding dada
10. Abdomnen pemeriksaan terhadap membuncit (pembesaran
hati, limpa, tumor aster), scaphoid (kemungkinan bayi
menderita diafragmatika).
11. Ekstremitas Inspeksi : warna kulit kebiruan, gerak tidak
akti
12. Reflek
a) Refleks menggenggam (phalmal grap reflek) adalah bila
telapak tangan memberi rangsangan akan memberi
reaksi seperti menggenggam.
b) Reficka leher (tonik neck reflek) pada bayi dalam
keadaan tertidur menunjukkan reflek dengan cepat putar
kearah satu sisi respon yang khas jika bayi menghadap
kekiri lengan dan kaki pada sisi itu sedangkan lengan
dan tungkainya akan berada dalam posisi fleksi (putar
kepala kearah kanan dan ekstremitas akan mengambil
postur yang berlawanan).
c) Refleks menghisap dan membuka mulut (rooting
refleks) menimbulkan reflek sentuhan bibir, pipi atau
sudut mulut bayi dengan puting. Respon yang khas bayi
menoleh kearah stimulus, membuka mulut,
memasukkan puting dan menghisap.
d) Refleks moro adalah bila di beri rangsangan yang
mengagetkan akan terjadi reflek lengan dan tangan
terbuka serta kemudian diakhiri dengan aduksi lengan.
3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut Budiono (2017) adalah suatu
pertanyaan yang menggambarkan respons manusia (keadaan sehat atau
perubahan pola interaksi aktual / potensial) dari individu atau kelompok
tempat anda secara legal mengidenfikasi dan anda dapat memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau mengurangi,
menyingkirkan, atau mencegah perubahan. Menurut Nuranf, Amin Huda
(2018) diagnosa pada pasien dengan Asfiksia Nconatorum adalah sebagai
berikut :
a. Gangguan pertukaran gas berhubugan dengan hipoksia.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya lendir.
c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan reflek
menghisap lemah.
d. Resiko terjadinya infeksi.
4. Rencana Tindakan Keperawatan
SDKI SLKI SIKI
Gangguan Pertukaran Gas Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi (I.01014)
(D.0003) (L.01003) Meningkat Observasi
Kategori : Fisiologis Kriteria Hasil: 1. Monitor frekuensi, irama,
Subkategori : Respirasi 1. Dispnea kedalaman, dan upaya napas
Definisi menurun 2. Monitor pola napas (seperti
Kelebihan atau kekurangan 2. Bunyi nafas bradipnea, takipnea,
oksigenasi dan atau eliminasi tambahan hiperventilasi, Kussmaul,
karbondioksida pada menurun Cheyne-Stokes, Biot,
membran alveolar - kapiler 3. PCO2 ataksik)
Penyebab membaik 3. Monitor kemampuan batuk
1. Ketidakseimbangan 4. PO2 Membaik efektif
ventilasi-perfusi 5. Takikardi 4. Monitor adanya produksi
2. Perubahan membran membaik sputum
alveolus-kapiler 6. PH arteri 5. Monitor adanya sumbatan
Gejala & Tanda Mayor membaik jalan napas
Subjektif 6. Palpasi kesimetrisan
Dispnea ekspansi paru
Objektif 7. Auskultasi bunyi napas
1. PCO2 8. Monitor saturasi oksigen
meningkat/menurun 9. Monitor nilai AGD
2. PO2 menurun 10. Monitor hasil x-ray thoraks
3. Takikardia Terapeutik
4. pH arteri 1. Atur interval waktu
meningkat/menurun pemantauan respirasi sesuai
5. Bunyi napas kondisi pasien
tambahan 2. Dokumentasikan hasil
Gejala & Tanda Minor pemantauan
Subjektif Edukasi
1. Pusing 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
2. Penglihatan kabur pemantauan
Objektif 2. Informasikan hasil
1. Sianosis pemantauan, jika perlu
2. Diaphoresis
3. Gelisah Terapi oksigen (I.01026)
4. Napas cuping hidung Obeservasi
5. Pola napas abnormal 1. Monitor kecepatan aliran
(cepat / lambat, oksigen
regular / ierguler, 2. Monitor posisi alat terapi
dalam/dangkal) oksigen
3. Monitor aliran oksigen
Kondisi Klinis Terkait
secara periodic dan pastikan
1. Penyakit paru
fraksi yang diberikan cukup
obstruktif kronis
4. Monitor efektifitas terapi
(PPOK)
oksigen (missal nya:
2. Gagal jantung
kongestif oksimetri, analisa gas darah),
3. Asma jika itu perlu
4. Pneumonia 5. Monitor kemampuan
5. Tuberkulosis paru melepaskan oksigen saat
6. Penyakit membran makan
hialin 6. Monitor tanda-tanda
7. Asfiksia hipoventilasi
8. Persistent pulmonary 7. Monitor tanda dan gejala
hypertension of toksikasi oksigen
newborn (PPHN) danatelektasis
9. Prematuriitas 8. Monitor tingkat kecemasan
10. Infeksi saluran napas akibat terapi oksigen
9. Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik
1. bersihkan secret pada mulut,
hidung, dan trakea, jika itu
perlu
2. pertahankan kepatenan jalan
napas
3. siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
4. berikan oksigen tambahan,
jika itu perlu
5. tetap berikan oksigen saat
pasien di transportasi
6. gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi
1. ajarkan pasien dan keluarga
cara menggunakan oksigen
dirumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis
oksigen
2. Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas dan
atau tidur

SDKI SLKI SIKI


Pola Napas Tidak Efektif Pola Napas (L.01004) Pemantauan Respirasi (I.01014)
(D.0005) Membaik Observasi
Kategori : Fisiologis kriteria hasil : 1. Monitor frekuensi, irama,
Subkategori : Respirasi 1. Dispnea kedalaman, dan upaya napas
Definisi menurun 2. Monitor pola napas (seperti
Inspirasi dan/atau ekspirasi 2. Penggunaan bradipnea, takipnea,
yang tidak memberikan otot bantu hiperventilasi, Kussmaul,
ventilasi adekuat napas menurun Cheyne-Stokes, Biot,
Penyebab 3. Pemanjangan ataksik)
1. Depresi pusat fase expirasi 3. Monitor kemampuan batuk
pernapasan menurun efektif
2. Hambatan upaya 4. Frekuensi 4. Monitor adanya produksi
napas (mis. nyeri saat napas sputum
bernapas, kelemahan membaik 5. Monitor adanya sumbatan
otot pernapasan) 5. Kedalaman jalan napas
3. Deformitas dinding nafas membaik 6. Palpasi kesimetrisan
dada ekspansi paru
4. Deformitas tulang 7. Auskultasi bunyi napas
dada 8. Monitor saturasi oksigen
5. Gangguan 9. Monitor nilai AGD
neuromuskular 10. Monitor hasil x-ray toraks
6. Gangguan neurologis Terapeutik
7. Imaturitas neurologis 1. Atur interval waktu
8. Penurunan energi pemantauan respirasi sesuai
9. Obesitas kondisi pasien
10. Posisi tubuh yang 2. Dokumentasikan hasil
menghambat pemantauan
ekspansi paru Edukasi
11. Sindrom 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
hipoventilasi pemantauan
12. Kerusakan inervasi 2. Informasikan hasil
diafragma (kerusakan pemantauan, jika perlu
saraf C5 ke atas)
13. Cedera pada medula Manajemen Jalan Napas (I.01011)
spinalis Definisi
14. Efek agen 1. Mengidentifikasi dan
farmakologis mengelola kepatenan jalan
15. Kecemsan napas
Gejala dan Tanda Mayor Observasi
Subjektif 1. Monitor pola napas
Dispnea (frekuensi, kedalaman, usaha
Objektif napas)
1. Penggunaan otot 2. Monitor bunyi napas
bantu pernapasan tambahan (mis. gurgling,
2. Fase ekspirasi mengi, wheezing, ronkhi
memanjang kering)
3. Pola napas abnormal 3. Monitor sputum (jumlah,
(mis. takipnea, warna, aroma)
bradipnea, Terapeutik
hiperventilasi, 1. Pertahankan kepatenan jalan
kussmaul, cheyne- napas dengan head-tilt dan
stokes) chin-lift (jaw-thrust jika
Gejala dan Tanda Minor curiga trauma survikal)
Subjektif 2. Posisikan semi-fowler atau
ortopnea fowler
Objektif 3. Berikan minuman hangat
1. pernapasan pursed-lip 4. Berikan oksigen, jika perlu
2. pernapasan cuping Edukasi
hidung 1. Anjurkn asupan cairan 2000
3. diameter thoraks ml/hari, jika tidak
anterior- posterior kontraindikasi
meningkat 2. Ajarkan teknik batuk efektif
4. ventilasi semenit Kolaborasi
menurun 1. Kolaborasi pemberian
5. kapasitas vital bronkodilator , ekspektoran,
menurun mukolitik, jika perlu
1. tekanan ekspirasi
menurun ekskursi Terapi oksigen (I.01026)
dada berubah Obeservasi
Kondisi Klinis Terkait 1. Monitor kecepatan aliran
1. Depresi sistem saraf oksigen
pusat 2. Monitor posisi alat terapi
2. Cedera kepala oksigen
3. Trauma thoraks 3. Monitor aliran oksigen
4. Gullian barre secara periodic dan pastikan
syndrome fraksi yang diberikan cukup
5. Sklerosis multipel 4. Monitor efektifitas terapi
6. Myasthenia gravis oksigen (missal nya:
7. Stroke oksimetri, analisa gas darah),
8. Kuadrifplegia jika itu perlu
9. Intoksikasi alcohol 5. Monitor kemampuan
melepaskan oksigen saat
makan
6. Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor tanda dan gejala
toksikasi oksigen
danatelektasis
8. Monitor tingkat kecemasan
akibat terapi oksigen
9. Monitor integritas mukosa
hidung akibat pemasangan
oksigen
Terapeutik
1. bersihankan secret pada
mulut, hidung, dan trakea,
jika itu perlu
2. pertahankan kepatenan jalan
napas
3. siapkan dan atur peralatan
pemberian oksigen
4. berikan oksigen tambahan,
jika itu perlu
5. tetap berikan oksigen saat
pasien di transportasi
6. gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi
ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen dirumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
2. Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas dan
atau tidur

SDKI SLKI SIKI


Risiko Defisit Nutrisi Status Nutrisi Manajemen nutrisi
(D.0032) (L.03030) Membaik Definisi :
Kategori: fisiologis kriteria hasil: Mengidentifikasi dan mengelolah
Subkategori: nutrisi dan 1. porsi makanan asupann nutrisi yang seimbang
cairan yang di Tindakan
Definisi habiskan Observasi :
Beresiko mengalami asupan meningkat 1. identifikasi status nutrisi
nutrisi tidak cukup untuk 2. kekuatan otot 2. identifikasi alergi dan
memenuhi kebutuhan pengunyah intoleransi makanan
metabolisme. meningkat 3. identifikasi makanan yang di
Faktor Risiko 3. verbalisasi sukai
1. Ketidakmampuan keinginan 4. Identifikasi kebutuhan kalori
menelan makanan untuk dan jenis nutrient
2. Ketidakmampuan meningkatkan 5. identifikasi perlunya
mencerna makanan nutrisi pengguanaan selang
3. Ketidakmampuan meningkat nasogastric
mengabsorbsi nutrien 4. pengetahuan 6. monitor asupan makanan
4. Peningkatan tentang pilihan 7. monitor berat badan
kebutuhan makana yang 8. monitor hasil pemeriksaan
metabolisme sehat laboratorium
5. Faktor ekonomi (mis. meningkat Terapeutik :
finansial tidak 5. pengetahuan 1. melakukan oral hygiene
mencukupi) tentang pilihan sebelum makan, jika perlu
6. Faktor psikologis minuman yang 2. fasilitasi menentukan
(mis. stres, sehat pedoman diet (mis, piramida
keenganan untuk meningkat makanan)
makan) 6. pengetahuan 1. sajikan makanan secara
Kondisi Klinis Terkait tentang standar menarik dan suhu yang
1. Stroke asupan nutrisi sesuai
2. Parkinson yang tepat 2. berikan makana tinggi serat
3. Mobius Syndrome meningkat utuk mencegah konstipasi
4. Celebral palsy 7. sikap terhadap 3. berikan makanan tinggi
5. Cleft lip makanan/minu kalori dan tinggi protein
6. Cleft palate mam sesuai 4. berikan suplemen makanan ,
7. Amyotropic lateral dengan tujuan jika perlu
scierosis kesehatan 5. hentikan pe,berian makan
8. Kerusakan meningkat melalui selang nasogatrik,
neuromuskular 8. sariawan jika asupan oral dapat di
9. Luka bakar menurun toleransi
10. Kanker 9. Berat badan Edukasi :
11. Infeksi membaik anjurkan posisi duduk , jika mampu
12. AIDS 10. indeks masa ajarkan diet yang di programkan
13. Penyakit Crohn’s tubuh Kolaborasi :
14. Enterokolotis membaik 1. kolaborasi pemberian
15. Fibrosis kistik 11. frekuensi medikasi sebelum makan
makanan ( mis,pereda nyeri,
membaik antiemetic), jika perlu
12. nafsu makan 2. kolaborasi dengan ahli giji
membaik untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
di butuhkan, jika perlu

SDKI SLKI SIKI


Risiko Infeksi (D.0142) Tingkat Infeksi Manajemen Imunisasi/Vaksinasi
Katagori: Lingkungan (L.14137) menurun (I.14508)
Subkatagori: Keamanan dan Kriteria hasil: Observasi
Proteksi 1. Demam 1. Identifikasi Riwayat
Definisi menurun Kesehatan dan Riwayat
Berisiko mengalami 2. Kemerahan alergi
peningkatan terserang menurun 2. Identifikasi kontraindikasi
organisme patogenik. 3. Nyeri menurun pemberian imunisasi (mis:
Faktor Risiko 4. Bengkak reaksi anafilaksis terhadap
1. Penyakit kronis (mis. menurun vaksin sebelumnya dan/atau
diabetes. melitus). 5. Kadar sel sakit parah dengan atau tanpa
2. Efek prosedur invasi. darah putih demam)
3. membaik 3. Identifikasi status imunisasi
4. Peningkatan paparan setiap kunjungan ke
organisme patogen pelayanan kesehatan
lingkungan. Terapeutik
5. Ketidakadekuatan 1. Berikan suntikan pada bayi
pertahanan tubuh di bagian paha anterolateral
primer : 2. Dokumentasikan informasi
 Gangguan vaksinasi (mis: nama
peristaltik, produsen, tanggal
 Kerusakan kadaluarsa)
integritas 3. Jadwalkan imunisasi pada
kulit, interval waktu yang tepat
 Perubahan Edukasi
sekresi pH, 1. Jelaskan tujuan, manfaat,
 Penurunan reaksi yang terjadi,
kerja siliaris, jadwal, dan efek samping
 Ketuban 2. Informasikan imunisasi
pecah lama, yang diwajibkan
 Ketuban pemerintah (mis: hepatitis
pecah B, BCG, difteri, tetanus,
sebelum pertussis, H. influenza,
waktunya, polio, campak, measles,
 Merokok, rubela)
 statis cairan 3. Infromasikan imunisasi
tubuh. yang melindungi terhadap
1. Ketidakdekuatan penyakit namun saat ini
pertahanan tubuh tidak diwajibkan
sekunder : pemerintah (mis:
2. influenza, pneumokokus)
a. Penurunan 4. Informasikan vaksinasi
homolobin, untuk kejadian khusus
b. Imununosupre (mis: rabies, tetanus)
si, 5. Informasikan penundaan
c. Leukopenia, pemberian imunisasi tidak
d. Supresi berarti mengulang jadwal
respon imunisasi Kembali
inflamasi, 6. Informasikan penyedia
e. Vaksinasi layanan Pekan Imunisasi
tidak adekuat. Nasional yang
Kondisi Klinis Terkait menyediakan vaksin
1. AIDS gratis
2. Luka bakar.
3. Penyakit paru Pencegahan Infeksi (I.14539)
obstruktif. Observasi
4. Diabetes melitus. 1. Monitor tanda dan gejala
5. Tindakan invasi. infeksi lokal dan sistemik
6. Kondisi penggunaan Terapeutik
terapi steroid. 1. Batasi jumlah pengunjung
7. Penyalahgunaan obat. 2. Berikan perawatan kulit pada
8. Ketuban Pecah area edema
Sebelum Waktunya 3. Cuci tangan sebelum dan
(KPSW). sesudah kontak dengan
9. Kanker pasien dan lingkungan pasien
10. Gagal ginjal. 4. Pertahankan teknik aseptic
11. Imunosupresi pada pasien berisiko tinggi
12. Lymphedema Edukasi
13. Leukositopedia 1. Jelaskan tanda dan gejala
14. Gangguan fungsi infeksi
hati. 2. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
5. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

4. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan adalah realisasi dari intervensi keperawatan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan pelaksanaannya
juga meliputi 20 pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon
klien selama dan sesudah memberikan tindakan keperawatan.
Keterampilan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan ini antara lain
keterampilan kognitif, keterampilan interpersonal, dan keterampilan
psikomotor (Syahra, 2018). Menurut Fitria (2013), ada komponan tahap
implementasi yaitu sebagai berikut:
1) Tindakan keperawatan mandiri Tindakan keperawatan mandiri ini
dilakukan tanpa pesanan dokter, Tindakan keperawatan mandiri
ditetapkan dengan Standar Practice American Nurses Association,
undang -undang praktek perawatan negara bagian dan kebijakan
institusi perawatan Kesehatan.
2) Tindakan keperawatan kolaboratif Tindakan yang dilakukan oleh
perawat bila perawat bekerja dengan anggota Kesehatan yang lain
dalam membuat keputusan Bersama yang bertahap untuk mengatasi
masalah pasien. Implementasi yang dilakukan mengacu pada
intervensi dan tidak semua dilakukan namun disesuaikan dengan
kondisi klien dan telah disetujui oleh klien dan keluarga. Pada kasus
pneumonia neonatus implementasi yang paling utama dan harus
dilakukan dengan baik dan benar yaitu harus selalu melakukan
pemantauan yang terkait dengan kondisi jalan nafas klien.
Implementasi itu sendiri dilakukan dengan mengharapkan keadaan
klien dapat mencapai kriteria hasil yang telah di tetapkan.
5. Evaluasi
Evaluasi Keperawatan Menurut Nursalam (2016), Evaluasi
keperawatan terdiri dari dua jenis yaitu :
1. Evaluasi formatif Evaluasi formatif disebut juga evaluasi berjalan
dimana evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai. Pada
evaluasi formatif penulis menilai klien mengenai perubahan yang
terjadi sebelum dan sesudah dilakukan tindakan.
2. Evaluasi sumatif Evaluasi sumatif disebut juga evaluasi aktif
dimana dalam metode evaluasi ini menggunakan SOAP
(Subjektif, objektif, assement, Perencaan).
Teknik pelaksanaan SOAP :
1) S (Subjektif) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat
dari klien setelah tindakan diberikan
2) O (Objektif) adalah informasi yang didapat berupa hasil
pengamatan, penilain, pengukuran yang dilakukan oleh
perawat setelah tindakan dilakukan
3) A (Assement) adalah membandingkan antar informasi subjektif
dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil, kemudian diambil
kesimpulan bahwa masalah belum teratasi, teratasi sebagian
dan masalah teratasi.
4) P (Planning) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan
dilakukan berdasarkan hasil analis
DAFTAR PUSTAKA

Budiono, Pertami. (2015). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Bumi Medika


Ikatan Ners Indonesia. (2016). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Asfiksia
Neonatorum.Tersedia di https://ikatannersindonesia.wordpress.com/.
Diakses pada tanggal 20 Oktober 2018
Masruroh. (2016). Buku Ajar Kegawatdaruratan Maternal & Neonatal. (J. Budi,
Ed.) (1st ed.). Yogyakarta: Nuha Medika.
Nanny Lia Dewi,Vivian. (2011). Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta:
Salemba Medika
Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), 2016. Jakarta
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), 2016. Jakarta
Setandar Luaran Keperawatan Indosenia (SLKI), 2016. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai