Anda di halaman 1dari 15

PENGETAHUAN TENTANG HIV/AIDS DAN UPAYA

PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN HIV/AIDS

Disusun oleh :

HERI SUHERMAN, SKM, M.Si


19660227 198803 1 001
PENYULUH KESEHATAN MASYARAKAT AHLI MADYA

UPTD PUSKESMAS CISOLOK

DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUKABUMI


Pengetahuan tentang HIV/AIDS dan upaya pencegahan dan
pengobatan HIV/AIDS

 Pengertian

HIV suatu singkatan dari Human Immunedeficiency Virus yang secara


definisial diartikan sebagai virus yang menyerang system kekebalan tubuh
manusia sehingga sebagai akibat serangan virus ini menyebabkan melemahnya
sistem pertahanan tubuh terhadap penyakit. Sedangkan AIDS sebagai singkatan
dari Acquired Immunne Deficiency Syndrome merupakan kumpulan dari berbagai
gejala penyakit sebagai akibat terserang HIV. HIV diperkirakan sudah menyebar
sejak tahun tujuh puluhan. *(Modul pelatihan AIDS bagi perawat Dep.Kesehatan
RI, Jakarta 1993 ) Jadi AIDS adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya
sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV tersebut. AIDS dewasa
ini sudah merupakan penyakit pendemi yang melanda hampir seluruh dunia, baik
negara maju maupun negara berkembang termasuk Indonesia . AIDS telah
menjadi masalah dunia yang cukup meresahkan, karena perkembangan jumlah
penderita AIDS yang reaktif cepat meningkat dan sulit membendung

 Stigma masyarakat mengenai HIV/AIDS

Stigma berasal dari pikiran seorang individu atau masyarakat yang


memercayai bahwa penyakit AIDS merupakan akibat dari perilaku moral yang
tidak dapat diterima oleh masyarakat. Stigma terhadap ODHA tergambar dalam
sikap sinis, perasaan ketakutan yang berlebihan, dan pengalaman negatif terhadap
ODHA. Banyak yang beranggapan bahwa orang yang terinfeksi HIV/AIDS layak
mendapatkan hukuman akibat perbuatannya sendiri. Mereka juga beranggapan
bahwa ODHA adalah orang yang bertanggung jawab terhadap penularan
HIV/AIDS.1 Hal inilah yang menyebabkan orang dengan infeksi HIV menerima
perlakuan yang tidak adil, diskriminasi, dan stigma karena penyakit yang diderita.
Isolasi sosial, penyebarluasan status HIV dan penolakan dalam pelbagai lingkup
kegiatan kemasyarakatan seperti dunia pendidikan, dunia kerja, dan layanan
kesehatan merupakan bentuk stigma yang banyak terjadi.1-3 Tingginya penolakan
masyarakat dan lingkungan akan kehadiran orang yang terinfeksi HIV/AIDS

2
menyebabkan sebagian ODHA harus hidup dengan menyembunyikan status.
mensosialisasikan bahaya penyakit HIV/AIDS dan mengurangi stigma pada
ODHA. Untuk peneliti selanjutnya supaya dapat menambah variabel lain seperti
optimisme kesembuhan dan kualitas hidup serta menambah jumlah sampel denga
usia sampel yang lebih variatif.

Menurut WHO (2015) jumlah orang yang menderita HIV/AIDS terus


meningkat. Sejak tahun 2002, infeksi HIV turun 35%. Sementara kasus kematian
akibat AIDS di dunia tercatat mengalami penurunan 24%. Jumlah penderita HIV
dan AIDS (ODHA) di dunia sebesar 36,9 juta orang Pada tahun 2013 sebanyak
37,2 juta orang dan mengalami penurunan pada tahun 2014 sebanyak 34 juta
orang di antaranya terdapat 230.000 anak-anak yang meninggal dan hampir
75 juta orang telah terinfeksi HIV. Sehingga diperkirakan 0,8% dari kelompok
umur 15-49 tahun hidup dengan HIV.

Permasalahan HIV dan AIDS menjadi tantangan kesehatan termasuk


di Indonesia pada tahun 2018 HIV/AIDS dilaporkan keberadaannya sebanyak
433 (84,2%) dari 514 kabupaten atau kota di 34 provinsi di Indonesia. Pada tahun
2018 tercatat jumlah kumulatif infeksi HIV sebanyak 301.959 jiwa (47% dari
estimasi ODHA jumlah orang dengan HIV AIDS .

Tahun 2018 sebanyak 640.443 jiwa) dan paling banyak ditemukan


pada kelompok umur 25-49 tahun dan 20-24 tahun. Adapun provinsi dengan
jumlah infeksi HIV tertinggi adalah DKI Jakarta sebanyak (55.099), diikuti di
Jawa Timur (43.399), Jawa Barat (31.293), Papua (30.699) dan Jawa Tengah
(24.757). Data Kementerian Kesehatan pada tahun 2017 mencatat dari 48.300
kasus HIV positif yang ditemukan tercatat sebanyak 9280 kasus AIDS. Sementara
pada data triwulan II tahun 2018 mencatat dari 21.336 kasus HIV positif, tercatat
sebanyak 6.162 kasus AIDS. Adapun jumlah kumulatif kasus AIDS sejak pertama
kali dilaporkan pada tahun 1987 sampai dengan 2018 tercatat sebanyak 108.829
kasus.Berdasarkan profil kesehatan provinsi Banten (2016) diketahui bahwa
jumlah kasus baru HIV-AIDS tahun 2016 sebanyak 572 kasus meningkat
bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2015 sebanyak 354
kasus.Penemuan kasus HIV tahun 2016 sebanyak 371 kasus, lebih tinggi

3
dibandingkan dengan penemuan kasus HIV tahun 2015 sebanyak 214. Beda
dengan kasus AIDS, kasus AIDS pada tahun 2016 sebanyak 201 kasus, lebih
sedikit dibanding tahun 2015 yaitu 214 kasus tersebut didapatkan dari laporan
VCT rumah sakit,

Penyakit Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan


masalah kesehatan masyarakat terbesar di dunia dewasa ini. Penyakit HIV/AIDS
terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali termasuk Indonesia
(Irianto, 2014). Pada tahun 2000 orang yang hidup dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) sebanyak 27,7 juta orang dan di tahun 2016
sebanyak 36,7 juta orang. Pada tahun 2016 di Asia dan Pasifik ada 5,1 juta orang
yang hidup dengan HIV dan terdapat 270.000 orang baru terinfeksi HIV. Orang
meninggal karena penyakit AIDS di wilayah Asia dan Pasifik sebanyak 170.000
orang (UNAIDS, 2017).

Jumlah kasus baru HIV positif berdasarkan Laporan Kementerian


Kesehatan RI yang dilaporkan dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Kasus
HIV yang dilaporkan pada tahun 2016 sebanyak 41.250 kasus dan kasus AIDS
yang dilaporkan sebanyak 86.780 kasus. Jumlah infeksi HIV yang dilaporkan
menurut faktor risiko heteroseksual tahun 2016 adalahyang paling tinggi yaitu
sebesar 17.754 kasus (Kemenkes RI, 2017).

 Etiologi

HIV menyebabkan penyakit dengan merusak kekebalan tubuh.Virus ini dapat


menginfeksi sel-sel manusia,tetapi target yang paling penting untuk di rusak
adalah limfosit,
Pasien yang terinfeksi HIV-AIDS dan yang mendapatkan perawatan harus
memiliki sejarah medis yang lengkap, pemeriksaan fisis, evaluasi
laboratorium,dan diberi konseling tentang infeksi HIV-AIDS. Evaluasi awal ini
untuk mendiagnosis infeksi HIV-AIDS, mendapatkan sejarah awal HIV-AIDS
yang tepat, data laboratorium, dan memastikan pemahaman pasien tentang infeksi

4
HIVAIDS sebelum memulai perawatan. Semua ini direkomendasikan dalam
pedoman HIV-AIDS yaitu untuk pencegahan dan pengobatan infeksi HIV-AIDS.
Awal evaluasi juga harus mencakup pembahasan tentang manfaat terapi
antiretroviral (ARV) yang dapat menekan replikasi HIV sehingga menunda
timbulnya AIDS, menambah kekebalan terkait HIV, dan secara signifikan
memperpanjang harapan hidup pasien. Informasi dasar evaluasi tersebut kemudian
dapat digunakan untuk menentukan tujuan dan rencana manajemen pengobatan.
Pasien yang sebelumnya dirawat perlu evaluasi awal tentang sejarah penggunaan
obat, resistensi, dan hasil pengujian sebelumnya jika tersedia untuk menentukan
perawatan kesehatan yang baru. Hal ini sangat penting untuk mendapatkan obat
antiretroviral lengkap. Obat antiretroviral setidaknya mengandung nucleoside
reverse transcriptase inhibitor, non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor, dan
protease inhibitor. Pasien yang baru didiagnosis juga harus ditanya tentang
penggunaan obat sebelumnya yakni agen antiretroviral untuk pencegahan infeksi
HIVAIDS.1–3
Untuk seterusnya memusnahkan sistem daya tahan tubuh. Untuk
mengetahui virus HIVAIDS menyerang daya tahan tubuh manusia maka
digunakan parameter limfosit (sel darah putih). Limfosit merupakan sel utama
dalam sistem kekebalan. Terdapat hampir sekitar seratus triliun sel di dalam tubuh
manusia dan limfosit hanya satu persen. Peran limfosit sangat penting untuk
melawan penyakit menular yang utama seperti AIDS, kanker, rabies dan TBC,
serta penyakit lain yang cukup serius seperti jantung dan reumatik. Limfosit
terletak secara tersebar dalam nodus limfae, namun dapat juga dijumpai dalam
jaringan limfoid (limfe, tonsil, apendiks, sumsum tulang, dan timus). Sel limfosit
merupakan target utama pada infeksi HIV, karena sel ini berfungsi sentral dalam
sistem imun. Karakteristik utama infeksi HIV dapat dilihat dengan penurunan
jumlah limfosit serta penyebab kegagalan sistem imun secara progresif dapat
diamati dari perubahan tanda tanda klinis pasien

 Tanda Gejala

Orang yang mengalami HIV awalnya akan mengalami gejala gejala seperti
influenza.kemudian penyakit AIDS akan bervariasi pada kurun waktu antara enam

5
bulan sampai tujuh tahun,atu rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada
orang dewasa. Perlu diperhatikan bahwa gejala nonspesifik dari AIDS yaitu
ARC(AIDS related complex) dapat berlangsung lebih dari tiga bulan , gejalanya
adalah sebagai berikut :

1. Berat badan turun lebih dari 10%


2. Demam tinggi lebih dari 38 C
3. Diare kronis lebih dari satu bulan tanpa sebab yang jelas
4. Berkeringat di malam hari tanpa sebab
5. Rasa Lelah berkepanjangan
6. Bercak-bercak putih pada lidah ( hairy leukoplakia )
7. Penyakit kulit ( herpes zoster ) dan penyakit jamur ( kandidiasi ) pada
mulut
8. Pembesaran kelenjar getah bening ( limfe), anemia , leukopenia ( sel darah
putih), limfopenia ( kurang sel limfosit ) dan trombositopenia
( kurangnyah sel terombosit / pembekuan darah )
9. Ditemukan antigen virus infeksi oportuni atau antibody terhadap
HIV
10. Batuk berkepanjangan
11. Gejala klinis lainnya, antara lain
a) Kulit dan rabut kepala
b) Kulit wajah dan kulit bagian tubuh lainnya
c) Mata
d) Hidung
e) Rongga mulut( langit-langit , gusi,dan gigi )
f) Paru
g) Alat kelamin
h) Gejala penyakit infeksi oportunitis lainnya

 Mengapa bisa terjangkit HIV/AIDS

1. Hubungan seks yang tidak sehat

6
2. Pengguna narkoba dengan menggunakan jarum suntik yang terinfeksi
virus HIV/AIDS,
3. Transfusi darah
4. pasangan suami istri yang terinfeksi virus HIV/AIDS.

 Penularan

Cara penularan HIV/AIDS dengan enam cara sebagai berikut :

1. Melalui hubungan seksual dengan penginap HIV/AIDS hubungan seksual


secara vaginal, anal, dan oral dengan penderitaan HIV tanpa perlindungan
dapat menularkan HIV. Selama berhubungan dapat terjadi lesi mikro pada
dinding vagina, dubur , dan mulut yang dapat menjadi jalan HIV untuk
masuk ke aliran darah pasangan seksual.
2. Ibu pada bayinya: penularan HIV dari ibu dapat terjadi pada saat
kehamilan ( in utero ) atau juga selama proses persalinan melalui transfuse
fetomaternal ( kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi dengan
darah atau sekresi maternal), semakin lama proses persalinan,semakin
besar pula resio tertular HIV . transmisi lain terjadi selama periode
postpartum melalui ASI dari ibu yang positif sekitar 10%
3. Transfuse darah, produk darah, dan organ donor: hal-hal tersebut sangat
cepat menular HIV karena virus langsung masuk ke pumbulih darah dan
menyebar ke seluruh tubuh. Risiko penularan melalui jalur transfusi darah
tidak dapat kehilangan sepenuhnya ,karena teknologi saat ini belum
mampu mendeteksi RNA HIV dalam kurun waktu 1-2 minggu setelah
terinfeksi karena rendahnnya jumlah virus dalam darah.selain itu HIV juga
dapat menular melalui transplantasi organ.
4. Pemakain alat Kesehatan yang tidak seteri, alat pemerksaan kandungan
seperti speculum,tenaculum dan alat lain yang menyentuh darah ,cairan
vagina , atau air mani yang terinfeksi HIV dan langsung di gunakan untuk
orang lain yang tidak di terinfeksi dapat menuat HIV. Alat-alat untuk
menorah kulit, alat tajam dan runcing seperti jarum,pisau silet yang tidak
di sterilkan dahulu juga dapat menularkan HIV.

7
5. Menggunakan jarum suntik secara bergantian . jarum suntik yang di
gunakan di fasilitas Kesehatan, maupun yang digunakan oleh para
penggunaan narkoba ( injecting drug unser[IDU]) sangat berpotensi
menular HIV

HIV tidak menular melalui peralatan makanan, pakaian, handuk, sapu


tangan ,toilet yang dipakai Bersama, berpelukan, ciuman pipi, berjabat tanagn,
dah hidup serumah dengan penderita HIV ( Nursalam dan Kurniawati 2007 )

 Pencegahan

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya HIV/AIDS
seperti yang di ungkapkan oleh Nursalam (2017), Kementerian Negara
Pemberdayaan Perempuan RI (2008), Depkes RI (2003), dan Sulistyowati (2011)
sebagai berikut.

 Menggunakan prinsip ABCD yang meliputi:

Abstinence ( hindari hubungan seksual di luar nikah )

Be faithful ( bersikap paling setia kepada pasangan )

Condom ( pergunakan kondom, terutama bagi kelompok perilaku resiko tinggi )

Drug ( jangan menggunakan narkoba suntik ) wanita jangan disarankan tidak


menggungkan narkoba terutama suntikan dengan jarum yang berganti.

Education ( dapat dicegah dengan Pendidikan )

 Mencegah wanita terinfeksi HIV/AIDS, apabila sudah terinfeksi dicegah


supaya tidak hamil, namun apabila ibu sudah hamil sebaiknya diberikan
dukungan dan perawatan bagi ODHA (orang dangan HIV/AIDS) dan
keluarganya.
 Penggunaan antiretroviral selama kehamilan, persalinan, dan selama
menyusui.
 Persalinan sebaiknya dipilih dengan metode section caesaria karena
terbukti mengurangi resiko penularan HIV dari ibu ke bayi sampai 80%

8
 Wanita dengan HIV/AIDS yang hamil harus diberikan penyuluhan
tentang kehamilannya, baik berupa penghentian atau kelanjutan
kehamilannya karena adanya resiko transmisi vertical dari ibu ke bayi
sebesar 25-45%.
 Mengkatkan pelaksaan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE). Serta
meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap, dan mempromosikan
perilaku positif untuk mencegah penyebaran HIV. Mengurangi kerentanan
(reduce vurnerability). Hal ini dapat dicapai dengan peningkatan status
Pendidikan, status ekonomi, dan kesetaraan gender.
 Meningkatkan persediaan darah yang aman (safe blood). Setiap donoh
darah harus diperiksa, karena sangat beresiko tinggi terjadi penyebaran
melalu tranfusi.
 Meningkatkan Tindakan pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi.
Penggunaan ARV selama prosedur persalinan aman dan penggunaan susu
formula dapat membantu mencegah penularan dari ibu ke bayi.
 Meningkatkan upaya penanggulangan Bersama-sama (universal) dan
berkelanjutan.

 Pengobatan
1. Terapi Antiretroviral (ARV)

Obat antiretroviral (ARV) membantu kita dengan menghambat proses


pembuatan HIV dalam sel CD4, dengan demikian mengurangi jumlah virus yang
tersedia untuk menularkan sel CD4 baru. Akibatnya sistem kekebalan tubuh kita
dilindungi dari kerusakan dan mulai pulih kembali, seperti ditunjukkan oleh
peningkatan dalam jumlah sel CD4 kita.

Ada beberapa manfaat yang didapat dari memakai ART, antara lain: 1.
Menghambat perjalanan penyakit HIV & Untuk orang yang belum mempunyai
gejala AIDS, ART akan mengurangi kemungkinan menjadi sakit & Untuk orang
dengan gejala AIDS, memakai ART biasanya mengurangi atau menghilangkan

9
gejala tersebut. ART juga mengurangi kemungkinan gejala tersebut timbul di
masa depan

2. Meningkatkan jumlah sel CD4 & Sel CD4 adalah sel dalam sistem kekebalan
tubuh yang melawan infeksi. Pada orang HIV-negatif, jumlah CD4 biasanya
antara 500 sampai 1.500. Setelah terinfeksi HIV, jumlah CD4 cenderung
berangsur-angsur menurun. Bila jumlah CD4 turun di bawah 200, maka kita lebih
mudah terkena infeksi oportunistik, misalnya PCP atau tokso & Jika kita memakai
ART maka diharapkan jumlah sel CD4 akan naik lagi sehingga dapat
dipertahankan dalam jumlah yang lebih tinggi

3. Mengurangi jumlah virus dalam darah & HIV sangat cepat menggandakan diri.
Oleh karena itu, jumlah virus dalam darah dapat menjadi tinggi. Semakin banyak
virus, semakin cepat perjalanan infeksi HIV. ART dapat menghambat
penggandaan HIV, sehingga jumlah virus dalam darah kita tidak dapat diukur. Ini
disebut sebagai tingkat tidak dideteksi & Setelah kita mulai ART, jumlah virus
dalam darah akan turun secara drastis. Setelah beberapa bulan diharapkan virus
dalam darah menjadi tidak terdeteksi

4. Merasa lebih baik & Kita akan merasa jauh lebih sehat secara fisik beberapa
minggu setelah kita mulai ART. Nafsu makan akan muncul kembali dan berat
badan kita akan mulai naik. Kita merasa lebih enak dan nyaman & Walaupun
begitu, tidak berarti kita tidak dapat menularkan ke orang lain. Kita harus tetap
memakai kondom waktu berhubungan seks dan menghindari memakai jarum
suntik secara bergantian jika kita memakai narkoba suntikan

Siapa yang Membutuhkan ART?

Tidak semua orang dengan infeksi HIV membutuhkan ART. Sekarang sebagian
besar ilmuwan sepakat bahwa kita sebaiknya memulai ART baru sebelum kita
masuk masa AIDS. Hal ini dapat terjadi hingga sepuluh tahun atau mungkin lebih
setelah kita terinfeksi. Namun cara menentukan kapan sebaiknya mulai
penggunaan ART tidak mudah. Para dokter memakai istilah ‘indikasi’ yang
artinya tanda atau gejala yang dapat menjadi alasan dilakukan suatu tindakan,
dalam hal ini mulai memakai ART. Biasanya indikasi ini berupa tanda/gejala

10
klinis atau hasil tes laboratorium. Hal ini akan dibahas pada bagian berikut.
Namun ada masalah lain yang penting kita pertimbangkan dahulu. Hal ini
termasuk masalah keuangan dan apakah kita siap memakai ART.

ART sebaiknya dimulai sebelum muncul infeksi oportunistik yang gawat,


misalnya PCP atau tokso. Infeksi ini biasanya tidak dialami jika jumlah CD4 kita
di atas 200. Infeksi ini dapat diobati, tetapi penyakit ini menimbulkan penderitaan,
dan biaya pengobatan dapat lebih besar daripada harga ART. Tetapi ART masih
efektif walaupun kita mengalami infeksi jenis itu. Justru, ART dapat menjadi cara
terbaik untuk mengobati infeksi tersebut dan mencegah munculnya yang lain. Ada
banyak contoh orang dengan jumlah CD4 yang sangat rendah, bahkan di bawah
20, yang pulih setelah mulai ART (Boks 1).

Tidak ada kata terlambat untuk memulai ART, walaupun kita harus sadar
bahwa harapan hidup orang yang mulai ART pada tahap AIDS sangat lanjut
mungkin tidak sama dengan orang yang mulai lebih dini, dan tidak semua orang
yang mulai ART dalam keadaan sekarat dapat diselamatkan. Ada bukti bahwa,
semakin lambat ART dimulai, semakin mungkin terapi akan gagal. Kepatuhan
pada jadwal pengobatan semakin penting jika ART dimulai agak terlambat. Jadi
jauh lebih baik jika ART dimulai sebelum infeksi oportunistik terjadi

Persyaratan yang paling penting untuk mulai ART adalah kesiapan kita.
Ada banyak bukti bahwa ART akan lebih berhasil jika kita mempunyai banyak
informasi tentang obat ARV dan efek sampingnya, dan tersedianya jaringan
dukungan untuk membantu kita agar patuh pada pengobatan. Yang tidak kalah
penting adalah hubungan baik dengan dokter. ART bukan pengobatan yang
menyembuhkan. ART dapat menekan jumlah virus sehingga tidak menimbulkan
penyakit. Tetapi virus hanya ditekan selama kita meminum ARV secara teratur.
Jika kita berhenti memakainya, penyakit akan mulai muncul lagi. Jadi sekali kita
mulai memakai ART, kita seharusnya memakainya terusmenerus seumur hidup
agar kita tetap sehat.

Efek samping

11
Yang sering mempengaruhi kepatuhan kita adalah efek samping obat (lihat
LI 550). Sebagian besar obat (bukan hanya ARV!) dapat mengakibatkan efek
samping pada beberapa orang, walaupun ini jarang menjadi berat. Kita harus ingat
bahwa semua obat adalah racun. Efek samping paling cenderung muncul pada
awal penggunaannya dan hilang sendiri setelah beberapa minggu. Tergantung
pada jenis obat, terdapat efek samping seperti mual, muntah, diare, dan/atau sakit
kepala yang berat. Ada jenis obat yang kadang kala mengakibatkan impian yang
aneh. Selain itu ada juga efek samping yang biasanya hanya diketahui melalui tes
laboratorium, termasuk gangguan fungsi hati atau ginjal, dan anemia (kurang
darah merah). Beberapa efek samping dapat menjadi gawat jika tidak ditangani
dengan tepat dan segera. Efek samping lain baru muncul setelah beberapa bulan
atau pun beberapa tahun. Efek samping ini jelas mempengaruhi kehidupan kita.
Kita sebaiknya membaca lembaran informasi tentang masingmasing obat untuk
informasi lebih lanjut. Dengan ini, kita dapat sadar tentang efek samping yang
mungkin terjadi, dan membicarakannya dengan dokter sebelum kita memulai
ART. Namun sebaiknya kita tidak terlalu takut akan efek samping. Asal obat
dipakai sesuai dengan dosis, sebagian besar orang hanya mengalami efek samping
yang sangat ringan, bahkan tidak merasakan sama sekali.

Mulai dengan Kombinasi Apa?

Pada umumnya, dokter mengusulkan mulai ART dengan kombinasi tiga


obat, yang di negara maju disebut terapi antiretroviral yang sangat manjur (highly
active antiretroviral therapy/HAART). Terapi ini umumnya mencakup dua jenis
obat dari golongan yang disebut NRTI, dan satu dari golongan NNRTI atau satu
dari golongan PI

NRTI yang paling tersedia di Indonesia adalah AZT, 3TC, ddI dan d4T.
Kombinasi dua apa pun dari obat ini dapat dipertimbangkan sebagai dasar ART,
kecuali AZT + d4T—kedua obat ini tidak boleh dipakai sekaligus. ddI dan d4T
dapat mengakibatkan neuropati perifer (lihat LI 555), jadi mungkin sebaiknya
tidak memakai kedua obat ini sekaligus. Umumnya kita mulai dengan kombinasi
AZT + 3TC (yang digabung dalam satu pil dengan nama Duviral). Namun bila
kita mengalami anemia (Hb rendah), kemungkinan AZT akan diganti dengan d4T.

12
Saat ini, pilihan obat ketiga yang baku untuk kombinasi ARV di
Indonesia adalah nevirapine dari golongan NNRTI. Bila kita mempunyai masalah
hati, atau mengalami ruam berlebihan dengan penggunaan nevirapine, obat ini
umumnya diganti dengan efavirenz, juga dari golongan NNRTI.

Kombinasi dua NRTI plus satu NNRTI ini disebut sebagai rejimen lini
pertama. Walau kita mungkin harus mengganti satu atau lebih obat dalam rejimen
ini karena masalah efek samping, kombinasi tetap disebut sebagai lini pertama.

Bila terjadi kegagalan terapi akibat munculnya virus yang resistan, kita
harus mengganti sedikitnya dua obat dalam kombinasi ini dengan obat baru.
Kombinasi baru ini disebut sebagai rejimen lini kedua. Rejimen lini kedua yang
baku di Indonesia sekarang adalah tenofovir (NRTI) plus Aluvia (PI), dengan
tetap memakai 3TC. Kadang 3TC juga diganti dengan ddI, tetapi kombinasi
tenofovir plus ddI tidak dianjurkan.

Tanyakan pada dokter tentang dosis setiap obat, berapa banyak pil yang
harus diminum, dan kapan pil itu harus diminum. Minta penjelasan tentang apa
yang sebaiknya kita lakukan jika kita terlambat minum obat—apakah sebaiknya
kita tetap minum walaupun terlambat, atau menggandakan dosis pada jadwal
minum berikutnya, atau hanya meminum dosis berikut seperti biasa.

13
DAFTAR PUSTAKA

HH Setiawan. 2017 Pengertian HIV/AIDS Sosio Konsepsia. Vol 12 no. 3 Jurnal


penelitian dan pengembangan kesejahteraan sosial. ejournal.kemensos.go.id

Solihati, Ida Faridah. 2020 Jumlah Penderita HIV/AIDS Di Indonesia STIKES


Yatsi. Vol 9 no. 1 Jurnal Kesehatan. jurnalstikesyatsi.ac.id

A Waluyo, L Sukmarini, R Rosakawati 2006 Gejala HIV/AIDS Jurnal


Keperawatan. academia.edu

P Hermawati. 2011 Mengapa bisa terjadi HIV/AIDS UIN Syarif Hidayatullah


Jakarta. Jurnal Psikologi. repository.uinjkt.ac.id

Z Shaluhiyah. SB Musthofa. 2015 Stigma Masyarakat National Public. Vol 9 no.


4 Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. journal.fkm.ui.ac.id

P Hermawati. 2011 Stigma Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jurnal


Kesehatan Masyarakat. repository.uinjkt.ac.id

CW Green. 2009 Pengobatan HIV/AIDS Yayasan Spiritia. Jurnal Kesehatan.


Spiritia.or.id

Yuni Asri, S.Kep., Ns,. M.Kes. 2009 Etiologi,tanda gejala,penularan,pencegahan


HIV/AIDS Penerbit Buku Kedokteran EGC. Buku Dasar Dasar Penyakit.

14
15

Anda mungkin juga menyukai