Anda di halaman 1dari 41

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit saluran pernapasan merupakan salah satu penyebab kesakitan
dan kematian yang paling penting pada anak, terutama bayi, karena saluran
napasnya masih sempit dan daya tahan tubuhnya masih rendah. Salah satu
parameter gangguan saluran pernapasan adalah frekuensi dan pola
pernapasan. Pada bayi baru lahir sering kali terlihat pernapasan yang
dangkal, cepat, dan tidak teratur iramanya akibat pusat pengatur
pernapasannya belum berkembang secara sempurna. Pada bayi prematur
gangguan pernapasan dapat disebabkan oleh kurang matangnya paru.
Disamping faktor organ pernapasan, keadaan pernapasan bayi dan anak
juga di pengaruhi oleh beberapa hal lain, seperti suhu tubuh yang tinggi,
terdapatnya sakit perut, atau lambung yang penuh.
World Health Organization, dalam laporannya menjelaskan bahwa
asfiksia neonatus merupakan urutan pertama penyebab kematian neonatus
di negara berkembang pada tahun 2007 yaitu sebesar 21,1%, setelah itu
pneumonia dan tetanus neonatorum masing-masing sebesar 19,0% dan
14,1%. Dilaporkan kematian neonatal adalah asfiksia neonatus (33%),
prematuritas (10%), BBLR (19%). Di negara maju, asfiksia menyebabkan
kematian neonatus 8-35%. Di daerah pedesaan Indonesia 31-56,5% .
Menurut laporan kelompok kerja World Health Organization, dari 8 juta
kematian bayi di dunia, 48% adalah kematian neonatal. Dari seluruh
kematian 7 hari pertama neonatal, sekitar 60% merupakan kematian bayi
umur disebabkan oleh gangguan perinatal yang salah satunya adalah
asfiksia. Insidensi asfiksia pada menit 1= 47/1000 lahir hidup dan pada
menit 5= 15,7/1000 lahir hidup (Saifuddin, 2003).
Insiden asfiksia neonatorum di negara berkembang lebih tinggi
daripada di negara maju. Di negara berkembang, lebih kurang 4 juta bayi
baru lahir menderita asfiksia sedang atau berat, dari jumlah tersebut 20%
diantaranya meninggal. Di Indonesia angka kejadian asfiksia kurang lebih

40 per 1000 kelahiran hidup, secara keseluruhan 110.000 neonatus


meninggal setiap tahun karena asfiksia. Angka kematian bayi secara
keseluruhan di Indonesia mencapai 334 per 100.000 kelahiran hidup dan
penyebab kematian terbesar adalah asfiksia (Mieke, 2006). Angka
kematian bayi di Indonesia menurut survei demografi dan kesehatan
Indonesia mengalami penurunan dari 46 per 1000 kelahiran hidup (SKDI
2005) menjadi 35 per 1000 kelahiran hidup (SKDI 2011). Sedangkan
angka kematian ibu mengalami penurunan dari 421 per 100.000 kelahiran
hidup (SKDI 2005) menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup (SKDI
2011). Kematian pada masa perinatal yang disebabkan karena asfiksia
sebesar 28%.
Asfiksia neonatrum adalah keadaan di mana bayi tidak dapat
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini
disertai dengan keadaan hipoksia, hiperkapnea dan berakhir dengan
asidosis, peran perawat adalah bagaimana untuk memacu napas klien
untuk kembali normal. Memberikan terapi oksigen yang baik, memberikan
semangat kepada keluarga klien untuk berfikir positif dan mengurangi rasa
cemas. Pengawasan ini bertujuan menemukan sedini mungkin adanya
kelainan

yang

dapat

mempengaruhi

proses

persalinan

sehingga

penanganannya dapat dilakukan dengan baik. Penyakit ini merupakan


suatu penyakit yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti faktor ibu,
faktor placenta, faktor featus dan faktor neonatus, sehingga menyebabkan
bayi sulit untuk bernafas secara spontan. Setiap penyakit mempunyai
gambaran klinik tersendiri terutama pada tanda dan gejala, pengobatan
serta perawatannya. Dari hasil pemikiran tersebut di atas, penulis ingin
membahas lebih jauh tentang bagaimana seharusnya menangani penderita
asfiksia dalam bentuk makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Klien
dengan Asfiksia Neonatorum.

1.2 Tujuan
1.2.1

1.2.2

Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mendapatkan gambaran secara umum tentang asuhan
keperawatan klien dengan asfiksia neonatorum.
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep teori tentang anatomi
fisiologi sistem pernafasan
2. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep definisi asfiksia neonatorum
3. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep klasifikasi asfiksia
neonatorum
4. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep etiologi asfiksia neonatorum
5. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep manifestasi klinis asfiksia
neonatorum
6. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep patofisiologi asfiksia
neonatorum
7. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep WOC asfiksia neonatorum
8. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep pemeriksaan penunjang
asfiksia neonatorum
9. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep penatalaksanaan asfiksia
neonatorum
10. Mahasiswa mampu

menjelaskan

konsep

komplikasi

asfiksia

neonatorum
11. Mahasiswa mampu

menjelaskan

konsep

pencegahan

asfiksia

neonatorum
12. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep asuhan keperawatan pada
pasien dengan asfiksia neonatorum
13. Mahasiswa mampu menjelaskan tinjauan kasus dan

asuhan

keperawatan pada pasien dengan asfiksia neonatorum


1.3 Manfaat
1.3.1

Mahasiswa memahami konsep dan proses asuhan keperawatan pada klien


dengan asfiksia neonatorum dengan sehingga menunjang pembelajaran
mata kuliah.

1.3.2

Mahasiswa mengetahui proses asuhan keperawatan dengan asfiksia


neonatorum yang benar sehingga dapat menjadi bekal dalam persiapan
praktik di rumah sakit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Teori
2.1.1 Fisiologi Pernapasan Neonatorum

Banyak perubahan yang akan dialami oleh bayi yang semula berada
dalam lingkungan interna (dalam kandungan Ibu) yang hangat dan segala
kebutuhannya terpenuhi (O2 dan nutrisi) ke lingkungan eksterna (diluar
kandungan ibu) yang dingin dan segala kebutuhannya memerlukan
bantuan orang lain untuk memenuhinya. Saat ini bayi tersebut harus
mendapat oksigen melalui sistem sirkulasi pernafasannya sendiri yang
baru, mendapatkan nutrisi oral untuk mempertahankan kadar gula yang
cukup, mengatur suhu tubuh dan melawan setiap penyakit. Periode
adaptasi terhadap kehidupan di luar rahim disebut Periode Transisi.
Periode ini berlangsung hingga 1 bulan atau lebih setelah kelahiran untuk
beberapa sistem tubuh.
Transisi yang paling nyata dan cepat terjadi adalah pada sistem
pernafasan dan sirkulasi, sistem termoregulasi, dan dalam kemampuan
mengambil serta menggunakan glukosa. (Mahmudah, 2011)
Dua faktor yang berperan pada rangsangan nafas pertama bayi :
a. Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik lingkungan luar
rahim yang merangsang pusat pernafasan di otak.
b. Tekanan terhadap rongga dada yang terjadi karena kompresi paru-paru
selama persalinan yang merangsang masuknya udara kedalam paruparu secara mekanis (Varney, 551-552) Interaksi antara sistem
pernafasan, kardiovaskuler dan susunan syaraf pusat menimbulkan
pernafasan yang teratur dan berkesinambungan serta denyut yang
diperlukan untuk kehidupan.
Upaya pernafasan pertama seorang bayi berfungsi untuk :
a. Mengeluarkan cairan dalam paru-paru.
b. Mengembangkan jaringan alveolus dalam paru-paru untuk pertama kali.
Perubahan Dalam Sistem Peredaran Darah.
Setelah lahir darah bayi harus melewati paru untuk mengambil O2 dan
mengantarkannya ke jaringan. Untuk membuat sirkulasi yang baik
gunamendukung kehidupan luar rahim harus terjadi 2 perubahan besar :
a. Penutupan foramen ovale pada atrium jantung.
b. Penutupan ductus arteriosus antara arteri paru-paru dan aorta.
Oksigen menyebabkan sistem pembuluh darah mengubah tekanan
dengan cara mengurangi dan meningkatkan resistensinya hingga
mengubah aliran darah.

Dua peristiwa yang mengubah tekanan dalam sistem pembuluh


darah :
a. Pada saat tali pusat dipotong. Tekanan atrium kanan menurun karena
berkurangnya aliran darah ke atrium kanan. Hal ini menyebabkan
penurunan volume dan tekanan atrium kanan. Kedua hal ini membantu
darah dengan kandungan O2 sedikit mengalir ke paru-paru untuk
oksigenasi ulang.
b. Pernafasan pertama menurunkan resistensi pembuluh darah paru-paru
dan meningkatkan tekanan atrium kanan. O2 pada pernafasan pertama
menimbulkan relaksasi dan terbukanya sistem pembuluh darah paruparu.Peningkatan sirkulasi ke paru-paru mengakibatkan peningkatan
volume darah dan tekanan pada atrium kanan. Dengan peningkatan
tekanan atrium kanan dan penurunan tekanan atrium kiri, foramen ovale
secara fungsional akan menutup. Dengan pernafasan, kadar O2 dalam
darah akan meningkat, mengakibatkan ductus arteriosus berkontriksi
dan menutup. Vena umbilikus, ductus venosus dan arteri hipogastrika
dari tali pusat menutup dalam beberapa menit setelah lahir dan setelah
tali pusat diklem. Penutupan anatomi jaringan fibrosa berlangsung 2-3
2.1.2

bulan.
Definisi
Asfiksia neonatorum adalah keadaan gawat bayi yang tidak dapat
bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan oksigen dan
makin meningkatkan karbon dioksida yang menimbulkan akibat buruk
dalam kehidupan lebih lanjut (Manuaba, 2007).
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter
Anak Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada
saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (Prambudi, 2013). Kemampuan
oksigen untuk beredar keseluruh tubuh dipengaruhi oleh kadar hemoglobin
dalam darah, semakin tinggi kadar hemoglobin maka angka kejadian

2.1.3

asfiksia neonatorum semakin ringan (Mahmudah, 2011).


Etiologi dan Faktor Resiko
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan
sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi
berkurang yang mengakibatkan hipoksia bayi di dalam rahim dan dapat
berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu

diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir,
diantaranya adalah (Gomella, 2009):
1. Faktor ibu
a. Pre-eklampsi dan eklampsi
b. Pendarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c. Kehamilan Lewat Waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
d. Partus lama (rigid serviks dan atonia/ insersi uteri).
e. Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus yang terus-menerus
mengganggu sirkulasi darah ke plasenta.
f. Perdarahan banyak: plasenta previa dan solutio plasenta (Gomella,
2009).
2. Faktor Tali Pusat
a. Lilitan tali pusat
b. Tali pusat pendek
c. Simpul tali pusat
d. Prolapsus tali pusat(Gomella, 2009).
3. Faktor Bayi
a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b. Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu,
ekstraksi vakum, ekstraksi forsep)
c. Kelainan bawaan (kongenital)
d. Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan) (Gomella,
2009 & Toweil 1966)
2.1.4 Manifestasi Klinis
Asfiksia biasanya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan
tanda-tanda klinis pada bayi atau janin berikut ini :
a. DJJ lebih dari 100x/menit atau kurang dari 100x/menit tidak teratur.
b. Mekonium pada air ketuban pada janin letak kepala.
c. Tonus otot buruk karena kekurang O2 pada otak,otot dan organ lain.
d. Depresi pernafasan karena otak kekurangan O2.
e. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan O2
pada otot jantung atau sel otak.
f. Tekanan darah rendah karena kekurangan O2 pada otot jantung
g. Pernafasan cepat karena kegagalan absorbsi cairan paru,atau nafas

2.1.5

tidak teratur.
h. Pucat atau kebiruan
(DEPKES RI, 2007)
Klasifikasi
Berdasarkan nilai APGAR (Appearance, Pulse, Grimace, Activity,
Respiration) asfiksia diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
1. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3
2. Asfiksia ringan sedang dengan nilai APGAR 4-6
3. Bayi normal atau sedikit asfiksia dengan nilai APGAR 7-9
4. Bayi normal dengan nilai APGAR 10 (Ghai, 2010)

Tabel 2.1 Nilai APGAR (Ghai, 2010)


Nilai
Nafas
Denyut Jantung
Warna Klulit

0
Tidak ada
Tidak ada
Biru atau coklat

1
Tidak teratur
<100
Tubuh
merah
jambu

Gerakan tonus otot


Refleks (menangis)
2.1.6

Tidak ada
Tidak ada

&

2
Teratur
>100
Merah jambu

kaki,

tangan biru
Sedikit fleksi
Lemah/lambat

Fleksi
Kuat

Patofisiologi Asfiksia
Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke
dalam paru-parunya yang mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli ke
jaringan insterstitial di paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke arteriol
pulmonal dan menyebabkan arteriol berelaksasi. Jika keadaan ini
terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap kontriksi, alveoli tetap terisi
cairan dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat oksigen
(Radityo, 2011).
Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol
pada organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian aliran
darah ke jantung dan otak tetap stabil atau meningkat untuk
mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi aliran darah
akan menolong kelangsungan fungsi organ-organ vital. Walaupun
demikian jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi
kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan peningkatan curah jantung,
penurunan tekanan darah, yang mengkibatkan aliran darah ke seluruh
organ akan berkurang. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan
oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang
irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian. Keadaan bayi
yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau lebih tanda-tanda
klinik (Radityo, 2011).

2.1.7

WOC Terlampir

2.1.8

Pemeriksaan Penunjang

Untuk dapat menegakkan gawat janin dapat ditetapkan dengan


melakukan
pemeriksaan sebagai berikut :
1. Denyut jantung janin.
Frekeunsi denyut jantung janin normal antara 120 160 kali per
menit;selama his frekeunsi ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi
kepada keadaan semula.

Peningkatan kecepatan denyut jantung

umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekeunsi turun


sampai di bawah 100 per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak
teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Di beberapa klinik
elektrokardiograf janin digunakan untuk terus-menerus mengawasi
keadaan denyut jantung dalam persalinan.
2. Mekonium di dalam air ketuban.
Mekonium pada presentasi-sunsang tidak ada artinya, akan tetapi
pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenisasi
dan harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air
ketuban pada presentasi-kepala dapat merupakan indikasi untuk
mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan PH darah janin.
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan lewat servik
dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah
janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan
turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2 hal itu
dianggap sebagai tanda bahaya oleh beberapa penulis.

Diagnosis

gawat-jaanin sangat penting untuk daapaat menyelamatkaan dan dengan


demikian membatasi morbiditas dan mortalitas perinatal. Selain itu
kelahiran bayi yang telah menunjukkan tanda-tanda gawat janin
mungkin disertai dengan asfiksia neonatorum, sehingga perlu diadakan
persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut (Aminullah, 2002).
2.1.9

Penatalaksanaan Asfiksia
1. Antisipasi kebutuhan resusitasi

10

Antisipasi, persiapan adekuat, evaluasi akurat dan inisiasi bantuan


sangatlah penting dalam kesuksesan resusitasi neonatus. Pada setiap
kelahiran harus ada setidaknya satu orang yang bertanggung jawab pada
bayi baru lahir. Orang tersebut harus mampu memulai resusitasi,
termasuk pemberian ventilasi tekanan positif dan kompresi dada. Perlu
dilakukan pengkajian sebelumnya tentang riwayat kehamilan pasien,
sehingga petugas daat memperkirakan kemungknan terburuk kondisi
bayi lahir. Persetujuan tindakan (informed consent) perlu diminta
kepada keluarga sebelum dilakukan tindakan.
Secara garis besar penatalaksanaan resisutasi mengikuti
algoritma resusitasi neonatal.

11

Kementerian Kesehatan RI (2008)


2. Resusitasi neonatal
Tindakan untuk mengatasi asfiksia neonatorum disebut dengan
Resusitasi Bayi Baru Lahir. Tindakan Resusitasi mengikuti tahapan
sebagai berikut :
a. Langkah awal resusitasi
Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab
4 pertanyaan :
a. Apakah bayi cukup bulan?
b. Apakah air ketuban jernih?
c. Apakah bayi bernafas atau menangis?
d. Apakah tonus otot bayi baik atau kuat?
Bila semua jawaban ya maka bayi bisa langsung dimasukkan dalam
prosedur perawatan bayi rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi
dikeringkan, diletakkan di dada ibunya dan diselimuti dengan kain linen
kering untuk menjaga suhu. Bila terdapat jawaban tidak dari salah satu
pertanyaan diatas, maka bayi memerlukan satu atau beberapa tindakan
resusitasi berikut ini secara berurutan.
1) Langkah awal dalam stabilisasi
a. Memberikan kehangatan
Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer)
dalam keadaan telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan
memudahkan ekplorasi seluruh tubuh.

12

Bayi dengan BBLR memiliki kecenderungan tinggi menjadi


hipotermi dan harus mendapat perlakuan khusus. Beberapa
kepustakaan merekomendasikan pemberian teknik penghangatan
tambahan seperti penggunaan plastik pembungkus dan meletakkan
bayi dibawah pengahangat
b. Memposisikan bayi dengans sedikit menengadahkan kepalanya,
bayi diletakkan terlentang dengan leher sedikit menengadah dalam
posisi menghidu agar faring, laring, trakea dalam satu garis lurus
yang akan mempermudah masuknya udara. Posisi ini adalah posisi
terbaik untuk melakukan ventilasi dengan balon dan sungkup/alat
untuk pemasangan pipa endotrakeal.
c. Membersihkan jalan nafas sesuai keperluan.
Aspirasi mekoneum saat proses persalinan dapat menyebabkan
pneumonia aspirasi. Cara yang tepat untuk membersihkan jalan
nafas adalah bergantung pada keaktifan bayi dan ada/tidaknya
mekonium. Bila terdapat mekonium dalam cairan amnion dan bayi
tidak bugar (bayi mengalami depresi pernafasan, tonus otot kurang
dan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit) segera dilakukan
penghisapan trakea sebelum timbul pernafasan untuk mencegah
sindrom aspirasi mekonium. Penghisapan trakea meliputi langkahlangkah pemasangan laringoskop dan selang endotrakeal ke dalam
trakea, kemudian dengan kateter penghisap dilakukan pembersihan
daerah mulut,faring dan trakea sampai glotis. Bila terdapat
mekonium dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar,
pembersihan sekret dari jalan nafas dilakukan seperti pada bayi
tanpa mekonium.
d. Mengeringkan Bayi, merangsang pernafasan, dan meletakkan pada
posisi yang benar.
Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret dan
mengeringkan akan memberikan rangsang yang cukup pada bayi
untuk memulai pernafasan. Bila setelah posisi yang benar,
penghisapan sekret dan pengeringan, bayi belum bernafas secara

13

adekuat, maka perangsangan taktil dapat dilakukan dengan


menepuk atau menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok
punggung, tubuh atau ekstremitas bayi.
Bayi yang berada dalam apnu primer akan bereaksi pada hampir
semua rangsangan, sementara bayi yang berada dalam apnu
sekunder, rangsangan apapun tidak akan menimbulkan reaksi
pernafasan. Karenanya cukup satu atau dua tepukan pada telapak
kaki atau gosokan pada punggung. Jangan membuang waktu yang
berharga dengan terus menerus memberi rangsangan taktil.
Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori
berikutnya ditentukan dengan penilaian 3 tanda vital secara
simultan (pernafasan, frekuensi jantung dan warna kulit). Waktu
untuk setiap langkah adalah sekitar 30 detik, lalu nilai kembali, dan
putuskan untuk melanjutkan ke langkah berikutnya.
2) Ventilasi Tekanan Positif
a. Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
b. Agar VTP efektif, kecepatan memompa (kecepatan ventilasi)
dan tekanan ventilasi harus sesuai.
c. Kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60x / menit
d. Tekanan ventilasi yang dibutuhkan adalah sebagai berikut.
Nafas pertama setelah lahir,membutuhkan 30-40 cm H20.
Setelah nafas pertama, membutuhkann: 20-40 cm H20.
Tekanan ventilasi hanya dapat diatur apabila digunakan balon
yang mempunyai pengukur tekanan.
e. Observasi gerak dada bayi : adanya gerakan dada bayi turun
naik merupakan bukti bahwa sungkup terpasang dengan baik
dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik nafas
dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti
menarik nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu
mengembang, yang berarti tekanan yang diberikan terlalu
tinggi,hal ini dapat menyebabkan pneumothoraks.

14

f. Observasi gerak perut bayi : gerak perut tidak dapat dipakai


sebagai pedoman ventilasi yang efektif. Gerak paru mungkin
disebabkan masuknya udara kedalam lambung.
g. Penilaian suara nafas bilateral : suara nafas didengar dengan
menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas di kedua paruparu merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang
benar.
h. Observasi pengembangan dada bayi : apabila dada terlallu
berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi meremas
balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan
oleh salah satu penyebab berikut : perlekatan sungkup kurang
sempurna, arus udara terhambat, dan tidak cukup tekanan.
Apabila dengan tahapan diatas bayi masih tetap kurang
berkembang, sebaiknya dilakukan intubasi endotrakea dan ventilasi
pipa-balon (Syaifudin,2009)
3) Kompresi Dada
Teknik kompresi dada ada 2 cara :
a. Teknik Ibu jari (lebih dipilih)
-

Kedua ibu jari menekan sternum, ibu jari tangan melingkari


dada dan menopang punggung

Lebih baik dalam mengontrol kedalaman dan tekanan


konsisten.

Lebih unggul dalam menaikkan puncak sistolik dan tekanan


perfusi coroner.

b. Teknik dua jari


-

Ujung jari tengah dan telunjuk/jari manis dari satu tangan


menekan sternum, tangan lainnya menopang punggung

Tidak tergantung

Lebih mudah untuk pemberian obat.

c. Kedalaman dan tekanan


-

Kedalaman +/- 1/3 diameter anteroposterior dada.

15

Lama penekanan lebih pendek dari lama pelepasan curah


jantung maksimum

d. Koordinasi VTP dan kompresi dada


-

1 Siklus : 3 kompresi + 1 ventilasi (3:1) dalam 2 detik.

Frekuensi : 90 kompresi + 30 ventilasi dalam 1 menit (berarti


120 kegiatan per menit)

Untuk memastikan frekuensi kompresi dada dan ventilasi yang


tepat, pelaku kompresi mengucapkan, satu-dua-tiga-pompa..
(Prambudi, 2013)

e. Penilaian
Penilaian dilakukan setelah 30 detik untuk menentukan perlu
tidaknyaresusiatasi lanjutan. Tanda vital yang perlu dinilai adlah
sebagai berikut :
-

Pernafasan
Resusitasi berhasil bila terlihat gerakan dada yang adekuat,
frekuensi dan dalamnya pernafasan bertambah setelah rangsang
taktil. Pernafasan yang megap-megap adalah perfasan yang
tidak efektif dan memerlukan intervensi lanjutan.

Frekuensi jantung
Frekuensi jantung harus diatas 100x/menit. Penghitungan bunyi
jantung dilakukan dengan stetoskop selama 6 detik kemudian
dikalikan 10 sehingga diketahui frekuensi jantung permenit.

Warna kulit
Bayi seharusnya tampak kemerahan pada bibir dan seluruh
tubuh. Setelah frekuensi jantung normal dan ventilasi baik,
tidak ada boleh sianosis sentral yang menandakan hipoksemia.
Warna kulit yang berubah dari biru menjadi kemerahan adalah
petanda penting adanya pernafasan dan frekuensi jantung yang
adekuat. Sianosis akral tanpa sianosis sentral belum tentu
menandakan kadar oksigen rendah sehingga tidak perlu
diberikan terapi oksigen. Hanya sianosis sentral yang
memerlukan intervensi.

16

4) Pemberian Oksigen
Bila bayi masih terlihat sianosis sentral, maka perlu diberikan
tambahan oksigen. Pemberian oksigenaliran bebas dapat dilakukan
menggunakan sungkup oksigen, sungkup dengan balon tidak
mengembang sendiri. T-piece resuscitator dan selang/pipa oksigen.
Pada bayi cukup bulan dianjurkan menggunakan oksigen 100%,
namun beberapa penelitian terakhir menunjukkan penggunaan oksigen
ruangan dengan dengan kosentrasi 21% menurunkan resiko mortilitas
dan kejadian ensefalopati hipoksik iskemik (EHI) dibandingkan
dengan oksigen 100%. Oksigen 100% tidak dianjurkan diberikan pada
bayi tidak cukup bulan karena dapat merusak jaringan. Penghentian
pemberian oksigen dilakukan secara bertahap bila tidak terdapat
sianosis lagi yaitu bayi tetap merah atau saturasi oksigen tetap baik
walaupun konsentrasi oksigen sama dengan konsentrasi oksigen
ruangan. Bila bayi kembali sianosis maka pemberian oksigen perlu
dilanjutkan sampai sianosis sentral hilang. Kemudian secepatnya
dilakukan pemeriksaan gas darah arteri dan oksimetri untuk
menyesuaikan kadar oksigen mencapai normal.
5) Intubasi Endotrakeal
Intubasi endotrakeal dapat dilakukan pada setiap tahapan resusitasi
sesuatu dengan keadaan, antara lain beberapa keadaan berikut saat
resusitasi :
-

Jika terdapat mekonium dan bayi mengalami depresi pernapasan,


maka intubasi dilakukan sebagai langkah pertama sebelum
melakukan tindakan resusitasi yang lain, untuk memeberihkan
mekonium dari jalan nafas.

Jika ventilasi tekanan positif cukup menghasilkan perbaikan


kondisi, pengembangan dada, atau jika ventilasi tekanan positif
berlangsung lebih dan beberapa menit, dapat dilakukan intubasi
untuk membantu memudahkan ventilasi.

17

Jika diperlukan kompresi dada, intubasi dapat membantu


koordinasi

antara

kompresi

dada

dan

ventilasi,

serta

memaksimalkan efesiensi ventilasi tekanan positif.


-

Jika epineprin diperlukan untuk menstimulasi frekuensi jantung


maka cara yang umum adalah memberikan epinefrin langsung ke
trakea melalui pipa endotrakeal sambil menunggu akses intravena.

Jika dicurigai ada hernia diafragmatika, mutlak dilakukan


pemasangan

selang

endotrakeal.

Cara

pemasangan

selang

endotrakeal perlu dikuasai diantaranya melalui pelatihan khusus.


Cara pemasangan endotrakual tube:
a. Langkah 1 : persiapkan memasukkan laringoskopi
-

Stabilkan kepala bayi dalam posisi sedikit menengadah.

Berikan O2 aliran bebas selama prosedur.

b. Langkah 2 : memasukkan laringoskopi


-

Daun laringoskopi disebelah kanan lidah

Geser lidah kesebelah kiri mulut

Masukkan daun sampai batas pangkal lidah

c. Langkah 3 : angkat daun laringoskop


-

Angkat sedikit daun laringoskop

Angkat seluruh daun, jangan hanya ujungnya

Lihat daerah faring

Jangan mengungkit daun

d. Langkah 4 : melihat tanda anatomis


-

Cari tanda pita suara, seperti huruf V terbalik

Tekan krikoid agar glotis terlihat

Bila perlu hisap lendir untuk membantu visualisasi

e. Langkah 5 : memasukkan pipa


-

Masukkan pipa dari sebelah kanan mulut bayi dengan lengkung


pipa pada arah horizontal

Jika pita suara tertutup, tunggu sampai terbuka

Memasukkan pipa sampai garis pedoman pita suara berada di


batas pita suara.

18

Batas waktu tindakan 20 detik (jika dalam 20 detik pita suara


belum terbuka, hentikan dan beri VTP)

f. Langkah 6 : mencabut laringoskop


-

Pegang pipa dengan kuat sambil menahan kearah langit-langit


mulut bayi, cabut laringoskop dengan hati-hati

Bila memakai stilet, tahan pipa saat mencabut stilet


(Prambudi, 2013)

6) Obat-Obatan dan Cairan


a. Epinefrin
Indikasi pemberian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang
dari 60x/menit setelah dilakukan VTP dan kompresi dada
secara koordinasi selama 30 detik. Epinefrin tidak boleh
diberikan sebelum melakukan ventilasi adekuat karena
epinefrin akan meningkatkan beban dan konsumsi oksigen otot
jantung. Epinefrin dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
-

Larutkan = 1 : 10.000

Cara = IV (pertimbangkan melalui ET bila jalur IV sedang


disiapkan)

Dosis : 0,1-0,3 mL/kgBB IV

Persiapan = larutan 1 : 10.000 dalam spuit 1 ml

Kecepatan = secepat mungkin


Jangan memberikan dosis lebih tinggi melalui IV
Dapat diulang 3-5 menit jika frekuensi jantung tidak
meningkat.

b. Volume ekspander
Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut :
-

Bayi

baru

lahir

yang

dilakukan

resusitasi

mengalami

hipovolemia dan tidak respon terhadap resusitasi.


-

Hipovolemia memungkinkan adanya perdarahan dan syok

Klinis ditandai dengan pucat, perfusi buruk, nadi kecil atau


lemah dan pada saat resusitasi tidak memberikan respon
adekuat.

19

Dosis awal 10 ml/kgBB IV pelan selama 5-10 menit.

Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.

Jenis cairan yang diberikan dapat berupa larutan kristaloid


isotonis (NaCl 0,9%, RL) atau tranfusi untuk golongan darah O
negatif jika diduga kehilangan darah banyak.

c. Bicarbonat natrium 4,2%


Indikasi diberikan bikarbonat adalah asidosis metabolik pada
bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan jika
ventilasi dan sirkulasi adekuat, penggunaan bikarbonat pda
keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai
dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis yang
digunakan adalah 2 mEq/kgBB atau 4 ml/kgBB bicnat yang
konsentrasinya 4,2%. Pemberian intra vena dengan kecepatan
tidak boleh dari 1 mEq/kgBB/menit.
d. Nalokson
Nelokson hidroklorida adalah antagonis narkotik diberikan
dengan indikasi depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang
ibunya menggunakan narkotikadalam waktu 4 jam sebelum
melahirkan. Sebelum diberikan nelokson ventilasi harus
adekuat dan stabil. Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang
ibunya dicurigai menggunakan narkoba tanpa pemeriksaan
lebih dulu, dosis pemberian adalah 0,1 mg/kgBB melalui IV
atau endotrakela atau IM/SC jika perfusi baik. (Prambudi,
2013)
e. Dekstron 10%
2.1.10 Pencegahan
Pencegahan asfiksia pada bayi baru lahir dilakukan melalui upaya
pengenalan/penanganan sedini mungkin, misalnya dengan memantau
secara baik dan teratur denyut jantung bayi selama proses persalinan,
mengatur posisi tubuh untuk memberi rasa nyaman bagi ibu dan mencegah
gangguan sirkulasi utero-plasenter terhadap bayi, teknik meneran dan
bernapas yang menguntungkan bagi ibu dan bayi. Bila terjadi asfiksia,

20

dilakukan upaya untuk menjaga agar tubuh bayi tetap hangat,


menempatkan bayi dalam posisi yang tepat, penghisapan lendir secara
benar, memberikan rangsangan taktil dan melakukan pernapasan buatan
(bila perlu). Berbagai upaya tersebut dilakukan untuk mencegah asfiksia,
memberikan pertolongan secara tepat dan adekuat bila terjadi asfiksia dan
mencegah hipotermia. (Hidayat, Aziz Alimul 2013)
Paradigma baru (aktif) yang disebutkan sebelumnya, terbukti dapat
mencegah atau mengurangi komplikasi yang sering terjadi. Hal ini
memberi manfaat yang nyata dan mampu membantu upaya penurunan
angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Karena sebagian besar persalinan
di Indonesia terjadi di desa atau di fasilitas pelayanan kesehatan dasar
dimana tingkat keterampilan petugas dan sarana kesehatan sangat terbatas
maka paradigma aktif menjadi sangat strategis bila dapat diterapkan pada
tingkat tersebut. Jika semua penolong persalinan dilatih agar kompeten
untuk melakukan upaya pencegahan atau deteksi dini secara aktif terhadap
berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan
secara adekuat dan tepat waktu, dan melakukan upaya rujukan segera
dimana ibu masih dalam kondisi yang optimal maka semua upaya tersebut
dapat secara bermakna menurunkan jumlah kesakitan atau kematian ibu
dan bayi baru lahir.
2.1.11 Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain:
a. Asidosis
Pada asfiksia neonatorum, darah akan kekurangan suplay O2, Pada
kandungan CO2 meningkat di dalam darah sehingga kompensasi tubuh
akan melakukan metabolisme secara anaerob, metabolisme anaerob ini
akan menghasilkan asam laktat yang dapat membahayakan bagi janin.
b. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan
pertukaran gas dan transport O2 hal ini dapat menyebabkan kejang
pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
d. Koma

21

Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan


menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan
perdarahan pada otak.
(Aminullah,2002)
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
1.
Idenitas klien
Orangtua meliputi : nama (ayah dan ibu, umur, agama, suku atau
kebangsaan, pendidikan, penghasilan pekerjaan, dan alamat). Bayi
2.

meliputi tgl lahir, jam lahir, diagnosa medis.


Riwayat kesehatan
a. Riwayat antenatal :
Riwayat antenatal yang perlu dikaji atau diketahui dari riwayat
antenatal pada kasus asfiksia yaitu:
Keadaan ibu selama hamil dengan anemia, hipertensi, gizi buruk,
merokok ketergantungan obat-obatan atau dengan penyakit
seperti diabetes mellitus, kardiovaskuler dan paru.
Kehamilan dengan resiko persalinan preterm misalnya kelahiran
multiple, kelainan kongenital, riwayat persalinan preterm.
Pemeriksaan kehamilan yang tidak kontinyuitas atau periksa
tetapi tidak teratur dan periksa kehamilan tidak pada petugas
kesehatan.
Hari pertama hari terakhir tidak sesuai dengan usia kehamilan
(kehamilan postdate atau preterm).
b. Riwayat natal :
Riwayat natal komplikasi persalinan juga mempunyai kaitan yang
sangat erat dengan permasalahan pada bayi baru lahir. Yang perlu
dikaji :
Kala I : perdarahan antepartum baik solusio plasenta maupun
plasenta previa.
Kala II : Persalinan dengan tindakan bedah caesar, karena
pemakaian obat penenang (narkose) yang dapat menekan sistem
pusat pernafasan.
c. Riwayat post natal :
Yang perlu dikaji antara lain :

22

Berat badan lahir : Preterm/BBLR < 2500 gram, untu aterm


2500 gram lingkar kepala kurang atau lebih dari normal (34-36
cm).
Adanya kelainan kongenital : Anencephal, hirocephalus anetrecial
3.

aesofagal.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60
kali/menit), pernafasan mendengkur, retraksi subkostal/interkostal,
pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat, hipotonus, apneu,
gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada
awalnya suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya
pertukaran udara, nafas menjadi parau dan pernapasan dalam.
Pengkajian fisik pada bayi dan anak dengan kegawatan pernafasan
dapat dilihat dari penilaian fungsi respirasi dan penilaian fungsi
kardiovaskuler (airway, breathing, circulation).
Airway dan breathing :
1) Frekuensi nafas
Takhipneu adalah manifestasi awal distress pernafasan pada
bayi. Takhipneu tanpa tanda lain berupa distress pernafasan
merupakan

usaha

kompensasi

terhadap

terjadinya

asidosis

metabolik seperti pada syok, diare, dehidrasi, ketoasidosis,


diabetikum, keracunan salisilat, dan insufisiensi ginjal kronik.
Frekuensi nafas yang sangat lambat dan ireguler sering terjadi pada
hipotermi, kelelahan dan depresi SSP yang merupakan tanda
memburuknya keadaan klinik.
2) Mekanika usaha pernafasan
Meningkatnya usaha nafas ditandai dengan respirasi cuping
hidung, retraksi dinding dada, yang sering dijumpai pada obtruksi
jalan nafas dan penyakit alveolar. Anggukan kepala ke atas,
merintih, stridor dan ekspansi memanjang menandakan terjadi
gangguan mekanik usaha pernafasan.
3) Warna kulit/membran mukosa
Pada keadaan perfusi dan hipoksemia, warna kulit tubuh terlihat
berbercak (mottled), tangan dan kaki terlihat kelabu, pucat dan
teraba dingin.
Circulation :
1) Frekuensi jantung dan tekanan darah

23

Adanya sinus tachikardi merupakan respon umum adanya stress,


ansietas, nyeri, demam,

hiperkapnia, dan atau kelainan fungsi

jantung.

2) Kualitas nadi
Pemeriksaan kualitas nadi sangat penting untuk mengetahui
volume dan aliran sirkulasi perifer nadi yang tidak adekwat dan
tidak teraba pada satu sisi menandakan berkurangnya aliran darah
atau tersumbatnya aliran darah pada daerah tersebut. Perfusi kulit
kulit yang memburuk dapat dilihat dengan adanya bercak, pucat
dan sianosis. Pemeriksaan pada pengisian kapiler dapat dilakukan
dengan cara:
(1) Nail Bed Pressure ( tekan pada kuku)
(2) Blancing Skin Test, caranya yaitu dengan meninggikan
sedikit ekstremitas dibandingkan jantung kemudian tekan
telapak tangan atau kaki tersebut selama 5 detik, biasanya
tampak kepucatan. Selanjutnya tekanan dilepaskan pucat
akan menghilang 2-3 detik.
3) Perfusi pada otak dan respirasi
Gangguan fungsi serebral awalnya adalah gaduh gelisah
diselingi agitasi dan letargi. Pada iskemia otak mendadak
selain terjadi penurunan kesadaran juga terjadi kelemahan
4.

otot, kejang dan dilatasi pupil.


Pemeriksaan Penunjang
Data penunjang pemeriksaan laboratorium penting artinya dalam
menegakkan diagnosa atau kausal yang tepat sehingga kita dapat
memberikan obat yang tepat pula.
Pemeriksaan yang diperlukan adalah :
Darah : gas darah arteri dengan PaO2 kurang dari 50 mmHg dan PCO2
diatas 60 mmHgGDA > 20 mg/dl, test kematangan paru, CRP, Hb dan
Bilirubin : > 10 mg/dl, peningkatan kadar kalium darah.
Pemeriksaan
sinar-X
menunjukkan
adanya

atelektasis,

lesitin/spingomielin rasio 2 :1 mengindikasikan bahwa paru sudah

24

matur, pemeriksaan dekstrostik dan fosfatidigliserol meningkat pada


usia kehamilan 33 minggu.

2.2.2

Diagnosa Keperawatan
1.

Ketidakefektifan

bersihan

2.
3.

penumpukan mukus yang berlebihan


Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai

4.

oksigen dan ketidakseimbangan ventilasi.


Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan bekurangnya

5.

suplai oksigen dalam darah


Risiko cedera berhubungan dengan anomali kongenital tidak

6.

terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada agen-agen infeksius


Perubahan Proses keluarga berhubungan dengan pergantian status
kesehatan anggota keluarga

jalan

nafas

berhubungan

dengan

25

2.2.3

Intervensi Keperawatan

No.
1.

Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Keperawatan
Hasil
Ketidakefektifan
NOC
bersihan jalan nafas Respiratory status :
berhubungan dengan
Ventilation
penumpukan mukus Respiratory status :
yang berlebihan
Airway patency
Aspiration Control
Kriteria hasil :
1. Menunjukkan jalan
nafas yang paten
(klien tidak merasa
tercekik,
irama
nafas,
frekuensi
pernafasan
dalam
rentang
normal,
tidak ada suara
nafas abnormal)
2. Mengidentifikasikan
dan
mencegah
faktor
yang
penyebab.
3. Saturasi O2 dalam
batas normal
4. Foto thorak dalam
batas normal

2.

Intervensi
NIC
Airway suction
1. Berikan oksigen sesuai
indikasi
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
4. Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
5. Kolaborasi pemberian
obat-obatan
bronkodilator
6. Monitor status
hemodinamik
7. Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl
Lembab
8. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
9. Monitor respirasi dan
status O2
10. Pertahankan hidrasi yang
adekuat untuk
mengencerkan sekret
11. Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang fungsi
penggunaan peralatan :
O2, Suction, Inhalasi.

Ketidakefektifan
NOC
NIC:
Respiratory status : Airway suction
pola napas
Ventilation
berhubungan dengan
1. Pertahankan jalan nafas
Respiratory status :
hiperventilasi
yang paten
2. Observasi adanya tanda
Airway patency
Kriteria hasil:
tanda hipoventilasi

26

3.

1. Menunjukkan suara
nafas yang bersih,
tidak ada sianosis
dan
dyspneu
(mampu
mengeluarkan
sputum,
mampu
bernafas dg mudah,
tidakada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan
nafas yang paten
(klien tidak merasa
tercekik,
irama
nafas,
frekuensi
pernafasan
dalam
rentang
normal,
tidak ada suara
nafas abnormal)
3. Tanda Tanda vital
dalam
rentang
normal
(tekanan
darah,
nadi,
pernafasan)
Kerusakan
NOC :
Respiratory Status :
pertukaran gas
Gas exchange
berhubungan dengan
Respiratory Status :
gangguan suplai
ventilation
oksigen dan
Vital Sign Status
ketidakseimbangan
ventilasi
Kriteria hasi:
1. Mendemonstrasikan
peningkatan
ventilasi
dan
oksigenasi
yang
adekuat
2. Memelihara
kebersihan
paru
paru dan bebas dari
tanda tanda distress
pernafasan
3. Tanda tanda vital
dalam
rentang

3. Monitor
adanya
kecemasan
pasien
terhadap oksigenasi
4. Monitor
vital sign
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
5. Pasang mayo bila perlu
6. Auskultasi suara nafas,
catat
adanya
suara
tambahan
7. Monitor respirasi dan
status O2
8. Bersihkan mulut, hidung
dan secret trakea
9. Informasikan
pada
pasien dan keluarga
tentang tehnik relaksasi
untuk memperbaiki pola
nafas.
10. Monitor pola nafas

NIC :
Airway management
1. buka jalan nafas ,
gunakan tehnik chin lift
atau jaw trust bila perlu
2. Indentifikasi klien perlu
dipasang jalan nafas
buatan
3. Auskultasi suara nafas,
catat
adanya
suara
tambahan
4. Monitor respirasi dan
status O2
5. Catat
pergerakan
dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan
otot
tambahan, retraksi otot
supraclavicular
dan
intercostal

27

4.

Ketidakefektifan
termoregulasi
berhubungan dengan
bekurangnya suplai
oksigen dalam darah

normal
4. AGD dalam batas
normal
5. Status
neurologis
dalam batas normal

6. Monitor suara nafas,


seperti dengkur
7. Monitor pola nafas :
bradipena,
takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi, cheyne
stokes, biot
8. Auskultasi suara nafas,
catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
9. Monitor TTV, AGD,
elektrolit dan ststus
mental
10. Observasi
sianosis
khususnya
membran
mukosa
11. Auskultasi
bunyi
jantung, jumlah, irama
jantung

NOC:
Termoregulasi
:
Neonatus
Kriteria Hasil :
Temperatur badan
dalam batas normal.
Tidak terjadi distress
pernafasan.
Tidak gelisah.
Perubahan
warna
kulit.
Bilirubin
dalam
batas normal.

NIC
Perawatan Hipotermi
Intervensi :
1. Hindarkan pasien dari
kedinginan
dan
tempatkan
pada
lingkungan yang hangat.
2. Monitor gejala yang
berhubungan
dengan
hipotermi, misal fatigue,
apatis, perubahan warna
kulit dll.
3. Monitor temperatur dan
warna kulit.
4. Monitor TTV.
5. Monitor
adanya
bradikardi.
6. Monitor
status
pernafasan.
Temperatur Regulasi
Intervensi :
1. Monitor temperatur BBL

28

setiap 2 jam sampai suhu


stabil.
2. Jaga temperatur suhu
tubuh bayi agar tetap
hangat.
3. Tempatkan BBL pada
inkubator bila perlu.
5.

Perubahan
Proses NOC
keluarga
Koping keluarga
berhubungan dengan Kriteria Hasil :
pergantian
status 1. Percaya
dapat
kesehatan
anggota
mengatasi masalah.
2.
Kestabilan prioritas.
keluarga
3. Mempunyai rencana
darurat.
4. Mengatur ulang cara
perawatan.

NIC
Pemeliharaan
proses
keluarga
Intervensi :
1. Tentukan tipe proses
keluarga.
2. Identifikasi
efek
pertukaran peran dalam
proses keluarga.
3. Bantu anggota keluarga
untuk
menggunakan
mekanisme support yang
ada.
4. Bantu anggota keluarga
untuk
merencanakan
strategi normal dalam
segala situasi.
Dukungan Keluarga
Intervensi :
1. Pastikan
anggota
keluarga bahwa pasien
memperoleh
perawat
yang terbaik.
2. Tentukan
prognosis
beban psikologi dari
keluarga.
3. Beri harapan realistik.
4. Identifikasi
alam
spiritual yang diberikan
keluarga.

6.

Risiko
cedera NOC
berhubungan dengan Pengetahuan :
anomali kongenital Keamanan Anak

NIC
Kontrol Infeksi
Intervensi :

29

tidak terdeteksi atau Kriteria hasil :


tidak
teratasi 1.
Bebas
pemajanan
pada
dari
cidera/
agen-agen infeksius.
komplikasi.
2.
Mendesk
ripsikan
aktivitas
yang tepat dari level
perkembangan anak.
3.
Mendesk
ripsikan
teknik
pertolongan
pertama.

1. Cuci tangan setiap


sebelum dan sesudah
merawat bayi.
2. Pakai sarung tangan
steril.
3. Lakukan
pengkajian
fisik
secara
rutin
terhadap bayi baru lahir,
perhatikan
pembuluh
darah tali pusat dan
adanya anomali.
4. Ajarkan
keluarga
tentang tanda dan gejala
infeksi
dan
melaporkannya
pada
pemberi
pelayanan
kesehatan.
5. Berikan agen imunisasi
sesuai
indikasi
(imunoglobulin
hepatitis B dari vaksin
hepatitis B bila serum
ibu
mengandung
antigen
permukaan
hepatitis B (Hbs Ag),
antigen inti hepatitis B
(Hbs Ag) atau antigen E
(Hbe Ag).

30

31

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS SEMU
3.1 Kasus
Ny. W melahirkan anak pertamanya seorang bayi perempuan di
RSUA dengan bantuan bidan J didekat rumanya pada tanggal 25 April
2016 pukul 10.10. Ketuban pecah pada pukul 10.00, tidak bercampur
mekonium. Keadaan bayi waktu lahir bernapas megap-megap dan tampak
sesak, bayi tidak menangis. Setelah dilakukan tindakan resusitasi bayi
pada menit pertama setelah bayi lahir, keadaan bayi masih sama. Bayi
bergerak atau berespon sedikit ketika diberi rangsangan dan dinilai dada
tidak berkembang seacara maksimal. Terdapat cairan atau secret pada
hidung dan mulut bayi. Warna kulit dan bibir bayi tampak biru (sianosis),
Teraba akral bayi dingin dan pucat, bayi tampak lemas, tonus otot kurang
(ekstremitas sedikit fleksi), adanya tarikan dinding dada. Pernafasan tidak
teratur, Penilaian APGAR skor = 5 dan TTV: TD : Tidak diukur, RR : 38
x / menit, N : 94 x / menit, S : 34,5C BB = 2.400g, PB : 44 cm
3.2

Asuhan Keperawatan

3.2.1

Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama

: By Ny.W

Jenis Kelamin

: Perempuan

TTL / Usia

: Surabaya / 0 bulan

Agama

: Islam

Alamat

: Surabaya

Anak ke

: 1 (satu)

Suku Bangsa

: Jawa

Nama orang tua


a. Ibu
Nama

: Ny. W

Umur

: 24 Tahun

Suku Bangsa

: Jawa

32

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: IRT

Agama

: Islam

Alamat

: Surabaya

b. Ayah
Nama

: Tn. K

Umur

: 25 Tahun

Suku Bangsa

: Jawa

Pendidikan

: STM

Pekerjaan

: Wiraswasta

Agama

: Islam

Alamat

: Surabaya

b. Data Medik
Diagnosa medik

c.

a)

Saat masuk

b)

Saat pengkajian

: asfiksia
: asfiksia ringan

Alasan Masuk Rumah Sakit


Klien masuk RSUA Surabaya pada tanggal 25 April 2016 pukul 10.30 dengan
alasan bidan J mengatakan bayi tidak bisa bernafas secara spontan setelah
dilahirkan.

d. Riwayat Kesehatan Saat Ini


Bidan J mengatakan bayi tidak bisa bernafas secara spontan dan tidak
menangis setelah dilahirkan.
e. Riwayat Kehamilan Ibu
a. Umur kehamilan

: 35 minggu (preterm)

b. Periksa ANC

: pada bidan

c. Frekuensi ANC

: 4x selama kehamilan

d. Penyakit ibu selama hamil

: Hipertensi

f. Riwayat Persalinan Ibu


1. Jenis persalinan pervaginam.
2. Partus ditolong oleh bidan.
3. Lama partus selama 12 jam.

33

4. Warna air ketuban jernih


5. Selama kehamilan ibu mengalami preeklamsia dengan TD :150/100 mmHg
g. Pemeriksaan fisik
1) Tanda-tanda vital klien/bayi
Denyut Nadi

: 94 x/mnt

RR

: 38 x/mnt

Suhu

: 34.5 C

BB/PB

: 2.400g/44cm

a. Breathing/B1
- Inspeksi
Bentuk dada normal chest, simteris, terdapat retraksi otot bantu nafas, adaya
tarikan dinding dada, RR 38 x/mnt, dada tidak mengembang dengan
maksimal.
- Palpasi
Ictus cordis teraba di ICS 5 MCLS
- Perkusi
Suara perkusi di area dada kiri terdengar lebih redup dan pekak.
-Auskultasi
Suara napas menurun, bunyi napas tak teratur bahkan lambat.
b. Blood/B2
- Inspeksi
Ictus cordis terlihat, warna kulit dan bibir biru(sianosis)
- Palpasi
Heart Rate 94x/mnt, akral teraba dingin dan pucat
- Perkusi
Perkusi dada sonor, pekak pada area jantung
- Auskultasi
Terdengar suara bunyi jantung 1 dan 2 tunggal

34

c. Brain/B3
APGAR SKOR
Indikator
Nafas

Hasil pemeriksaan
Nilai
Tidak teratur, RR = 38 1

Denyut Jantung
Warna Klulit

x/mnt
94 x/mnt
1
Tubuh merah jambu & 1

kaki, tangan biru


Gerakan tonus otot Lemah, sedikit fleksi
Refleks
Lemah/lambat
(menangis)
Total
Kesimpulan : Asfiksia Ringan

1
1
5

d. Bladder/B4
Tidak ada distensi kandung kemih
e. Bowel /B5
Bentuk abdomen datar, tidak ada massa, tidak ada lesi
f. Bone/ B6
Tonus otot lemah sedikit fleksi, tidak ada oedem ekstremitas.
3.2.2 Analisa Data
NO
1

DATA
ETIOLOGI
MASALAH
DS : Bidan J mengatakan Penumpukan
sekret Ketidakefektifan
bahwa sebelumnya By Ny. W pada
terdapat penumpukan sekret hidung
pada mulut bayi
DO :
- - Bayi tampak sulit bernapas
- Warna Kulit dan bibir tampak
sianosis
- RR 38x/mnt
- Suhu 34.5C
- Nadi : 94x/mnt
- BB 2.400g

mulut

dan bersihan jalan napas


(pasca resusitasi)

35

- PB : 44 cm

DS :

Ketidakmaksimalan

- Bidan J mengatakan By Ny.W daya ekspansi paru


setelah

dilahirkan

tidak

segera menangis
- Bidan
J
mengatakan
pernafasannya tidak teratur
DO :
- - Bayi tampak sulit bernapas
- Perkembangan dada tidak
maksimal
-Warna Kulit dan bibir tampak
sianosis
- RR 38x/mnt
- Suhu 34.5C
- Nadi : 94x/mnt
- BB 2.400g.
- PB : 44 cm

Ketidakefektifan pola
napas
resusitasi)

(pasca

36

3.

DS :

Suplai O2 dalam

- Bidan J mengatakan By Ny.W darah

Ketidakefektifan
termoregulasi

setelah dilahirkan tampak


pucat
DO :
- Warna Kulit dan bibir tampak
sianosis
- Akral bayi teraba dingin dan
pucat
- RR 30x/mnt
- Suhu 34,5.5C
- Nadi : 94x/mnt

3.2.3 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan sekret pada
mulut dan hidung
2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan ketidakmaksimalan
daya ekspansi paru
3. Ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan bekurangnya
suplai oksigen dalam darah

37

3.2.4 Intervensi
No.
1.

2.

Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Keperawatan
Hasil
Ketidakefektifan
NOC
bersihan jalan nafas Respiratory status :
berhubungan dengan
Airway patency
penumpukan mukus Aspiration Control
yang berlebihan
Kriteria hasil :
1. Menunjukkan jalan
nafas yang paten
(klien tidak merasa
tercekik,
irama
nafas,
frekuensi
pernafasan
dalam
rentang
normal,
tidak ada suara
nafas abnormal)
2. Mengidentifikasikan
dan
mencegah
faktor
yang
penyebab.
3. Saturasi O2 dalam
batas normal
4. Foto thorak dalam
batas normal

Ketidakefektifan
NOC
Respiratory status :
pola napas
Ventilation
berhubungan dengan
Respiratory status :
ketidakmaksimalan
Airway patency
daya ekspansi paru
Kriteria hasil:
1. Menunjukkan suara
nafas yang bersih,

Intervensi
NIC
Airway suction
1. Berikan oksigen sesuai
indikasi
2. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
3. Keluarkan sekret dengan
batuk atau suction
4. Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
5. Kolaborasi pemberian
obat-obatan
bronkodilator
6. Monitor status
hemodinamik
7. Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl
Lembab
8. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
9. Monitor respirasi dan
status O2
10. Pertahankan hidrasi yang
adekuat untuk
mengencerkan sekret
11. Jelaskan pada pasien dan
keluarga tentang fungsi
penggunaan peralatan :
O2, Suction, Inhalasi.
NIC:
Airway suction
1. Pertahankan jalan nafas
yang paten
2. Observasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
3. Monitor
adanya
kecemasan
pasien
terhadap oksigenasi

38

3.

Ketidakefektifan
termoregulasi
berhubungan dengan
bekurangnya suplai
oksigen dalam darah

tidak ada sianosis


dan
dyspneu
(mampu
mengeluarkan
sputum,
mampu
bernafas dg mudah,
tidakada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan
nafas yang paten
(klien tidak merasa
tercekik,
irama
nafas,
frekuensi
pernafasan
dalam
rentang
normal,
tidak ada suara
nafas abnormal)
3. Tanda Tanda vital
dalam
rentang
normal
(tekanan
darah,
nadi,
pernafasan)

4. Monitor
vital sign
Posisikan pasien untuk
memaksimalkan
ventilasi
5. Pasang mayo bila perlu
6. Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara
tambahan
7. Monitor respirasi dan
status O2
8. Bersihkan
mulut,
hidung
dan
secret
trakea
9. Informasikan
pada
pasien dan keluarga
tentang tehnik relaksasi
untuk
memperbaiki
pola nafas.
10. Monitor pola nafas

NOC:
Termoregulasi
:
Neonatus
Kriteria Hasil :
1. Temperatur
badan
dalam batas normal.
2. Tidak terjadi distress
pernafasan.
3. Tidak gelisah.
4. Perubahan
warna
kulit.
5. Bilirubin
dalam
batas normal.

NIC
Perawatan Hipotermi
Intervensi :
1. Hindarkan pasien dari
kedinginan
dan
tempatkan
pada
lingkungan yang hangat.
2. Monitor gejala yang
berhubungan
dengan
hipotermi, misal fatigue,
apatis, perubahan warna
kulit dll.
3. Monitor temperatur dan
warna kulit.
4. Monitor TTV.
5. Monitor
adanya
bradikardi.
6. Monitor
status
pernafasan.
Temperatur Regulasi
Intervensi :

39

1. Monitor temperatur BBL


setiap 2 jam sampai suhu
stabil.
2. Jaga temperatur suhu
tubuh bayi agar tetap
hangat.
3. Tempatkan BBL pada
inkubator bila perlu.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Asfiksia neonatrum adalah keadaan di mana bayi tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan
keadaan hipoksia, hiperkapnea dan berakhir dengan asidosis, peran
perawat adalah bagaimana untuk memacu napas klien untuk kembali
normal. Memberikan terapi oksigen yang baik, memberikan semangat
kepada keluarga klien untuk berfikir positif dan mengurangi rasa cemas.
Pengawasan ini bertujuan menemukan sedini mungkin adanya kelainan
yang dapat mempengaruhi proses persalinan sehingga penanganannya
dapat dilakukan dengan baik. Penyakit ini merupakan suatu penyakit yang
disebabkan oleh berbagai faktor seperti faktor ibu, faktor placenta, faktor
featus dan faktor neonatus, sehingga menyebabkan bayi sulit untuk
bernafas secara spontan. Setiap penyakit mempunyai gambaran klinik
tersendiri terutama pada tanda dan gejala, pengobatan serta perawatannya.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas
spontan dan teratur, sehingga dapat meurunkan O2 dan makin
meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan
lebih lanjut. Kegawatan pernafasan dapat terjadi pada bayi dengan
gangguan pernafasan yang dapat menimbulkan dampak yang cukup berat
bagi bayi berupa kerusakan otak atau bahkan kematian.
Antisipasi, persiapan adekuat, evaluasi akurat dan inisiasi bantuan
sangatlah penting dalam kesuksesan resusitasi neonatus. Pada setiap
kelahiran harus ada setidaknya satu orang yang bertanggung jawab pada

40

bayi baru lahir. Orang tersebut harus mampu memulai resusitasi, termasuk
pemberian ventilasi tekanan positif dan kompresi dada. Perlu dilakukan
pengkajian sebelumnya tentang riwayat kehamilan pasien, sehingga
petugas daat memperkirakan kemungknan terburuk kondisi bayi lahir.
Persetujuan tindakan (informed consent) perlu diminta kepada keluarga
sebelum dilakukan tindakan.
Pencegahan asfiksia pada bayi baru lahir dilakukan melalui upaya
pengenalan/penanganan sedini mungkin, misalnya dengan memantau
secara baik dan teratur denyut jantung bayi selama proses persalinan,
mengatur posisi tubuh untuk memberi rasa nyaman bagi ibu dan mencegah
gangguan sirkulasi utero-plasenter terhadap bayi, teknik meneran dan
bernapas yang menguntungkan bagi ibu dan bayi. Bila terjadi asfiksia,
dilakukan upaya untuk menjaga agar tubuh bayi tetap hangat,
menempatkan bayi dalam posisi yang tepat, penghisapan lendir secara
benar, memberikan rangsangan taktil dan melakukan pernapasan buatan
(bila perlu).
4.2 Saran
Diharapkan dalam menangani pasien dengan Asfiksia, pengenalan
awal mengenai tanda dan gejala sangat diperlukan untuk menentukan
prognosa yang lebih baik.

41

DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat,A.Aziz.(2013).Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1.Jakarta:


Salemba Medika
American Academy of Pediatrics dan American Heart Association. Buku panduan
resusitasi neonatus. Edisi ke-5. Jakarta: Perinasia; 2006.
Aminullah, A. (2006). Diagnosa Dan Tatalaksana Sepsis Pada Bayi Baru Lahir.
Naskah Lengkap Simposium Nasional Pediatri. IDAI Cabang Kalimantan
Timur. Balikpapan.
Anonim. (2009) Manajemen Asfiksia Neonatorum. Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI
Depkes RI. 2007. Standar Pelayanan Kebidanan. Jakarta.
Ghai, dkk. (2010). Pencegahan Dan Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum.
Health

Technology Assessment

Indonesia

Departemen

Kesehatan

Republik Indonesia.
Gomella Lacy, T. (2009). Neonatology : Management, Procedures, On-Call
Problems, Diseases, and Drugs. United States of America : The McGrawHill Companies,Inc.
Health Technology Asessment. (2008) Pencegahan Dan Penatalaksanaan
Asfiksia Neonatorum. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI
Manuaba, I.B.G., I.A. Chandranita Manuaba, dan I.B.G. Fajar Manuaba. 2007.
Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Mahmudah. (2011, Juni 24). Manual Prosedur Asfiksia. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai