MAKALAH
(disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak dengan dosen
pengajar Ira Rahmawati, M.Kep.,Sp.Kep.An)
Disusun oleh
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan Karunia-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Pada Klien Dengan Asfiksia” dengan baik. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas kelompok mata kuliah Keperawatan Anak di Fakultas
Keperawatan Universitas Jember.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
Kematian yang dialami pada bayi adalah kematian yang sering terjadi
antara setelah bayi lahir sampai bayi belum genap berusia 1 tahun. Terdapat
beberapa factor yang menyebabkan kematian bayi. Jika dilihat dari sisi
penyebabnya terdapat dua macam yang dapat menyebabkan kematian bayi
diantaranya adalah endogen dan eksogen. Yang di maksud dari endogen ita
kematian bayi yang disebabkan oleh kematian neonatal. Pada kematian
neonatal terjadi pada bulan pertama saat bayi dilahirkan dan pada umumnya
disebabkan oleh beberapa factor yang dibawa bayi sejak lahir dan di dapat
saat bayi berada di dalam kandungan. Sedangkan yang di maksud dari
eksogen atau kematian post neonatal adalah kematian bayi yang terjadi
setelah bayi berusia 1 bulan sampai menjelah usia 1 tahun yang disebabkan
oleh beberapa factor yang berkaitan dengan pengaruh lingkungan dari luar
(Rahma, dkk., 2014).
AKB atau Angka Kematian Bayi adalah salah satu indicator untuk
mengetahui derajat kesehatan di suatu Negara dan untuk mengukur suatu
kemajuan bangsa. Sebanyak 33,6% bayi mengalami kematian yang
disebabkan oleh asfiksia dan banyak factor yang mempengaruhi kejadian
asfiksia (Yuliana, dkk., 2018). Asfiksia pada bayi baru lahir atau asfiksia
neonatorum merupakan suatu keaadan bayi baru lahir yang gagal bernafas
spontan dan teratur. Asfiksia pada bayi baru lahir ini dapat menyebabkan
kematian dan dapat menimbulkan berbagai dampak bagi bayi baru lahir.
Factor risiko kejadian asfiksia pada bayi baru kahir sangat beragam dan
banyak hal yang mempengaruhinya. Hasil dari beberapa penelitian
mengatakan bahwa Asfiksia neonatorum merupakan sebagai factor resiko
terjadinya gagal ginjal akutm gangguan pendengaran, dan gangguan multi
organ (Rahma, dkk., 2014).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien bayi dengan Asfiksia
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Menjelaskan definisi Asfiksia
2. Menjelaskan klasifikasi Asfiksia
3. Menjelaskan etiologi Asfiksia
4. Menjelaskan manifestasi klinis Asfiksia
5. Menjelaskan patofisiologi Asfiksia
6. Menjelaskan penatalaksanaan Asfiksia
1.3 Manfaat
1.3.1 Untuk mahasiswa
Meningkatkan wawasan tentang konsep penyakit dan asuhan
keperawatan pada kasus klien dengan Asfiksia
1.3.2 Untuk pembaca
Mengetahui tentang Asfiksia dan cara penanganannya.
BAB II
STUDI LITERATUR (KONSEP PENYAKIT)
2.1 Definisi
Asfiksia pada bayi baru lahir menurut IDAI (Ikatan Dokter Anak
Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur saat bayi
dilahirkan atau beberapa saat setelah bayi lahir. Asfiksia neonatorum
merupakan kondisi gawat darurat dimana bayi mengalami kegagalan dalam
bernafas secara spontan sehingga dapat menurunkan oksigen dan semakin
meningkatkan karbondioksida, jika tidak segera ditangani akan menyebabkan
kematian. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, apabila proses tersebut
terus berlangsung dapat mengakibatkan kerusakan otak, denyut jantung akan
mengalami penurunan sedangkan tonus neuromuscular berkurang secara
berangsur-angsur hingga terjadi apnea (henti nafas). Selain itu juga
mempengaruhi fungsi organ vital seperti jantung, paru-paru, lambung, dan
lainnya (Legawati, 2018).
2.2 Klasifikasi Asfiksia
Menurut Dwienda dkk (2014 ) Jenis jenis asfiksia tebagi menjadi tiga
tingkatan yaitu :
A. Asfiksia Ringan
1. Nilai APGAR 7 – 10
2. Takipnea dengan nafas >60x/menit
3. Bayi tampak sianosis
4. Adanya retraksi sela iga
5. Bayi merintih ( grunting )
6. Adanya pernafasan cuping hidung
7. Bayi kurang aktifitas
8. Dalam pemeriksaan auskultasi terdapat wheezing
B. Asfiksia Sedang
1. Nilai APGAR 4-6
2. Frekuensi jantung menurun ( 60-80x/ menit )
3. Usaha nafas lambat
4. Tonus otot biasanya dalam keadaan baik
5. Bayi masih bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan
6. Bayi tampak sianosis
7. Tidak terjadi kekurangan O2 yang berlanjut selama proses persalinan
C. Asfiksia Berat
1. Nilai APGAR 0-3
2. Frekuensi jantung kecil ( <40x/ menit )
3. Tidak ada usaha nafas
4. Tonus otot lemah, bahkan hampir tidak ada
5. Bayi tidak memberikan reaksi jika diberikan rangsangan
6. Bayi tampak pucat hingga berwarna kelabu
7. Kekurangan O2 yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan
2.3 Etiologi
Faktor – faktor yang menyebabkan terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir
yaitu : ( Dwienda dkk, 2014)
1.Gangguan pada lilitan tali pusat
Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang panjang
memungkinkan terjadinya lilitan tali pusat pada leher sangat berbahaya,
apalagi bila lilitan terjadi beberapa kali dimana dapat diperkirakan dengan
makin masuknya kepala janin ke dasar panggul maka makin erat pula
lilitan pada leher janin yang mengakibatkan makin terganggunya aliran
darah ibu ke janin.
2. Ketuban bercampur dengan mekonium
Jika janin mengalami kekurangan O2 dan C02 bertambah akan
menimbulkan rangsangan pada nervus vagus sehingga denyut jantung
janin menjadi lambat. Jika terus berlanjut maka rangsangan dari nervus
simpatikus akan timbul dimana denyut jantung janin menjadi lebih cepat
yang akhirnya janin akan mengadakan pernafasan intrauterine sehingga
mekonium banyak dikeluarkan dalam air ketuban pada paru paru. Hal ini
menyebabkan denyut jantung bayi menurun dan tidak menunjukan
pernafasan secara spontan.
3. Faktor Umur Kehamilan
Persalinan preterm merupakan persalinan dengan masa gestasi
kurang dari 259 hari atau kurang dari 37 minggu. Kesulitan utama dalam
persalinan preterm adalah perawatan bayinya. Semakin muda usia
kehamilan maka semakin besar morbiditas dan mortalitasnya. Persalinan
preterm akan menghasilkan bayi premature dengan kondisi paru yang
belum siap dan sebagai organ pertukaran gas yang efektif, hal ini
merupakan faktor dapat terjadinya asfiksia. (Fajarriyanti, 2017)
4. Pengaruh tindakan ketika proses persalinan
Persalinan dengan tindakan yaitu penggunaan alat pada tindakan
vakum ekstraksi dan adanya penggunaan obat bius dalam tindakan seksio
sesarea. Hal ini dapat menimbulkan pengurangan cairan paru dan
penekanan pada thoraks sehingga mengalami paru paru basah yang lebih
persisten. Sehingga mengakibatkan takipnea sementara pada bayi baru
lahir. persalinan dengan tindakan mempunyai risiko 5,471 kali lebih besar
terhadap kejadian asfiksia neonatorum dibandingkan dengan persalinan
normal (Syaiful dkk, 2016)
5. Faktor Ibu
a. Gangguan His : Tetania uteri-hipertoni
b. Turunnya tekanan darah secara mendadak
Perdarahan pada plasenta previa dan salutio plasenta, sehingga
menyebabkan gangguan pertukaran gas antara oksigen dan zat asam
arang. Setelah itu, menurunnya tekanan secara mendadak lalu bayi
akan mengalami sulit dalam bernafas.
c. Hipertensi
Hipertensi dalam kehamilan berarti wanita telah menderita
hipertensi sebelum hamil yang biasa disebut juga dengan preeklamsia
tidak murni. Prognosis bagi janin kurang baik karena adanya
insufisiensi plasenta.
d. Gangguan pertukaran nutrisi/O2 : solution plasenta
e. Melahirkan di umur kehamilan masih muda.
Semakin muda umur kehamilan fungsi organ tubuh semakin kurang
sempurna, prognosis juga semakin buruk karena masih belum
sempurna seperti sistem pernafasan. ( Syaiful dkk, 2016)
a. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur.
b. Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen.
c. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada
otot-otot jantung atau sel-sel otak.
d. Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,
kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta
sebelum dan selama proses persalinan.
e. Takipnea (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru
atau nafas tidak teratur/megap-megap.
f. Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah.
g. Penurunan terhadap spinkters.
h. Pucat
2.5 Patofisiologi
Pernafasan spontan bayi yang baru lahir tergantung pada kondisi janin
di masa kehamilan dan proses persalinan. Ketika persalinan bayi akan
mengalami asfiksia ringan yang sementara sehingga perlu merangsang
kemoreseptor pusat pernafasan. Bayi setelah dilahirkan akan segera menarik
nafas yang pertama kali (menangis), pada saat ini paru janin mulai berfungsi
untuk respirasi. Alveoli akan mengembang udara akan masuk dan cairan
yang ada di dalam alveoli akan meninggalkan alveoli secara bertahap.
Bersamaan dengan ini arteriol paru akan mengembang dan aliran darah ke
dalam paru meningkat secara memadai.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah timbullah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin)
menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus
tidak dapat dipengaruhi lagi. Maka timbul rangsangan dari nervus simpatikus
sehingga DJJ menjadi lebih cepat dan akhirnya irreguler dan menghilang.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterine dan bila kita periksa
kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus
tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan yang dalam, denyut jantung
terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terlihat
lemas. Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode
apneu sekunder. Selama epneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan
kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak dapat
berekasi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukan upaya pernafasan
secara spontan (Sunarti, 2017)
A. Alat-alat VTP
1. Tekno tube and mask
Balon ini disebut juga balon anastesi, terisi hanya bila gas
berasal dari gas bertekanan mengalir ke dalam balon.
4. T-piece resuscitator
Alat ini dapat bekerja hanya apabila dialiri oleh gas yang
berasal dari sumber bertekanan ke dalamnya. Dengan cara
menutup atau membuka lubang pada pipa T dengan jari atau ibu
jari maka gas akan mengalir langsung ke lingkungan sekitar
maupun ke bayi.
B. Obat-obatan
1. Epinefrin
Epinefrin digunakan apabila frekuensi jantung kurang dari
60x/menit setelah dilakukan ventilasi tekanan positif dan kompres
dada secara terkoordinasi selama 30 detik. Epinefrin tidak boleh
diberikan sebelum melakukan ventilasi karena dapat meningkatkan
beban dan penampungan oksigen otot jantung. Dosis yang diberikan
yaitu 0,1 sampai 0,3 ml/kgBB larutan 1:10.000 dengan cara intravena
atau selang endotrakeal. Jika frekuensi jantung tidak meningkat maka
dosis dapat diulang 3 sampai 5 menit secara intravena. Dosis
maksimal digunakan jika melalui selang endotrakeal.
2. Volume ekspander
Indikasi diberikan volume ekspander yaitu bayi yang baru lahir
dilakukan resusitasi dan mengalami hipovolemia dan tidak ada respon
mengenai resusitasi. Kondisi klinis ditandai dengan pucat, perfusi
buruk, nadi kecil atau lemah. Dosis awal yang diberikan yaitu 10
ml/kg BB selama 5 sampai 10 menit. Jenis cairan yang dapat
diberikan yaitu larutan kristaloid isotonis ( NaCl 0,9% Ringer Laktat).
3. Bikarbonat
Indikasi penggunaannya yaitu asidosis metabolik pada bayi baru
lahir yang mendapat resusitasi dan diberikan jika ventilasi dan
sirkulasi pernafasan sudah baik. Dosis yang digunakan adalah 2
mEq/kg BB atau 4 ml/kg BB BicNat dengan konsentrasi 4,2 %. Bila
hanya ada BicNat 7,4% maka dapat diencerkan dengan aquabides atau
dekstrosa 5% sama banyak. Pemberian secara intravena tidak boleh
melebihi dari 1 mEq/kgBB/menit.
4. Nalokson
Nalokson hidroklorida merupakan antagonis narkotik yang
diberikan dengan indikasi depresi pernafasan pada bayi baru lahir
yang ibunya menggunakan narkotik saat 4 jam sebelum melahirkan.
Cara pemberiannya yaitu dengan intravena atau selang endotrakeal,
bila perfusi baik maka dapat melalui intramuskuler atau subkutan.
Dosis yang diberikan 0,1 mg/kg BB, obat ini tersedia dalam dua
konsentrasi yaitu 0,4 mg/kg BB dan 1 mg/ml.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
PATHWAY
Metabolisme anaerob
Asidosis
ASFIKSIA
Suplai O2 dalam
Takipnea darah menurun DJJ lambat
Akral dingin
Ketidakefektifan pola Rangsangan saraf
nafas simpatikus
Sianosis
DJJ meningkat,
irreguler, dan
Hipotermi
menghilang
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas Janin mengadakan
Pori-pori berisi cairan
pernafasan intrauterin
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Kemenkes RI. 2010. Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir Untuk Bidan. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI.
Legawati. 2018. Asuhan Persalinan & Bayi Baru Lahir. Malang : Wineka Media.
Sunarti. 2017. Manajemen asuhan kebidanan pada bayi “s” dengan asfiksia di
rsud haji Makassar. Karya Tulis Ilmiah. Makassar : Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin
Makassar.