Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CONGESTIVE


HEART FAILURE (CHF)

Disusun guna melengkapi tugas profesi Stase Medikal dengan Dosen Pembmbing
Ns. Nur Widayati, M.N

oleh
Ayu Putriyas Ningsih
NIM 212311101041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2021
LAPORAN PENDAHULUAN

JUDUL : CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

Oleh: Ayu Putriyas Ningsih

A. KONSEP PENYAKIT
1. Anatomi dan Fisiologi Orga Jantung
Jantung merupakan organ penting dalam system tubuh manusia yang
memiliki fungsi untuk memompa darah yang mengandung oksigen dan nutrient ke
seluruh tubuh (Guyton & Hall, 2011). Ukuran jantung yaitu sedikit lebih besar dari
satu kepalan tangan dan memiliki berat pada rentang 200-425 gram. Jantung
mampu memompa hingga 100.000 kali dan mampu memompa darah sebanyak
7.571 liter dalam setiap harinya. Dibelakang costa kedua hingga keenam
merupakan letak dari jantung itu sendiri. Darah yang tidak teroksigenasi dari vena
cava superior dan vena cafa inferior diterima oleh jantung bagian kanan yang
kemudian mengalirkannya ke pulmonal untuk proses oksigenasi dan darah yang
teroksigenasi dari paru masuk ke vena pulmonalis yang kemudian dialirkan ke
seluruh tubuh melalui aorta (Fikriana, 2018).

Gambar 1. Anatomi Jantung


Jantung memiliki dinding yang dilapisi oleh 3 lapisan yaitu lapisan bagian
luar (epikardium), bagian tengah (miokardium), dan bagian dalam (endokardium).
Jantung dibungkus pleh selaput yang melindunginya yaitu pericardium. Terdapat 2
katup pada jantung yaitu katup antrioventrikularis dan semilunaris (Fikriana, 2018):
a. Katup Antrioventrikularis
Katup yang memisahkan atrium dan ventrikel, katup ini terdiri dari 2 jenis
yaitu katup trikuspidalis yang memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan,
yang kedua yaitu katup bikuspidalis yang memisahkan atrium kiri dan
ventrikel kiri.
b. Katup Semilunaris
Katup yang memisahkan antara arteri pulmonaris dan aorta, terbagi menajdi
2 yaitu katup pulmonalis, katup antara vetrikel kanan dan arteri pulmonalis,
yang kedua katup aorta, katup yang membatasi ventrikel kiri dan aorta.
Kedua katup tersebut membuka dan menutup secara pasif, sebagai respon
terhadap perubahan tekanan dan volume dalam bilik dan pembuluh darah (Fikriana,
2018).
Jantung manusia mempunyai 4 ruang (Fikriana, 2018) yaitu :
a. Atrium Kanan
Berfungsi sebagai penmapung darah rendah oksigen dari seluruh tubuh dan
kemudian mengalirkan ke ventrikel kanan melalui katup trikuspidalis.
b. Ventrikel Kanan
Berfungsi untuk mengalirkan darah kedalam arteri pulmonal dengan tekanan
rendah.
c. Atrium kiri
Penampungan darah kaya akan oksigen yang berasal dari paru paru, dan
kemudian mengalirkan ke ventrikel kiri melalui katup bikus pidalis.
d. Ventrikel Kiri
Berfungsi untuk memompa darah ke seluruhtubuh melalui aorta.
2. Definisi
Gagal jantung atau Congestive Heart Failure (CHF) merupakan kejadian
abonrmalitas dari struktur jantung atau fungsi yang diakibatkan oleh kegagalan
jantung dalam mendistribusikan oksigen ke seluruh tubuh (Tim Pokja Gagal
Jantung dan Kardiometabolik, 2020). Gagal jantung kongestif merupakan
ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang cukup sehingga
menurunkan metabolisme (M.Bachrudin & Najib, 2016). Gagal jantung merupakan
sebuah sindrom yang diakibatkan oleh keruakan dari ventrikel ketika pengisian
darah (Yancy et al., 2013). Sedangkan menurut Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia, (2015) Gagal jantung kongestif merupakan kelainan otot
otot jantung yang menyebabkan jantul gagal dalam memompa darah. Efek belakang
(backward) akan terjadi apabila jantung kiri mengalami kegagalan, akan
menyebabkan penumpukan volume darah di atrium kiri (Bambang Budi Siswanto
et al., 2015). Sedangkan apabila jantung kanan yang mengalami kegagalan maka
efek forward (efek depan) akan muncul dan mengakibatkan kongesti sistemik
(Bambang Budi Siswanto et al., 2015).

3. Epidemiologi
Menurut WHO pada tahun 2016, sebanyak 20 juta jiwa atau 54% dari total
kematian disebabkan oleh Congestive Heart Failure (CHF). Risiko perkembangan
CHF adalah 20% untuk usia lebih dari sama dengan 40 tahun dengan jumlah >
650.000 kasus baru yang didiagnosis CHF dalam beberapa decade terakhir
(Rispawati, 2019). Berdasarkan hasil Riskesdas 2016 menunjukkan prevelensi
gagal jantung di Indonesia sebanyak 0,3% dari total jumlah penduduk (Kementerian
Kesehatan RI, 2016; Rispawati, 2019).

4. Etiologi
Menurut Prakasa et al. (2020) etiologi dari Gagal Jantung Kongestif adalah :
a. Jenis Kelamin
Laki-laki dan perempuan memiliki fungsi dan struktur ventrikel kiri yang
berbeda. Perempuan memiliki struktur ruang ventrikel kiri yang lebih kecil
dimana hal tersebut dapat menurunkan stroke volume, meskipun denyut
jantung istirahat pada perempuan lebih tinggi dari laki-laki untuk
mempertahankan cardiac output yang sama. Perempuan memiliki ventrikel
kiri yang lebih kaku dibandingkan laki-laki yang berhubungan dengan
penuaan.
b. Usia
Usia lanjut pada seseorang akan mempengaruhi fungsi kerja jantung.
Semakin bertambahnya usia maka akan menyebabkan penurunan elastisitas
dinding vascular yang menyebabkan kekakuan.
c. Hipertensi
Seseorang dengan hipertensi lebih memungkinkan untuk mengalami gagal
jantung dikarena kondisi hipertensi akan meningkatkan beban jantung
melebihi batas normal. Sehingga memungkinkan jantung untuk mengalami
kerusakan pada miokardnya (infark miokard).
d. Diabetes Melitus
Seseorang dengan DM memiliki risiko dua kali lebih besar untuk mengalami
penyakit gagal jantung. Pada miokardium diabetikum ditemukan adanya
hipertrofi dinding ventrikel kiri yang akan mempengaruhi fungsi sistolik
jantung. DM secara independent meningkatkan risiko penyakit gagal jantung
dua kali pada laki-laki dan lima kali pada perempuan.
e. Acute Coronary Syndrom (ACS)
ACS merupakan kondisi jantung yang mengalami penurunan aliran darah
dikarenakan adanya penurunan atau penyumbatan pada arteri koroner.
Kejadian ini lebih berisiko untuk terjadinya gagal jantung karena dengan
penurunan aliran darah ke jantung maka pasokan O2 juga akan berkurang,
sehingga miokard jantung akan kekurangan O2 untuk melakukan fungsinya
dengan baik.
f. Merokok
Merokok berhubungan dengan pembentukan aterosklerosis melalui gangguan
vasodilatasi endotel yang kemudian berhubungan dengan penyakit jantung.
Rokok diduga secara langsung memberikan toksik kepada sel miosit kardiak,
sehingga dapat merubah struktur dan fungsi miokardium.

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada gagal jantung kongestif antara lain (Tim Pokja Gagal
Jantung dan Kardiometabolik, 2020) :
a. Sesak nafas atau Dypneu
b. Ortopneu merupakan gejala sesak saat sedang berbaring.
c. Paroxismal Nocturnal Dyspneu (PND) merupakan sesak napas pada malam
hari selang beberapa jam saat pasien tertidur, sehingga pasien akan terganggu
dan terbangun dari tidurnya.
d. Mudah lelah
e. Batuk
f. Edema ekstrimitas

6. Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif


Klasifikasi gagal jantung kongestif memiliki dua kategori yaitu kategori
kelainan structural jantung dan kapasitas fungsional (Tim Pokja Gagal Jantung dan
Kardiometabolik, 2020).
a. Berdasarkan kelainan structural jantung :
Stadium A - Memiliki risiko tinggi untuk berkembang menjadi gagal
jantung
- Tidak terdapat gangguan structural atau fungsional jantung
- Tidak tampak tanda dan gejala
Stadium B - Terbentuk kelainan pada struktur jantung yang
berhubungan dengan perkembangan gagal jantung namun
tidak terdapat tanda dan gejala
Stadium C - Gagal jantung simtomatik berhubungan dengan penyakit
structural jantung
Stadium D - Penyakit structural jantung lanjut serta muncul gejala gagal
jantung
b. Berdasarkan kapasitas fungsional New York Hearst Association (NYHA):
Kelas I - Aktivitas klien tidak dibatasi
- Aktivitas normal
- Tidak timbul gejala kelelahan atau sesak nafas
Kelas II - Ada batasan aktivitas ringan
- Aktivitas fisik sehari-hari menimbulkan kelelahan atau
sesak nafas
Kelas III - Aktivitas sangat dibatasi
- Aktivitas ringan menyebabkan kelelahan, berdebar, atau
sesak nafas
Kelas IV - Tidak dapat melakukan aktivitas fisik
- Keluhan meningkat saat beraktivitas

7. Patofisiologi
Adanya kerusakan pada jantung atau miokardium menjadi awal terjadinya
gagal jantung yang kemudian akan menyebabkan menurunnya curah jantung. Ada
tiga mekanisme primer yang dapat dilihat pada respon kompensatorik, yaitu adanya
peningkatan aktivitas adrenergic simpatis, peningkatan beban awal akibat aktivasi
Sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS), dan hipertrofi ventrikel. Respon
simpatis kompensatorik akan muncul saat volume sekuncup menurun pada gagal
jantung. Hal tersebut akan merangsang katekolamin dari saraf-saraf adrenergic
jantung dan medula adrenal. Terjadi peningkatan denyut dan kekuatan kontraksi
jantung untuk menambah curah jantung. Vasokonstriksi arteri perifer juga terjadi
yang bertujuan untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah
untuk mengutamakan perfusi ke organ vital seperti jantung dan otak (Nurkhalis &
Adista, 2020).
Aktivasi sistem renin angiotensin aldosteron akan mengakibatkan retensi
natrium dan air oleh ginjal, meningkatkan volume ventrikel, serta regangan serabut.
Kontraktilitas miokardium bertambah pada peningkatan beban awal ini sesuai
dengan mekanisme Frank Starling. Hipertrofi miokardium atau bertambahnya
ketebalan otot jantung adalah respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung.
Pada akhirnya, mekanisme kompensatorik akan menimbulkan gejala dan
peningkatan kerja jantung, sehingga hasil akhir dari peristiwa tersebut adalah
meningkatnya beban miokardium dan berlangsung pada gagal jantung (Nurkhalis
& Adista, 2020).

Gambar 2. Patofisiologi
8. Pathway
Gagal Jantung Kongestif

Gagal Jantung kiri Gagal Jantung kanan

penumpukan Penurunan Pembesaran Kongesti Perfusi Paru ↓ Pembesaran


volume darah curah vena hepar Sistemik vena abdomen
kapiler jantung

Asites Tekanan Gangguan


Suplai O2 ↓ Sesak nafas Antrium ↑ pertukaran gas Anoreksia
Penimbunan Edema Paru
cairan di Tekanan pada
alveoli Edema Prelod ↓
ATP ↓ stress diafragma ↑
Pengem Ekstrimitas
Hipervolemi
bangan a
Gangguan paru Pengetahuan Nyeri Akut Penurunan
Pertukaran Introleransi Hipervolemia
tidak ↓ Curah
Gas optimal Aktivitas
Jantung

Ansietas

Pola Nafas Tidak


Efektif
9. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektrokardiogram (EKG)
Berikut hasil abnormal EKG pada gagal jantung (Tim Pokja Gagal Jantung
dan Kardiometabolik, 2020):

b. Foto Torak : untuk mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura, atau
infeksi paru yang menyebabkan sesak nafas (Tim Pokja Gagal Jantung dan
Kardiometabolik, 2020).
c. Pemeriksaan Laboratorium : dilakukan pemeriksaan lengkap pada darah
perifer untuk melihat hasil hemoglobin, leukosit, trombosit, elektrolit,
kreatinin, GFR, Glukosa, tes fungsi hati , dan urinalisis (Tim Pokja Gagal
Jantung dan Kardiometabolik, 2020).
d. Peptide natriuretic : untuk melihat respon peningkatan tekanan pada dinding
ventrikel (Tim Pokja Gagal Jantung dan Kardiometabolik, 2020).
e. Ekokardiografi

10. Penatalaksanaan Medis


a. Tatalaksana Non-Farmakologi (Tim Pokja Gagal Jantung dan
Kardiometabolik, 2020):
1) Manajemen perawatan diri
2) Ketaatan pasien berobat
3) Pemantauan berat badan mandiri
4) Asupan cairan
5) Latihan fisik
b. Tatalaksana Farmakologi (Tim Pokja Gagal Jantung dan Kardiometabolik,
2020):
1) Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE I)
2) Beta Bloker
3) Antagonis aldosterone
4) Angiotensin Receptor Blockers (ARB)
5) Angiotensin Receptor – Neprilysin Inhibitor (ARNI)
6) Ivabradine
7) Hydralazine dan Isosorbide Dinitrate (H-ISDN)
8) Digoxin
9) Diuretic

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian memegang peranan penting sebagai paramerter yang mendasari
seluruh tindakan yang akan di lakukan. Pengakajian termasuk dalam proses
keperawatan dan merupakan tahap awal dalam melakukan proses asuhan
keprawatan.Pengkajian meliputi data subjektif dan data objectif yang di dapat
dari wawancara, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang atau
diagnostik. Tujuan dilakukannya pengkajian:
1) Mengkaji fungsi
2) Mengenal secara dini adanya gangguan nyata maupun yang potensial .
3) Mengidentifikasi penyebab gangguan.
4) Merencanakan cara mengatasi permasalahan yang ada, serta
menghindari masalah yang mungkin terjadi.

ANAMNESIS
1) Identitas Pasien (DKKD, 2019)
Nama : No. RM :
Umur : Pekerjaan :
Jenis : Status :
Kelamin Perkawinan
Agama : Tanggal : Jam :
MRS
Pendidikan : Tanggal : Jam :
Pengkajian
Alamat : Sumber :
Informasi
2) Riwayat Kesehatan
a) Diagnosa Medik: Gagal Jantung Kongestif (Bambang Budi
Siswanto et al., 2015)
b) Keluhan Utama: keluhan yang paling dirasakan klien hingga klien
memerlukan pertolongan. Menanyakan riwayat kesehatan klien
dengan menanyakan adanya keluhan-keluhan utama yang dirasakan
antara lain. Keluhan utama pada klien dengan gangguan sistem
kardiovaskuler secara umum antara lain sesak nafas, nyeri dada,
pingsan, berdebaar-debar, cepat lelah, retensi cairan, pulse yang
tidak teratur, edema ekstremitas, dan sebagainya (Smeltzer & Bare,
2013).
c) Riwayat penyakit sekarang: perjalanan penyakit sejak timbul
keluhan hingga klien meminta pertolongan (DKKD, 2019)
d) Riwayat kesehatan terdahulu (DKKD, 2019):
I. Penyakit yang pernah dialami
Menanyakan tentang penyakit-penyakit yang berhubungan
langsung dengan system kardiovascular. Tanyakan kepada
pasien adanya riwayat nyeri dada, nafas pendek, alkoholik,
anemia, demam, rematik, sakit tenggorokan yang di sebabkan
streptococcus, penyakit jantung bawaan, stroke, pingsan,
hipertensi, thromboplebitis, nyeri yang hilang timbul, varises
dan oedema.
II. Alergi (obat, makanan, plester, dll)
Menanyakan riwayat alergi, perawat menanyakan bagaimana
reaksi obat dan alergi yang pernah dialami.
III. Riwayat Pengobatan
Tanyakan kepada pasien tentang pengobatan yang pernah pasien
jalani seperti pemakaian aspirin. Pengkajian pengobatan harus di
tuliskan nama dari obatnya dan pasien mengerti tentang
kegunaan dan efek sampingnya. Adapun obat-obat yang dapat
mempengaruhi system kardiovaskuler seperti: anticonvulsants,
antidepressant, antipsychotics, cerebral stimulants, cholinergics,
estrogens, nonnarcotic analgesics dan antipyretics, oral
contraceptives, sedatives and hypnotics, spasmolytics.
IV. Riwayat pembedahan atau pengobatan lain
Tanyakan secara spesifik tentang pengobatan-pengobatan
pembedahan yang pernah di jalani, Perwatan rumah sakit yang
berhubungan dengan kardiovaskuler. Hasil-hasil data diagnostic
yang pernah di lakukan selama perwatan harus lebih di kaji.
Harus di catat dimana ECG dan foto rontgen dapat dijadikan data
dasar
V. Kebiasaan/pola hidup/life style
Jika pasien merokok ditanyakan jenis rokok, jumlah rokok
perhari, dan usaha pasien untuk berhenti merokok. Penggunaan
alcohol harus juga di catat (jenis, jumlah, perubahan reaksi,
dan frekuensi).
e) Riwayat penyakit keluarga (DKKD, 2019)
Konfirmasi penyakit darah yang berhubungan dengan keturunan dan
riwayat keluaraga yang cendrung terhadap penyakit arteri coroner,
penyakit vascular seperti claudication intermiten, varicosities.
Tanyakan riwayat kesehatan keluarga pada kondisi non cardiac
seperti astma, penyakit ginjal dan kegemukan harus di kaji karena
dapat berakibat pada system kardiovaskuler.

3) Pola Hidup Sehat


a) Pola persepsi sehat dan manajemen sehat.
Perawat harus menanyakan adanya factor resiko utama. Faktor
resiko utama kardiovaskuler: peningkatan serum lipid, merokok,
kurang aktifitas, dan obesitas. Pola hidup stress dan DM harus
ditanyakan juga. Kebiasaan penggunaan obat-obatan termasuk obat-
obat recresional.

b) Pola Nutrisi Metabolik.


Kelebihan berat badan dan kekurangan berat badan dapat
mengidentfikasikan sebagai masalah kardiovaskuler..Tipe diet
sehari-hari perlu dikaji untuk mengetahui gaya hidup pasien. Jumlah
asupan garam dan lemak juga perlu dikaji. Perawat mengkaji nutrisi
masuk dan keluar pada klien (DKKD, 2019).

c) Pola aktivitas dan istirahat


Keuntungan latihan pada kesehatan kardiovaskuler tidak dapat
disangkal. Dengan latihan aerobik yang benar menjadi sangat
bermanfaat,dan Perawat harus dengan hati-hati dalam
menentukan latihan, lama latihan, frekuensi dan efek yang tidak
diinginkan yang akan timbul selama latihan. Lamanya waktu latihan
harus di catat, gejala-gejala lain yang mengidentifikasi dari masalah
kardiovaskuler misalnya sakit kepala, nyeri dada, nafas pendek
selama latihan harus di catat. Pasien juga harus ditanya kemampuan
dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Gejala (kelelahan sepanjang
hari, nyeri dada saat beraktivitas, insomnia, dispnea,pada istirahat);
Tanda (gelisah, perubahan status mental, letargi) (Sarizein, 2020).

d) Pola Istirahat dan Tidur


Masalah-masalah kardiovaskuler seringkali mengganggu tidur, PND
diasosiasikan gagal jantung tingkat lanjut. Banyak pasien dengan
gagal jantung membutuhkan tidur dengan kepala mereka ditinggikan
dengan bantal dan perawat mencatat jumlah bantal yang
diperlukan untuk kenyamanan. Nokturia sering kali ditemukan pada
pasien dengan masalah kardiovaskuler, yang menggangu pola tidur
yang normal.
e) Eliminasi
Warna kulit, temperatur, keutuhan/integritas dan turgor mungkin
dapat mengimformasikan tentang masalah sirkulasi. Arterisklerosis
dapat menyebabkan eksterimitas dingin, sianotik dan odema dapat
mengidentifikasi gagal jantung. Pasien dengan diuretik dapat
dilaporkan ada peningkatan eliminasi urin. Masalah-masalah dengan
konstipasi harus di catat. Mengedan atau valsava manufer harus di
hindari pada pasien dengan masalah kardiovaskuler. Frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feses sedangkan pada eliminasi urin
dikaji bau, warna , dan jumlah (DKKD, 2019).

f) Pola Kognitif dan Perspektif


Perawat menanyakan ke pasien tentang masalah persepsi kognitif.
Nyeri dihubungkan dengan kardiovaskuler seperti nyeri dada dan
claudication intermiten yang harus ditanyakan atau di laporkan.
Masalah Kardiovaskuler seperti aritmia, hipertensi dan stroke
mungkin menyebabkan masalah vertigo, bahasa dan memori
(Kasron, 2016).

g) Pola Persepsi-Konsep Diri


Jika ada kejadian kardiovaskuler yang akut, biasanya persepsi diri
pasien sering terpengaruhi. Diagnostik invasif dan prosedur paliatif
sering berperan penting. Pasien dengan Masalah kardiovaskuler
kronik biasanya pasien tidak dapat mengidentifikasi
penyebabnya.

h) Pola Hubungan Peran


Jenis kelamin, ras dan usia pasien mempunyai hubungan dengan
kesehatan kardiovaskuler. Diskusikan dengan pasien status
perkawinan, peran dalam rumah tangga, jumlah anak dan usia
mereka, lingkungan tempat tinggal dan pengkajian lain yang penting
dalam mengidentifikasi kekuatan dan support system dalam
kehidupan pasien. Perawat juga harus mengkaji tingkat kenyamanan
atau ketidaknyamanan dalam menjalankan fungsi peran yang
berpotensi menjadi stress atau konflik.

i) Pola Sexuality dan Reproduksi


Pasien dengan masalah kardiovaskuler biasanya berefek pada pola
sex dan kepuasaan. Pasien memiliki rasa ketakutan akan kematian
yang tiba-tiba saat berhubungan sexual dan menyebabkan perubahan
utama pada kebiasaan sex. Fatique atau nafas pendek dapat juga
membatasi aktifitas sex. Impoten dapat menjadi tanda dari gangguan
penyakit kardiovaskuler perifer, ini merupakan efek samping dari
beberapa pengobatan yang digunakan untuk mengobati masalah-
masalah kardiovaskuler seperti beta bloker, diuretik. Konseling
pasien dan pasangan dapat dianjurkan.

j) Pola Toleransi Coping-Stress


Pasien harus ditanya untuk mengidentifikasi stress atau kecemasan.
Metode coping yang biasa dipakai harus dikaji, perilaku-perilaku
explosif marah dan permusuhan dapat dihubungkan dengan resiko
penyakit jantung. Informasi tentang suffort sistem keluarga, teman-
teman, psikolog atau pemuka agama dapat memberikan sumber yang
terbaik untuk mengembangkan rencana perawatan.

k) Pola Nilai-Nilai dan Kepercayaan


Nilai-nilai dan kepercayaan individu dipengaruhi oleh kultur dan
kebudayaan yang berperan penting dalam tingkat komplik yang
dihadapi pasien ketika dihadapkan dengan penyakit kardiovaskuler.

4) Pemeriksaan fisik
Terdapat data upnormal pada (Kasron, 2016) :
a) B1 (breathing)
Nunculnya geja kongesti vascular pulmonal yakni dyspnea.
b) B2 (blood)
- Inspeksi : adanya kelemahan fisik serta ujung jari yang kebiruan
(Kasron, 2016)
- Palpasi : melemahnya denyut nadi (Kasron, 2016)
- Auskultasi : terdapat bunyi tambahan akibat kelainan katup
(Kasron, 2016)
- Perkusi : adanya kardiomegali (Kasron, 2016)
c) B3 (Brain) normal
d) B4 (Bladder)
Pemantauan intake cairan karena kemungkinan adanya edema yang
terjadi (Kasron, 2016).
e) B5 (Bowel)
Terdapat hepatomegaly dan nyeri tekan (Kasron, 2016)
f) B6 (Bone)
1) Ektrimitas
Ujung jari berwarna kebiruan dan pucat (Kasron, 2016)
2) Edema
3) Mudah lelah

a) Keadaan Umum
i. Pasien tampak lemah/cukup baik/tampak sakit berat/tampak
sesak
ii. Kesadaran penderita kompos mentis, apatis, somnolens, sopor,
soporokoma, dan coma
b) Tanda-Tanda Vital, meliputi:
i. Tekanan darah
Sebelum diperiksa, pasien sebaiknya tidak makan, merokok,
minum kopi, atau olahraga dalam 30 menit. Tekanan darah
diukur waktu berbaring. Pada penderita hipertensi perlu juga
diukur tekanan darah waktu berdiri. Tekanan darah juga tidak
hanya diukur dilengan tapi juga ditungai karena akan terdapat
perbedaan yang jelas yang mungkin disebabkan oleh koartasio
aorta atau penyakit takayasu. Kadang-kadang dijumpai masa
bisu (auscultatory gap), gejala ini sering dijumpai pada
penderita hipertensi dan dapat muncul bila manset
dikembangkan terlalu lambat. Hal ini dapat menyebabkan
kekeliruan menaksir tekanan sistolik rendah. Untuk mengukur
tekanan darah harus menggunakan ukuran manset yang tepat.
Manset harus menutupi lengan atas atau tungkai. Manset
diikatkan diatas arteri brachialis kira-kira 2 cm diatas lipat siku.
Manset yang terlalu kecil akan memberikan hasil yang lebih
tinggi dan manset besar memberikan hasil yang lebih
rendah.ukuran manset biasanya 20% 25% lebih lebar daripada
diameter lengan.
ii. Denyut nadi
Tekanan arteri radialis dengan jari telenjuk dan tengah.
Perhatikan nadi teratur atau tidak. Hitung nadi selama 15 detik
kemudian kalikan 4. namun jika nadi tidak teratur nadi dihitung
selama satu menit. Kemudian catat irama dan kecepatan. Irama
jantung dimonitor jika EKG monitor tersedia.
iii. Suhu tubuh.
Pengukuran suhu tubuh dapat dilakukan melalui mulut, ketiak,
dan rektum.suhu tubuh tinggi mengidentifikasikan
kemungkinan adanya reaksi inflamasi atau proses infeksi,
misalnya miokardiak infark, perikarditis, endokarditis, dll.
c) Sirkulasi dan Respirasi
Biasanya pelanggan memiliki riwayat hipertensi, infark miokard
baru / akut, penyakit jantung koroner sebelumnya, penyakit jantung,
operasi jantung, endokarditis, anemia, syok septik, kaki bengkak,
telapak kaki, perut. Secara respirasi klien memungkinkan
mengeluhkan sesak nafas (Kasron, 2016).
d) Pemeriksaan Kepala dan Leher
i. Wajah
Ekspresi wajah: tampak sesak gelisah, kesakitan, pucat, biru.
ii. Mata
1. Palpebra
Adanya palpebrarum xantoma bintik kekuningan, lunak atau
plak pada kelopak mata)
2. Konjuntiva
Pucat (anemia), ptechiae (perdarahan bawah kulit atau
selaput lendir) pada endocarditis bakterial.
3. Skelera
Kuning (ikterus), pada gagal jantung kanan, penyakit hati dll.
4. Kornea
Akut senellis(garis melingkar putih atau abu-abu ditepi
kornea) berhubungan dengan peningkatan kolesterol pada
penyakit jantung koroner. Tapi normal bila ditemukan pada
pasien lanjut.
5. Eksopthalmus
Berhubungan dengan tiroksikosis, dapat ditemukan pada
CHF dengan hipertensi pulmonal
6. Gerakan bola mata
Lateral, medial, bawah nasal, atas.
7. Reflek kornea
Kapas disentuhkan pada kornea, maka mata akan terpejam
(nervus V)
8. Funduscopi
Pemeriksaan dengan oftalmoskop untuk menilai kondisi
pembuluh darah netina. Untuk melihat perubahan arteri dan
vena karena hipertensi arteri sklerosis, diabetes,
hiperkolesteromia, endokarditis
iii. Telinga
iv. Hidung
1. Simetris/Tidak
2. Adanya peradangan
3. Adanya kelainan bentuk
4. Mukosa membrane terdapat edema, eksudat atau perdarahan
v. Mulut dan Pharinx
1. Bibir sianosis (pada penyakit jantung bawaan)
2. Bibir pucat (anemia)
3. Pharynx hals dan basa, tidak terjadi eksudat, ulserasi, dan
pembengkakan
vi. Leher
1. Pada pemeriksaan leher dinilai JVP, pulsasi arteri karotis,
kelenjar tiroid dan trakea.
e) Perut
1. Adanya bising pembuluh yang dapat disebabkan oleh stenosis
yang menyangkut pembuluh-pembuluh cabang aorta
2. Pada payah jantung dapat ditemui hepatomegaly, kadang-
kadang disertai acites. Hepar terasa kenyal dan nyeri tekan,
tetapi pada keadaan kronik nyeri tekan tidak terasa
3. Pada TI berat, kadang terasa hepar berdenyut sesuai kontraksi
atrium, kadang terdapat bendungan pada lien
4. Pada AI pulsasi aorta abdominal teraba kuat di daerah abdomen
sebelah kiri
5. Pada aneurisma aorta abdominal, aorta teraba amat besar
dengan pulsasi yang nyata
f) Kulit/Ekstermitas
1. Temperatul/acral yang dingin atau hangat, kulit basah dapat
mencerminkan tanda gagal jantung (low output)
2. Sianosis yang lebih terlihat dibagian atas tubuh mencerminkan
adanya pirau intra cardial karena adanya kelainan jantung
bawaan
3. Pada hiperlipidemia terlihat adanya santomata yang merupakan
penumpukan lemak pada nodul-nodul dibawah kulit
4. Adanya edema
5. Pada sindrom vena cava superior, mungkin akan terlihat adanya
pelebaran vena dibawah kulit pada daerah thorax bagian atas
sebagai garis-garis biru kecil yang mencolok
6. Perdaran kecil pada kulit kuku atau jaringan mukosa dapat
menjadi tanda endokarditis
g) Kuku
1. Warna : kebiruan mengidentifikasikan adanya sianosis perifer
2. Clubbing (jari tabuh) mengidentifikasikan adanya hipoksia
kronik
3. Splinter hemoragic : garis merah kehitaman dibawah dasar kuku
yang muncul dari dasar sampai ujung kuku. Kemungkinan
mengindikasikan adanya endocarditis bacterial

5) Pemeriksaan Kardiovaskuler
a) Pembuluh Darah Perifer
Pemeriksaan arteri perifer dapat dipalpasi pada lokasi-lokasi
berikut, yakni: arteri radialis, arteri brakhialis, arteri femoralis arteri
karotis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea,
dan arteri temporalis.
1. Nadi brakhialis
Palpasi tepat diatas daerah medial fossa antekubiti dan tekan
arteri brakhialis kearah humerus. Jika sulit dipalpasi tendon
biceps dan Gerakan jari anda ke medial, gunakan tangan kiri
untuk mengukur pulsasi brachial kanan pasien dan tangan kanan
untuk mengukur pulsasi brachial kiri.
2. Nadi karotis
Palpasi dilakukan dengan menekan kebelakang area pada batas
medial sternocleidomastoideus dan lateral kartilago tiroid. Ibu
jari tangan kiri untuk mengukur pulsasi karotis kanan pasien
demikian pula sebaliknya jangan mengukur kedua sisi
bersamaan karena akan menghambat suplai darah serebral.
Pastikan bahwa tidak ada hipersensitivitas karotis yang dapat
menyebabkan reflek bradikarsi. Perlu dilakukan pemeriksaan
arteri karotis dengan stetoskop, untuk mendengarkan adanya
bruit (suara yang disebabkan oleh aliran darah yang turbulens)
yang mungkin menandakan adanya flak aterosklerotik di dalam
arteri karotis.
3. Pulsasi popliteal
Arteri popliteal ditemukan pada fossapoplitea dibelakang lutu
dan harus dipalpasi dengan kuat. Letakkan kedua ibu jari pada
kedua sisi patella, sedangkan jari-jari harus ditempatkan
didalam fossapoplitea. Palpasi pulsasi poplitea sebaiknya
dilakukan pada posisi lutut fleksi lebih kurang 120°
4. Nadi tibialis posterior
Lokasi palpasi dibelakang malleolus tibia, dimana kaki pasien
dalam keadaan relaks
5. Nadi dorsalis pedis
Nadi dorsalis pedis dipalpasi dengan menekannya terhadap
tulang tarsal, dibagian dorsum kaki
Saat memeriksa nadi, faktor-faktor yang harus diperhatikan
adalah:
1. Frekuensi nadi, normal antara 60-100x/mnt. frekuensi nadi
dipengruhi oleh latihan fisik, anxietas, usia.
2. Irama Nadi, dapat teratur atau tidak teratur. Bila irama tidak
teratur maka frekuensi jantung harus dihitung dengan
mengauskultasi denyut apikal selama satu menit penuh sambil
meraba denyut nadi. Setiap perbedaan antara kontraksi yang
terdengar dan nadi yang diraba harus dicatat. Disritmia sering
mengakibatkan defisit nadi, suatu perbedaan antara frekkuensi
apek dan frekuensi nadi. Defisit nadi terjadi pada fibrilasi
atrium, flater atrium, kontraksi ventrikel prematur dan berbagai
blok jantung.
Konfigurasi atau ciri denyutan:
1. Pulsus anarkot: yakni denyut nadi yang lemah, mempunyai
gelombang dengan puncak tumpul dan rendah, misal pasien
dengan stenosis aorta
2. Pulsus seler: denyut nadi yang seolah-olah meloncat tinggi,
meningkat tinggi dan menurun cepat sekali misal pada AI
3. Pulsus Paradoks: yaitu denyut nadi yang semakin lemah
selama inspirasi bahkan menhilang sama sekali pada bagian
akhir inspirasi untuk timbul kembali pada ekspirasi. Misal pada
efusi perikard
4. Pulsus alternans yaitu nadi yang kuat dan lemah berganti-ganti
misalnya pada kerusakan otot jantung
Pada setiap denyut nadi sejumlah darah melewati bagian
tertentu dan jumlah darah dicerminkan oleh tinggi puncak
gelomnbang nadi. Isi nadi mencerminkan tekanan nadi, yakni beda
antara tekanan sistolik dan diastolik.
b) Jugular Venous Pressure (JVP)
Vena jugularis interna mereflesikan tekana atrium kanna.
Hendaknya diobservasi ketinggian maksimum JVP dan perangai
pulsasinya.
1. Posisikan pasien dengan sudut 45 derajat dan leher disanggah
agar otot leher rileks mungkin leher perlu diputar ke lateral
2. Observasi perbatasan otot sternokleidomastoideus dengan
klavikula dan perhatikan alur Vena jugularis, lihat pulsasinya.
3. Coba palpasi pulsasi, bila dapat dirasakan berarti kemungkinan
berasal dari arteri karotis. Oleh karena pulsasi Vena jugularis
tidak mungkin diraba. Pulsasi Vena jugularis biasanya
kompleks dengan gelombang masuk (in ward), sedangkan pada
Arteri jugularis biasanya sederhana berupa gelombang keluar
(out ward) yang dominan. JVP biasanya menurun saat inspirasi
4. Diperkirakan ketinggian vertikal dari pulsasi ke sudut
manubriosternal.
Vena jugularis eksterna biasanya lebih mudah dikenali, karena
letaknya di lateral otot sternokleidomastoideus dan lebih superfisial.
Peningkatan JVP biasanya menandakan:
1. Gagal jantung
2. Obstruksi vena cava superior
3. Peningkatan volume darah (kehamilan, nefritis akut, kelebihan
terapi cairan)
c) Pemeriksaan Jantung dan Aorta
Dalam melakukan pemeriksaan seorang perawat harus mampu
mengamati posisi jantung di bawah sternum dan tulang rusuk serta
mengetahui batas-batas jantung. Sebagian besar jantung terletak di
samping kiri sternum, dan sebagian kecil berada di samping kanan
sternum. Adapun batas-batas dari jantung adalah sebagai berikut:
1. Atrium kanan
Terletak paling jauh di sisi kanan 2 cm di sebelah kanan tepi
sternum, setinggi Costo sternalis ke-3 sampai ke-6
2. Ventrikel kanan
Menempati sebagian besar dari proyeksi jantung pada
permukaan dada. Batas bawah adalah garis yang
menghubungkan sendi kostosternalis ke-6 dengan apeks
jantung.
3. Ventrikel kiri
Tidak begitu tampak dari depan. Daerah tepi kiri atas 1,5 cm
merupakan daerah ventrikel kiri. Batas kiri jantung merupakan
garis yang menghubungkan apeks jantung dengan sendi
kostosternalis kedua sebelah kiri
4. Atrium kiri
Letaknya paling posterior, tidak terlihat dari depan kecuali
sebagian kecil saja yang terletak dibelakang kostosternalis kiri
ke 2.
Dasar jantung terletak di bagian atas dan apeks jantung terletak
dibagian bawah. Ventrikel kiri menyentuh dinding anterior dada dan
sejajar pada garis mid klavikula dan dekat dengan ruang interkostalis
ke 7. Titik dimana apeks menyentuh dinding anterior dan dikenal
sebagai titik impuls maksimal atau PMI.

Inspeksi dan Palpasi


Inspeksi secara keseluruhan dari struktur tulang dada,
termasuk sambungan sternoclavicular, manubrium dan bagian atas
dan minum adalah merupakan Tahap awal dalam pemeriksaan.
Derajat yang didapatkan, angel of Louis, bahwa digambarkan
dimana manubrium dan badan sternum bersatu yang jelas pada garis
tengah sternum. Sudut Louis terletak pada tulang iga kedua dan
kemudian dapat digunakan untuk menghitung ICS dan lokasi area
auskultasi spesifik.
Area jantung (precordial) di inspeksi dan palpasi secara
simultan untuk mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan atau
dorongan. Palpasi dilakukan secara sistematis mengikuti struktur
anatomi jantung mulai dari area aorta, area pulmonal, area
trikuspidalis, area apikal dan area epigastric. Dengan cara sebagai
berikut:
1. Bantu pasien mengatur posisi supinasi dan perawat pemeriksa
berdiri di sisi kanan pasien.
2. Tentukan lokasi sudut Louis
3. Pindahkan jari-jari ke bawah ke arah tiap sisi sudut sehingga
akan terasa ruang interkostalis kedua. Area aorta terletak di
ruang intercostalis kedua kanan dan area pulmonal terletak pada
ruang intercostalis kedua kiri
4. Inspeksi dan kemudian palpasi area aorta dan area pulmonal
untuk mengetahui ada atau tidaknya Pulsasi.
5. Dari area pulmonal pindahkan jari-jari Anda ke bawah
sepanjang 3 ruang interkostal kiri. Area ventrikel atau
trikuspidalis terletak pada ruang interkostal kiri menghadap ke
sternum. Amati ada atau tidaknya Pulsa si. Dari area
trikuspidalis, pindahkan tangan anda secara lateral 5 sampai 7
cm ke garis midclavicular dimana akan ditemukan area apikal
atau PMI (Point of Maximal Impulse).
6. Inspeksi dan palpasi pulsasi pada area apikal. Sekitar 50% orang
dewasa akan memperlihatkan pulsasi apikal. Ukuran jantung
dapat diketahui dengan mengamati lokasi apikal. Pada orang
dewasa normalnya terletak di ruang Sela Iga ke-4 kiri 2 sampai
3 cm dari garis mid klavikula. Sedangkan pada anak normalnya
terletak di ruang Sela Iga keempat kiri titik Apabila jantung
membesar maka pulsasi ini akan bergeser secara lateral ke garis
midklavikula.
7. Untuk mengetahui pulsasi aorta, lakukan inspeksi dan palpasi
pada area epigastric didasarkan sternum. Pada saat dilakukan
palpasi akan dapat ditemukan adanya getaran pada pasien yang
mengalami kelainan katup. Pasien dengan pulmonal stenosis
akan ditemukan adanya getaran pada Sela Iga ke-2 kritis dan
objektif pasien dengan ventricular septal defek, getaran
ditemukan pada sela iga ke 4 kiri sternum. Pasien dengan aortik
stenosis, getaran ditemukan pada sela iga ke 2 kanan sternum.
Dan untuk pasien dengan mitral insufficiency, getaran dapat
ditemukan pada apeks. Getaran tersebut lebih mudah diraba bila
penderita membungkuk ke depan, dengan nafas ditahan waktu
ekspirasi, kecuali getaran mitral stenosis lebih mudah teraba bila
penderita berbaring ke sebelah kiri.

Perkusi
Perkusi jantung dilakukan untuk mengetahui ukuran dan
bentuk jantung secara kasar. Perawat melakukan perkusi jantung
hanya dalam keadaan yang sangat diperlukan. Perkusi dilakukan
dengan meletakkan Jari tengah tangan kiri sebagai landasan pada
dinding dada. Perkusi dapat dilakukan dari semua arah menuju letak
jantung. Untuk menentukan batas sisi kanan dan kiri, perkusi
dikerjakan dari arah samping ke tengah dada. Batas atas jantung
diketahui dengan frekuensi dari atas ke bawah. Perawat berdiri di
sebelah kanan dengan posisi pasien berbaring dan melakukan
frekuensi disepanjang tulang rusuk di sela iga ke-4 dan ke-5, dimulai
pada garis midaxillaris. Suara yang dihasilkan perkusi pada jantung
adalah tumpul atau Dul, yang dapat dibedakan dengan suara pada
area paru-paru. Batas kiri jantung pada umumnya tidak lebih dari 4
7 dan 10 cm ke arah kiri dari garis mid sternal pada ruang interkostal
ke-4 5 dan 8. Dengan adanya foto rontgen, maka perkusi pada area
jantung jarang dilakukan karena gambaran jantung dapat dilihat pada
hasil foto thorax anteroposterior.

Auskultasi
Auskultasi jantung berguna untuk menemukan bunyi bunyi
yang diakibatkan oleh adanya kelainan pada struktur jantung dengan
perubahan-perubahan aliran darah yang ditimbulkan selama siklus
jantung. Stetoskop adalah alat yang dipergunakan dalam auskultasi
jantung titik yang terdiri dari dua bagian yaitu: Bell dan Diafragma.
Cara atau metode auskultasi:
1. Siapkan ruangan/lingkungan yang tenang dan tidak berisik
2. Pasien berbaring terlentang dengan kepala sedikit ditinggikan
3. Selalu lakukan pemeriksaan pada sisi kanan pasien
4. Dengarkan dengan diafragma stetoskop pada ruang interkostal
2 kanan didekat sternum (untuk daerah aorta)
5. Dengarkan dengan diafragma stetoskop pada ruang intercosta 2
kiri dekat sternum (untuk daerah pulmonal)
6. Dengarkan dengan diafragma stetoskop pada ruang interkosta 3,
4, dan 5 di dekat sternum kiri (untuk area trikuspidalis)
7. Dengarkan dengan diafragma stetoskop pada apeks ( PMI )
ruang interkosta keempat dari midlavicula
8. Kemudian pasien diputar ke sisi kiri dan dengan bell stetoskop
pada apeks akan memperjelas adanya S3 dan bising mitral.
9. Pasien diminta untuk duduk tegak, miring ke depan dan
menahan nafas Setelah ekshalasi titik Dengarkan dengan
diafragma stetoskop pada ruang interkosta 3 dan 4 kiri dekat
sternum dan posisi ini akan memperjelas adanya bising aorta.
Bunyi-Bunyi Jantung:
1. Bunyi Jantung 1
a. Terdengar jelas pada daerah apeks.
b. Disebabkan karena menutupnya katup mitral dan tricuspid
c. Terdengar pada akhir diastolik dan awal sistolik.
d. Dapat terdengar tunggal atau terpisah (split)
e. BJ 1 biasanya terdengar lebih keras daripada BJ 2
f. Jika terjadi peningkatan intensitas (closing snap)
g. Mengeras pada takikardi karena bermacam sebab seperti:
MS,dll.
h. Melemah pada miokarditis, kardiomiopati, infark
miokard,efusi perikad, tumor, empisema yang menyelimuti
jantung, MI
2. Bunyi Jantung 2
a. Disebabkan karena menutupnya katup semilunar
b. Pada orang dewasa terdengar tunggal karena komponen
pulmonalnya tidak terdengar,disebabkan erosi paru yang
bertambah pada orang tua.
c. Jika terdengar terpisah pada orang dewasa menunjukan
adanya hipertensi pulmonal atau RBBB
d. Dapat terdengar terpisah pada anak-anak dan dewasa
muda.jika terdengar tunggal merupakan tanda dari stenosis
pulmonal.
3. Split Bunyi Jantung 1
a. Split BJ 1 normal dapat terdengar pada pasien
pediatrik.Normal jika split sempit.Split BJ 1 sebenarnya
terdengar hanya diatas daerah trikuspid (sekitar batas
sternal kiri bawah), di ruang interkostal 4 dan 5 pada tepi
sternal kiri.
b. Lebih sering abnorma daripada normal dikaitkan dengan
adanya RBBB,kontraksi ventrikel prematur dan tahikardi
ventrikel.
c. Split lebih mudah terdengar dengan diafragma stateskop.
4. Split Bunyi Jantung 2
a. Normal, dan frekuensinya keras pada usia dibawah 50 tahun.
• Split paling jelas pada puncak atau sesaat setelah puncak
inspirasi.
• Dapat didengar disepanjang batas sternal kiri bagian atas
pada sela iga kedua sampai keempat.
b. Split Bunyi jantung 2 abnormal.
• Split persisten. Split yang terdengar selama kedua fase
pernapasan, dapat menetap atau tidak, sehingga dapat
melebar bahkan berlanjut sampai inspirasi. Ditentukan
pada: VSD, Acut pulmonary hipertensi, stenosis
pulmonal, RBBB, left ventrikular (epcardial pacemaker),
severe mitral regurtasi.
• Reversed (paradoxical) splitting. Pada reversed splitting
P2 terjadi sebelum A2. Split tredengar saat ekspirasi dan
menghilang saat inspirasi. Reversed splitting sangar
jarang. Dapat ditemukan pada: LBBB, Right ventricular
(endorcadial) pacemaker, rigaht ventricular ectopy, aorta
stenosis atau regurtasi, PDA.
• Split menetap (split yang tidak dipengaruhi oleh inspirasi
atau ekspirasi). Dapat ditemukan pada: ASD, acut
pulmonary hipertension pulmonary stenosis.
Suara Jantung Tambahan
Teknik yang disebut inching (yaitu menggeser sungkup
stetoskop sedikit demi sedikit) dapat digunakan untuk mendengar
bunyi jantung ketiga dan keempat, dan menentukan apakah terdapat
tambahan Bunyi sistolik atau diastolik. BJ3 dan BJ4 keduanya
terjadi pada diastole dan berfrekuensi rendah. Disebut derap
(gallop), karena dapat membuat suara jantung seperti kuda berlari.
1. Bunyi Jantung 3
a. Disebut juga gallop ventrikel
b. Gunakan bell stetoskop untuk mendengarkan
c. Normal, bila ditemukan pada anak dan dewasa muda,
karena getaran pada otot-otot dan korda tendinae katup
mitral/trikuspid waktu ventrikel berisi darah yang deras.
d. Jika terjadi pada orang tua usia > 40 tahun, ini patologis.
e. Sering disertai LHF dan disebabkan oleh darah dari atrium
kiri memukul ventrikel yang sudah penuh selama pada
pengisian pada diastolik dini.
f. Biasanya merasa selam inspirasi.
g. BJ 3 diisi kiri; paling baik didengar didaerah apeks dan
selama ekspirasi.
h. BJ3 disisi kanan ; paling baik didengar didaerah sternum
dan selama inspirasi.
i. Kadang diasosiasikan dengan: kelebihan cairan,
ckardiomiopati, VSD, PDA, MR/TR.
2. Bunyi Jantung 4
a. BJ 4 adalah bunyi yang ditimbulkan oleh darah yang
mencoba memasuki ventrikel kiri yang kaku selama
kontraksi atrium.
b. Disebut juga atrial gallop.
c. Kadang normal bila ditemukan pada atlet yang berlatih
hebat dengan hipertropi fisiologik atrium kiri atau pada
orang usia lanjut.
d. Abnormal pada anak-anak.
e. BJ4 di sisi kiri, baik didengar didaerah apeks, dan bunyi
mengeras pada ekspirasi.
f. BJ4 di sisi kanan, baik didengar pada daerah sternum, dan
bunyi mengeras pada inspirasi.
g. Biasanya dihubungkan dengan:
• Iskemia miokard atau infark.
• Hipertensi sistematik dan pulmonal
3. Sumasi gallop yaitu bila BJ3 & BJ4 terjadi pada saat bersamaan,
dihasilkan bunyi tunggal.
4. Quadrupple Rhythm yaitu keempat suara jantung terdengar
Snaps
a. Opening Snaps
• Dengarkan dengan diafragma stetoskop
• Suara didengar pada saat awal diastolik pada iga ke 3-4
garis sternal kiri. Disebabkan oleh : Membukanya katup
AV stenosis, biasanya didahului oleh murmur diastolic,
dan peningkatan aliran, pada VSD dan PDA
b. Clossing snap
• Ditimbulkan oleh menutupnya katup atrioventrikuler
• Sebenarnya kebanyakan bunyi jantung 1
5. Pericardial Friction Rub
Pericardial Friction Rub adalah karakteristik dari pericarditis.
Dapat didengar dengan baik di area ruang intercostal 4-5 batas
sternal kiri. Kejadian ini 15% terjadi pada pasien dengan infark
miokard akut. Precardial friction rub dibagi menjadi beberapa
kelompok, yakni:
a. Tiga komponen (sistolik atrial dan dua sistolik ventrikel)
rub
b. Dua komponen (sistolik ventrikel dan diastol) rub
c. Satu komponen (sistolik ventrikel) rub
Untuk dapat membedakan pericardial dan pleural friction rub,
minta pasien untuk menahan nafas, jika rub tetap ada, maka itu
adalah pericardial friction rub. Pericardial ini dapat didengar
baik dengan atau tanpa efusi pericardial. Pericardial friction rub
biasa ditemukan pada pasien dengan post operasi jantung.
6. Bunyi Klik
Bunyi klik ini dapat terdengar tinggi selama sistol. Ada tiga
macam bunyi klik yaitu klik ejeksi aorta, klik ejeksi pulmonal,
dan klik mid-to late sistolik. Klik ejeksi aorta dapat didengar di
area aorta hingga ke apeks. Bunyi ini terjadi karena adanya
penyakit katup aorta, dilatasi aorta, atau aorta stenosis. Pada
bunyi klik ejeksi pulmonal, bisa terdengar dengan baik di area
iga ke 2 atau 3 sternal kiri. Hal ini terjadi karena adanya dilatasi
arteri pulmonal dan stenosis pulmonal. Sedangkan untuk bunyi
klik mid-to late sistolik, dapat terdengar dengan baik di area
apeks atau batas bawah sternum kiri. Hal ini terjadi karena
akibat prolapse katup mitral dan bunyi ini sering diikuti oleh
bunyi murmur.
7. Murmur
Murmur adalah bunyi yang dapat terjadi seama sistolik dan
diastolic. Hal tersebut disebabkan oleh adanya aliran darah yang
deras (turbulent). Peningkatan aliran pada katup normal
disebabkan oleh hipertermi, anemia, hipertiroid, dan wanita
hamil. Aliran ini dapat mengalami hambatan pada obstruksi
Sebagian (stenosis katup, hipertensi sistematik, atau pulmonal).
Aliran balik akan terjadi pada regurgitasi katup.
Murmur dapat diklasifikasikan menurut hal-hal berikut, yakni :
a. Waktu: sistolik, diastolic
b. Intensitas: skala Levine
c. Lokasi: murmur dapat terdengar keras
d. Radiasi: menyebar ke punggung, leher, atau ketiak
e. Konfigurasi:
• Crescendo (semakin keras)
• Decrescendo (Semakin lemah)
• Cresendo-Decresendo (mengeras kemudian melemah)
• Plateu (seluruh intensitas datar/rata)
f. Kualitas: kasar, rumbling, blowing, squeaking, musical
Identfikasi bising yang paling lazim:
1. Bising Sistolik pada populasi dewasa, umumnya hal ini
mencerminkan stenosis aorta ataupun regugitas mitra. Untuk
membedakannya, perlu diperhatikan beberapa hal berikut ini
Bising Stenosis Aorta (AS):
a. Cenderung Paling keras sepanjang atas sternum dan
menjadi lemah saat Anda menurun ke bawah dan keluar
kearah aksila. Namun ada suatu fenomena yang dikenal
sebagai efek Gallavardin yang bisa menyebabkan bising as
berbunyi sama keras saat memindahkan kan stetoskop ke
arah seperti di daerah aorta. Bila ini terjadi, bentuk bunyi
serupa pada kedua kawasan, membantu anda
membedakannya dari bising MR.
b. Memiliki kualitas kasar dan Growling ( yaitu mengeras
kemudian melemah, juga diacu sebagai crescendo
decrescendo, systolic ejection, atau bising berbentuk
Diamond). Ketika stenosis menjadi hebat titik dimana
bising terdengar paling keras intensitas Puncak terjadi pada
akhir sistol, karena memakan waktu lebih lama untuk
menghasilkan tekanan ventrikel lebih tinggi untuk
mendorong darah melewati lubang yang sempit.
c. Terdengar lebih jelas bila pasien duduk atau
menghembuskan nafas. Terdengar di daerah Arteri karotis
dan di clavicula kanan. Penyebaran ke klavikula bisa
diketahui cukup dengan menempelkan diafragma stetoskop
ke clavicula kanan. Untuk menilai transmisi ke karotis,
minta pasien menahan nafas Ketika anda mendengarkan ke
masing-masing Arteri dengan diafragma stetoskop anda.
Bruit karotis bisa keliru dengan bising stenosis aorta yang
menyebar. Pada umumnya, Bruit karotis lebih lemah.
Bising yang terkait dengan patologi aorta akan terdengar di
kedua Arteri karotis dan mengeras saat Anda menuruni
pembuluh darah menuju dada. Pada keadaan dimana terjadi
patologi karotis bersamaan dengan stenosis aorta, bising
keras yang terkait dengan Lesi katup akan menutupi bunyi
yang disebabkan oleh penyakit intrinsik dari karotis.
d. Karotid upstroke adalah jumlah dan waktu aliran darah ke
dalam pembuluh karotis dari ventrikel kiri. Curah darah ini
bisa dipengaruhi oleh stenosis aorta dan harus dinilai bila
Anda mendengar bising yang konsisten dengan azas. Ini
dikerjakan dengan meletakkan jari-jari Anda ke Arteri
karotis sebagaimana dilukiskan di atas, sambil Anda
sekaligus mendengarkan di dada. Seharusnya tidak ada
keterlambatan antara awal bising, yang menandai sistol,
dan Ketika anda merasa denyut di karotis. Pada stenosis
aorta yang kritis, sejumlah darah akan didorong kedalam
karotis dan akan terjadi kesenjangan waktu anda
mendengar bising dan merasa impuls. Ini diacu sebagai
upstroke yang berkurang atau tertunda, yang berbeda
dengan aliran yang penuh dan cepat bila tidak ada penyakit.
Stenosis ringan atau sedang tidak akan mengubah sifat
aliran ke dalam karotis.
e. Sub-aortic stenosis adalah kondisi yang relatif jarang di
mana obstruksi aliran dari ventrikel Kiri Ke aorta
disebabkan oleh pertumbuhan jaringan septum di daerah di
bawah katup aorta yang dikenal sebagai aortic outflow
tract. Stenosis jenis ini menyebabkan bising crescendo
decrescendo yang berbunyi seperti stenosis aorta. Namun,
berbeda dengan bising as, bising ini terdengar lebih keras di
Sepanjang kiri bawah pinggir sternum dan keluar Apex. Ini
membuat seolah-olah obstruksi berada di dekat daerah ini.
Bunyi tidak menjalar ke daerah karotis karena titik
obstruksi lebih jauh dari pembuluh ini dibandingkan
dengan katup aorta. Mungkin Anda juga bisa meraba nadi
bisferiens di arteri karotis. Lebih dari itu, bising akan
melemah jika ventrikel terisi dengan lebih banyak darah
karena pengisian mendorong septum abnormal dari dinding
yang berlawanan, sehingga mengurangi obstruksi.
Sebaliknya, bising menjadi lebih keras jika pengisian
berkurang. Fenomena ini sebenarnya bisa dideteksi pada
pemeriksaan fisik dan udah guna dalam membedakan
obstruksi as dan sub aorta.
Bising Regurgitasi Mitral (RM):
a. Terdengar samar sepanjang systole
b. Umurnya tidak kasar seperti stenosis aorta. Sebenarnya
bunyi lebih seperti bunyi “shshing” yang dihasilkan anda
bila anda mengerutkan bibir dan meniup melalui gigi yang
dikatupkan.
c. Mengeras saat anda menggerakkan stetoskop ke arah aksila.
d. Akan semakin keras jika anda memutar paien ke sisi kiri
sambil menjaga letak stetoskop di daerah katup mitral di
dinding dada saat pasien berputar. Perasat ini menyebabkan
kamar yang menerima volume regurgitasi, yakni atrium
kiri, lebih dekat ke stetoskop anda, sehingga bising
terdengar lebih keras.
e. Lebih keras jika afterload mendadak bertambah. Ini bisa
dilakukan dengan pasien mengepalkan tinju kencang-
kencang. MR juga dipengaruhi oleh volume darah yang
kembali jantung. posisi jongkok meningkatkan aliran balik
vena, sehingga bunyi lebih keras terdengar. posisi berdiri
mengurangi aliran balik vena sehingga dapat mengurangi
intensitas bising jantung.
Adakalanya bising bising stenosis aorta dan regurgitasi
mitral terdapat persamaan sehingga sukar
dibedakan.dengan menggerakan stetoskop kebelakang dan
kedepan antara daerah mitral dan aorta akan
memungkinkan perbandingan langsung. ini membantu
anda memutuskan jika lebih dari satu jenis lesi atau jika
kualitas bising sama pada kedua lokasi dan berubah hanya
dalam intensitas(yakni konsisten dengan masalah satu
katup).
2. Bising Diastolik cenderung lebih lunak sehingga lebih sukar
didengar dibandingkan bising yang terjadi selama sistol. Hal ini
terjadi karena bising diastolic tidak ditimbulkan oleh kontraksi
ventrikel yang bertekanan tinggi. Pada orang dewasa, bising
diastolic bisa mencerminkan regurgitasi aorta atau stenosis
mitral, yang keduanya tidak lazim.
Aortik Regurgitasi (AI):
a. Terdengar dengan baik di sepanjang pinggir parasternal
kiri, karena ini adalah aliran regurgitasi
b. Menjadi lebih lunak menjelang akhir diastolic (decresendo)
c. Bisa diperkuat dengan menyuruh pasien duduk tegak,
bersandar kedepan dan mengeluarkan nafas saat anda
mendengarkan
d. Adakalanya mengikuti bunyi stenosis aorta, maka
dengarkan dengan baik untuk regurgitasi pada pasien AS
e. Akan menyebabkan pengisian karotis terasa penuh karena
regurgitasi yang bermakna meningkatkan pra beban
ventrikel (preload) sehingga menghasilkan ejeksi dari curah
sekuncup yang kuat. AI bisa juga menghasilkan denyut dua
puncak dalam karotis yang dikenal sebagai bisferien pulse.
Mitral Stenosis (MS):
a. Didengar dengan baik kea rah aksila dan bisa diperkuat
dengan meminta pasien untuk berputar ke sisi kiri sambal
perawat mendengarkan dengan stetoskop
b. Didahului dengan bising lunak bernada rendah yang disebut
opening snap. Bunyi ini disebabkan karena terbukanya
katup namun opening snap ini sulit untuk dideteksi.

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnose keperawatan yang muncul antara lain (Tim Pokja SDKI DPP
PPN, 2016) :
b. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas d.d dyspnea,
penggunaan otot bantu pernafasan, ortopnea (Tim Pokja SDKI DPP PPN,
2016)
c. Penurunan curah jantung b.d perubahan prelod d.d perubahan irama
jantung perubahan preload perubahan afterload perubahan irama jantung
(Tim Pokja SDKI DPP PPN, 2016)
c. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Luaran (SLKI) Intervensi (SIKI)
Keperawatan
1 Pola nafas tidak efektif setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Pemantauan Respirasi (Tim Pokja
b.d hambatan upaya ….x24 jam, maka inspirasi dan atau ekspirasi SIKI DPP PPNI, 2018)
nafas d.d dyspnea, yang tidak memberikan ventilasi adekuat Observasi:
penggunaan otot bantu membaik dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola nafas, monitor saturasi
pernafasan, ortopnea oksigen
(Tim Pokja SDKI DPP Pola Nafas (Tim Pokja SLKI DPP PPN, 2018) 2. Monitor frekuensi, irama,
PPN, 2016) Indikator Skor Skor yang kedalaman dan upaya napas
Awal diinginkan 3. Monitor adanya sumbatan jalan
Dispnea 3 5 nafas
Frekuensi Nafas 3 5 Terapeutik
4. Atur Interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
Edukasi
5. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
6. Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu

2 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan keperawatan … x24 Perawatan Jantung (Tim Pokja SIKI
jantung b.d perubahan jam diharapkan Ketidakadekuatan jantung DPP PPNI, 2018)
prelod d.d perubahan memompa darah meningkat dengan kriteria hasil Observasi:
irama jantung : 1. Identifikasi tanda/gejala primer
perubahan preload penurunan curah jantung
perubahan afterload Curah Jantung (Tim Pokja SLKI DPP PPN, 2. Identifikasi tanda/gejala sekunder
perubahan irama 2018) penurunan curah jantung
jantung (Tim Pokja Indikator Skor Skor yang 3. Monitor tekanan darah
SDKI DPP PPN, 2016) Awal diinginkan 4. Monitor intake dan output cairan
Palpitasi 5 3 5. Monitor saturasi oksigen
Lelah 5 3 6. Monitor keluhan nyeri dada
7. Monitor EKG 12 Sandapan
Terapeutik:
1. Posisikan pasien semi fowler atau
fowler dengan kaki ke bawah atau
posisi nyaman
2. Berikan diet jantung yang sesuai
3. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk
memotivasi gaya hidup sehat
4. Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stres, jika perlu
5. Berian dukungan emosional dan
spiritual
6. Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi oksigen
>94%
Edukasi
1. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai
toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap
3. Anjurkan berhenti merokok
4. Anjurkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan
5. Anjurkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output cairan
harian
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian antiaritmia,
jika perlu
2. Rujuk ke program rehabilitasi
jantung
DAFTAR PUSTAKA

Bambang Budi Siswanto, Hersunarti, N., Erwinanto, Barack, R., Pratikto, R. S.,
Nauli, S. E., & Lubis, A. C. (2015). PEDOMAN TATALAKSANA GAGAL
JANTUNG. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.
https://doi.org/10.1109/NEMS.2009.5068708
DKKD. (2019). FORMAT ASKEP UNEJ. FKEP UNEJ.
Fikriana, R. (2018). Sistem Kardiovaskuler. Deepublish.
Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2011). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran: Edisi
Keduabelas (12th ed.). Elsevier Inc.
Kasron. (2016). Buku Ajar Keperawatan Sistem Kardiovaskuler. CV.TRANS
INFO MEDIA.
Kementerian Kesehatan RI. (2016). Hasil Utama Riset Kesehata Dasar
(RISKESDAS). Kementerian Kesehatan RI.
M.Bachrudin, & Najib, M. (2016). MODUL BAHAN AJAR CETAK
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I. Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Nurkhalis, & Adista, R. J. (2020). Manifestasi Klinis dan Tatalaksana Gagal
Jantung. Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika, 3(3), 36–46.
Prakasa, R. A., Cinthya, D., Abdiana, R., Handayani, R., & Nurulando. (2020).
Analisis Faktor Risiko Pasien Gagal Jantung Dengan Reduced Ejection
Fraction Di RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
ESSENTIAL:Essence of Scientific Medical Journal, 18(1), 22–26.
Rispawati, B. H. (2019). Pengaruh Konseling Diet Jantung Terhadap Pengetahuan
Diet Jantung Pasien Congestive Heart Failure (CHF). REAL in Nursing
Journal (RNJ), 2(2), 77–85.
https://ojs.fdk.ac.id/inde%0Ax.php/Nursing/index
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2013). Keperawatan Medikal - Bedah Brunner &
Suddarth Edisi 12 (12th ed.). EGC. https://doi.org/10.15851/jap.v5n3.1167
Tim Pokja Gagal Jantung dan Kardiometabolik. (2020). Pedoman Tatalaksana
Gagal Jantung PP Perki 2020.
Tim Pokja SDKI DPP PPN. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia(1st
ed.). Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia(I).
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPN. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Yancy, C. W., Jessup, M., Bozkurt, B., Butler, J., Casey, D. E., Drazner, M. H.,
Fonarow, G. C., Geraci, S. A., Horwich, T., Januzzi, J. L., Johnson, M. R.,
Kasper, E. K., Levy, W. C., Masoudi, F. A., McBride, P. E., McMurray, J. J.
V., Mitchell, J. E., Peterson, P. N., Riegel, B., … Wilkoff, B. L. (2013). 2013
ACCF/AHA guideline for the management of heart failure: Executive
summary: A report of the American college of cardiology
foundation/american heart association task force on practice guidelines.
Journal of the American College of Cardiology, 62(16), 1495–1539.
https://doi.org/10.1016/j.jacc.2013.05.020

Anda mungkin juga menyukai